Hati yang Sejuk Bagi Zaman: Sebuah “Self-Talk” tentang Amsal 24:10–12

Oleh: Benny Dewanto, Kabag PK3.

Dalam pelayanan kaum muda, dijajaki sebuah metode untuk menangkap kejujuran mereka saat berbicara tentang diri dan masa depannya melalui rekaman video pribadi (self-talk). Dalam durasi singkat, kurang lebih lima menit, self-talk tersebut ternyata dapat menggambarkan kejujuran kaum muda tentang jati diri, kesulitan hidup, dan harapan mereka ke depannya. Tidak disangka, dengan batasan durasi lima menit, kaum muda dapat memberikan gambaran nyata tentang realitas yang mereka gumuli.

Padahal, banyak pihak mengatakan bahwa kaum muda merupakan golongan yang cukup sulit untuk dipahami. Dampaknya, kaum muda diperlakukan sebagai segmen yang khusus. Tidak jarang, karena cara pandang tersebut, terbangun gap antara kaum muda dengan generasi di atasnya.

Dari self-talk di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kaum muda merupakan pribadi yang rentan menderita karena perubahan zaman. Self-talk itu juga memperlihatkan bahwa kaum muda juga “menggeliat” dan membuat banyak perubahan zaman sebagai reaksi protes terhadap tekanan yang mereka tanggung. Ketika kaum muda gelisah karena “beban” tersebut, mereka mengambil aksi dengan melakukan perubahan zaman. Semakin besar tekanan tersebut, semakin cepat pula mereka melakukan perubahan. Alhasil, semakin lebar pula gap yang terjadi karena banyak pihak yang sulit mengerti atau memahami perubahan-perubahan tersebut. Jadi, ini seperti sebuah putaran yang tak berujung, yang menjadi lingkaran hidup kaum muda, yaitu tekanan (penderitaan) – ekspresi perubahan – gap ketidakmengertian.

Amsal 24:10–12 berkata: “10Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu. 11Bebaskan mereka yang diangkut untuk dibunuh, selamatkan orang yang terhuyung-huyung menuju tempat pemancungan. 12Kalau engkau berkata: “Sungguh, kami tidak tahu hal itu!” Apakah Dia yang menguji hati tidak tahu yang sebenarnya? Apakah Dia yang menjaga jiwamu tidak mengetahuinya, dan membalas manusia menurut perbuatannya?” Perenung Amsal mengatakan bahwa Amsal 24:10–12 berbicara tentang perintah terhadap orang yang paham untuk menolong mereka yang rentan menyerah (the quitter). Bila renungan ini direfleksikan ke dalam fenomena kaum muda, ada sebuah pertemuan antara pihak yang tawar hati/sesak, yaitu kaum muda, dengan pihak yang— di mata Tuhan—sesungguhnya mengerti tentang persoalan yang menyebabkan tawar hati/sesak tersebut. Perenungan ini mengajak kita untuk berdiri sebagai pihak yang kedua.

Dalam perenungan tentang kaum muda yang dikaitkan dengan ayat di atas, sekalipun mereka melejit mengemukakan dunia, dalam kesesakan, mereka seperti pribadi yang tidak punya kekuatan karena tawar hati (ayat 10). Banyak penelitian yang menyatakan bahwa kekecewaan kaum muda berasal dari orang-orang terdekat yang seharusnya menjadi panutan hidup. Kata “tawar hati” di dalam Amsal menjelaskan makna lemas (hang limp), sebuah gambaran kekecewaan yang begitu mendalam hingga membuat dirinya enggan lagi berharap (grow slack).  Kondisi lesu, kecewa, dan tawar hati membuat mereka seperti korban empuk yang diintai untuk “dibunuh oleh dunia”.

Amsal 24: 10–12 dapat dijadikan topik self-talk baik bagi kaum muda maupun kita, kaum dewasa. Ini dapat menjadi dialog pribadi, menelusuri kejujuran hati tentang yang dirasa dan yang diketahui. Ayat ini dapat direnungi oleh seluruh anggota komunitas Athalia, untuk menyejukkan hati agar komunitas ini siap menyejukkan hati generasi muda dalam menghadapi zaman-zaman selanjutnya: zaman yang bergerak cepat yang memunculkan kekhawatiran dan kecemasan; zaman alternatif yang akan semakin masif.

Perjalanan iman anak-anak kita akan semakin ditantang oleh dunia yang akan menawarkan lebih banyak pilihan. Jurang jarak antara kebenaran dan kepalsuan menjadi semakin besar, membuat “mata menjadi rabun” dalam membedakannya. Dalam kondisi ini, semakin banyak kaum muda yang berpotensi berjalan terhuyung-huyung. Akankah kita abai dan tetap berada di dalam gap ini? Apakah kita akan membiarkan mereka terhuyung-huyung menuju kebinasaan seperti orang yang akan dipancung?

