20 Strategi Menolong Anak untuk Mengembangkan Karakter Baik

20 saran di bawah ini dikutip dari buku Dr. Helen LeGette, Parents, Kids & Character: Twenty-One Strategies to Help Your Children Develop Good Character. Dia membagikan kepada kita ilmu dan pengalaman yang berasal dari kesuksesan 33 tahun karirnya sebagai pemimpin di bidang pendidikan-sebagai guru, konselor, dan pengelola. Dia tahu bahwa anak-anak yang memiliki batasan-batasan di rumah dan memiliki orang tua dengan harapan akan karakter yang baik, memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sukses di sekolah dan dalam karir pekerjaan mereka. Bukunya menawarkan ide-ide yang dapat diterapkan di berbagai bentuk keluarga.

1. Jadilah contoh atau teladan karakter di rumah.

Seperti pengamatan William Bennet dalam The Book of Virtues, “tidak ada satupun yang lebih berpengaruh, dan lebih menentukan dalam hidup anak selain kekuatan moral dari contoh yang bisu”. Jika kita ingin mencoba mempengaruhi karakter anak secara positif, maka hal yang sangat penting untuk  dilakukan adalah “Melakukan apa yang kita katakan”.

2. Perjelas nilai-nilai kita

Beritahukan kepada anak-anak mengenai sikap kita terhadap isu-isu penting di sekitar kita. Karakter sebenarnya berkembang di seputaran mengajar dan menangkap apa yang diajarkan. Jika kita ingin anak-anak menginternalisasi kebajikan yang kita hargai, kita harus mengajarkan kepada mereka apa yang kita yakini dan mengapa kita menyakini hal tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak sekali kesempatan untuk mengikutsertakan anak-anak dalam pembicaraan moral.

3.  Tunjukkan rasa hormat pada pasangan, anak-anak, dan anggota keluarga lainnya.

Orang tua yang menghormati satu sama lain, yang berbagi tanggung jawab, dan yang memecahkan perbedaan dengan cara damai, menyampaikan pesan yang sangat kuat mengenai rasa hormat. Jika anak-anak mendapatkan pengalaman rasa hormat langsung dari dalam keluarga, lebih mudah bagi mereka untuk dapat menghormati orang lain. Sederhananya adalah, rasa hormat melahirkan rasa hormat.

4. Contohkan dan ajarkan sopan santun pada anak-anak

Minta seluruh anggota keluarga menggunakan sopan santun di rumah. Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan sopan santun dan norma-norma sosial berasal dari rumah, dimana sikap sungguh-sungguh memperhatikan orang lain itu berakar dan berawal.

5.  Sesering mungkin makanlah bersama keluarga tanpa televisi.

Waktu makan adalah waktu yang sangat baik bagi orang tua untuk berbicara dengan anak, mendengar anak, dan memperkuat ikatan keluarga. Tidak jadi masalah apakah makanan tersebut masakan rumah atau makanan yang dibeli di luar, namun unsur yang terpenting adalah waktu berbagi bersama-waktu yang disisihkan untuk memperkuat rasa memiliki satu sama lain dan rasa peduli pada keluarga.

6.  Rencanakan sebanyak mungkin kegiatan-kegiatan  bersama keluarga.

Libatkan anak-anak dalam perencanaan. Kegiatan keluarga yang awalnya terlihat sangat biasa, seringkali ketika dilihat dan ditinjau kembali kegiatan itu sebenarnya adalah potongan memori keluarga yang sangat spesial dan mengesankan. “Kencan” antara ayah dan anak perempuan remaja, piknik keluarga di taman, darma wisata untuk membeli es krim di hari Minggu dapat memberikan waktu yang bermakna bagi kebersamaan dan saling berbagi sebagai sebuah keluarga.

7.  Jangan berikan akses pada anak untuk alkohol maupun obat-obat terlarang.

Teladankan perilaku yang benar mengenai alkohol dan obat-obat terlarang. Meskipun tekanan teman sebaya, kecemasan remaja, keinginan remaja akan hal-hal duniawi, dan pesan-pesan media mengagung-agungkan penggunaan obat-obat terlarang dan alkohol, namun keluarga memiliki pengaruh yang paling kuat apakah anak muda akan menyalahgunakan bahan-bahan tersebut atau tidak. Contoh dan teladan orang tua sangat penting dalam persoalan-persoalan yang berkaitan dengan obat-obat terlarang dan alkohol.

