Oleh: Tan Ai Li, staf Admin Yayasan
Ada pepatah yang berbunyi “jaman saiki sing jujur ajur” (zaman sekarang, yang jujur akan hancur). Banyak perisitiwa di jaman edan ini yang membuktikan bahwa kejujuran malah menjadi bumerang bagi diri seseorang. Masih relevankah kita mempertahankan kejujuran jika faktanya jujur itu menempatkan kita pada posisi tidak aman?
Firman Tuhan amat relevan bagi kehidupan kita. Karena Tuhan yang menciptakan kita maka Tuhan sendiri yang menetapkan sesuatu yang pasti baik buat kita. Tidak ada ketetapan atau perintah yang tujuannya untuk menyulitkan kita. Firman Tuhan banyak berbicara tentang kejujuran (mis. Kel. 20:15-16; Im. 19:11-13). Di sepanjang sejarah Tuhan mengulangi ketetapan-Nya agar umat hidup jujur. Beberapa kejadian menunjukkan Allah menghukum orang yang tidak jujur seperti pada kisah Akhan di Yos. 7:11; peristiwa Ananias dan Safira di Kis. 5:3-4.
Apakah jujur itu?
Secara singkat jujur itu artinya mengatakan dan menyatakan kebenaran, transparan, seirama antara kata-kata dan perbuatan, tidak meminta lebih dari yang seharusnya. Jujur bukan berarti mengatakan semua yang kita ketahui. Perlu hikmat untuk memilih mana yang perlu dikatakan. Namun ketika menyatakannya kita harus menyatakan yang sebenarnya.
Bagaimana halnya jika situasi memojokkan kita untuk tidak jujur? Misalnya ketika atasan tidak bersedia ditemui seseorang dan meminta kita mengatakan pada orang tersebut bahwa ia tidak ada. Atau ketika sahabat kita meminta suatu info yang menurut kita info tersebut bersifat rahasia, dan ia akan marah jika kita tidak bersedia mengatakannya? Tentu ini perlu hikmat. Namun kita bisa mengatakan kepada sahabat kita misalnya, “Untuk kali ini saya tidak bisa membicarakannya denganmu karena ini sesuatu yang bersifat rahasia”. Jadi kita tidak perlu berbohong dengan mengatakan hal yang lain. Saya pernah berada dalam situasi itu beberapa kali. Berdasarkan pengalaman jika dalam hati kita dari awalnya bertekad untuk jujur, biasanya kita akan mendapatkan jalan keluar dalam mengatasinya. Tuhan akan menolong kita melewati situasi seperti itu. Awalnya mungkin saja terasa pahit tetapi suatu hari akan tergantikan.
Apa sih manfaat hidup jujur?
1. Damai sejahtera.
Hati kita tenang ketika kita berani jujur dan menyatakan kebenaran. Saya pernah bekerja di suatu tempat yang hanya bertahan tiga bulan saja. Padahal saya bukan tipe orang yang suka berpindah-pindah pekerjaan. Namun di tempat itu, setelah tiga bulan bekerja saya mengetahui bahwa perusahaan itu menjalankan pembukuan ganda yang dilakukan di rumah. Saya telah mencoba mengatakan kepada pemilik perusahaan, yang juga seorang Kristen, bahwa itu merupakan suatu perbuatan yang tidak benar, namun ia tetap melakukannya. Walaupun saat itu saya sebenarnya membutuhkan pekerjaan itu karena ayah sudah meninggal, dan pekerjaan tersebut cukup bagus serta masa depannya juga cukup baik, akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari tempat tersebut karena kami berbeda prinsip dan nilai-nilai yang tidak mungkin dipertemukan. Ketika saya berani mengambil keputusan tersebut dalam kondisi yang dilematis, Tuhan menggantikan dengan pekerjaan yang lain dan saya memiliki damai sejahtera. Damai sejahtera itu amat mahal, tidak bisa digantikan dengan sesuatu apapun.
2. Mendapatkan kepercayaan dan kesempatan untuk melakukan banyak hal.
Ketika kita bisa dipercaya dan ada orang yang mengetahui, biasanya berita itu akan tersebar dari mulut ke mulut dengan sendirinya, demikian juga sebaliknya ketika kita tidak dapat dipercaya maka akan sulit sekali mengembalikan kepercayaan orang lain kepada kita. Mungkin ada dari kita yang sempat menyaksikan acara Kick Andy di bulan Maret yang lalu dengan topik “Berbagi untuk Berbahagia”. Salah satu narasumber waktu itu adalah Felani. Ia berkisah bahwa krisis ekonomi di tahun 1998 membuat seluruh keluarganya kehilangan segala-galanya. Ruko mereka dibakar dan ia hampir putus sekolah. Setiap hari ia harus berjualan susu kedelai di lampu merah. Suatu hari ia bertemu dengan Dato Sri Tahir, pemilik bank Mayapada yang membeli beberapa bungkus susu kedelai darinya. Sri Tahir waktu itu memberikan sejumlah uang dan mengatakan, “Ambil saja sisanya untuk kamu”. Namun Felani menolak menerima pemberian tersebut dan mengatakan “Pak, saya harus tetap mengembalikan karena harganya hanya sekian. Saya dari kecil diajar orang tua untuk menerima apa yang seharusnya saja dan tidak boleh menerima melebihi dari apa yang seharusnya saya terima. Kami bukan pengemis. Kami menerima bagian kami.” Rupanya Sri Tahir terkesan dengan sikap Felani ini dan suatu hari berkunjung ke rumahnya. Anak yang masih semuda itu sudah mempunyai prinsip yang demikian kuat seperti ini pasti dapat dipercaya. Jika ia sekolah pasti akan sekolah dengan benar dan akan menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara. Pada akhirnya ia menerima beasiswa dari Tahir Foundation dan bisa melanjutkan sekolah dan menjadi orang yang cukup berhasil dan memberkati banyak orang.
