Berjalan dalam Kekudusan

Oleh: Yolanda, S.Th.

“Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu, sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: “Kuduslah kamu sebab Aku kudus.” 1 Petrus 1:15-16

Ayat tersebut di atas dimaksudkan ketika Petrus berbicara mengenai panggilan orang Kristen untuk hidup kudus. Dia ingin mengajarkan doktrin Allah yang penting bagi kita semua, yaitu Allah yang kudus. Tema ini merupakan tema yang tidak pernah berubah dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru dan tetap berlaku bagi orang percaya sampai saat ini.

Berbicara mengenai kekudusan, dalam bahasa Ibrani, Kudus berasal dari kata “kadosh” yang berarti terpisah atau dipisahkan dari yang lain. Terpisah di sini maksudnya adalah seseorang harus berpisah, meninggalkan, pergi atau melangkah ke arah yang berlawanan, serta tidak ada relasi lagi atau berhenti berhubungan dengan hal yang jahat dan berdosa. Orang Kristen dipanggil untuk tidak lagi berkompromi dengan dunia ini serta terpisah dari yang lain (dari yang jahat).
1 Petrus 1:15-16 memiliki setidaknya tiga makna yang dalam untuk kita pelajari dan menjadi bagian bagi hidup kita.

1. Allah itu Kudus.
Allah yang kudus setidaknya menekankan dua hal utama. Pertama, Allah mau terus memperkenalkan diri-Nya kepada manusia sebagai Allah yang kudus. Kedua, Allah yang kudus berarti bahwa Ia tidak berkompromi dengan dosa.

Pada saat Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Tuhan langsung mengusir mereka dari Taman Eden karena dosa melanggar kekudusan-Nya. Yesaya berkata “celakalah aku” ketika Yesaya berhadapan dengan Allah, ia menyadari siapa dirinya yang sedang berhadapan dengan Allah yang kudus. Ketika Allah menjumpai Musa dalam bentuk lidah api di semak-semak, Allah juga berkata kepada Musa untuk melepaskan kasutnya. Ketika manusia jatuh dalam dosa, Allah harus mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menghapus dosa manusia sehingga manusia dapat ditemukan kembali kudus, tidak bercacat dan dapat kembali berelasi dengan Allah Bapa yang adalah Kudus.

Allah yang kudus, tidak dapat hidup bersama orang yang tidak kudus. Begitu pula orang-orang yang mengotori kehidupannya dengan ketidakkudusan tidak dapat melihat Allah, sebab Allah adalah kudus.

2. Karena Allah itu kudus, kita juga harus kudus.
Sebagai gambar dan rupa Allah, manusia dituntut untuk hidup kudus, sama seperti Allah adalah kudus. Karena Allah tidak dapat berkompromi dengan ketidakkudusan, orang percaya pun seharusnya hidup kudus di hadapan Allah. Hanya dengan cara tetap hidup di dalam kekudusan Allah, akan membuat kita bisa menghayati keberadaan dan kehadiran Allah di dalam setiap langkah hidup yang kita jalani di dalam dunia ini sehingga apa pun yang terjadi dalam hidup ini, kita percaya bahwa Allah tetap bersama kita dan Ia tidak akan pernah meninggalkan kita. Apakah mungkin bagi orang percaya untuk hidup kudus di hadapan Allah? Jawabannya terletak pada makna ketiga dari poin di bawah ini.

3. Kita bisa kudus karena Dia kudus.

Makna ketiga ini mengandung unsur penguatan bagi orang percaya. Ketika kita percaya dan menerima Tuhan sebagai Tuhan dan Juruselamat kita secara pribadi, saat itu juga kita telah “…di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu” (Efesus 1:13). Kita dikuduskan karena Kristus yang telah menebus kita. Roh Kudus yang menyertai kehidupan orang percaya akan senantiasa menuntun dan membimbing kita dalam kebenaran, untuk hidup kudus semakin serupa dengan-Nya.

Menariknya, di dalam Bahasa Yunani, kata kudus, “hagios” mengandung arti yang berkorelasi dengan anugerah Tuhan semata-mata. Ini berarti bahwa kita hanya bisa hidup kudus hanya karena anugerah dan pertolongan Tuhan. Hanya Dialah yang memungkinkan kita hidup kudus. Hal ini dipertegas dengan kalimat “Dia yang kudus yang telah memanggil kamu….” (ay. 15) yang memiliki makna bahwa kita bisa menjadi kudus karena Allah yang kudus itu sendiri telah memanggil dan pasti akan menguduskan kita. Dan ketika Allah menguduskan manusia berarti Allah memilih manusia menjadi milik-Nya, dimana manusia itu “dikhususkan dan dipisahkan”. Orang kudus ialah orang yang dikuduskan oleh Roh Kudus sehingga mereka tidak lagi “dari dunia ini” (Yohanes 17:14-19).

Sebagai penutup, Ann Arbor dalam bukunya Rediscovering Holiness berkata, “Kekudusan merupakan obyek dari penciptaan baru kita. Kita dilahirkan kembali supaya kita dapat bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus. Kekudusan adalah tanda realitas iman dan pertobatan seseorang, serta penerimaan orang tersebut pada tujuan akhir Allah. Akhir kekudusan merupakan substansi kebahagiaan sejati. Orang yang mengejar kebahagiaan palsu akan kehilangan kekudusan dan orang yang mengejar kekudusan akan memperoleh kebahagiaan sejati dalam Kristus tanpa memintanya.”

Oleh karena itu, sebagai orang yang sudah lahir baru, kita harus menyadari dengan sungguh bahwa kekudusan hidup adalah kewajiban cara hidup orang percaya yang tidak dapat ditukar, diganti atau dibayar dengan apa pun juga dan akan mendatangkan kebahagiaan yang sejati.