Untuk menolong yang terhuyung-huyung tentu janganlah kita menjadi linglung dan limbung.  Membangun konsep pertolongan kehidupan yang terbaik adalah melalui pertemuan berbagi hidup, yaitu saling menggenggam dalam meniti jalan lurus dengan hati yang tulus. Amsal 24: 12 menuntut kita untuk memahami bahwa jiwa kita boleh terus bertumbuh oleh karena pertolongan-Nya. Karena itulah Dia menjaga dan meminta kita menjaga anak-anak ini. Amsal 24: 12 nyata berkata bahwa kita seharusnya menjadi pribadi yang matang, pemerhati kebenaran dan pelaku pemberi pertolongan. Janganlah cepat berkata, “Kami tidak tahu tentang hal itu!” Janganlah menjadi bagian yang membuat kaum muda seperti terhuyung-huyung menuju tempat pemancungan. Mata-Nya yang tajam akan senantiasa menatap isi hati dan pikiran kita. Berdirilah tegak dalam kebenaran, tidak terseok-seok. Genggamlah kaum muda mendekat agar turut pula berdiri tegak dalam kebenaran. Hati-Nya yang sejuk pun akan menjadikan kaum muda Athalia menjadi penyejuk zaman.

Ku Tahu itu Engkau

Griceline Ruth-Alumni Angkatan III SMA Athalia

Hai, salam kenal. Nama saya Griceline Ruth. Saya adalah alumni SMA Athalia angkatan III. Saat ini saya bekerja sebagai pramugari di Singapore Airlines. Sebenarnya, saya tidak pernah menyangka kalau suatu hari saya akan bekerja sebagai seorang pramugari. Semua berasal dari rasa penasaran saya tentang bagaimana rasanya tinggal di luar negeri, dan belajar hidup mandiri serta terekspos dengan budaya di luar Indonesia. Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk menjadi seorang pramugari. Kesiapan mental, kemampuan bahasa, penampilan fisik, dan sebagainya. Terkadang tantangan terberat justru datang dari diri saya sendiri. Misalnya, saat saya akan menjalani proses wawancara. Berbagai pertanyaan “bagaimana jika” terlintas begitu saja di pikiran saya.
“Bagaimana jika gagal di tahap terakhir, bahkan di tahap awal?”
“Bagaimana jika saya tiba-tiba gugup dan tidak bisa menjawab?”

Puji Tuhan, dengan persiapan yang baik serta kerendahan hati untuk meminta pertolongan-Nya dalam setiap langkah, saya bisa melewati tahap tersebut.

Bila saya ingat kembali, pendidikan karakter yang saya dapatkan ketika bersekolah di Athalia ternyata menolong saya melewati setiap tahap perjalanan karir saya sebagai pramugari. Saat di sekolah, saya dan teman-teman yang lain selalu diingatkan untuk berdoa sebelum melakukan segala sesuatu. Sebelum kelas dimulai, sesudah kelas berakhir, juga dalam kegiatan chapel yang diadakan setiap minggu. Ada satu kejadian yang sampai sekarang masih saya ingat ketika saya menjalani proses training. Saat itu saya sedang menjalani tes final flight stewardess, mulai dari safety sampai service procedure. Rangkaian tes ini akan menentukan apakah seseorang sudah layak atau belum untuk bertugas. Jujur, saya sangat tegang dan sulit untuk berkonsentrasi. Sebelum tes dimulai saya berdoa di toilet agar diberikan kekuatan dan ketenangan dalam menjalani tes ini. Namun, entah mengapa tiba-tiba saya merasa ada dorongan dari dalam diri yang menginginkan agar saya juga bisa menjadi berkat bagi teman-teman yang sedang menjalani tes tersebut.

Saat tes dimulai, teman saya mendapat giliran pertama. Saya berperan sebagai penumpang yang dilayani, dan dia berperan sebagai pramugari. Saat sesi “serving the meal” karena tegang, dia melupakan nama menu yang sedang diuji, dan saya dilarang untuk memberitahukannya. Saya pun tersenyum padanya sambil berharap senyuman tersebut bisa membantu dia untuk lebih rileks. Tiba-tiba dia menjadi tenang dan bisa menyelesaikan ujiannya dengan lancar. Kurang dari lima menit sebelum saya diuji, teman saya datang dan berkata bahwa dia sangat bersyukur karena entah mengapa, senyum yang saya berikan membuat dia bisa rileks sehingga dapat menyelesaikan ujiannya dengan baik. Kata-kata tersebut adalah booster yang saya perlukan, di saat yang tepat. Semua ketegangan yang saya rasakan hilang 100%. Proses ujian berjalan lancar, bahkan hasilnya sungguh di luar ekspektasi saya. Tuhan menjawab doa saya, dan memberi kekuatan tepat pada waktunya in a very surprising way. I know it was Him. Kejadian yang saya alami ini menunjukkan bahwa ketika kita mengakui Dia dalam segala jalan, Dia akan membantu meluruskan dan memberi kita petunjuk jalan mana yang perlu dipilih.