3. Mempunyai relasi yang baik dengan orang lain.
Ketika George Washington masih kecil, ayahnya mempunyai pohon cerry yang unggul yang amat bagus dibanding dengan pohon cherry lain di sekitarnya. Suatu hari ketika George Washington bermain kampak tidak sengaja mengenai pohon cherry kesayangan ayahnya. Ketika ayahnya menemukan pohon tersebut terkampak dan hampir mati, ia kaget dan berseru, “Siapa yang melakukan ini?!”. Dalam beberapa detik George Washington terdiam, namun ia segera memutuskan untuk jujur dan berkata, “Ayah, saya yang melakukannya. Saya tidak sengaja, Ayah. Saya sedih karena saya tahu Ayah amat menyayangi pohon ini dan pohon ini hampir mati karena kelalaian saya.” Namun ayahnya berkata, “Nak, tatap aku. Aku menyesal kehilangan pohon cherryku. Tapi aku sangat senang karena kamu berani berkata jujur. Aku lebih suka kamu berkata jujur daripada memiliki seluruh kebun cherry yang paling unggul tetapi kamu berkata bohong. Jangan lupa itu anakku.” George terus mengingat kata ayahnya ini dan tumbuh menjadi orang yang terus belajar jujur dan dipakai oleh Tuhan luar biasa. Karena ia jujur maka relasi orang tua dan anak ini bertumbuh dengan baik juga. Bisa dibayangkan jika ia tidak jujur, maka sejak waktu itu relasinya dengan ayah menjadi rusak.
4. Kejujuran menghindarkan dari dosa-dosa selanjutnya.
Biasanya ketidakjujuran akan menciptakan kebohongan-kebohongan berikutnya untuk menutupi kebohongan yang sebelumnya.
5. Lebih Simple.
Hidup menjadi lebih simple karena kita tidak perlu terus-menerus memikirkan saya harus bilang apa. Itu sesuatu yang melelahkan, ribet.
6. Jujur menghindarkan kita dari kesusahan yang tidak seharusnya ditangggung.
Ada seorang nenek yang tinggal bersama dengan dua cucunya, si sulung dan si bungsu. Suatu hari si bungsu diminta tolong untuk pergi menggembalakan bebek. Di tengah kejenuhannya menggembalakan bebek, ia bermain ketapel. Dalam kecerobohannya, ketapel tersebut mengenai salah satu bebek nenek dan bebek itu mati. Si bungsu ketakutan, namun kakaknya berkata, “Sudah, ngga perlu takut, aku ngga akan memberitahukan bahwa bebek itu mati karena kecerobohanmu.” Akhirnya ketika nenek bertanya mengapa bebek tersebut mati, si bungsu mengatakan ia tidak tahu. Sejak hari itu, si kakak selalu menyuruh si bungsu untuk melakukan segala sesuatu yang disuruh oleh kakaknya. Jika si bungsu tidak mau, maka si sulung berkata, “Ingat, bebek. Kamu mau saya mengatakan kepada nenek kalau kamu yang membuat bebek itu mati?”. Terpaksa si bungsu melakukan saja semua hal yang disuruhkan oleh kakaknya karena takut kebohongannya dibongkar. Hari demi hari, minggu demi minggu si kakak terus memperdaya adiknya. Setelah satu bulan diperlakukan demikian, akhirnya ia tidak tahan dan si bungsu mengaku kepada nenek bahwa dialah penyebab kematian bebek itu. Dan nenek berkata, “Sebenarnya dari semula saya sudah tahu kalau kamulah yang membuat bebek itu mati, karena kematiannya tidaklah wajar seperti kematian bebek biasanya. Tapi nenek menunggu kamu berkata jujur”…. Si bungsu sadar, andaikan dari awal berkata jujur, tentu tidak perlu menanggung tekanan selama ini dari si kakak.
7. Berkenan di hadapan Tuhan.
Inilah yang paling penting dan paling utama dalam hidup kita, yaitu berkenan di hadapan Tuhan. Di hadapan manusia kita bisa nampaknya bagus dan membuat orang lain senang, tetapi jika tidak berkenan di hadapan Tuhan, maka semua itu sia-sia.
8. Lalu apa yang kita dapatkan jika kita tidak jujur?
Untuk sementara waktu kita bisa aman dan tenang, namun jangka panjangnya hanya akan membawa pada kesengsaraan dan membuat kita makin jauh dari Tuhan. Sayang sekali, bukan? Kesimpulannya jujur itu mujur. Efesus 4:25, “Jauhkanlah segala dusta dan bicaralah yang benar satu sama lain, sebab kita adalah anggota satu terhadap yang lain.”