Dan pada akhirnya, hidup kudus adalah hidup yang memiliki hati dan pikiran Kristus, artinya kita harus sungguh-sungguh menyadari bahwa hidup kita tidak saja di dalam dunia ini dan juga tidak berdiri sendiri tetapi mutlak bergantung pada Allah yang Mahakuasa. Kita tidak sendirian dalam menjalani hidup yang kudus ini karena ada tangan Allah yang tidak terlihat yang terus menopang dan memampukan kita untuk hidup kudus.

Selamat berproses dalam hidup kudus!

Transformasi Komunitas Belajar

Oleh: Nostalgia Pax Nikijuluw – Kasie Pengembangan Kerohanian, Karakter, dan Konseling Sekolah Athalia

Education doesn’t need to be reformed-it needs to be transformed, demikian yang dituliskan oleh Dr. Ken Robinson, seorang ahli pendidikan berkebangsaan Inggris. Bagi Dr. Ken bukanlah reformasi yang dibutuhkan oleh pendidikan melainkan transformasi. Sebuah pemikiran ulang yang ingin melihat pendidikan sebagai proses yang hidup, penuh dinamika dengan adanya transformasi. Kata transformasi bahkan telah terlebih dahulu dituliskan oleh Rasul Paulus dalam Roma 12:2, ”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Kata ‘berubah’ diambil dari kata Metamorfosis (μεταμopφόω-kata berbahasa Yunani), yang oleh Alkitab berbahasa Inggris diterjemahkan dengan transformation atau transformasi. Perubahan yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus adalah perubahan yang dialami oleh orang percaya menuju pada pembaharuan budi (pikiran, perasaan, perbuatan) yang terwujud dalam ketidakserupaan dengan dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal tersebut adalah tanda hidup yang kudus yang berkenan kepada Allah dan itu adalah ibadah yang sejati (Roma 12: 1). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang yang mengasihi Tuhan adalah mereka yang menyenangkan hati Tuhan, dengan mempersembahkan hidup yang berubah oleh pembaharuan budi yaitu: pembaharuan pikiran, perasaan, dan perbuatan. Tiga hal yang mendorong orang untuk mengalami pembaharuan budi adalah: visi, ketekunan, dan pelayanan.1

Visi
Transformasi tidak dapat diabaikan oleh komunitas Athalia. Selain karena hal ini adalah kebenaran Firman Tuhan, alasan lain dari pentingnya transformasi adalah Visi Sekolah Athalia: menjadi murid Tuhan. Seluruh anggota komunitas Athalia terikat pada visi ini. Menjadi murid Tuhan, tidak dapat dicapai hanya dengan upaya diri sendiri, diperlukan adanya komunitas yang saling membangun, dan ketaatan atas bimbingan Roh Kudus yang menyertai kehidupan orang percaya. Maka benarlah jika dikatakan bahwa pendidikan membutuhkan transformasi. Transformasi pikiran, hati, dan tingkah laku seluruh anggota komunitas Athalia yaitu: guru/staf, siswa, dan orang tua yang terikat pada visi tersebut.

Ketekunan
Upaya mencapai visi atau tujuan, membutuhkan ketekunan (perseverance), sebuah tekad kuat melakukan sesuatu meskipun menghadapi tantangan. Ketekunanlah yang mendorong orang untuk tetap melangkah mencapai tujuan. Berbagai rintangan pasti menghadang, menghambat perjalanan mencapai visi/tujuan. Tetapi, seseorang yang memiliki ketekunan akan bertahan menghadapi rintangan. Berubah dalam pembaharuan budi, akan mendorong seseorang untuk membuka hatinya terhadap berbagai masukan, mempertimbangkan masukan tersebut untuk tujuan mengambil langkah perbaikan yang diperlukan, tanpa menjadi terombang-ambing oleh karena situasi yang menghadang, melainkan tetap teguh berjalan mencapai visi atau tujuan yang Tuhan berikan, sekalipun dengan pengorbanan.

Ketekunan, akan mendorong orang tua tidak hanya berperan dalam menyediakan kebutuhan materi anaknya, tetapi berjuang untuk hadir dalam kehidupan anak, memenangkan hati mereka, sekalipun di tengah berbagai kesibukan dan pergumulan yang dihadapi.

Ketekunan, akan mendorong para guru dan staf untuk terus berjuang melawan kelemahan diri untuk hidup dengan integritas, menjadi teladan bagi anak-anak.

Ketekunan, akan mengarahkan siswa untuk berjuang menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi dengan pertolongan Tuhan. Memiliki semangat untuk berprestasi tanpa kehilangan relasi bersama teman dan bertumbuh di dalam karakter mereka.

Pelayanan
Guru/staf dan orang tua adalah para pemimpin atau pembimbing yang diberikan Tuhan bagi anak-anak yang sedang bertumbuh. Berubah dalam pembaharuan budi, akan memampukan kita sebagai para pembimbing untuk memandang peran tersebut sebagai sebuah pelayanan yang Tuhan percayakan. Karena Tuhan yang memberikan peran tersebut, maka para pembimbing akan melayani dengan hati. Hati yang tulus dalam memperhatikan anak-anak yang didampingi. Berubah dalam cara pandang yang tidak berpusat pada ketertarikan/kepentingan diri sendiri. Menegur dengan kasih. Membimbing anak dengan berusaha memahami kesulitannya terlebih dahulu. Hadir dalam kehidupan mereka, ikut serta dalam setiap pergumulan yang mereka hadapi, dan membawa mereka kepada Tuhan dalam doa-doanya. Jika prinsip-prinsip ini dibangun sebagai bentuk pembaharuan budi para pembimbing yaitu para guru/staf dan orang tua, maka anak-anak pun tidak akan mudah berputus asa menghadapi berbagai tantangan, memiliki keinginan yang kuat untuk ditransformasi menggapai visi melalui ketekunan, yang berujung pada keserupaan dengan-Nya. Jika relasi ini dapat bertumbuh dengan baik, maka benarlah jika Sekolah Athalia sebagai institusi pendidikan memperkenalkan diri sebagai komunitas belajar.