Trust God from the bottom of your heart; don’t try to figure out everything on your own. Listen for God’s voice in everything you do, everywhere you go; He’s the one who will keep you on track (Proverbs 3:5-6).

Terima kasih Tuhan Yesus.

TUHAN BERJALAN BERSAMA KITA

Lili Irene-Plt. Kabag. PK3

…Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau atau melalui sungai-sungai engkau tidak akan dihanyutkan, apabila engkau berjalan melalui api engkau tidak akan dihanguskan dan nyala api tidak akan membakar engkau. Sebab Akulah Tuhan, Allahmu…”
(Yesaya 43:1-3)

Puji syukur kepada Tuhan yang telah menyertai perjalanan kita di tahun ajaran lalu dan terus mengimani bahwa Tuhan yang sama juga akan bersama kita di tahun ajaran 2024/2025 ini. Tuhan yang memimpin secara khusus perjalanan yayasan Athalia Kilang menuju 30 tahun ini adalah berkat yang luar biasa. Komunitas Athalia tidak akan berjalan sendirian karena ada Tuhan yang luar biasa yang akan menuntun perjalanan kita.

Mengawali tahun ajaran ini dengan firman Tuhan dalam Yesaya 43:1-3 yang memberi penguatan kepada kita untuk tidak takut. Perasaan takut pasti pernah menghampiri setiap orang. Ketakutan akan masa depan anak-anak kita, sakit-penyakit, kehilangan orang terkasih, masalah keuangan, kesepian, relasi, ketidakmampuan dalam bekerja dan masih banyak ketakutan lainnya baik secara pribadi maupun lembaga. Mari ambil waktu sejenak merenungkan bagian ini ketika Tuhan mengatakan, ”Jangan takut.”

Pertama, Tuhan mengenal kita secara pribadi, bahkan ia tahu nama kita masing-masing. Betapa sukacitanya ketika mendengar Tuhan berkata,”Lili… (bisa menyebut nama kita sendiri) jangan takut karena Aku berjalan bersamamu. Engkau kepunyaan-Ku…”. Ini perasaan yang tentunya sangat mengharukan. Tuhan mengatakan bahwa kita kepunyaan-Nya dan menenangkan bahwa kita tidak sendiri. Namun, ada Tuhan di samping kita yang berjalan setiap saat.

Kedua, Tuhan dengan jelas menyebutkan bahwa Ia akan menyertai kita. Ketika kita harus menyeberang air atau melalui sungai kita tidak akan hanyut, bahkan ketika harus melewati api sekalipun kita tidak akan hangus. Ini artinya dalam kondisi tersulit dan kritis sekalipun Tuhan ada di samping kita menemani dan berjalan bersama untuk melewati semua itu. Ketika harus kehilangan anak dalam kandungan dengan jelas saya merasakan kehadiran Tuhan, bahkan memeluk saya ketika dalam ruang operasi. Perasaan sedih berganti dengan kekuatan luar biasa karena Tuhan tidak meninggalkan saya sendirian. Ia menemani, menghibur, dan mendampingi saya melewati masa kelam dan sedih ini. Tuhan hadir secara pribadi bagi setiap kita.

Ketiga, Tuhan adalah Allah kita. Perjalanan yang kita lalui di dunia ini tidak kita jalani sendirian karena Tuhan adalah Allah kita yang luar biasa. Pertanyaannya adalah, apakah kita menjalani ziarah iman kita di dunia ini dengan berserah dan bergantung penuh kepada Tuhan Allah kita atau apakah perjalanan ini masih kita lalui sendirian saja. Henri Nouwen, dalam bukunya Mere Spirituality berkata “Attentivenes helps us look fully at God. To invite God in more completely. It leads us into the depths of God’s healing mercies”. Perlunya mengarahkan perhatian kita dengan memandang kepada Tuhan Allah. Serta mengundang Tuhan masuk secara penuh dalam hidup kita. Mengundang Ia berjalan bersama dan menikmati kemurahan Tuhan Allah kita. Inilah iman kita.

Sebagai komitmen, yang bisa kita lakukan untuk komunitas ini adalah saling mendoakan secara pribadi, mendampingi yang membutuhkan, dan menguatkan mereka dalam setiap pergumulan yang dihadapi untuk tidak takut karena ada Tuhan Allah. Kiranya Tuhan memampukan kita untuk melewati setiap musim kehidupan. Tetap semangat dan jangan lupa bahagia.

