Iman dan Tindakan

Iman dan Tindakan

Oleh : Lili Irene-Plt. Kabag PK3

Fakta bahwa Yesus sudah mati dan bangkit bukanlah isapan jempol belaka. Kabar ini diberitakan sendiri oleh malaikat Tuhan. Matius 28:5-6 mengatakan, “Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: “Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya.”

Iman yang Tumbuh Melalui Penyelidikan

Lee Patrick Strobel yang lahir pada tahun 1952 adalah seorang ateis. Ia menyelidiki tentang Yesus dan tidak mempercayai kematian dan kebangkitan-Nya. Setelah melakukan penelitian dan menyelidiki tentang hal tersebut, justru membawa ia menjadi orang Kristen dan mengimani kebenaran tentang Yesus. Ia membuktikan imannya dengan menjadi penulis buku apologetik. Melalui buku-bukunya, ia dapat membawa orang-orang yang meragukan iman kepada Yesus dan membuktikan bahwa apa yang dikatakan dalam Alkitab adalah benar serta memiliki bukti yang akurat. Selain itu, ia juga hidup melayani sebagai seorang hamba Tuhan dengan menggembalakan orang-orang yang sedang mencari Tuhan.

Iman dan Tindakan

Setelah Yesus bangkit, Ia menampakkan diri-Nya kepada Simon Petrus. Perintah Yesus kepada Simon Petrus yang sudah menyaksikan kebangkitan-Nya adalah pergi untuk menggembalakan domba-domba-Nya.

Iman harus diiringi dengan tindakan nyata. Strobel membuktikan bahwa apa yang ia imani perlu dibagikan kepada orang yang memiliki keraguan yang sama dengannya tentang Yesus. Ia juga melakukan tindakan nyata dengan melayani orang-orang yang membutuhkan, baik dalam pengajaran maupun pelayanan. Simon Petrus bangkit dari kesedihannya setelah melihat dan menyaksikan Yesus sudah bangkit dengan membuktikan imannya melalui tindakan melayani Dia sampai mati.

Apakah Iman Kita juga Terwujud dalam Tindakan Nyata?

Berikut ada beberapa hal yang perlu kita renungkan sebagai bukti bahwa kita hidup beriman dan memiliki tindak nyata:

  1. Menjawab dan membuktikan iman yang kita percayai. Setiap orang yang mengaku percaya kepada Yesus harusnya bisa menjawab ketika ada yang bertanya, “Mengapa kita percaya Yesus mati dan bangkit?” Oleh karena itu, kita harus terus belajar apologetika (ilmu mengenai pembelaan iman kristen). Bukan berarti kita harus belajar ke sekolah teologi, tapi kita semua termasuk anak-anak bisa belajar di sekolah minggu, ibadah di gereja, Pemahaman Alkitab (PA), dan seminar/pembinaan iman. Jadi, kita beriman bukan sekadar ikut-ikutan, tapi karena sungguh-sungguh memahami apa yang kita percayai.
  2. Membuktikan iman kita dengan tindakan nyata. Yakobus 2:14-17 mengatakan bahwa iman dan perbuatan (tindakan nyata) harus berjalan bersama. Bukan perbuatan tanpa iman, sebaliknya yang benar adalah iman yang disertai perbuatan. Orang yang beriman kepada Yesus akan membuahkan perbuatan atau tindakan nyata yang lahir dari kasih akan Allah kepada orang-orang di sekitarnya. Yakobus 2:15-17, “Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati.”
  3. Melayani serta memberitakan kasih Tuhan melalui perkataan dan perbuatan dalam keseharian hidup kita, sehingga orang lain bisa melihat karakter Kristus yang terus bertumbuh dalam hidup kita.

Mari merayakan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus dengan terus berpegang teguh pada iman dan terus melakukan tindakan nyata yang lahir dari kasih kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Selamat Paskah. Tuhan beserta kita.

Baca juga: Melangkah Dengan Iman

Jujur

Jujur

Allah adalah kebenaran dan satu-satunya kebenaran yang mutlak. Sebagai anak Allah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, maka Allah menginginkan agar kita anak-anak-Nya menjadi orang yang jujur, baik dalam pikiran, perkataan, maupun dalam tindakan kita dengan menjaga hati kita tetap murni (Kis 24:16).