Initiative Day kelas V SD Athalia

Initiative Day adalah salah satu program belajar yang diupayakan Sekolah Athalia untuk mengembangkan karakter inisiatif siswa-siswi kelas V. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis, 2 Agustus 2018 pada pukul 07.00-16.30. Kegiatan diawali dengan foto per kelas dan dilanjutkan dengan senam di lapangan belakang SD Athalia, kemudian siswa-siswi diarahkan ke aula A untuk mengikuti acara selanjutnya. Tidak seperti Initiative Day biasanya, kali ini anak-anak dengan semangat memasuki ruangan dalam parade grup.

Acara dibuka oleh ibu Dewi selaku kepala SD Athalia dan dilanjutkan dengan ibadah. Firman Tuhan yang melandasi karakter inisiatif disampaikan oleh bapak Haries. Setelah itu, siswa/i mendapat pengarahan tata tertib dan pengumuman proyek dari bu Lisa. Proyek yang diberikan adalah membuat tempat pensil dan bingkai puzzle dari stik es krim dan bahan-bahan lain yang disediakan. Siswa/i tidak diberitahu kapan proyek tersebut harus dikerjakan ataupun dikumpulkan. Hal ini melatih mereka untuk berinisiatif menyelesaikan tugas. Kemudian, mereka dapat istirahat sejenak dengan menikmati snack yang disediakan.

Acara dimulai kembali dengan penjelasan perjalanan karakter siswa/i dan pemaparan sedikit materi; diikuti dengan briefing untuk permainan pos. Siswa/i yang terbagi dalam 8 kelompok ini akan bermain di 4 pos yang mengajarkan mereka untuk berinisiatif dalam menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan. Guru-guru yang menjaga pos tidak memberikan instruksi secara langsung pada mereka namun sesekali hanya menanyakan “Setelah selesai bermain, apa tanggung jawabmu?”atau mengingatkan bahwa kelompok lain juga akan bermain di pos tersebut. Setelah semua permainan selesai, siswa/i diberikan penjelasan secara singkat mengenai makna dari permainan yang telah mereka lakukan.

Setelah lelah bermain, siswa/i makan siang untuk mengisi kembali energi mereka kemudian berkumpul di aula untuk mendapat pemaparan materi yang akan disimulasikan dalam “pencarian harta karun”. Masing-masing kelompok mendapat sebuah peta yang menggambarkan lokasi-lokasi di mana mereka akan mengambil harta karun. Ada 4 amplop harta karun yang harus mereka kumpulkan yang kemudian akan disusun menjadi sebuah puzzle. Namun, selama dalam perjalanan dari 1 lokasi ke lokasi lainnya, mereka akan menemui berbagai macam kondisi yang membutuhkan inisiatif mereka dalam peduli pada sesama dan hal-hal yang terjadi di sekitar mereka, seperti: ada guru yang sakit, ada guru yang kesulitan membawa banyak sekali barang, ada kelas yang berantakan, dan ada sampah yang berserakan. Setelah semua harta karun terkumpul, mereka kembali ke aula untuk mendapat kesimpulan, kemudian diberikan waktu bebas.

Dalam waktu bebas, siswa/i tidak diberikan perintah – mereka dapat beristirahat, bermain, atau diharapkan mereka dapat berinisiatif mengerjakan proyek yang diberikan. Ketika siswa/i berkumpul kembali di aula, hampir semua kelompok telah menyelesaikan proyek mereka, lengkap dengan tempat pensil, 3 buah puzzle yang mereka dapat dari kegiatan-kegiatan sebelumnya, serta bingkai yang telah dihias. Ibu Lisa memimpin pembahasan proyek dan memberi apresiasi atas inisiatif mereka dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Hasil karya mereka dipajang di kelas untuk senantiasa mengingatkan mereka akan karakter inisiatif yang telah mereka pelajari.

Sebelum menutup serangkaian acara di Initiative Day, siswa/i diberikan snack sore. Initiative Day ditutup dengan pembagian souvenir sebagai bentuk apresiasi atas pembelajaran yang mereka telah lakukan selama satu hari itu. Mereka juga menuliskan komitmen pada lembar komitmen/ proyek yang akan mereka lakukan di sekolah/ di rumah selama semester 1.

Initiative Day telah berakhir, namun pembelajaran karakter akan terus berlangsung di keseharian mereka di kelas 5 ini, bahkan sampai seumur hidup. Ada banyak cerita menarik yang terjadi selama kegiatan Initiative Day. Ada anak yang sudah taat aturan, ada juga yang masih harus diberi waktu untuk akhirnya menyadari bahwa ia perlu mengikuti aturan tanpa terus diingatkan. Ada anak yang cuek terhadap guru yang sakit, namun ada juga yang rela tidak ikut melanjutkan permainan bersama kelompoknya untuk menemani guru tersebut. Ada yang peka membereskan kelas yang berantakan, ada pula yang awalnya tidak menyadari apa yang harus dilakukan namun mau kembali di tengah pengejaran “harta karun”-nya untuk membereskan kelas. Seberapapun perkembangan karakter anak-anak kita, kita percaya bahwa Tuhanlah yang bekerja di dalam hati setiap mereka. Tuhan yang menyatakan diri-Nya untuk mereka kenal, akan memampukan anak-anak kita untuk dapat bertumbuh dan membuahkan karakter Kristus dalam hidup mereka. (Bella – PK3).