8.  Rencanakan proyek pelayanan keluarga atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kebangsaan.

Inti dari karakter baik adalah perasaan peduli dan memperhatikan orang lain. Berbagai kesempatan proyek pelayanan keluarga tersedia di setiap komunitas, bahkan anak-anak kecil pun dapat berpartisipasi. Tindakan sederhana seperti membawakan makanan untuk tetangga yang sakit, memotong rumput di pekarangan rumah orang yang sudah tua, atau mengumpulkan baju-baju dan mainan untuk disumbangkan, akan menolong anak remaja belajar tentang sukacita menolong orang lain dan mengembangkan kebiasaan melayani.

9.  Membacakan buku untuk anak-anak kita dan menyimpan atau menyediakan bacaan yang baik di rumah.

Guru yang hebat selalu menggunakan cerita untuk mengajar, memotivasi, dan menginspirasi. Membaca bersama adalah bagian yang penting untuk menyampaikan warisan moral budaya dari generasi ke generasi. Pertanyaan dan pendapat anak-anak mengenai cerita memberikan pemahaman yang penting bagi orang tua mengenai pikiran, keyakinan, dan fokus perhatian anak-anak mereka.

10.  Batasi  pengeluaran atau belanja anak-anak.

Bantu anak-anak mengembangkan rasa menghargai pada hadiah, penghargaan atau reward yang bersifat non-material. Dalam budaya konsumerisme saat ini, anak remaja mudah untuk memercayai bahwa image-menggunakan baju yang “pantas”, mengendarai mobil yang “pantas”, dll-menggambarkan kesuksesan dan kebahagiaan. Orang tua dapat membuat sebuah pernyataan kuat tentang apa yang mereka hargai dengan menunjukkan bagaimana mereka mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki dan bagaimana anak-anak mereka menghabiskan dana yang dipercayakan kepadanya.

11.  Diskusikan mengenai liburan dan maknanya.

Milikilah perayaan keluarga dan bangunlah tradisi keluarga. Abraham Lincoln mengamati bahwa dengan berpartisipasi dalam perayaan nasional menyebabkan orang-orang Amerika “merasa lebih terikat satu sama lain, dan terikat lebih kuat pada Negara dimana ia tinggal.” Memperhatikan liburan dan merayakan tradisi keluarga tidak hanya mengembangkan rasa keterikatan dan kekeluargaan dengan orang lain, tetapi hal ini juga menjadi perekat khusus yang mengikat kita bersama-sama sebagai manusia, anggota keluarga, dan warga negara.

12.  Memanfaatkan “saat mendidik”

Gunakan berbagai situasi untuk memicu diskusi keluarga tentang isu-isu penting. Beberapa pendidikan karakter yang paling efektif dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang sedang berlangsung di dalam keluarga. Orang tua dan anak berinteraksi satu sama lain, mereka juga berinteraksi dengan orang lain di luar rumah, tak terhitung situasi yang dapat digunakan untuk mengajarkan pelajaran berharga tentang tanggung jawab, empati, kebaikan, dan belas kasih.

13.  Berikan tanggung jawab pekerjaan rumah untuk seluruh anggota keluarga.

Meskipun seringkali lebih mudah melakukan sendiri tugas-tugas rumah-membersihkan meja, membuang sampah, menaruh piring kotor di mesin cuci piring-daripada menunggu anak-anak kita mengerjakannya, namun kita memiliki kewajiban untuk menolong anak-anak belajar menyeimbangkan kebutuhan dan harapan mereka  terhadap anggota keluarga lain-dan pada akhirnya pada anggota masyarakat lainnya.

14.  Tetapkan ekspektasi untuk anak-anak dan pertahankan agar mereka bertanggung jawab atas tindakannya.

Menentukan batasan yang rasional dan menerapkannya dengan benar akan menjadikan orang tua sebagai pemimpin moral di dalam rumah. Hal ini akan memberikan rasa aman bagi anak dan remaja. Hal ini juga memungkinkan anak-anak tahu bahwa kita peduli pada mereka dan ingin mereka menjadi orang yang memiliki karakter baik.