Tuhan Besertaku Setiap Waktu

Pricillia Talarima-Orang tua Siswa 7R

Masing-masing kita tentu memiliki pengalaman pribadi bersama dengan Tuhan, entah itu pengalaman menyenangkan maupun menyedihkan. Saya sendiri meyakini setiap peristiwa yang terjadi merupakan cara Tuhan menyatakan kehadiran diri-Nya dalam kehidupan kita. Salah satu momen di mana saya merasakan penyertaan Tuhan adalah saat pandemi melanda di tahun 2020. Kala itu, saya harus mengambil keputusan untuk meninggalkan pekerjaan dan merawat anak-anak di rumah karena perubahan metode pembelajaran menjadi daring. Jujur ini terasa berat dan tidak mudah karena saya senang bekerja. Lewat pekerjaan saya bisa belajar ilmu-ilmu baru, khususnya dalam bidang pekerjaan yang saya tekuni. Tidak pernah sekalipun terpikirkan untuk menjadi ibu rumah tangga full time di rumah.

Saat membayangkan akan bekerja sebagai ibu rumah tangga, yang ada di benak saya adalah rasa takut dan khawatir dengan situasi yang akan saya hadapi di depan. Hal pertama yang terlintas adalah “menyetrika baju”, yaitu satu pekerjaan rumah tangga yang tidak saya sukai. Kemudian bagaikan sebuah presentasi google slide, muncullah slide-slide kegiatan rumah tangga lainnya dalam pikiran saya, mulai dari mencuci baju, mengepel lantai, menyapu lantai, memasak, mengantar jemput anak sekolah, membersihkan halaman depan rumah, membereskan tanaman, dan lain-lain. Sebelum pandemi, kami terbiasa memakai asisten rumah tangga yang tidak menginap, tetapi saat pandemi dengan pertimbangan kesehatan akhirnya kami mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sendiri. Akibatnya, saya mengalami stres ringan selama hampir tiga bulan setelah resign, bahkan berat badan pun turun hingga lima kilogram.

Setiap hari dalam saat teduh, saya berdoa “Tuhan, jika Engkau menghendaki saya full time di rumah maka mampukanlah saya, berikanlah damai sejahtera, dan sukacita serta cukupkanlah kebutuhan kami”. Saya pun mencoba mengisi hari-hari dengan bergabung di beberapa komunitas. Salah satunya adalah komunitas ibu yang bersekutu di rumah-rumah secara bergantian di Gading Serpong. Saya masih ingat ketika pertama kali bergabung dalam persekutuan tersebut, firman Tuhan yang kami renungkan adalah Roma 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”. Pembicara saat itu menyampaikan bahwa Tuhan selalu ada di segala kondisi yang kita hadapi baik suka, duka, susah, senang, dan semuanya itu mendatangkan kebaikan. Tuhan ingin kita yakin dan percaya dengan iman akan setiap rencana-Nya dalam hidup kita. Setelah persekutuan selesai, saya bertukar pikiran dengan teman yang mengajak saya ke persekutuan tersebut. Umurnya lebih tua dari saya dan sudah lama menjadi full time mom. Bisa dikatakan dia lebih berpengalaman mengurus rumah tangga dibandingkan saya. Akan tetapi, nasihat yang dia berikan hanyalah, “Kamu pasti bisa. Cobalah hadapi dulu dan jangan menyerah, lagi pula kamu bisa lebih dekat dengan anak-anak dan membangun ikatan yang erat. Jika tidak memulai, maka kita tidak akan tahu bagaimana cara menghadapinya. Kuncinya adalah bersyukur dan berkata ‘Thanks God’ dalam setiap keadaan”. Dalam perjalanan pulang saya berpikir sambil berkata dalam hati “Iya…ya, mengapa saat sedang senang begitu mudah mengucapkan terima kasih pada Tuhan, sebaliknya saat sedang susah saya malah dihantui rasa takut, khawatir, sibuk mencari jalan keluar, sulit mengucapkan “Thanks God”, bahkan sampai meragukan keberadaan Tuhan”. Lewat peristiwa itu saya diingatkan untuk selalu mengucap syukur dalam segala kondisi yang terjadi karena Tuhan tidak pernah tinggal diam dan selalu ada di setiap musim hidup kita. Saya mulai membuka hati dan belajar menerima keberadaan diri.

Puji Tuhan, sampai saat ini banyak hal yang membuat saya bersyukur telah memilih menjadi ibu rumah tangga. Salah satunya bisa mengikuti seminar Parenting “The Right Path” di Athalia. Lewat seminar tersebut banyak pelajaran baru yang bisa saya terapkan dalam kegiatan di rumah, khususnya mendidik anak-anak. Pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya ditambah harus menghadapi dua anak dengan karakter berbeda tidak hanya menguras fisik, tetapi juga pikiran dan emosi saya. Terkadang secara manusia timbul kebosanan dengan rutinitas yang ada, emosi yang frekuensinya suka naik turun, bahkan kesulitan dalam penguasaan diri. Namun, Tuhan membentuk saya lewat situasi tersebut. Saya diproses untuk memiliki kesabaran, penguasaan diri, tahan uji, kerendahan hati, membangun hubungan yang lebih intim lagi dengan anak-anak, dan masih banyak lagi hal yang akan membuat saya menjadi pribadi yang kuat di dalam Tuhan. Kini saya mencoba untuk menikmati setiap waktu dan babak baru dalam hidup saya dengan selalu berpikir positif. Hari baik atau kurang baik akan kita jalani, tetapi kita tidak akan pernah mengalami hari tanpa Tuhan. Musim yang baik maupun yang kurang baik, Tuhan tetap bekerja. Nikmatilah setiap musim hidup kita dengan penuh ucapan syukur karena kasih setia dan kebaikan Tuhan selalu menyertai.