initiative_dayinitiative_dayinitiative_dayinitiative_dayinitiative_dayinitiative_dayinitiative_dayinitiative_dayinitiative_dayinitiative_dayinitiative_day

Diligent Day (DDay) kelas II SD Athalia

Pagi itu, di kala mentari mulai beranjak naik seluruh siswa-siswi kelas II SD Athalia dengan sigap mengisi plastik yang disediakan oleh guru dengan sampah-sampah yang mereka temukan di sepanjang jalan kawasan Sekolah Athalia hingga bundaran blok A. Acara jalan pagi ini merupakan satu dari beberapa acara Diligent Day (DDay) yang diadakan Jumat lalu tanggal 24 Agustus 2018. DDay dirancang bagi siswa-siswi kelas II untuk secara khusus belajar karakter rajin selama satu hari dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB.

Saat ibadah pagi Bu Desni memperkenalkan satu tokoh Alkitab yaitu Yusuf yang dapat dicontoh karakternya yang rajin. Siswa-siswi juga belajar rajin dari kisah Si Semut Kecil yang dibawakan oleh Bu Dewi PK3.  Seusai mendengarkan beberapa fakta tentang semut, siswa mengurutkan comic strip acak sehingga menjadi satu rangkaian kisah yang baik. Sesi selanjutnya, di dalam kelompok siswa-siswi diberi kesempatan untuk dapat merasakan berbagai tantangan dalam menghidupi karakter rajin melalui 4 pos permainan yang disediakan selama 80 menit. Pada setiap pos, siswa-siswi harus secara kompak menyebutkan tagline atau menyanyikan lagu rajin kepada penjaga pos sebagai salah satu syarat agar dapat bermain.

Siswa-siswi pun dapat melihat dampak nyata dari kerajinan atau kemalasan yang dipaparkan melalui silent reading kisah “Si Burung Kecil” dan film “Ah Boy”. Beberapa siswa terlihat menitikkan air mata seusai menonton film “Ah Boy”. Sesi dilanjutkan oleh Bu Denise yang mengulas seluruh pembelajaran rajin yang sudah dilalui siswa-siswi pada pos-pos permainan tadi. Akhirnya, DDay ditutup dengan sesi sharing antara Wali Kelas dan siswa-siswi, dengan leluasa siswa-siswi dapat menceritakan pengalaman mereka selama satu hari itu.

Kiranya melalui DDay ini siswa-siswi mulai mengerti arti penting, tantangan dan akibat dari karakter rajin dalam hidup mereka. (Dewi – PK3).

diligent_daydiligent_daydiligent_daydiligent_daydiligent_day

diligent_daydiligent_daydiligent_daydiligent_daydiligent_daydiligent_daydiligent_daydiligent_day

Honesty Day kelas III SD Athalia

Selasa 14 Agustus 2018 pukul 16.45 WIB bertempat di Aula A menggema lagu

“Aku senang jadi anak Tuhan…

anak Tuhan haruslah jujur!

jujur jujur jujur itu… keren”

sebagai tanda berakhirnya acara Honesty Day hari itu.

Honesty Day merupakan satu hari yang dikhususkan bagi siswa-siswi kelas III SD Athalia untuk belajar tentang karakter “JUJUR”. Tim PK3 dan guru kelas III secara bergantian mengajar dengan menggunakan berbagai macam metode penyampaian. Di awal hari, siswa belajar kejujuran melalui kisah tokoh Alkitab yang dibawakan oleh Bu Netty, selanjutnya Bu Denise memaparkan secara interaktif definisi kejujuran dan dampak atau akibat dari ketidakjujuran melalui berbagai macam ilustrasi yang dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh siswa-siswi. Selain itu, diadakan permainan-permainan yang dapat diikuti oleh semua peserta Honesty Day dalam kelompok; yang bertujuan untuk melatih dan melihat sejauh mana pemahaman siswa-siswi mengenai karakter jujur. Di akhir hari, siswa-siswi diberi kesempatan untuk menjawab berbagai pertanyaan sebagai ulasan atas peristiwa yang terjadi sepanjang hari itu, yang kembali menguji  dan membutuhkan kejujuran siswa.

Kiranya antusiasme dalam berproses untuk menghidupi karakter jujur terus dimiliki oleh siswa-siswi dan para guru meski Honesty Day telah berakhir. (Dewi – PK3).

honesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camp

honesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camphonesty_camp

Orderly Camp kelas IV SD Athalia

Karakter Tertib adalah karakter yang dipelajari dan dikembangkan di kelas IV, jadi selama satu tahun di kelas IV mereka akan terus belajar karakter ini. Tanggal 10-11 Agustus 2018, siswa-siswi kelas IV SD Athalia mengikuti pembelajaran pengembangan karakter dalam bentuk kegiatan Orderly Camp. Orderly Camp ini adalah salah satu sarana untuk melatih para siswa agar memiliki karakter tertib. Selain agar mereka dapat belajar lebih dalam mengenai karakter tertib ini, para siswa juga dapat semakin menyadari tentang pentingnya memiliki karaker tersebut. Diharapkan karakter tertib dapat semakin tertanam dalam diri setiap siswa dan mereka dapat semakin mengembangkannya dengan terus-menerus belajar mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kegiatan Orderly Camp dimulai dengan kegiatan outbound di Buni Ropes, Ciputat. Tujuan dari kegiatan outbound ini adalah untuk melatih para siswa untuk tertib mengikuti aturan keselamatan, belajar tertib mengikuti aturan games, belajar tertib mengantri, dan tertib mengikuti jadwal kegiatan. Dilanjutkan dengan berenang (yang bersifat tidak wajib) dan mandi di sana. Ini melatih mereka untuk tertib dalam menjaga barang-barang mereka. Setelah itu mereka kembali ke Sekolah Athalia dan menginap semalam di sekolah.