15.  Jaga anak-anak tetap sibuk dalam kegiatan-kegiatan positif.

Anak-anak dan remaja memililki tingkat energi yang luar biasa, dan tantangannya adalah bagaimana menyalurkan energi tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan positif, seperti olah raga, hobi, musik, seni, atau ke dalam kelompok komunitas gereja atau anak muda, atau kepramukaan. Kegiatan-kegiatan tersebut mempromosikan sikap memperhatikan orang lain, peduli, kerja sama dan juga memberikan anak perasaan berhasil.

16.  Belajar untuk mengatakan TIDAK dan jelaskan mengapa.

Sangat alami bagi anak-anak-khususnya remaja-untuk menguji batasan orang tua dan menantang otoritas orang tua. Terlepas dari protes yang diajukan anak, tindakan kasih sayang terbesar  yang dapat diberikan oleh orang tua adalah dengan selalu bersikap tegas dan melarang keterlibatan anak dalam kegiatan yang berpotensi melukai mereka.

17.  Ketahuilah anak-anak sedang berada dimana, melakukan apa, dan dengan siapa.

Orang dewasa perlu mengkomunikasikan dengan berbagai cara bahwa kita peduli pada anak-anak dan mengharapkan yang terbaik dari mereka, tetapi kita juga menganggap serius tanggung jawab kita untuk membangun standar, memonitor, mendampingi, dan mengawasi mereka. Dengan resiko dianggap “kuno”, bersikeraslah untuk bertemu teman-teman dan orang tua dari teman-teman anak kita.

18.  Jangan menutup-nutupi atau membuat alasan untuk membenarkan perilaku anak yang tidak pantas.

Melindungi anak-anak dan remaja dari konsekuensi logis atas tindakan mereka akan membuat kita gagal mengajarkan mereka tentang tanggung jawab individu. Hal ini juga akan merusak kebiasaan/ budaya sosial dan hukum, karena kita memberi kesan pada mereka bahwa mereka entah bagaimana caranya dapat dibebaskan dari peraturan yang mengatur perilaku orang lain.

19.  Ketahuilah acara televisi, video, dan film apa yang ditonton oleh anak-anak.

Meskipun ada beberapa bahan tontonan yang baik, namun informasi pornografi dan informasi yang penuh dengan kebencian semakin marak dan menjamur, sehingga sangat mudah diperoleh oleh anak remaja kita. Dengan perkataan dan contoh, ajarkan anak-anak kebiasaan bertanggung jawab dalam menonton. Jika kita mengetahui bahwa anak telah menonton sesuatu yang  tidak pantas, berterus teranglah dan bagi perasaan kita mengenai hal itu, kemudian diskusikan mengapa bahan tontonan yang tidak pantas itu menyakiti dan mengganggu nilai-nilai keluarga.

20.  Ingat bahwa kita adalah orang dewasa.

Anak-anak tidak membutuhkan kita sebagai teman lain, tetapi mereka sangat membutuhkan kita sebagai orang tua yang peduli untuk mengatur dan menetapkan batas-batas yang tepat untuk perilaku mereka. Terkadang mengatakan “ayah saya tidak mengijinkan saya” dapat memberikan anak-anak remaja pelarian yang nyaman ketika mereka tidak ingin ikut serta dalam kegiatan yang meragukan.

Adapted from Parents, Kids, & Character by Helen LeGette. – Available from the National Center for Youth Issues or from the Character Development Group. Used by permission.

Sumber: http://charactered.net -IB/ Tim karakter

Kamp Karakter SD Athalia Kelas II – Kerajinan & Kejujuran

Kamp Karakter SD Athalia Kelas II – Kerajinan & Kejujuran, 13 September 2024

Klik link di bawah ini untuk melihat foto-foto lainnya dan untuk men-download:

Kamp Karakter SD Athalia Kelas 2 – Kerajinan & Kejujuran (versi standar/versi digital preview/low res 20,7 Mb)

Kamp Karakter SD Athalia Kelas 2 – Kerajinan & Kejujuran (versi besar/versi bisa untuk dicetak/high res (76,5 Mb)

Journey of Character

Bella Kumalasari-Plt. Kasie. Karakter

Perjalanan 30 tahun Athalia diwarnai dengan berbagai musim. Begitu pun ketika kita berbicara mengenai karakter. Pendidikan karakter bak sebuah perjalanan panjang. Ada berbagai hal yang dilewati, jatuh-bangun yang dihadapi, sehingga semuanya merupakan proses yang perlu dijalani. Dunia yang penuh dengan ketergesa-gesaan dan serba instan membuat kita tidak sabar akan proses yang panjang dan tidak mudah. Maka dari itu, kita sebagai pendidik dan orang tua perlu terus mengingatkan diri sendiri akan hal ini ketika mendampingi anak-anak kita, sehingga terus memberikan ruang untuk bertumbuh.

