SHEPHERDING TIME, Melihat dan meniru cara Yesus mengajar (Markus 4:1, 33-34)

gambar

Markus 4:1

Pada suatu kali Yesus mulai pula mengajar di tepi danau. Maka datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu.

 

Pada suatu saat, Yesus hendak mengajar kembali di Danau Galilea. Banyak orang berkerumun untuk mendengar pengajaran Yesus. Saat itu Yesus memandang penting, bahwa setiap orang harus bisa melihat diriNya dengan jelas, agar apa yang diajarkanNya dapat didengar dan diperhatikan oleh orang-orang tersebut. Yesus ingin memastikan bahwa kesempatan untuk mendengar kebenaran pada saat itu, haruslah menjadi kesempatan yang menjawab. Artinya, ketika kebenaran disampaikan, maka setiap orang yang mendengarnya akan mendapatkan jawaban atas setiap pergumulannya masing-masing. Yesus mengerti benar, bahwa kebenaranNya adalah jawaban yang paling tepat bagi setiap manusia.

 

Oleh karena itu, Yesus memutuskan untuk berkhotbah menyampaikan pengajaranNya dengan cara berdiri di atas perahu, yang dengan sengaja ditempatkan agak jauh dari tepi danau, sehingga semua orang mendapatkan arah pandang yang sama untuk melihat dan sekaligus mendengar Yesus mengajar. Mungkin saja dengan arah angin laut (angin berhembus dari laut (danau) menuju daratan), maka suara Yesus akan  menjadi terdengar lebih jelas oleh orang banyak yang berada di darat. Sehingga, dapat dipastikan bahwa Yesus telah memikirkan tehnik penyampaian yang tepat.

 

Kerumunan orang yang begitu banyak, tidak menjadi hambatan bagi Yesus untuk tetap menyampaikan isi hati Bapa. KehendakNya untuk memberikan kebutuhan rohani bagi setiap orang yang membutuhkannya, entah orang tersebut menyadari atau tidak menyadari bahwa dirinya membutuhkan kebenaran Allah,  adalah kehendak yang tetap. Kehendak yang tetap adalah kehendak yang tidak dipengaruhi oleh situasi atau kondisi. Kehendak yang tetap adalah kehendak yang didorong oleh kasih  yang membuatNya tidak lagi fokus pada  kenyamanan diri. KenyamananNya adalah ketika dipastikan setiap orang dapat mendengar isi hati Bapa, dan hidup di dalamnya.

 

Dikatakan bahwa: “datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia,”  hal ini mau memberikan kenyataan bahwa ada kebutuhan yang sangat besar mengenai kebenaran. Tidak ditulis bahwa orang banyak itu mendapat undangan atau tidak untuk datang di Danau Galilea untuk mendengar khotbah Yesus. Diperkirakan bahwa orang banyak tersebut memang mengikuti Yesus, dan jumlahnya semakin banyak oleh karena orang-orang di sekitarnya menjadi penasaran untuk mengetahui seperti apakah pengajaran Yesus itu. Sementara, orang-orang lain yang sudah pernah mendengar pengajaran Yesus, dan tetap terus setia mengikuti Yesus berkeliling, dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah mendapatkan kepuasan hidup atas kebenaran yang didengarnya dari Yesus. Kepuasan tersebut pada akhirnya bisa menjadi materi promosi yang ampuh mengenai indahnya kebenaran hati Bapa. Orang-orang yang telah dipuaskan oleh kebenaran pengajaran Yesus, menjadi kesaksian hidup yang tak henti-hentinya mengajak orang lain untuk ikut serta hidup sebagai pendengar dan pelaku Firman Tuhan.

Markus 4:33-34

33 Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, 34 dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.

 

Yesus tidak menyia-nyiakan kesempatan pada saat itu. Dia sungguh mengenal profile jemaat yang berkumpul pada saat itu. Orang-orang Galilea yang dikenal sebagai penduduk yang sederhana membutuhkan penuturan yang pas sesuai dengan kemampuan edukasinya. Setidaknya, pendekatan yang dipakai Yesus untuk menyampaikan ajaranNya adalah melalui konteks kehidupan sehari-hari penduduk di sana. Penyampaian ilustrasi tentang dunia perkebunan, bercocok tanam, menjadi jembatan yang ampuh untuk membuat jemaat menjadi celik dan mengerti (walaupun dikatakan oleh Alkitab bahwa murid-murid Yesus kurang mengerti mengenai ilustrasi tersebut).

