Oleh: Elisa Sri Indahati – Research & Development Unit SD
Kita mungkin pernah mendengar dan melihat seseorang yang kita kenal yang dahulu biasa saja nilai akademiknya tetapi memiliki karier yang baik bahkan bisa dikatakan sukses. Mungkin saja karena mereka memiliki hal lain selain nilai akademis. Nilai atau kemampuan akademik seseorang atau yang disebut dengan hard skill (keahlian yang bisa diukur dan bisa dinilai) tidak bisa begitu saja membuat seseorang berhasil atau sukses, diperlukan juga kemampuan yang disebut dengan soft skill. Apa itu soft skill? Soft skill adalah kemampuan yang tidak terlihat seperti berpikir kritis, mampu beradaptasi, percaya diri, pantang menyerah, daya juang tinggi, dan sikap baik lainnya. Lalu, apakah soft skill lebih unggul daripada hard skill atau justru sebaliknya? Tentu saja tidak, keduanya seharusnya memiliki porsi yang sama dalam diri seseorang. Hard skill dan soft skill sama-sama penting. Menurut Rhenald Kasali, sudah saatnya orang tua sadar untuk memperhatikan karakter anak sedari dini. Pendidikan bukan hanya sekadar kompetensi kognitif, anak juga memerlukan kemampuan lain seperti survival skills di lingkungan.
Dalam profesi apa pun saat ini dan di masa depan, hard skill sangat dibutuhkan tetapi soft skill juga menjadi pertimbangan yang sama pentingnya dalam menunjang karier atau keberhasilan seseorang. Jika berbicara tentang soft skill ini kita teringat pada pentingnya pendidikan karakter pada diri setiap orang termasuk anak-anak kita sedari mereka kecil. Sebagai orang tua kita bukan hanya dituntut untuk membimbing anak-anak kita untuk mengejar ilmu dan mendampingi mereka untuk mendapat nilai yang baik. Namun, sebagai orang tua kita juga perlu menolong mereka untuk mengembangkan soft skill dan karakter mereka sejak dini. Mengharapkan nilai rapor yang baik memang penting, tetapi menolong anak-anak kita untuk tetap memiliki daya juang dan tidak putus asa dalam mengerjakan semua tugas sekolah adalah tugas mulia kita sebagai orang tua.
Sekolah Athalia terus berusaha untuk mengajarkan ilmu tetapi juga tetap konsisten untuk membimbing anak-anak untuk memiliki karakter yang akan menolong mereka hidup di tengah masyarakat. Pendidikan karakter tidak saja diberikan dalam bentuk pemahaman tetapi juga dalam bentuk proyek nyata dalam setiap kegiatan seperti kamp karakter dan kelas shepherding. Ketika proyek karakter dalam kelas shepherding diberikan guru kepada siswa untuk dilakukan di rumah, salah satunya belajar mencuci piring sendiri setelah makan, tidak sedikit anak-anak menyampaikan kalau mereka dilarang mencuci piring. Atau saat anak diajak belajar merapikan tempat tidur sendiri, ternyata sudah ada asisten rumah tangga yang siap merapikan. Kemarin ketika Kamp Karakter siswa SD menginap di sekolah, ada aktivitas mencuci gelas dan sendok setelah makan malam, tiba-tiba ada anak yang menggerutu,”enakan tidur di rumah daripada tidur di sekolah. Kalau di rumah apa-apa sudah disiapin, diambilin, di sini semua disuruh lakuin sendiri, ambil sendiri, nyuci sendiri.”
Akhirnya orang tua yang ingin anak-anaknya berhasil sejak dini bisa mengambil peran dalam mendukung anak-anaknya melakukan proyek karakter di rumah sembari terus mengasah kemampuan soft skill mereka. Berikan dorongan agar anak-anak percaya diri dan berikan mereka kepercayaan bahwa mereka mampu melakukan setiap proyek karakter yang diberikan. Dorong anak-anak agar dapat bekerja sama dengan orang lain dan siapkan mereka memasuki dunia luar. Ini cukup mewadahi anak-anak untuk berlatih kemampuan soft skill dan mengembangkan karakter mereka. Berikan anak-anak kepercayaan untuk melakukan sesuatu khususnya tugas atau proyek yang diberikan sekolah. Jangan takut bila anak gagal, bersabar bila anak belajar mandiri dan menjadikan semua berantakan, tidak mengapa bila anak melakukan atau memakai sesuatu tetapi tidak bisa, dan bantu anak siap menerima konsekuensi bila melakukan kesalahan. Orang tua dapat terus mendampingi anak dan membiarkan mereka mengerjakan bagian mereka.