Begitu tiba kembali di sekolah, semua siswa dipersilahkan untuk beristirahat, yang kemudian dilanjutkan dengan makan malam bersama. Acara berikutnya adalah refleksi outboud yaitu merefleksikan kegiatan selama sehari tadi dengan mengingat bilamana mereka telah bertindak tidak tertib dan dalam hal apa saja mereka telah berlaku tidak tertib. Setelah itu, kegiatan diteruskan dengan menonton film dan belajar karakter tertib dari film tersebut. Kegiatan camp hari pertama tersebut ditutup dengan doa malam.

Keesokan harinya, semua siswa peserta Orderly Camp ini mengikuti ibadah. Di dalam ibadah itu mereka belajar tentang dasar dan alasan mengapa setiap kita perlu memiliki karater tertib, yaitu karena Allah kita adalah Allah yang memang menyukai keteraturan, sehingga oleh karena itu dengan menjadi tertib berarti kita telah menyenangkan hati-Nya yang juga sebagai wujud kasih kita kepada Tuhan. Setelah ibadah, diteruskan dengan sesi dari Tim Pengembangan Karakter. Dalam sesi ini dibagikan tentang perjalanan pembelajaran karakter dengan mengambil contoh dari tokoh Alkitab. Melalui tokoh Alkitab yang memiliki karakter tertib itu para siswa dapat mengambil keteladanan dari tokoh tersebut yang dapat berguna bagi kehidupan mereka. Kegiatan diteruskan dengan permainan dadu yang isinya studi kasus tentang penerapan karakter tertib dalam kehidupan sehari-hari mereka baik di rumah maupun di sekolah.

orderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camporderly_camp

 

Jujur

Jujur

Allah adalah kebenaran dan satu-satunya kebenaran yang mutlak. Sebagai anak Allah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, maka Allah menginginkan agar kita anak-anak-Nya menjadi orang yang jujur, baik dalam pikiran, perkataan, maupun dalam tindakan kita dengan menjaga hati kita tetap murni (Kis 24:16).

Namun, di dalam menumbuhkan karakter jujur ada beberapa pandangan yang salah dan harus dilihat kembali dalam terang Firman Tuhan sehingga kita sebagai anak-anak-Nya dapat berhati-hati agar tidak terjebak di dalamnya. Beberapa pandangan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Orang yang jujur akan rugi

Semakin lama kejujuran semakin langka kita temukan di dunia ini, karena banyak anggapan bahwa “orang jujur hidupnya sulit jadi kalau mau hidup untung, nyaman dan tidak sulit buat apa jujur?”
Tetapi tahukah kita bahwa banyak sekali firman Tuhan yang diberikan kepada orang yang mau berlaku jujur; seperti “orang yang jujur dilepaskan oleh kebenarannya, tetapi pengkhianat tertangkap oleh hawa nafsunya.” (Amsal 11:6)
“Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab pada orang yang suka damai akan ada masa depan; tetapi pendurhaka-pendurhaka akan dibinasakan bersama-sama, dan masa depan orang-orang fasik akan dilenyapkan.” (Mazmur 37:37-38)
Sebaliknya Firman Tuhan di dalam Yesaya 28:17 yang memaparkan Tuhan ALLAH akan menyapu bersih perlindungan kebohongan. Artinya orang yang percaya bahwa kebohongan adalah sesuatu yang kuat, menguntungkan, melindungi, sekali waktu ia akan menyadari bahwa semua itu akan dibongkar oleh Tuhan. Sebaliknya, orang yang jujur akan dibela oleh kebenarannya.

2. Itu bukan bohong tapi cerdik

Firman Tuhan yang berkata, “Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati,” seringkali disalahartikan oleh mereka karena kurang paham akan maknanya. Kata cerdik sering diganti menjadi licik dan menipu, padahal bukan itu yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus. Sebab kata cerdik yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus adalah gesit dalam pengertian banyak akal/idenya, banyak usahanya, kreatif, dan tidak mudah putus asa. Lebih jauh lagi, kecerdikan ini tidak berdiri sendiri, tetapi harus disertai oleh ketulusan. Tulus di sini artinya benar, jujur, dan baik. Jadi ayat ini tidak dapat digunakan untuk membenarkan perbuatan-perbuatan licik atau penipuan. Harus diingat bahwa prinsip Firman Tuhan adalah ya katakan ya, tidak katakan tidak, selebihnya itu asalnya dari si jahat.

3. Berbohong demi kebaikan

Adapula anggapan bahwa kita boleh berbohong dengan tujuan untuk kebaikan orang lain atau bersama bahkan diri sendiri. Prinsip seperti ini jelas tidak dikenal di dalam kehidupan Kristiani. Bohong adalah bohong, seberapa kecil pun bohong itu. Bohong tidak dapat menjadi bohong putih karena ia berguna bagi seseorang. Firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa:

a. Hal yang baik tidak mungkin timbul dari hal yang jahat
“Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita berkata: “Marilah kita berbuat yang jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.” Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman.” (Roma 3:8)

b. Dusta tidak mungkin berasal dari kebenaran
“Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran.” (1 Yohanes 2:21)

c. Mata air tidak dapat memancarkan air tawar dan air pahit sekaligus
“Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar.” (Yakobus 13:11-12). Jadi, dari kebohongan tidak akan dapat menghasilkan kebaikan.

d. Kebohongan berasal dari si jahat
Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat (Matius 5:37).

