Sukacita di Tengah Badai: Bagaimana Tetap Bersyukur?

Oleh: Antonius Hermawan – Orang tua siswa kelas 4M

Kondisi ekonomi di tahun 2023 diprediksi oleh banyak ekonom akan semakin berat. Selain itu kondisi pandemi dua tahun terakhir seakan tidak berakhir. Bahkan varian baru COVID-19 terus ditemukan, membuat akhir dari pandemi sulit untuk diprediksi. Selain tantangan kesehatan, dunia juga menghadapi ketegangan geopolitik akibat perang Ukraina dan Rusia yang berdampak besar pada ekonomi global. Harga pangan dan energi melonjak, rantai pasokan terganggu, dan banyak negara mengalami ketidakstabilan ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, banyak orang merasa cemas dan terbeban oleh situasi yang sulit.

Mengetahui hal di atas tidak membuat hidup kita jauh lebih mudah, sebaliknya pengetahuan di atas justru menambah beban hidup kita dengan realita yang tidak mudah pula. Mulai dari pemikiran mau makan apa hari ini, konflik dengan teman sekantor atau teman usaha, konflik dengan pasangan, hingga masalah anak-anak. Maka tidak heran, banyak orang mulai bertanya-tanya, “Bagaimana kita dapat tetap bersukacita di tengah kondisi ini?

Baca Juga : Hati Sejuk di Zaman Penuh Tekanan: Renungan Amsal 24:10–12

Sukacita Sejati dalam Pandangan Alkitab

Alkitab mengajarkan bahwa sukacita sejati tidak berasal dari keadaan eksternal, melainkan dari hubungan kita dengan Tuhan. Rasul Paulus dalam Filipi 4:4-7 menasihatkan, “Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan!”. Ia bahkan mengulangi perintah ini untuk menegaskan bahwa sukacita dalam Tuhan bukanlah pilihan, tetapi panggilan bagi setiap orang percaya. Menariknya, Paulus menulis surat ini ketika ia sendiri berada dalam kondisi sulit. Namun, ia tetap menekankan pentingnya pengharapan. Bagaimana kita bisa memiliki sukacita seperti ini?

Kuncinya ada dalam Filipi 4:6: “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” Ketika kita menghadapi situasi sulit, kita dapat membawa segala kekhawatiran kita kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Dengan itu, damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus.

Janji Tuhan bagi mereka yang hidup dalam doa adalah damai sejahtera yang melampaui segala akal. Filipi 4:7 menegaskan bahwa damai sejahtera Allah akan memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus. Ini berarti bahwa sukacita dan ketenangan sejati tidak bergantung pada perubahan situasi, tetapi pada kehadiran Tuhan yang memelihara kita.

Di tengah segala keadaan yang tidak menentu dan seakan tidak berpengharapan, kita tetap memiliki alasan untuk mengucap syukur. Mengapa? Karena kita memiliki Allah yang senantiasa mendengar doa-doa kita. Kita tidak harus menghadapi segala permasalahan dengan kekuatan sendiri. Sebaliknya, kita dapat datang kepada-Nya dalam doa, menyerahkan setiap kekhawatiran, pergumulan, dan ketakutan kita.

Damai yang Melampaui Akal

Pemeliharaan dalam Kristus menjadi sesuatu yang pasti bagi kita karena Ia bukan Tuhan yang tidak pernah mengalami pencobaan sebagai manusia, melainkan Ia sendiri telah turun sebagai manusia dan taat sampai mati. Artinya Tuhan mengerti segala pergumulan kita.

Ketika kita menyadari bahwa Tuhan selalu hadir dalam hidup kita, kita dapat menghadapi setiap situasi dengan hati yang tenang. Sukacita yang sejati bukanlah hasil dari berpikir positif atau memotivasi diri sendiri, tetapi anugerah dari Tuhan. Kristus telah menyelesaikan karya keselamatan-Nya, dan karena itu kita memiliki pengharapan yang teguh di dalam Dia.

Jadi sukacita yang dituliskan di sini bukan sukacita sebagai motivasi atau pikiran positif yang kita usahakan, tapi semata-mata karena anugerah Tuhan yang telah dikerjakan di dalam kita, sehingga kita dapat berdoa dalam situasi apapun dalam pemeliharaan damai sejahtera-Nya.

Itulah sukacita yang sejati, bukan sukacita yang didasarkan oleh kondisi sekitar kita, tapi sukacita karena pengharapan di dalam Dia, bahwa kita ini milik-Nya, dan kita selalu dapat berdoa kepada-Nya.

Mari luangkan waktu sejenak untuk merenungkan : Di mana kita menempatkan pengharapan kita hari ini? Apakah kita bersedia melepaskan kekhawatiran kita untuk menggantinya dengan sukacita dan kepercayaan kepada Allah yang berjanji memelihara kita?

Posted in Kisah Inspiratif and tagged , , , , , , , , , , , .