Sekolah Athalia percaya bahwa setiap murid berproses dalam perjalanan panjang karakternya. Meski mungkin tahun lalu tampak ada kemajuan tapi tahun ini tidak, terkadang tampak jelas terkadang samar, Sekolah Athalia percaya bahwa setiap murid tetap berproses dalam perjalanannya masing-masing. Oleh sebab itu, di setiap akhir tahun ajaran Sekolah Athalia mengadakan “Perayaan Karakter” sebagai momen untuk mengapresiasi pertumbuhan sekecil apa pun. Di dalam perayaan karakter, murid-murid diajak untuk mengingat kembali proses pembelajaran karakter yang telah mereka alami selama satu tahun terakhir. Mereka merefleksikan dan mengevaluasi dirinya dalam proyek-proyek yang sudah dilakukan, serta diajak untuk melihat karya dan penyertaan Tuhan dalam diri mereka dan teman-teman. Guru memberikan apresiasi bagi setiap murid dan memberikan dukungan untuk terus berproses di level berikutnya. Selain guru, orang tua dan sesama murid pun diajak untuk memberikan apresiasi bagi anak-anak dan teman-temannya.

Guru TK mendoakan satu per satu muridnya dengan rasa haru akan pertumbuhan yang Tuhan berikan dalam diri setiap murid secara unik. Guru dan orang tua siswa SD memberikan apresiasi secara personal kepada setiap anak. Anak-anak terharu membaca surat yang ditulis oleh orang tuanya. Murid-murid SMP juga merasa senang karena dapat bersama teman-teman saling mengenal dan memperhatikan selama satu tahun terakhir. Beberapa murid SMA menangis terharu ketika membaca kartu apresiasi dari teman sekelasnya karena tidak menyangka bahwa teman-temannya memperhatikan dirinya sedemikian rupa. Mereka merasa senang diapresiasi atas usaha yang mereka lakukan sekaligus diterima dalam kelemahan mereka.

Mari kita terus dukung pertumbuhan karakter anak-anak kita untuk makin serupa Kristus. Tahun ajaran yang baru, lembaran yang baru, dengan Tuhan yang sama, dengan kesetiaan dalam perjalanan yang sama. Meskipun mungkin kita merasa lelah karena merasa “Kok begitu lagi, begitu lagi, dibilangin berkali-kali seperti tidak ada bedanya”, kita percaya ketika anak berproses bersama Tuhan, mereka berproses makin dalam dan makin dalam. Meski terkadang tampak sama, ada hal yang Tuhan sedang kerjakan di dalam diri mereka. Mari terus ingat, yang terpenting bukan kecepatannya, tetapi arah yang benar menuju keserupaan dengan Kristus.

Pembinaan Karakter di Sekolah Athalia

Oleh: Bella Kumalasari – Plt. Kasie Karakter Sekolah Athalia

Pembinaan karakter di Sekolah Athalia dilakukan demi tercapainya visi Sekolah Athalia, yaitu “Siswa yang menjadi murid Tuhan”. Seorang murid mengikuti gurunya dan meniru apa yang dilakukan oleh guru tersebut. Dalam Yohanes 13:34-35, Tuhan Yesus memberikan perintah kepada para murid-Nya agar saling mengasihi sama seperti Tuhan telah mengasihi mereka. Dengan demikian, semua orang akan tahu kalau mereka adalah murid-murid-Nya. Oleh sebab itu, dasar dari semua karakter yang diajarkan di Sekolah Athalia adalah kasih. Kasih yang sempurna telah dianugerahkan melalui kematian Tuhan Yesus di kayu salib dan itulah yang mendorong setiap kita untuk juga mau mengasihi-Nya dengan hidup makin serupa dengan-Nya.

