Telp. +62-021-5383866, +62-021-5377891 Email: admin@sekolahathalia.sch.id

Oleh: Yolanda, S.Th.

“Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu, sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: “Kuduslah kamu sebab Aku kudus.” 1 Petrus 1:15-16

Ayat tersebut di atas dimaksudkan ketika Petrus berbicara mengenai panggilan orang Kristen untuk hidup kudus. Dia ingin mengajarkan doktrin Allah yang penting bagi kita semua, yaitu Allah yang kudus. Tema ini merupakan tema yang tidak pernah berubah dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru dan tetap berlaku bagi orang percaya sampai saat ini.

Berbicara mengenai kekudusan, dalam bahasa Ibrani, Kudus berasal dari kata “kadosh” yang berarti terpisah atau dipisahkan dari yang lain. Terpisah di sini maksudnya adalah seseorang harus berpisah, meninggalkan, pergi atau melangkah ke arah yang berlawanan, serta tidak ada relasi lagi atau berhenti berhubungan dengan hal yang jahat dan berdosa. Orang Kristen dipanggil untuk tidak lagi berkompromi dengan dunia ini serta terpisah dari yang lain (dari yang jahat).
1 Petrus 1:15-16 memiliki setidaknya tiga makna yang dalam untuk kita pelajari dan menjadi bagian bagi hidup kita.

1. Allah itu Kudus.
Allah yang kudus setidaknya menekankan dua hal utama. Pertama, Allah mau terus memperkenalkan diri-Nya kepada manusia sebagai Allah yang kudus. Kedua, Allah yang kudus berarti bahwa Ia tidak berkompromi dengan dosa.

Pada saat Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Tuhan langsung mengusir mereka dari Taman Eden karena dosa melanggar kekudusan-Nya. Yesaya berkata “celakalah aku” ketika Yesaya berhadapan dengan Allah, ia menyadari siapa dirinya yang sedang berhadapan dengan Allah yang kudus. Ketika Allah menjumpai Musa dalam bentuk lidah api di semak-semak, Allah juga berkata kepada Musa untuk melepaskan kasutnya. Ketika manusia jatuh dalam dosa, Allah harus mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menghapus dosa manusia sehingga manusia dapat ditemukan kembali kudus, tidak bercacat dan dapat kembali berelasi dengan Allah Bapa yang adalah Kudus.

Allah yang kudus, tidak dapat hidup bersama orang yang tidak kudus. Begitu pula orang-orang yang mengotori kehidupannya dengan ketidakkudusan tidak dapat melihat Allah, sebab Allah adalah kudus.

2. Karena Allah itu kudus, kita juga harus kudus.
Sebagai gambar dan rupa Allah, manusia dituntut untuk hidup kudus, sama seperti Allah adalah kudus. Karena Allah tidak dapat berkompromi dengan ketidakkudusan, orang percaya pun seharusnya hidup kudus di hadapan Allah. Hanya dengan cara tetap hidup di dalam kekudusan Allah, akan membuat kita bisa menghayati keberadaan dan kehadiran Allah di dalam setiap langkah hidup yang kita jalani di dalam dunia ini sehingga apa pun yang terjadi dalam hidup ini, kita percaya bahwa Allah tetap bersama kita dan Ia tidak akan pernah meninggalkan kita. Apakah mungkin bagi orang percaya untuk hidup kudus di hadapan Allah? Jawabannya terletak pada makna ketiga dari poin di bawah ini.

3. Kita bisa kudus karena Dia kudus.

Makna ketiga ini mengandung unsur penguatan bagi orang percaya. Ketika kita percaya dan menerima Tuhan sebagai Tuhan dan Juruselamat kita secara pribadi, saat itu juga kita telah “…di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu” (Efesus 1:13). Kita dikuduskan karena Kristus yang telah menebus kita. Roh Kudus yang menyertai kehidupan orang percaya akan senantiasa menuntun dan membimbing kita dalam kebenaran, untuk hidup kudus semakin serupa dengan-Nya.

Menariknya, di dalam Bahasa Yunani, kata kudus, “hagios” mengandung arti yang berkorelasi dengan anugerah Tuhan semata-mata. Ini berarti bahwa kita hanya bisa hidup kudus hanya karena anugerah dan pertolongan Tuhan. Hanya Dialah yang memungkinkan kita hidup kudus. Hal ini dipertegas dengan kalimat “Dia yang kudus yang telah memanggil kamu….” (ay. 15) yang memiliki makna bahwa kita bisa menjadi kudus karena Allah yang kudus itu sendiri telah memanggil dan pasti akan menguduskan kita. Dan ketika Allah menguduskan manusia berarti Allah memilih manusia menjadi milik-Nya, dimana manusia itu “dikhususkan dan dipisahkan”. Orang kudus ialah orang yang dikuduskan oleh Roh Kudus sehingga mereka tidak lagi “dari dunia ini” (Yohanes 17:14-19).

Sebagai penutup, Ann Arbor dalam bukunya Rediscovering Holiness berkata, “Kekudusan merupakan obyek dari penciptaan baru kita. Kita dilahirkan kembali supaya kita dapat bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus. Kekudusan adalah tanda realitas iman dan pertobatan seseorang, serta penerimaan orang tersebut pada tujuan akhir Allah. Akhir kekudusan merupakan substansi kebahagiaan sejati. Orang yang mengejar kebahagiaan palsu akan kehilangan kekudusan dan orang yang mengejar kekudusan akan memperoleh kebahagiaan sejati dalam Kristus tanpa memintanya.”

Oleh karena itu, sebagai orang yang sudah lahir baru, kita harus menyadari dengan sungguh bahwa kekudusan hidup adalah kewajiban cara hidup orang percaya yang tidak dapat ditukar, diganti atau dibayar dengan apa pun juga dan akan mendatangkan kebahagiaan yang sejati.

Dan pada akhirnya, hidup kudus adalah hidup yang memiliki hati dan pikiran Kristus, artinya kita harus sungguh-sungguh menyadari bahwa hidup kita tidak saja di dalam dunia ini dan juga tidak berdiri sendiri tetapi mutlak bergantung pada Allah yang Mahakuasa. Kita tidak sendirian dalam menjalani hidup yang kudus ini karena ada tangan Allah yang tidak terlihat yang terus menopang dan memampukan kita untuk hidup kudus.

Selamat berproses dalam hidup kudus!

By NO Comment , 30th August 2019
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

*

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
WhatsApp chat