“Those who leave everything in God’s hands will eventually see God’s hands in everything.”
(Mereka yang menyerahkan segala sesuatu di tangan Tuhan pada akhirnya akan melihat tangan Tuhan dalam segala hal.)

Tuhan Hadir Di Setiap Musim

Sylvia Tiono Gunawan-Staf Kerohanian PK3

Bumi memiliki enam musim yang siklus pergantian atau pembagiannya setiap beberapa bulan sekali. Enam musim tersebut dibagi lagi menjadi dua musim di daerah iklim tropis dan empat musim di daerah iklim subtropis. Dengan kata lain, ada negara yang hanya merasakan dua musim saja, salah satunya adalah Indonesia yang memiliki musim kemarau dan musim hujan. Musim yang ada di bumi juga memiliki pengaruh yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya (https://gramedia.com/literasi/musim/).

Apa yang terjadi jika sepanjang tahun hanya ada satu musim? Tentu berbagai tanaman dan satwa tidak dapat bertahan hidup, bahkan manusia juga akan mengalami kesulitan untuk bertahan hidup. Beberapa tanaman hanya dapat tumbuh dengan suhu tertentu di musim tertentu, demikian juga beberapa satwa. Fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa setiap musim yang ada membawa kebaikan dan memiliki manfaat masing-masing. Musim-musim itu berganti di sepanjang tahunnya untuk menolong setiap makhluk hidup yang ada di bumi ini tetap terpelihara. Inilah salah satu bukti karya Tuhan yang luar biasa. Tuhan bukan hanya menciptakan bumi dan segala isinya, Ia juga menyediakan apa yang dibutuhkan oleh ciptaan-Nya agar tetap terpelihara dengan baik.

Sama seperti musim yang berganti demikian juga kehidupan kita. Kehidupan adalah suatu hal yang dinamis, terus bergerak, dari hari ke hari tidak selalu sama. Apa yang kita hadapi hari ini, belum tentu kita hadapi esok hari. Kesulitan yang kita pikul hari ini belum tentu kita pikul di momen berikutnya. Tawa kita di hari ini bisa berganti duka di waktu yang lain. Pengkhotbah 3:1 mengatakan “untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya”. Pahami dan ingatlah bahwa Tuhan kita tidak pernah berubah. Kasih setia Tuhan tetap sama baik dulu, sekarang maupun yang akan datang.

Ayat 11 mengatakan bahwa Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Sayangnya, manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir sehingga di saat tertentu dalam kehidupan, kita merasa Tuhan tidak mengasihi dan memedulikan kita. Seorang penulis Kristen bernama Joyce Meyer pernah berkata beberapa momen kehidupan memang kadang kala bisa terasa sangat berat, tetapi jika kita hanya menemukan kegembiraan di musim-musim tertentu, kita kehilangan hal terbaik dari Tuhan di musim-musim lainnya. Tuhan mau kita menemukan sukacita di setiap momen hidup kita karena itu biarkan Tuhan memproses kita dalam tiap musim kehidupan yang kita lewati supaya kita bertumbuh makin kuat dan indah di hadapan Tuhan.
Suka duka bisa datang silih berganti. Namun, dalam kesemuanya itu Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dan mau kita terus mengingat-Nya. Ayat 14 mengatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia. Dalam menyadari keterbatasan kita, mari belajar terus bergantung kepada Tuhan pada setiap musim kehidupan kita.

Tuhan Ada di Setiap Musim Hidup Kita

Lili Irene-Plt. Kabag PK3

Mazmur 139:16 mengatakan, “Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk sebelum ada satupun daripadanya”.

Pernahkah kita merasa dalam kehidupan ini seolah-olah kesulitan menimpa kita terus-menerus? Atau kita mengalami sukacita secara beruntun? Jika kesulitan atau kesedihan seakan tiada akhir tentu saja ini melelahkan kita. Setiap orang pasti mengharapkan hidupnya selalu dipenuhi oleh sukacita. Namun, hidup tidak berjalan demikian. Setiap orang memiliki perjalanannya masing-masing. Jika kita melihat dalam konteks hidup di Indonesia, ada musim hujan dan kemarau. Hujan tidak selalu terus-menerus tanpa henti atau kemarau panjang tanpa akhir. Di balik hujan ada pelangi dan di balik kemarau ada Tuhan yang berkuasa atas alam. Segala sesuatu ada waktunya.