Gambar 1

Sekolah Athalia memberikan pembinaan karakter secara intensional kepada para murid. Ada kesinambungan yang diharapkan terjadi dari TK hingga SMA (gambar 1). Di TK, karakter mulai ditumbuhkan (growing) dan terus dibentuk di masa SD (shaping) sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang kokoh (steadfast person). Di SMP dan SMA mereka mulai diajak untuk memperhatikan sekitar mereka. Karakter-karakter yang dipelajari mendorong mereka untuk peduli dan berbagi (caring and sharing) bahkan berdampak dan berkontribusi (influencing and contributing) bagi sekitar sehingga mereka menjadi pemimpin-pemimpin yang melayani (servant leader). Karakter yang dipelajari juga tidak hanya diajarkan pada 1 level saja tetapi ada yang diulang di level-level selanjutnya agar murid terus menghidupinya.

Dalam pembinaan karakter yang didasari oleh kasih kepada Tuhan, murid-murid tidak hanya diajar secara kognitif atau teoritis, tetapi juga diberikan contoh-contoh melalui kisah nyata, tokoh, ilustrasi, cerita dongeng, ataupun sharing langsung dari guru dan teman. Lebih dari itu, mereka juga diajak untuk menerapkan karakter yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Setiap murid memiliki “proyek karakter” yang harus dikerjakan baik di rumah maupun di sekolah. Proyek karakter diberikan sesuai dengan usia murid, misalnya: murid TK belajar karakter penuh perhatian dengan cara segera menjawab ketika dipanggil guru/orang tua, murid SD belajar karakter ketertiban dengan melakukan kegiatan sesuai jadwal, murid SMP belajar karakter tanggung jawab dengan membereskan kamar sendiri, murid SMA belajar karakter keberanian untuk menyampaikan kebenaran dengan cara yang baik.

Penerapan karakter dalam keseharian sangat membutuhkan keterlibatan orang tua. Apa saja yang dapat orang tua lakukan untuk mendukung perkembangan karakter anak?

  • Beri ruang untuk berproses.

Untuk dapat melatih karakternya, anak butuh ruang untuk mencoba dan kemungkinan melakukan kesalahan. Orang tua perlu mendukung dengan mengizinkan dan memaklumi hal tersebut.

  • Beri pujian dan respons yang meneguhkan.

Ketika anak melatih karakternya, orang tua dapat memberikan pujian dan peneguhan. Hindari respons yang menghakimi dan membuat anak tidak lagi berani mencoba. Apresiasi setiap perubahan kecil.

  • Beri teladan.

Salah satu cara anak belajar adalah dengan meniru. Orang tua perlu menjadi teladan bagi anak dalam praktik karakter sehari-hari. Dengan demikian, anak mengerti apa yang benar dan salah serta bagaimana melakukannya.

  • Berjalan bersama dalam proyek karakter anak.

Di TK dan SD, orang tua dapat mengingatkan dan memonitor proyek karakternya setiap hari. Di SMP dan SMA, orang tua dapat menjadi teman seperjalanan anak-anaknya dengan berdiskusi mengenai proyek yang sedang dikerjakan anaknya tanpa menghakimi dan menuntut.

Pembinaan karakter di Sekolah Athalia tidak dapat berjalan sendiri tanpa kerja sama dan keterlibatan orang tua. Mari bergandengan tangan membina karakter anak-anak kita agar mereka dapat bertumbuh makin serupa Kristus dan menjadi berkat bagi sekitarnya.