Namun, di dalam menumbuhkan karakter jujur ada beberapa pandangan yang salah dan harus dilihat kembali dalam terang Firman Tuhan sehingga kita sebagai anak-anak-Nya dapat berhati-hati agar tidak terjebak di dalamnya. Beberapa pandangan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Orang yang jujur akan rugi

Semakin lama kejujuran semakin langka kita temukan di dunia ini, karena banyak anggapan bahwa “orang jujur hidupnya sulit jadi kalau mau hidup untung, nyaman dan tidak sulit buat apa jujur?”
Tetapi tahukah kita bahwa banyak sekali firman Tuhan yang diberikan kepada orang yang mau berlaku jujur; seperti “orang yang jujur dilepaskan oleh kebenarannya, tetapi pengkhianat tertangkap oleh hawa nafsunya.” (Amsal 11:6)
“Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab pada orang yang suka damai akan ada masa depan; tetapi pendurhaka-pendurhaka akan dibinasakan bersama-sama, dan masa depan orang-orang fasik akan dilenyapkan.” (Mazmur 37:37-38)
Sebaliknya Firman Tuhan di dalam Yesaya 28:17 yang memaparkan Tuhan ALLAH akan menyapu bersih perlindungan kebohongan. Artinya orang yang percaya bahwa kebohongan adalah sesuatu yang kuat, menguntungkan, melindungi, sekali waktu ia akan menyadari bahwa semua itu akan dibongkar oleh Tuhan. Sebaliknya, orang yang jujur akan dibela oleh kebenarannya.

2. Itu bukan bohong tapi cerdik

Firman Tuhan yang berkata, “Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati,” seringkali disalahartikan oleh mereka karena kurang paham akan maknanya. Kata cerdik sering diganti menjadi licik dan menipu, padahal bukan itu yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus. Sebab kata cerdik yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus adalah gesit dalam pengertian banyak akal/idenya, banyak usahanya, kreatif, dan tidak mudah putus asa. Lebih jauh lagi, kecerdikan ini tidak berdiri sendiri, tetapi harus disertai oleh ketulusan. Tulus di sini artinya benar, jujur, dan baik. Jadi ayat ini tidak dapat digunakan untuk membenarkan perbuatan-perbuatan licik atau penipuan. Harus diingat bahwa prinsip Firman Tuhan adalah ya katakan ya, tidak katakan tidak, selebihnya itu asalnya dari si jahat.

3. Berbohong demi kebaikan

Adapula anggapan bahwa kita boleh berbohong dengan tujuan untuk kebaikan orang lain atau bersama bahkan diri sendiri. Prinsip seperti ini jelas tidak dikenal di dalam kehidupan Kristiani. Bohong adalah bohong, seberapa kecil pun bohong itu. Bohong tidak dapat menjadi bohong putih karena ia berguna bagi seseorang. Firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa:

a. Hal yang baik tidak mungkin timbul dari hal yang jahat
“Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita berkata: “Marilah kita berbuat yang jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.” Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman.” (Roma 3:8)

b. Dusta tidak mungkin berasal dari kebenaran
“Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran.” (1 Yohanes 2:21)

c. Mata air tidak dapat memancarkan air tawar dan air pahit sekaligus
“Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar.” (Yakobus 13:11-12). Jadi, dari kebohongan tidak akan dapat menghasilkan kebaikan.

d. Kebohongan berasal dari si jahat
Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat (Matius 5:37).

Berdasarkan pemaparan di atas kita belajar bahwa hidup jujur dilakukan karena kita adalah gambar dan rupa Tuhan disertai dengan hati yang takut akan Tuhan.Selain itu tidak ada kebenaran yang berasal dari kebohongan sekecil apapun itu.  Semangat hidup jujur, Tuhan memberkati.