 

Yesus menyampaikan ajaranNya melalui pengertian yang dapat diterima oleh orang-orang. Markus mengatakan, bahwa: Yesus menguraikan segala sesuatu dengan cara tersendiri. Yesus sungguh-sungguh berusaha mencari segala cara untuk menyampaikan isi hati Bapa kepada setiap orang.

 

Athalia memandang hal ini sebagai bagian yang perlu diterapkan, dan dijadikan sebagai keseharian antara guru dengan murid. Shepherding time adalah bentuk konkrit bahwa Athalia ingin merespon bahwa setiap murid harus mendapatkan jawaban bagi kebutuhan rohaninya, sebagai fondasi pembentukan karakter. (karakter adalah buah Roh, yang haya akan dapat bertumbuh jika anak hidup dekat dengan Tuhan).

 

Shepherding time adalah bentuk pertemuan khusus antara murid dengan guru, sebagai gembala kelas. Kekhususan tersebut sama seperti secara khusus Yesus menempatkan diriNya agar dengan jelas dapat dilihat dan didengar oleh orang-orang yang mengerumuniNya. Demikian pula guru akan menempatkan dirinya secara khusus, dalam kesempatan  shepherding time,  sebagai pribadi yang hendak berbagi hidup, menceritakan bagaimana Yesus bertindak sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

 

Shepherding time adalah waktu yang secara khusus dipersiapkan untuk mempertemukan murid pada Yesus melalui pengalaman hidup anak, sesuatu yang dekat dengan hidup anak sehari-hari. Diharapkan melalui hal itu, murid bisa melihat lebih jelas lagi tentang Yesus. Bahkan, murid bertumbuh menjadi pribadi yang haus mencari kebenaran. Sehingga mau terus berduyun-duyun mengikut Yesus. Murid menjadi pribadi yang tak segan untuk bertanya dan berdiskusi dengan gurunya mengenai Yesus. Lebih dari itu, murid  juga menjadi pribadi yang puas akan anugerahNya. Sehingga, dia akan menjadi pribadi kokoh, berkarakter ilahi (godly character). Setiap kesulitan hidup yang akan menghadangnya, tidak lagi menjadi bagian yang mengejutkan kehidupannya. Oleh karena dia memiliki karakter sebagai anak Tuhan, yaitu pribadi yang selalu merespon hidup ini sesuai dengan kehendakNya saja.

 

(Oleh: BD/  Tim karakter)

Pendidikan karakter, Tugas Kita Bersama

Character building picture
Gedung-gedung makin meninggi, namun sumbu amarah kita makin pendek

Tersedia makin banyak kemudahan, namun waktu kita makin singkat

Pengetahuan makin berlimpah, namun kemampuan kita menilai makin tumpul

Rumah-rumah semakin mewah, namun keluarga-keluarga makin berantakan

Kita berusaha mencegah polusi udara, namun membiarkan jiwa kita tercemari

Kita berjalan sampai ke bulan, namun tidak pernah mengunjungi tetangga

Tahun-tahun kehidupan kita bertambah, namun tahun-tahun itu makin tidak terasa hidup

-sumber tidak dikenal

 

Ilustrasi diatas membantu kita untuk merenungkan kembali untuk apa sebenarnya kita menciptakan dan memperjuangkan semuanya kemudahan, kelimpahan, kemewahan, dsb? Bukankah kita memperjuangkan itu semuanya agar kita dapat hidup? Namun mengapa akhirnya semuanya itu malah merampas hidup kita?

Anak-anak kita kini hidup di sebuah jaman dimana ilmu pengetahuan dan teknologi dijadikan landasan dalam mencapai sebuah kemajuan dan keberhasilan. Hal ini tanpa sadar membuat kita menjadi sangat takut tertinggal. Kita mengerahkan begitu banyak energi agar anak-anak kita menguasai ilmu pengetahuan serta tidak ketinggalan dengan perubahan dan kemajuan jaman. Kita memberikan mereka banyak fasilitas untuk dapat mengakses dunia, memberikan mereka pendidikan yang terbaik agar mereka mendapatkan seluruh pengetahuan yang mereka butuhkan, mengikutsertakan mereka kedalam berbagai macam kursus yang menurut kita akan membuat mereka menjadi pribadi yang unggul, dan memberi mereka banyak tuntutan untuk mencapai berbagai macam prestasi dan predikat.