Mazmur 139: 16
mengatakan, “Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk sebelum ada satupun daripadanya”. Ayat ini mengingatkan bahwa Tuhan ada dalam setiap perjalanan hidup kita bahkan sejak kita masih di dalam kandungan. Betapa istimewanya kita sehingga Ia mengingat dan menjaga kita dari awal hidup kita, bahkan sampai masa tua pun Tuhan tetap menggendong kita. Yesaya 46:4, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus, Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.” Pada akhir perjalanan kita di dunia ini nantinya, Tuhan pun tidak pernah melepaskan tangan kita. Ia selalu ada untuk kita.

Apakah pergumulan dan kesulitan yang sedang kita alami saat ini sehingga membuat kita merasa sesak, bahkan mempertanyakan kehadiran Tuhan dalam hidup kita? Tuhan yang hadir ketika kita masih bakal anak, Ia pun akan selalu hadir dalam setiap pergumulan dan kesulitan yang kita alami. Tentu tidak mudah melewati semua pergumulan sakit penyakit, pekerjaan, kebutuhan hidup, persoalan keluarga, dan sebagainya. Namun, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendiri melewati semua ini. Tuhan ada di dalam setiap musim yang kita lewati. Ia memelihara hidup kita. Kasihnya memeluk kita dengan penuh kelembutan dan berkata,”Anak-Ku, Aku ada di sini untukmu. Tetaplah kuat, Aku akan berjalan bersamamu”.

Mari ambil waktu sejenak untuk merenungkan lagu berikut ini,
“Semusim berlalu namun Kau s’lalu p’liharaku.
Kasih dan setia-Mu tak pernah layu di hidupku.
Lebih luas dari samudra Kebaikan-Mu Bapa takkan habis dihidupku.
Lebih tinggi dari cakrawala Tak terbatas kasih-Mu sungguh kubersyukur”
. (https://bit.ly/4aBKCkS)

Setiap musim atau kondisi apapun yang kita alami Tuhan ada di sana menemani kita. Tuhan mengasihi kita semua. Tetaplah semangat!

His Grace

Willa Nikki Aleta-Alumni SMA Athalia Angkatan XI

Hai, salam kenal! Namaku, Willa Nikki Aleta, alumni SMA Athalia tahun 2023. Saat ini, aku tengah menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi. Sungguh perjalanan yang panjang untuk aku sampai di titik ini, dan tentunya perjalanan tersebut masih belum usai. Perjalanan itu bermula dari aku menjejakkan kaki di SMA Athalia, perjalanan yang mengubah hidupku. Sedikit cerita, sejak masuk SMA, jujur aku sangat “clueless”, tidak tahu mau jadi apa saat lulus serta tidak tahu potensi dan kelebihan diri. Di saat teman-temanku yang nampaknya sudah memiliki segudang bakat, aku masih di fase bertanya-tanya.


Bersyukur Tuhan menempatkan aku di SMA Athalia karena aku sungguh merasakan adanya bimbingan dan arahan untuk mencari potensi diri. Aku ingat sekali momen yang mengubah hidupku. Kala itu pembelajaran daring dan mata pelajaran Bahasa Indonesia mengharuskan kami untuk membacakan sebuah puisi. Saat itu Bu Merry melihat adanya potensi dalam diriku. Tanpa ragu beliau mendorong aku untuk menjadi perwakilan SMA Athalia dalam lomba membaca puisi.


Di tengah ketidakpercayaan diriku, guru-guru Bahasa Indonesia pada saat itu terus meyakinkan diriku bahwa aku bisa, tentunya dengan segala nasehat dan perbaikan. Sejak saat itu, jujur saja, rasa kepercayaan diriku meningkat drastis. Aku jadi lebih berani mencoba hal-hal baru. Aku juga didorong untuk mengikuti lomba public speaking, hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya karena aku selalu berpikir bahwa diriku “demam panggung”.


Sungguh rencana dan anugerah Tuhan selalu tepat pada waktunya. Momen-momen yang membentuk diriku itu membuatku jadi paham akan potensi diriku dalam public speaking, sastra, hingga dalam kemampuan bersosialisasi. Hingga akhirnya, aku memiliki tujuan setelah lulus SMA dan di sinilah aku berada, di tanah Malang, berlabuh pada Jurusan Ilmu Komunikasi. Jika kembali dipikirkan, aku selalu mensyukuri momen-momen tersebut yang sudah membentuk diriku. Segala puji syukur dan kemuliaan hanya bagi Tuhan!

MENGUCAP SYUKUR DALAM SEGALA HAL

Lili Irene – Plt. Kabag PK3

Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah
di dalam Kristus Yesus bagi kamu.
(1 Tesalonika 5:18)

“Aduh, mengapa setiap pagi harus hujan sih bukan siang saja, aku jadi kesulitan untuk pergi bekerja dan mengantar anak ke sekolah.”
“Nih, jalan setiap hari macet bikin kesel.”
“Susah sekali mengurus anak yang tidak mau mendengarkan orang tua dan guru.”
“Sebel banget sih, orang tuaku sulit sekali mengerti apa yang aku mau.”
“Ini pasanganku tidak mau peduli dengan urusan anak, padahal aku sedang capek.”