(Sumber: Buku “Bertumbuh dalam Karakter Baru”, karya Erich Unarto)

Tetap Bersyukur dalam Keadaan Apapun

Bersyukur

Apakah alasan kita mengucap syukur kepada Tuhan? Mungkin seribu alasan dapat kita ucapkan: “Dipromosikan naik jabatan; omsetnya bertambah, sembuh dari penyakit, anak naik kelas, menang undian berhadiah, dan lain-lain”. Coba perhatikan alasan-alasan yang kita ucapkan. Semua alasan didasarkan hanya pada kondisi baik yang kita alami. Dapatkah kita mengucap syukur di kala hidup kita sedang berada di titik terbawah kehidupan? Dapatkah kita berterima kasih ketika semuanya sedang meninggalkan kita?  Sanggupkah kita bersyukur untuk setiap ujian hidup yang kita alami?
Kepada jemaat di Tesalonika, Paulus mengingatkan agar mereka selalu mengucap syukur. I Tesalonika 5:18 berkata, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu”.  Menariknya, kondisi jemaat di Tesalonika waktu itu bukanlah dalam keadaan baik. Jemaat Tesalonika tidak dalam keadaan berlimpah, maupun aman. Banyak tantangan yang dialami oleh jemaat di Tesalonika sebagai jemaat yang mula-mula. Penganiayaan, curiga, tentangan dari orang-orang Yahudi akan keberadaan mereka dialami secara nyata oleh jemaat di Tesalonika.
Jika melihat keadaan lahiriah mereka pada waktu itu, maka sangatlah lumrah jika jemaat di Tesalonika mengeluh,  bersungut-sungut, maupun menutup diri. Namun, kenyataannya sungguh berbeda dimana jemaat di Tesalonika tetap hidup dalam pengharapan dan sukacita di dalam Tuhan. Dan Paulus menegaskan bahwa melalui ucapan syukur jemaat di Tesalonika semakin dikuatkan imannya menghadapi tantangan yang ada.
Melalui I Tesalonika 5:18, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu”,  kita belajar tentang tiga hal:

  • Pertama, perhatikan frasa “dalam segala hal”. Paulus ingin menegaskan bahwa baik kondisi pribadi maupun keadaan sekitar kita tidak boleh menjadi acuan dalam mengucapkan syukur. Jika keadaan saya baik, tidak ada masalah dan bahkan diberkati, barulah saya mengucap syukur. Paulus ingin memperluas cara berpikir kita mengenai alasan bersyukur. Paulus mengganggap penderitaan, penganiayaan, penolakan, dan bahkan kematian sekalipun dapat menjadi alasan bagi setiap orang Kristen untuk bersyukur. Bagi Paulus, justru dalam hal-hal yang buruk sekalipun kuasa Allah bekerja menopang kita.
  • Kedua, perhatikan frasa “dikehendaki Allah … bagi kamu”. Rupa-rupanya, kehidupan yang bersyukur bukan hanya sekedar ciri atau karakteristik hidup Kristiani. Namun, hidup bersyukur merupakan sebuah kehidupan yang diinginkan Allah bagi umat-Nya. Pada dasarnya, Allah selalu menghendaki hidup yang baik bagi umat-Nya. Namun, hidup dikatakan baik oleh Allah tidak selalu ditandai oleh keadaan jasmani/fisik yang baik pula. Yang menjadi kunci dalam hidup bersyukur adalah kondisi hati yang dapat menerima apapun. Kondisi hati inilah yang menjadi fokus bagaimana Allah mendidik kita. Keadaan yang kurang baik, ataupun buruk tidak boleh mempengaruhi kondisi hati kita yang harus selalu tertuju kepada Allah; menerima yang baik maupun yang kurang baik terjadi dalam hidup kita.
  • Ketiga, perhatikan frasa “di dalam Kristus Yesus”. Konsep mengucap syukur  haruslah berdasar pada diri Tuhan Yesus. Tidak ada berkat yang lebih besar dari apa yang telah dilakukan Tuhan Yesus di kayu salib: pengorbanan yang sempurna. Sehingga jika kita mencari-cari alasan untuk bersyukur, maka alasan yang paling utama dalam kita bersyukur adalah mensyukuri karya keselamatan dalam Tuhan Yesus. Berkat lainnya sebenarnya hanyalah tambahan belaka karena yang terutama telah dianugerahkan oleh Allah melalui Tuhan Yesus.

Jadi apakah alasan kita memiliki hidup bersyukur? Yang terutama bukanlah materi dan berkat, namun keselamatan yang Allah kerjakan melalui Tuhan kita Yesus Kristus. Mari kita selalu hidup bersyukur. Tuhan memberkati.

(Oleh: Daniel Santoso Ma, Bagian Kerohanian Sekolah Athalia)