My Life, God’s Investment ICON Camp 2023

Oleh: Bella Kumalasari – Staf Karakter Sekolah Athalia

Life is a choice” adalah slogan yang sering kita dengar. Namun, seorang dosen pernah mengatakan, “Life is not a choice, Life is grace, the way you live is a choice”. Memang kalimat “Life is a choice” sering kali diartikan bahwa hidup ini suka-sukanya kita, tergantung maunya kita. Padahal, sesungguhnya hidup ini adalah anugerah yang Tuhan berikan. Maka, sudah selayaknya menjadi perenungan setiap kita, terutama anak-anak Tuhan, bagaimana kita memaknai hidup ini? SMA Athalia mengajak siswa untuk merefleksikan anugerah yang sudah Tuhan percayakan kepada setiap mereka melalui kegiatan kamp karakter di kelas XI dengan nama Influencing & Contributing (ICON) Camp 2023.
ICON Camp diikuti oleh murid-murid kelas XI SMA Athalia. Sesuai dengan profil SMA Athalia yaitu Influencing & Contributing, siswa SMA diajak untuk menjadi pribadi yang berdampak dan berpengaruh bagi sekitarnya. Pada tahun ini, ICON Camp mengangkat tema “My Life, God’s Investment”. Sepanjang acara murid diajak untuk berperan sebagai manajer investasi yang bertanggung jawab untuk mengelola modal yang mereka miliki. Menariknya, modal ini diberikan oleh Allah sebagai investor dan dimaknai sebagai gambar dan rupa Allah yang tercermin melalui karakter.
Menyadari keadaan manusia yang sudah jatuh dalam dosa tetapi telah ditebus oleh karya Kristus di kayu salib mendorong kita untuk terus bertumbuh di dalam karakter yang makin serupa Kristus. Modal itu harus terus dikembangkan agar mendatangkan “cuan” untuk dikembalikan lagi kepada “Sang Pemilik” modal, yaitu ketika kita dapat makin berdampak dan berpengaruh terhadap sekitar kita dan nama Tuhan dimuliakan. Tentu banyak keterbatasan di dalam ilustrasi yang digunakan, tetapi panitia berharap murid-murid dapat menangkap makna yang ingin disampaikan.
Sepanjang dua hari satu malam murid-murid menginap di alam terbuka dengan tenda. Mereka belajar sambil langsung mempraktikkan karakter-karakter yang dipelajari di dalam permainan maupun aktivitas yang ada. Mereka juga diteguhkan melalui sesi-sesi baik secara bersama-sama maupun dalam kelompok kecil. Mereka juga saling bekerja sama dan melayani. Murid-murid juga didorong mengambil komitmen untuk mau lebih berdampak dan berkontribusi terhadap orang-orang di sekitar mereka, mulai dari teman-teman mereka sebagai Angkatan 12 SMA Athalia.
Kiranya ICON Camp kali ini tidak berlalu begitu saja, tetapi dapat memberi kesan dalam hati setiap murid sehingga mereka memiliki semangat untuk terus berdampak dan berkontribusi, baik saat mereka masih di tingkat SMA maupun nanti ketika mereka sudah memasuki dunia kampus yang lebih luas.

Komunitas Pembelajar

Oleh: Sylvia Tiono Gunawan – Staf Kerohanian PK3

Amsal 1:5,7
baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan…Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.

Dalam dunia pendidikan yang formal, ada saatnya kita akan selesai dalam belajar. Namun dalam kehidupan, belajar adalah hal yang harus terus kita lakukan sampai akhir hidup kita. Alkitab menuliskan bahwa seseorang yang mau terus belajar, mendengar, menambah ilmu, mempertimbangkan segala sesuatu sebelum bertindak akan menjadi lebih bijak. Tentu yang dimaksud dengan belajar di sini bukan sekadar belajar secara intelektual saja. Namun, yang pertama dan terutama adalah mengenal Tuhan sebagai sumber hikmat dan menghormati Dia dalam keseluruhan hidup kita.

Ketika kita belajar mengutamakan Tuhan dan memilih untuk menghormati Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, Ia akan menuntun kita menjadi orang yang bijak. Ia akan menolong kita untuk melihat hal-hal besar atau kecil sebagai sesuatu yang dapat kita pelajari. Ia akan memampukan kita untuk rendah hati sehingga kita bisa belajar dari siapa saja, bahkan dari seorang anak kecil atau dari orang yang dianggap rendah oleh dunia. Keluwesan dan keluasan untuk terus belajar akan terus ditambahkan oleh Tuhan sehingga semakin hari kita menjadi makin bijak.

Bagaimana jika kita berhenti belajar atau tidak mau belajar? Amsal menuliskan bahwa mereka akan menjadi orang-orang yang bodoh. Sekalipun mereka pandai secara intelektual tetapi tidak akan pernah menjadi orang yang berhikmat. Sebab ketika seseorang merasa sudah tahu segalanya, ia menjadi sombong dan memilih mengandalkan kemampuan diri daripada Tuhan. Akibatnya, ia berhenti bertumbuh dan berbuah bagi kemuliaan Kristus.

Manakah yang akan kita pilih, menjadi orang yang bijak atau orang yang bodoh? Firman Tuhan mengingatkan kita untuk memilih yang benar. Hiduplah dalam takut akan Tuhan dan teruslah menjadi seorang pembelajar. Hanya dengan demikian, kita dapat bertumbuh dalam iman, pengetahuan dan dalam segala perbuatan baik yang nyata. Dengan belajar dan memusatkan hati pada Tuhan, kita akan dimampukan untuk melakukan pekerjaan di manapun kita berada sehingga kita terus bertumbuh makin bijak dan berbuah bagi kemuliaan nama Tuhan.

