Seminar Parenting “Addiction”, 16 Maret 2019

Narasumber: CHARLOTTE PRIATNA, M. Pd.

Kecanduan? Wah, jauhlah itu dari saya.”
“Saya orang yang tahu batasan, tidak mungkin kecanduan.”
Umumnya orang akan menolak jika dikatakan bahwa dirinya kecanduan sesuatu. Pemberitaan di media massa banyak memberi informasi addiction/kecanduan yang erat kaitannya dengan narkoba, pornografi, obat terlarang. Tetapi ternyata kecanduan banyak aspeknya.

Seminar yang berlangsung Sabtu, 16 Maret 2019 di Sekolah Athalia ini dibawakan oleh Ibu Charlotte Priatna, M. Pd. mengangkat tema “Addiction”. Kecanduan terjadi ketika sesuatu tidak bisa tidak dipenuhi, sesuatu yang mengikat, bahkan sangat mungkin hal kecanduan terjadi pada sesuatu yang justru ingin dihindari atau dibenci oleh seorang pecandu. Berawal karena sebuah keterpikatan, lalu terjerat, dan terikat, kemudian menjadi nikmat, sampai akhirnya tidak bisa keluar dari jerat. Bentuk-bentuk addiction sangat banyak diantaranya: rokok, alkohol-alkoholic, pekerjaan-workaholic, belanja-shopaholic, sex-sexaholic, judi, obat-obatan, narkoba, kopi, games, porn, cutting, aica aibon, tatoo, gadget, drama Korea.

Seminar yang diadakan di Sekolah Athalia ini dihadiri oleh 129 peserta dari dalam dan luar komunitas Athalia. Pada sesi kedua seminar ini, acara dilanjutkan dengan talkshow yang mengundang Andrew Timothy, seorang yang pernah terjerat pada kecanduan game online. Kesaksian Andrew juga diperkuat dengan kesaksian sang ayah, yaitu Bp. Yantje Korompis beserta istri dan kedua anaknya yang lain. Apa yang disampaikan oleh kelima narasumber kesaksian tersebut menguatkan apa yang disampaikan oleh Ibu Charlotte bahwa penyebab Addiction adalah: hilangnya keintiman (ketidakhadiran orang tua, hubungan yang lemah), kesepian (pelarian untuk mengisi kekosongan), kepribadian seseorang yang lemah (kurang percaya diri, ketrampilan diri yang tidak dikembangkan, pengaruh lingkungan sosial yang buruk).

Orang yang rentan pada kecanduan adalah mereka yang memiliki harga diri yang rendah, depresi, orang yang memiliki masalah dalam hubungan keluarga, orang yang tidak memiliki relasi yang dekat dengan Tuhan. Kita perlu memikirkan hal apa saja yang harus kita lakukan agar anak-anak atau diri kita tidak terjerat pada kecanduan. Dampak dari kecanduan diantaranya adalah: kesehatan yang terganggu, emosi yang berubah (menutup diri, mudah tersinggung, depresi, meledak-ledak), dalam relasi sosial cenderung menyendiri, egois, menutup diri, dan ada perubahan kebiasaan dalam hidupnya misalnya pola hidup yang berubah, berkata-kata yang buruk, prestasi menurun, hutang yang menumpuk, dan lain sebagainya.

Kecanduan yang paling banyak menjerat anak-anak pada umumnya adalah kecanduan pada game. Untuk menolong mereka tidak terjerat pada kecanduan tersebut, para orang dewasa yang terlibat dalam pendidikan anak perlu memperhatikan kebutuhan mereka. Anak-anak membutuhkan 3P: Penerimaan, Penghargaan, dan Pengakuan dari orang terdekat mereka. Anak-anak membutuhkan komunitas yang membangun, dan berbagai alternatif kegiatan lain yang bisa mengembangkan diri dan talenta mereka, dan alternatif untuk mengisi waktu mereka. Singkatnya, untuk menolong mereka para orang tua perlu: mencarikan kegiatan pengganti selain game, mengembangkan hobi anak, menjadikan keluarga sebagai tempat dimana anak merasakan relasi dalam kasih yang dibangun oleh orang tua, keluarga yang saling mendukung, mau mengembangkan kebiasaan baik bersama, dan keluarga yang mau terus bertumbuh dalam kasih, serta para orang tua yang mau terlebih dahulu menjadi teladan bagi anak-anaknya. (Penulis: Nostalgia Pax Nikijuluw, kabag PK3).

Melangkah Dengan Iman

Oleh: Naomi Fransisca Halim, S.Th

“I am not quite sure—but I am going to trust, and I am going to obey”
Saya tidak begitu yakin—tetapi saya akan tetap percaya dan saya akan tetap taat.