Sepintas tidak ada yang salah dengan hal ini, karena jaman telah berubah sehingga jika kita tidak ikut berubah maka kita akan tergilas dengan perubahan tersebut. Namun, yang salah adalah ketika kita melakukannya dengan tidak seimbang. Kita hanya fokus pada usaha untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan jaman, tetapi lupa untuk hidup. Hidup untuk memuliakan Tuhan, hidup untuk menikmati kehidupan yang diberikan Tuhan pada kita, dan hidup untuk memberkati sesama kita.

Hidup yang benar tidaklah sekedar hidup, atau hidup dengan menuruti apa yang kita sukai dan kita anggap benar. Hidup yang sesungguhnya adalah ketika kita hidup seturut dengan kehendak Tuhan dan menjalani rencana-Nya di dalam hidup kita. Bagaimana caranya agar kita dapat hidup? Hanya ada satu cara, yaitu dengan bergaul erat dengan Tuhan, sehingga pola pikir, sikap, dan perbuatan kita sesuai dengan kehendak-Nya dan hal ini akan tercermin lewat karakter kita.

Kita tidak dapat menyangkal bahwa anak-anak kita kini hidup dalam suatu dunia yang menuntut mereka untuk menjadi pribadi yang unggul, inovatif, kreatif, cerdas, dan sebagainya. Ini adalah kenyataan yang harus kita terima. Untuk itulah kita berjuang untuk pendidikan anak-anak kita. Namun terkadang kita lupa pada pembentukan karakter anak-anak kita, yang sebenarnya adalah hal yang sangat mereka butuhkan untuk dapat hidup dan bertahan menghadapi jaman. Kita terkadang merasa bahwa yang paling penting adalah pendidikan, yaitu nilai akademis.

Sangatlah salah jika kita berkata bahwa pendidikan karakter tidaklah sepenting pendidikan akademis. Pendidikan karakter pada dasarnya sangatlah penting karena karakterlah yang menentukan pencapaian akademis seseorang dan bagaimana dia bertahan dalam hidup. Tidak ada anak yang dapat mendapatkan nilai yang baik dalam akademis jika ia tidak memiliki karakter taat untuk mengerjakan tugas dan ujian yang diberikan padanya, rajin mempelajari ilmu yang diberikan padanya, memiliki inisiatif untuk belajar dan mengerjakan tugas, dsb. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Etzioni (1984) and Ginsburg and Hanson (1986) mengatakan bahwa siswa yang dapat mendisiplinkan diri, lebih religius, pekerja keras, dan memiliki nilai-nilai, mendapatkan skor tes prestasi yang lebih tinggi.

Alasan lain mengapa kita harus menyeimbangkan ilmu pengetahuan yang kita berikan kepada anak-anak kita dengan pengembangan karakter adalah agar anak-anak kita dapat menggunakan ilmu dan kemampuan yang ia miliki dengan benar. Kepintaran yang tidak diimbangi dengan karakter akan berbahaya. Tidak ada yang menyangkal bahwa para teroris adalah orang yang pintar dan memiliki ilmu serta keterampilan khusus. Namun mereka menggunakan ilmu dan keterampilan yang ia miliki untuk tujuan yang salah. Jadi, manakah yang lebih utama dalam pendidikan kita, pengembangan akademis atau karakter? Tentunya kita sepakat bahwa keduanya sangat penting dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Sekolah Athalia adalah sekolah yang berbasiskan karakter. Athalia saat ini membangun sebuah kegerakan pengembangan karakter yang terintegrasikan.  Pembangunan karakter dilakukan dalam seluruh aspek kehidupan anak di sekolah. Selain itu Athalia menyediakan waktu khusus 1 jam pelajaran per minggu untuk mengembangkan karakter yang diberi nama Shepherding Time.

Shepherding Time mengusung sebuah konsep pengajaran karakter melalui hubungan dan kehidupan sehari-hari anak. Di dalam Shepherding Time, wali kelas dan asisten wali kelas akan berperan sebagai gembala yang akan berjalan bersama siswa. Maksudnya adalah, di dalam Shepherding Time gembala (wali kelas dan asisten) akan membangun komunitas yang memiliki hubungan percaya satu sama lain di dalam kelas, sehingga anak akan merasa aman, nyaman dan diterima. Perasaan aman, nyaman, diterima dan hubungan percaya inilah yang akan menjadi pintu bagi masuknya nilai-nilai dan pengembangan karakter di dalam diri anak. Proses penanaman nilai-nilai dan pengembangan karakter anak akan dilakukan dengan berbagai cara yang praktis dan dekat dengan hidup anak, misalnya dengan membahas kasus atau isu-isu sosial yang sedang terjadi, mendiskusikan sebuah kondisi yang memiliki dilema etis di dalamnya, melakukan penelitian sosial, menjalankan proyek-proyek khusus, menghadirkan tokoh karakter, dan sebagainya. Dalam Shepherding Time, guru sebagai gembala akan berusaha untuk secara tulus memahami apa yang sedang dipikirkan, dirasakan, dan dialami oleh seorang anak, kemudian membimbing mereka agar mengetahui dan melakukan hal yang benar.