Berdasarkan pemaparan di atas kita belajar bahwa hidup jujur dilakukan karena kita adalah gambar dan rupa Tuhan disertai dengan hati yang takut akan Tuhan.Selain itu tidak ada kebenaran yang berasal dari kebohongan sekecil apapun itu.  Semangat hidup jujur, Tuhan memberkati.

(Sumber: Buku “Bertumbuh dalam Karakter Baru”, karya Erich Unarto)

Kejujuran

Kejujuran

“Jika ya hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.
(Mat 5:37).

Kejujuran merupakan sebuah bagian kehidupan yang semakin langka untuk didapati. Mencari orang yang jujur dan tulus hari ini sama dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Tipu-menipu, manipulasi dan sejenisnya terdapat hampir di semua lini. Orang tidak lagi malu dalam menipu. Jangan-jangan nanti malah orang jujur yang terlihat aneh. Orang semakin tidak takut melakukan kecurangan, orang semakin cenderung berpikir pendek hanya memikirkan kenikmatan sesaat tanpa peduli resiko. Semakin banyak orang yang hidup penuh kecurangan dan semakin tidak tulus dalam memuji. Banyak orang saat ini yang hanya memuji atau mengatakan sesuatu yang baik karena ada motif-motif tertentu di belakangnya.

Alkitab sendiri mengatakan “Jika ya hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak” (Yak 5:12).  Ayat ini menegaskan  bahwa Allah adalah kebenaran dan satu-satunya kebenaran yang mutlak. Segala sesuatu yang benar datang dari Tuhan dan yang tidak benar disebut dusta, dusta berasal dari yang jahat (Yoh 8:44).

Berikut adalah definisi kejujuran yang diambil dari Encyclopedia Wikipedia: “Jujur adalah sikap moral (dalam perkataan maupun perbuatan) yang mengandung atribut berharga berupa kebenaran, integritas, kesatuan antara tindakan luar dan hati, dan sikap lurus yang berarti juga absennya kebohongan, penipuan, dan pencurian.” Dengan kata lain, jujur adalah sebuah sikap moral dalam perkataan maupun perbuatan yang di dalamnya terkandung kebenaran yang utuh, kesamaan antara tindakan luar dan hati (tanpa topeng), dan sikap yang lurus di mana pada pribadi tersebut tidak melakukan kebohongan, penipuan, dan pencurian.

Artinya kejujuran adalah sesuatu yang utuh; ¼ jujur,  ½ jujur, atau ¾ jujur sekalipun adalah tidak jujur, karena jika seseorang berkata ½ jujur, berarti ada ½  dari informasi tersebut yang merupakan kebohongan. Tidak ada kebohongan di dalam kejujuran.  Itu sebabnya yang namanya kejujuran selalu berkualitas- tanpa mengenal level kualitas. Jujur berarti berpikir, berkata-kata dan bertindak sesuai dengan apa yang sebenarnya dengan hati yang murni, bukan dengan hati yang palsu dengan manipulasi, melebih-lebihkan atau mengurangi sesuatu untuk maksud mencari keuntungan atau merugikan orang lain. Jujur harus dilakukan secara konsisten, di mana pun, kapan pun, dengan siapa pun dalam kondisi apapun, sehingga orang yang jujur akan tetap jujur walaupun hal itu akan beresiko baginya. Orang-orang jujur juga tidak akan mengijinkan praktek-praktek ketidakjujuran terjadi.

Ajaran Kristus tidak mengenal kejujuran kualitas nomor dua, kejujuran kualitas nomor tiga, nomor empat, dan sebagainya. Jujur hanya memiliki satu kualitas, yaitu kualitas nomor satu. Hanya “nampak” jujur – bukanlah kejujuran, karena itu berarti ada kebohongan di baliknya.

Mengapa masih banyak orang-orang yang mengaku mengenal Kristus, mengenal Firman Tuhan  masih saja sulit hidup jujur,  tidak mau memulai komitmen untuk jujur, apalagi menanggung resikonya?  Karena tidak mempercayai janji penyertaan Tuhan bagi orang-orang jujur. Mereka lebih mempercayai kebohongan dunia bahwa orang jujur pasti melarat, pasti tertinggal di belakang. Kadang kala jalan yang ditempuh oleh orang jujur untuk sementara penuh onak dan duri. Tetapi, hasil akhirnya TUHAN Allah mendatangkan kemenangan yang besar bagi orang-orang jujur.

Suatu hari ada seorang pimpinan perusahaan yang sedang mencari orang untuk menggantikan posisinya sebagai pemimpin. Maka ia mengumpulkan semua karyawan dan memberi bibit tanaman untuk dirawat. Setiap orang menerima satu bibit tanaman. Setelah beberapa minggu masing-masing orang saling bercerita tentang perkembangan bibit tanamannya ada yang mulai tumbuh tunas, dan ada yang mulai berbunga. Sementara seorang karyawan bernama Jimmy tidak menemukan perkembangan pada bibit tanamannya, padahal dia sudah menyiram, memupuk, dan merawatnya dengan baik setiap hari. Setelah hampir satu tahun sang pimpinan mengumpulkan semua karyawan dengan membawa tanamannya. Jimmy tidak ingin pergi hari itu karena tidak ada perkembangan apapun pada bibit tanamannya. Akhirnya dia pergi juga dengan hati yang sedih, dengan muka tertunduk malu, karena inilah waktunya ia akan kehilangan pekerjaannya. Semua karyawan yang lain telah membawa tanaman yang indah dan tumbuh subur, hati Jimmy semakin ciut. Tibalah waktunya sang pemimpin mengumumkan siapa yang berhak menggantikan posisinya. “Saya telah menemukan orang yang tepat, orang yang rajin dan ulet, yang menyiram, memupuk dan merawat tanaman dengan baik…., (Jimmy semakin tertunduk malu), dan orang yang berhak menggantikan posisi saya adalah…..  Jimmy, semua kaget. Ternyata sang pimpinan memberi bibit tanaman yang sudah direbus terlebih dahulu, sehingga bibit itu tidak mungkin bertumbuh. Kejujuran mendatangkan berkat yang luar biasa – Yesaya 33:15-16. Orang jujur hidupnya dijamin oleh TUHAN Allah. Di mana ada kejujuran, maka TUHAN Allah akan memerintahkan berkat-berkat-Nya ke dalam perbendaharaan atau ke dalam lumbung-lumbung atau ke dalam pundi-pundi orang-orang jujur.