Penggalan kalimat ini diucapkan oleh seorang pemuda yang hadir dalam sebuah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang berlangsung di Brockton, Massachusetts. Ketika Daniel Towner seorang pemimpin pujian, mendengar kalimat ini ia menuliskannya dan mengirim tulisannya itu kepada seorang penulis syair, bernama J.H. Sammis. Dari kalimat itulah, Sammis menulis sebuah hymn yang kita kenal dengan judul “Trust and Obey (Percaya dan Taat).”

Perjalanan mengikut Tuhan adalah proses belajar mempercayai dan menaati Tuhan tiada henti. Hal ini dialami oleh Abraham, Bapa orang beriman. Dalam Kejadian 22: 2, Allah berfirman, “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Dalam ayat ini, permintaan Allah kepada Abraham sangat jelas. Allah meminta anaknya yang tunggal, yang ia kasihi sebagai korban persembahan (terj. Bahasa Inggris “your son,” “your only son,” “Isaac,” “whom you love”). Padahal Allah berjanji bahwa keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut dengan keturunanmu (Ibr. 11:18).

Alkitab tidak mencatat perasaan Abraham pada saat itu. Alkitab melanjutkan kisah ini dengan memperlihatkan tindakan Abraham. Dengan hati yang taat, Abraham segera/keesokan harinya bangun, memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya. Kemudian berangkatlah Abraham ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Sungguh suatu teladan ketaatan yang luar biasa. Ketaatan Abraham adalah ketaatan yang tidak masuk akal. Bagaimanakah mungkin seseorang dapat dengan segera memilih untuk taat kepada Allah ketika diminta untuk menyerahkan anaknya?

PENGALAMAN IMAN BERSAMA ALLAH DI MASA LAMPAU
Abraham memiliki sejarah hubungan yang kaya dengan Allah. Kisah Allah menguji Abraham di perikop ini bukanlah ujian pertama baginya. Ini adalah ujian terakhir dalam kehidupannya. Menurut tradisi Yahudi, Abraham mengalami sepuluh pencobaan termasuk kisah ini. Namun dalam pencobaan-pencobaan tersebut, tidak pernah ia mendapati Allah lalai menepati janji-Nya dan mengecewakan dirinya. Pengalaman imannya di masa lampau inilah yang membuat ia dapat mempersiapkan segala sesuatu, melayangkan pandangannya ke gunung Moria dan rela mempersembahkan Ishak, anaknya yang tunggal (Ibr. 11:17).

Adakah pengalaman iman dalam hidup kita? Setiap orang percaya dapat memiliki pengalaman iman dengan Allah. Pengalaman ini dapat terjadi apabila kita mulai melangkah dengan hati yang taat berlandaskan Firman Tuhan. Mungkin sekarang Allah sedang berbicara kepada diri kita mengenai pekerjaan, mengenai uang, mengenai anak, atau sesuatu hal yang lain. Beranikan dirimu melangkah dengan hati yang penuh ketaatan. Sekalipun kelihatannya mustahil, beranikanlah diri untuk melangkah dalam hal apa pun yang diperintahkan-Nya, baik kepada kita sekeluarga maupun secara pribadi.

PENGENALAN YANG BENAR TERHADAP PRIBADI ALLAH
Setelah tiga hari perjalanan, Abraham meminta bujangnya untuk tinggal dan menunggu. Dalam ayat 5, Abraham berkata kepada dua bujangnya, “…kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu” (penekanannya pada kata “sesudah itu kami kembali kepadamu”).

Kepastian bahwa Ishak dan Abraham akan datang kembali dari sembahyang bukanlah sebuah ungkapan kosong. Ini adalah pengenalannya dan keyakinannya terhadap Pribadi Allah yang tidak mengingkari janji-Nya. Allah berjanji bahwa yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak (21:12). Walaupun, dalam perikop ini tidak dijelaskan mengapa Abraham berkata seperti itu, tetapi Ibrani 11:17-19 membantu para pembacanya memahami kata-katanya. Pada ayat 19 “Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali ”.

Pengenalan yang benar terhadap Allah adalah salah satu hal penting dalam mengikut Yesus. Kita harus mengetahui siapa Dia agar iman yang kita miliki bukanlah iman yang melompat dalam gelap. Satu-satunya cara memiliki pengenalan yang benar adalah dengan membaca dan merenungkan firman-Nya setiap hari dan meminta Allah berbicara kepada kita secara pribadi. Dengan begitu, walaupun pencobaan menghampiri kita, kita akan dikuatkan oleh firman-Nya.

Penutup
Abraham, Bapa orang beriman, mengalami berbagai situasi yang jauh dari jangkauan logika manusia. Tetapi ia tidak bimbang karena ketidakpercayaannya, melainkan terus diperkuat dalam imannya dan tetap memuliakan Allah (Rm. 4:20). Demikian juga kita harus melatih diri kita agar memiliki pengalaman iman dan pengenalan yang benar terhadap Pribadi Allah. Yakinkanlah diri kita bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi diri kita yang mengasihi Dia. Ia menuntun kita untuk melangkah dengan iman.