Namun tetap saja sekolah bukanlah satu-satunya jawaban untuk menyelesaikan masalah pengembangan karakter anak, karena pada dasarnya lingkungan inti anak adalah keluarga. Pengembangan karakter sehebat apapun yang dilakukan oleh sekolah tidak akan dapat berjalan dengan lancar jika hal tersebut tidak didukung dengan pengembangan karakter anak di rumah. Karakter bukan hanya kehidupan anak di sekolah, melainkan keseluruhan hidup anak. Kita tentunya tidak ingin anak-anak kita menjadi bingung dan terbentuk menjadi seorang pribadi yang tidak konsisten. Untuk itulah kita perlu bergandengan tangan dalam mengembangkan karakter anak-anak kita. Adalah tugas yang sangat mulia bagi kita untuk dapat membesarkan dan mendidik anak-anak kita. Tidak hanya untuk memiliki banyak ilmu, pengetahuan dan keterampilan untuk mengikuti perkembangan dunia, tetapi juga untuk memiliki  karakter untuk dapat hidup benar. Ingat anak bukanlah milik kita yang dapat kita besarkan, didik, dan perlakukan sesuai dengan keinginan kita. Anak adalah titipan Tuhan kepada kita. Tugas kita adalah membesarkan, mendidik dan memperlakukan mereka sesuai dengan kehendak Tuhan, sehingga mereka dapat mengenal Tuhan yang menciptakan mereka dan menjalani panggilan dan rencana Tuhan di dalam hidup mereka.

(Oleh: Tim Karakter/ IB).

Tim Basket Putra Tangsel Raih Emas

Basket memang identik dengan lelaki. Olahraga yang banyak menguras keringat ini lumayan banyak yang menggandrunginya, terutama kaum pria. Kita sebagai warga Tangsel perlu berbangga hati, karena tim basket pelajar putra kota Tangsel telah meraih medali emas pada kegiatan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) 2014, yang sebelumnya juga telah berhasil meraih emas pada tahun 2012.

Tim basket putra ini melibatkan 12 pemain yang berasal dari pelajar di seluruh sekolah Tangsel. Awalnya sebanyak 5 pemain terbaik dari tiap sekolah mengirimkan pelajarnya yang kemudian diseleksi untuk mengikuti pertandingan ke provinsi. Hingga akhirnya didapat 12 pemain dari 309 pelajar.

“Seleksi tersebut terdapat tiga tahap, mulai dari fisik, teknik, hingga games. Para pemain yang terpilih harus menguasai ketiga kriteria tersebut. Ini sebagai salah satu syaratnya untuk bisa ikut bertanding,” ungkap Agung Christyantho, pelatih tim basket pelajar putra Tangsel.

Setelah seleksi dilakukan, akhirnya dapatlah 12 pelajar dari 7 sekolah di Tangsel, yaitu SMA Saint John’s Catholic School BSD, SMA Ora et Labora, SMA Ricci, SMA Athalia, SMAN 7 Tangsel, SMA Islam Al Azhar. Mereka bertanding melawan tujuh tim daerah kota dan kabupaten lainnya.

Sebelumnya tentu mereka menjalani program latihan yang terus dilakukan sebelum berlangsungnya pertandingan. Latihan tersebut berpindah-pindah tempat dari sekolah ke sekolah lain. Alhasil selain menang di Banten, mereka juga menang di POPWIL yang akhirnya akan bertanding secara nasional di Bali pada 24 Agustus 2014 mendatang.

“Para pemenang mendapatkan sertifikat, medali, uang pembinaan, bonus, dan fasilitas. Namun hal ini belum berakhir, kita bisa mendapatkan lebih jika bisa menang pada POPNAS nanti,” tuturnya.

Menyatukan berbagai macam latarbelakang yang berbeda memang sulit, apalagi olahraga basket ini memerlukan kekompakan tim dalam bertanding. Oleh karena itu harus dilatih mulai dari hal kecil agar mereka kompak dan bisa bersartu pada saat pertandingan berlangsung. (pie/sam)

Sumber: Tangerang Pos