Beberapa tahun yang lalu saya mengikuti kegiatan orientasi staf selama  kurang lebih satu bulan, dan dana dikumpulkan dari orang-orang yang bersedia mendukung. Setelah dana sudah cukup, ternyata masih ada dana yang masuk ke rekening saya. Pada saat itu ada keinginan untuk diam, toh tidak ada yang tahu…, tapi hati saya sangat gelisah dan akhirnya memberitahu kepada pimpinan, bahwa ada sejumlah uang yang masuk ke rekening saya. Setelah saya jujur, ada suka cita yang melimpah di hati saya. Seringkali yang membuat kita tidak jujur bukan karena kejujuran itu merugikan sama sekali, melainkan karena kita menginginkan lebih dari yang seharusnya.  Jika kita menginginkan sesuatu lebih dari seharusnya hingga kita berdusta/mencuri, maka pertanyaannya, siapa/apa yang ada di hati kita? Tuhan atau sesuatu yang lain (uang/benda/kesenangan) yang sedang kita kejar?

Kejujuran berkaitan dengan siapa penguasa hati kita.  Jika Tuhan adalah raja di hati kita, maka tidak sulit untuk membuat komitmen hidup jujur. Sebuah komitmen berarti sesuatu yang dilakukan kapan saja, di mana saja, terhadap siapa saja, tidak bergantung sikon (situasi kondisi).  Maukah kita membiarkan Tuhan yang sudah kita kenal itu, untuk sungguh-sungguh menjadi raja di hati kita, hingga kita dapat berkomitmen hidup jujur?  Marilah kita belajar untuk hidup jujur dan dalam ketulusan. Patut diakui bahwa untuk hidup jujur memang tidak gampang, sungguh butuh iman untuk dapat hidup jujur.   Kejujuran dibangun dengan mempercayai janji Tuhan. Kejujuran datang dari hati yang takut akan Tuhan (Ams 14:2). Bagaimana dengan kita? Kiranya Tuhan menolong kita untuk hidup jujur. Soli Deo Gloria.

 

(Oleh: Martha Sirait, guru Agama SMA)

Si Kecil yang Rajin (Amsal 6:6-11)

 

karakter_rajin

 

Ada perbedaan yang mencolok antara orang rajin dan malas. Alkitab menggambarkan pemalas sebagai seorang yang “senang tidur, mengantuk, berbaring, dan melipat tangan” (ay.10). Ia membiarkan dirinya dikuasai oleh sikap malas. Ia membiarkan waktu berlalu tanpa berbuat apa-apa. Prinsip hidupnya berbunyi: “sebentar lagi”. Dengan kata lain ia terus menerus menunda-nunda tiap kesempatan yang datang. Ia terbenam dalam mimpi-mimpinya, sehingga tanpa sadar, dengan cepat waktu berlalu. Barulah ia menyadari bahwa ia sudah ketinggalan jauh.

Apa yang terjadi dengan hidupnya kemudian? “Kemiskinan datang seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang bersenjata.” Ia dikuasai oleh kemiskinan. Ia terjebak oleh kemiskinan, dan pada saat itu ia sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi karena kesempatan sudah lewat.

Sebaliknya, untuk menjadi seorang yang rajin seseorang perlu belajar kepada semut. Kehidupan semut menjadi sebuah gambaran sebuah tindakan rajin yang perlu dilakukan kita semua. Belajar rajin harus dimulai semenjak kecil. Sewaktu masih kecil, anak-anak harus diingatkan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Satu demi satu pekerjaan dikerjakan hingga selesai karena permintaan orang lain. Sedangkan dalam dunia pekerjaan, banyak orang dewasa juga menyelesaikan tanggung jawabnya karena diawasi oleh sang bos.

Seorang yang rajin tidak membutuhkan seseorang untuk mengingatkan, mengawasi, mendikte, maupun memerintahkan apa yang harus diselesaikan. Meskipun tanpa ada  yang mengawasi, dia akan menyelesaikan semua pekerjaan maupun tanggung jawabnya. Seorang yang rajin itu menyadari bahwa apa yang dia lakukan adalah untuk kebaikan dirinya bukan hanya pada masa kini namun berefek pada masa depannya.

Ayat 7 menggambarkan semut-semut yang bekerja dengan “tidak ada pemimpin, pengatur, atau penguasanya.” Mereka tidak berpangku tangan menunggu perintah, atau baru bertindak jika disuruh. Mereka menyadari adanya suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu mengumpulkan makanan. Itulah sebabnya mereka bekerja sama memenuhi kebutuhan tersebut.