Menggandeng Remaja melalui Kamp Karakter

Oleh: Ni Putu Mustika Dewi – Staf Karakter Sekolah Athalia

Pada umumnya peran setiap manusia dalam menjalani kehidupan ini akan bertambah seiring pertambahan usia. Bertambahnya peran mengakibatkan bertambah pula tanggung jawab yang harus diemban. Pertambahan peran dan tanggung jawab ini secara signifikan terjadi saat usia transisi dari anak ke remaja. Saat memasuki usia remaja peran mereka bertambah terkhusus dalam mengatur dirinya sendiri, seperti menentukan waktu untuk belajar mandiri dan waktu hangout, memilih buku atau tontonan seperti apa yang akan dinikmati, hobi atau kesukaan yang akan ditekuni, dan masih banyak lainnya. Pada masa ini, orang tua tidak lagi mendominasi sebagaimana saat anak masih usia kanak-kanak. Remaja sudah diberi kepercayaan untuk menentukan pilihan meski masih di dalam pengawasan. Oleh sebab itu, tanggung jawab mereka untuk menjaga kepercayaan yang orang tua berikan pun bertambah dibanding pada usia sebelumnya.


Bukan hanya pertambahan peran dan tanggung jawab, remaja mengalami perubahan fisik dan mental, di tengah-tengah identitas diri yang belum ajek. Semua perubahan ini dapat menyebabkan remaja menghadapi tantangan terberat dalam hidup mereka. Oleh sebab itu, perlu sekali pendampingan orang yang lebih dewasa dalam menjalani proses perubahan ini. Sekolah Athalia berkomitmen untuk mendampingi murid saat memasuki masa ini. Program harian, mingguan, bahkan tahunan SMP Athalia dirancang untuk menjadi sarana bagi murid Athalia yang menginjak masa remaja agar makin paham identitas diri, peran, dan tanggung jawab mereka bahkan mulai peduli kepada orang lain.


SMP Athalia memiliki beberapa kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar karakter, beberapa di antaranya MetCamp dan CaSCamp. Pertama, MetCamp yang merupakan akronim dari Metamorphosis Camp. Siswa kelas VII akan mengikuti MetCamp pada semester genap. Kegiatan ini digambarkan seperti sebuah “jembatan” antara pembelajaran karakter SD dengan SMP. Berbagai aktivitas yang dilakukan dalam MetCamp dirancang untuk mengingatkan,dan meneguhkan kembali karakter tanggung jawab yang sudah ditanamkan sejak SD, seperti arti tanggung jawab berdasarkan firman Tuhan, yaitu alasan kita hidup bertanggung jawab adalah sebagai respons akan kasih Tuhan yang sudah mengorbankan dirinya untuk menebus hidup kita. Selain itu, murid diajak untuk melihat perbedaan peran dan tanggung jawab saat duduk di bangku SD dengan kini saat di SMP, dan bagaimana seharusnya mereka merespons peran dan tanggung jawab yang sudah dipercayakan di hadapan-Nya.


Kedua, Caring & Sharing Camp (CaSCamp), yang digambarkan sebagai bengkel karakter. Kegiatan ini dirancang bagi murid-murid kelas VIII untuk membantu mereka mengevaluasi diri sendiri sudah sejauh mana mereka paham nilai-nilai kebenaran Caring & Sharing berdasarkan firman Tuhan, mengidentifikasi hal-hal penghambat dalam menghidupi karakter tersebut, serta memberi kesempatan kepada mereka untuk memikirkan upaya perbaikan yang dapat dilakukan di kemudian hari.


Pada tahun ajaran ini, CaSCamp sudah diadakan onsite di sekolah, pada 10-11 Februari 2023. Sebelumnya, diadakan PraCaSCamp selama seminggu penuh pada tanggal 1-7 Februari 2023. Para murid diajak untuk menantang diri dalam mewujudkan kasih mereka kepada diri sendiri, keluarga, dan sesama.


Kiranya melalui program tahunan yang sudah dirancang ini, murid-murid kelas VII dan VIII untuk dapat mengingat, mengevaluasi, serta makin bertumbuh menjadi remaja yang memiliki karakter Kristus. Kiranya Tuhan menolong.