Silakan lanjutkan sendiri dengan jujur apa yang sering kita keluhkan setiap hari, tentu ada saja bukan? Setiap orang punya masalah, keluh kesah, dan kekesalannya sendiri. Tergantung pada kita memilih untuk mensyukuri apa yang sedang terjadi sebagai sebuah proses kehidupan atau kita memilih untuk terus hidup dalam keluh kesah sehingga kita sulit menikmati hidup dan relasi intim kita dengan Tuhan. Mengucap syukur dalam segala hal adalah kehendak Allah bagi kita semua. Tampaknya mudah untuk dilakukan. Namun, pada kenyataannya tidaklah demikian bukan? Ada kondisi yang membuat kita senang atau menyenangkan baru kita mudah mengucap syukur dan pada kondisi kita sedih atau tidak menguntungkan tidaklah mudah untuk mengucap syukur.


Pernahkah Anda mendengar tentang Thanksgiving Day? Yaitu, hari libur yang dirayakan masyarakat Amerika Serikat setiap tahun, pada hari Kamis keempat bulan November. Pada hari ini orang Amerika berkumpul, mengadakan pesta dan makan bersama keluarga. Tidak hanya di Amerika Serikat, di Indonesia tepatnya di Minahasa juga terdapat tradisi yang serupa dengan Thanksgiving Day. Tradisi ini disebut “Hari Pengucapan” yang diadakan untuk mengucap syukur saat akhir musim panen, yakni di bulan Juli-Oktober. Thanksgiving Day dan Hari Pengucapan yang dirayakan setahun sekali ini memiliki tujuan yang sama yaitu, mengingatkan kita bahwa kehadiran Tuhan dan keluarga adalah sebuah anugerah dari Tuhan yang harus kita syukuri.


Sebagai orang percaya kita diingatkan firman Tuhan untuk selalu mengucap syukur dalam segala hal. Itu artinya dalam segala kondisi dan keadaan kita terus mengucap syukur. Bersyukurlah jika anggota tubuh kita terasa sakit, artinya diingatkan bahwa kita masih memiliki anggota tubuh yang Tuhan berikan. Bersyukurlah jika hujan turun, sehingga tidak terjadi kekeringan. Bersyukurlah untuk anak-anak yang belum bisa mendengarkan kita saat ini, artinya kita masih diberi kesempatan untuk mendidik mereka. Bersyukurlah untuk orang tua yang belum mengerti kita, artinya kita masih diberi kesempatan untuk mengasihi dan mendoakan mereka.


Jika kita melatih pikiran dan hati kita setiap hari bersyukur untuk setiap anugerah dan kasih Tuhan atas apa yang kita miliki dan tidak kita miliki, apa yang terjadi baik itu suka maupun duka, maka hidup kita akan penuh dengan sukacita dan kebahagiaan. Jadi, kebahagian datang karena kita terus dibentuk menjadi pribadi yang penuh syukur. Bersyukur dalam segala hal dan keadaan. Kiranya Tuhan memampukan komunitas Athalia baik kita sebagai pemimpin, pendidik, staf, orang tua, maupun siswa memiliki karakter yang terus bersyukur. Tuhan berjalan dengan kita setiap hari dan menggandeng tangan kita dalam segala keadaan. Puji Tuhan!

Pengharapan Bersama Tuhan

Oleh: Melody Pantja-Orang tua Siswa Kelas VIIID

Menjadi orang tua merupakan sebuah anugerah. Kami bersyukur dikaruniakan dua orang anak yaitu Jose (kelas VIII) dan Phoebe (kelas VI). Mengingat masa kecil saya yang berawal dari almarhum papa yang selalu mendukung saya untuk belajar musik, saya bersyukur dikaruniai talenta bermusik dan dapat melayani Tuhan dengan talenta tersebut.


Menjadi orang tua yang bisa bermain musik membuat saya dan suami ingin agar Jose dan Phoebe juga dapat mengikuti jejak kami. Sejak dalam kandungan, mereka sudah mendengarkan lagu klasik. Setiap malam, saat mereka masih balita, kami menyanyikan lagu untuk menemani tidur sambil mendoakan mereka.


Namun, seiring perjalanan waktu sering kali harapan kami ini nampak mustahil karena melihat anak-anak lebih suka untuk explore gadget dan games daripada bermain musik. Les piano hanya bertahan satu tahun saja dan seringnya menjadi pertengkaran karena Jose tidak mau latihan. Relasi pun menjadi tidak baik. Saat itu, tanpa disadari yang kami lakukan adalah terus memaksakan apa yang menjadi keinginan dan motivasi kami pribadi.