Selanjutnya, seorang yang rajin menyelesaikan apa yang telah dimulai dan tahu apa yang dilakukan berguna untuknya. Seorang yang rajin tidak pernah menunda-nunda kesempatan yang ada. Ketika kesempatan datang, seorang yang rajin akan memanfaatkan kesempatan tersebut sehingga ia mendapatkan keuntungan yang maksimal. Ayat 8 menggambarkan semut-semut “menyediakan roti di musim panas, mengumpulkan makanannya pada waktu panen.” Waktu untuk mencari makanan ternyata sangat terbatas dan tidak bisa datang setiap waktu. Semut-semut menggunakan kesempatan mencari makan itu karena mereka tahu jika kesempatan ini disia-siakan, maka kesempatan itu akan lewat dan mereka bisa mati kelaparan.

Kita semua memiliki waktu yang sama: dua puluh empat jam sehari. Namun cara kita menggunakannya berbeda. Sukses atau tidaknya kita di masa depan ditentukan oleh bagaimana kita menggunakan waktu kita hari ini.

(Oleh: Daniel Santoso Ma, staf Kerohanian, disadur dari Seri Bintang Gaya Hidupku)

Tetap Bersyukur dalam Keadaan Apapun

Bersyukur

Apakah alasan kita mengucap syukur kepada Tuhan? Mungkin seribu alasan dapat kita ucapkan: “Dipromosikan naik jabatan; omsetnya bertambah, sembuh dari penyakit, anak naik kelas, menang undian berhadiah, dan lain-lain”. Coba perhatikan alasan-alasan yang kita ucapkan. Semua alasan didasarkan hanya pada kondisi baik yang kita alami. Dapatkah kita mengucap syukur di kala hidup kita sedang berada di titik terbawah kehidupan? Dapatkah kita berterima kasih ketika semuanya sedang meninggalkan kita?  Sanggupkah kita bersyukur untuk setiap ujian hidup yang kita alami?
Kepada jemaat di Tesalonika, Paulus mengingatkan agar mereka selalu mengucap syukur. I Tesalonika 5:18 berkata, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu”.  Menariknya, kondisi jemaat di Tesalonika waktu itu bukanlah dalam keadaan baik. Jemaat Tesalonika tidak dalam keadaan berlimpah, maupun aman. Banyak tantangan yang dialami oleh jemaat di Tesalonika sebagai jemaat yang mula-mula. Penganiayaan, curiga, tentangan dari orang-orang Yahudi akan keberadaan mereka dialami secara nyata oleh jemaat di Tesalonika.
Jika melihat keadaan lahiriah mereka pada waktu itu, maka sangatlah lumrah jika jemaat di Tesalonika mengeluh,  bersungut-sungut, maupun menutup diri. Namun, kenyataannya sungguh berbeda dimana jemaat di Tesalonika tetap hidup dalam pengharapan dan sukacita di dalam Tuhan. Dan Paulus menegaskan bahwa melalui ucapan syukur jemaat di Tesalonika semakin dikuatkan imannya menghadapi tantangan yang ada.
Melalui I Tesalonika 5:18, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu”,  kita belajar tentang tiga hal:

  • Pertama, perhatikan frasa “dalam segala hal”. Paulus ingin menegaskan bahwa baik kondisi pribadi maupun keadaan sekitar kita tidak boleh menjadi acuan dalam mengucapkan syukur. Jika keadaan saya baik, tidak ada masalah dan bahkan diberkati, barulah saya mengucap syukur. Paulus ingin memperluas cara berpikir kita mengenai alasan bersyukur. Paulus mengganggap penderitaan, penganiayaan, penolakan, dan bahkan kematian sekalipun dapat menjadi alasan bagi setiap orang Kristen untuk bersyukur. Bagi Paulus, justru dalam hal-hal yang buruk sekalipun kuasa Allah bekerja menopang kita.
  • Kedua, perhatikan frasa “dikehendaki Allah … bagi kamu”. Rupa-rupanya, kehidupan yang bersyukur bukan hanya sekedar ciri atau karakteristik hidup Kristiani. Namun, hidup bersyukur merupakan sebuah kehidupan yang diinginkan Allah bagi umat-Nya. Pada dasarnya, Allah selalu menghendaki hidup yang baik bagi umat-Nya. Namun, hidup dikatakan baik oleh Allah tidak selalu ditandai oleh keadaan jasmani/fisik yang baik pula. Yang menjadi kunci dalam hidup bersyukur adalah kondisi hati yang dapat menerima apapun. Kondisi hati inilah yang menjadi fokus bagaimana Allah mendidik kita. Keadaan yang kurang baik, ataupun buruk tidak boleh mempengaruhi kondisi hati kita yang harus selalu tertuju kepada Allah; menerima yang baik maupun yang kurang baik terjadi dalam hidup kita.
  • Ketiga, perhatikan frasa “di dalam Kristus Yesus”. Konsep mengucap syukur  haruslah berdasar pada diri Tuhan Yesus. Tidak ada berkat yang lebih besar dari apa yang telah dilakukan Tuhan Yesus di kayu salib: pengorbanan yang sempurna. Sehingga jika kita mencari-cari alasan untuk bersyukur, maka alasan yang paling utama dalam kita bersyukur adalah mensyukuri karya keselamatan dalam Tuhan Yesus. Berkat lainnya sebenarnya hanyalah tambahan belaka karena yang terutama telah dianugerahkan oleh Allah melalui Tuhan Yesus.

Jadi apakah alasan kita memiliki hidup bersyukur? Yang terutama bukanlah materi dan berkat, namun keselamatan yang Allah kerjakan melalui Tuhan kita Yesus Kristus. Mari kita selalu hidup bersyukur. Tuhan memberkati.

(Oleh: Daniel Santoso Ma, Bagian Kerohanian Sekolah Athalia)