Sampai suatu saat ketika kami mengikuti seminar parenting, kami tersadarkan bahwa anak adalah titipan Tuhan dengan talenta yang mungkin berbeda dengan talenta yang kami harapkan. Akhirnya, kami tidak memaksakan les musik lagi. Kami belajar mendukung hobi mereka masing-masing. Pada setiap kesempatan ketika diberikan kepercayaan untuk melayani Tuhan di kebaktian, kami jadikan momen ini sebagai motivasi kepada anak-anak kami.


Kami percaya setiap ucapan doa yang kami naikkan, pasti akan Tuhan jawab pada waktu yang terbaik. Salah satu bukti nyata penyertaan Tuhan ketika Jose dan Phoebe akhirnya bergabung dalam group ensemble gereja. Sejak Jose bersekolah di Athalia, dia pun mulai tertarik bermain bass bahkan ini menjadi quality time Jose berdua dengan papanya. Kami juga beberapa kali membuat video bernyanyi bersama.


Melalui pengalaman ini, kami diingatkan bahwa iman dan tindakan adalah sebuah paket yang tidak dapat dipisahkan karena selalu akan ada porsi manusia dan porsi Tuhan. Iman pasti harus diikuti dengan tindakan. Ya, kami diingatkan untuk berusaha dengan segala kemungkinan yang dapat kami lakukan tetapi tidak lupa untuk tetap menaikan segala doa dan harapan kami kepada Tuhan.

Iman dan Tindakan

Oleh : Lili Irene-Plt. Kabag PK3

Fakta bahwa Yesus sudah mati dan bangkit bukanlah isapan jempol belaka. Kabar ini diberitakan sendiri oleh malaikat Tuhan. Matius 28:5-6 mengatakan, “Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: “Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya.”

Lee Patrick Strobel yang lahir pada tahun 1952 adalah seorang ateis. Ia menyelidiki tentang Yesus dan tidak mempercayai kematian dan kebangkitan-Nya. Setelah melakukan penelitian dan menyelidiki tentang hal tersebut, justru membawa ia menjadi orang Kristen dan mengimani kebenaran tentang Yesus. Ia membuktikan imannya dengan menjadi penulis buku apologetik. Melalui buku-bukunya, ia dapat membawa orang-orang yang meragukan iman kepada Yesus dan membuktikan bahwa apa yang dikatakan dalam Alkitab adalah benar serta memiliki bukti yang akurat. Selain itu, ia juga hidup melayani sebagai seorang hamba Tuhan dengan menggembalakan orang-orang yang sedang mencari Tuhan.

Setelah Yesus bangkit, Ia menampakkan diri-Nya kepada Simon Petrus. Perintah Yesus kepada Simon Petrus yang sudah menyaksikan kebangkitan-Nya adalah pergi untuk menggembalakan domba-domba-Nya.

Iman harus diiringi dengan tindakan nyata. Strobel membuktikan bahwa apa yang ia imani perlu dibagikan kepada orang yang memiliki keraguan yang sama dengannya tentang Yesus. Ia juga melakukan tindakan nyata dengan melayani orang-orang yang membutuhkan, baik dalam pengajaran maupun pelayanan. Simon Petrus bangkit dari kesedihannya setelah melihat dan menyaksikan Yesus sudah bangkit dengan membuktikan imannya melalui tindakan melayani Dia sampai mati.

Berikut ada beberapa hal yang perlu kita renungkan sebagai bukti bahwa kita hidup beriman dan memiliki tindak nyata:

  1. Menjawab dan membuktikan iman yang kita percayai. Setiap orang yang mengaku percaya kepada Yesus harusnya bisa menjawab ketika ada yang bertanya, “Mengapa kita percaya Yesus mati dan bangkit?” Oleh karena itu, kita harus terus belajar apologetika (ilmu mengenai pembelaan iman kristen). Bukan berarti kita harus belajar ke sekolah teologi, tapi kita semua termasuk anak-anak bisa belajar di sekolah minggu, ibadah di gereja, Pemahaman Alkitab (PA), dan seminar/pembinaan iman. Jadi, kita beriman bukan sekadar ikut-ikutan, tapi karena sungguh-sungguh memahami apa yang kita percayai.
  2. Membuktikan iman kita dengan tindakan nyata. Yakobus 2:14-17 mengatakan bahwa iman dan perbuatan (tindakan nyata) harus berjalan bersama. Bukan perbuatan tanpa iman, sebaliknya yang benar adalah iman yang disertai perbuatan. Orang yang beriman kepada Yesus akan membuahkan perbuatan atau tindakan nyata yang lahir dari kasih akan Allah kepada orang-orang di sekitarnya. Yakobus 2:15-17, “Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati.”
  3. Melayani serta memberitakan kasih Tuhan melalui perkataan dan perbuatan dalam keseharian hidup kita, sehingga orang lain bisa melihat karakter Kristus yang terus bertumbuh dalam hidup kita.

Mari merayakan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus dengan terus berpegang teguh pada iman dan terus melakukan tindakan nyata yang lahir dari kasih kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Selamat Paskah. Tuhan beserta kita.