Berlibur Bersama

“happy times come and go, but the memories stays forever

“Aku butuh piknik, butuh refreshing” atau “Aku kurang piknik, kurang jalan-jalan”. Seringkali kalimat itu diucapkan ketika orang mulai merasa lelah dan jenuh dengan rutinitas yang dijalaninya. Hal lain yang juga dirasakan adalah merasa mudah lelah, mudah tersinggung, menjadi lebih sensitif terhadap orang lain, mulai tidak nyambung jika diajak bicara atau mulai sulit berpikir. Keinginan untuk piknik, refreshing, jalan-jalan adalah hal-hal yang mewakili pandangan kebanyakan orang yang berpendapat bahwa liburan itu dibutuhkan untuk penyeimbang hidup, dan untuk mencari kesegaran kembali. Adakah diantara orang yang tidak menyukai liburan? Mungkin ada, tetapi pada umumnya orang menyukai hal-hal yang mendatangkan hiburan baginya, orang mencari kesenangan, mencari kesegaran. Berlibur adalah salah satu jawabannya.
Apakah liburan bermanfaat? Tentu, selain kenyataan bahwa liburan juga memberi dampak. Salah satu kegiatan untuk mengisi liburan adalah berlibur bersama keluarga. Meluangkan waktu dan dana untuk berlibur bersama keluarga dapat menjadi sebuah sarana untuk menciptakan ikatan/bonding di antara anggota keluarga. Liburan keluarga adalah saat dimana tidak hanya orang tua tetapi juga anak, menyediakan waktu bersama, mengisinya dengan berbagai aktivitas yang disenangi bersama, dan membangun relasi yang telah terabaikan oleh karena berbagai kesibukan sehari-hari. Memori yang berkesan dan menyenangkan dalam relasi sebuah keluarga, adalah modal berharga dalam jiwa seseorang dan juga merupakan modal bagi terbangunnya sebuah kepuasan dalam relasi. Oleh karena itu, mengisi liburan khususnya liburan bersama keluarga perlu direncanakan dengan baik agar menjadi liburan yang bermanfaat, meninggalkan kesan di hati setiap anggota keluarga, dan penuh makna.
Membangun relasi di tengah keluarga, dapat diibaratkan seperti sebuah tanaman yang dalam pertumbuhannya membutuhkan air yang cukup, sinar matahari yang cukup, dan nutrisi yang baik. Demikian pula anggota keluarga, membutuhkan hal-hal baik yang menolongnya untuk dapat bertumbuh: aspek spiritual, karakter, moral, kognitif dan lain sebagainya perlu menjadi perhatian. Dan untuk dapat bertumbuh dengan baik, manusia membutuhkan lingkungan yang kondusif. Kondisi keluarga yang kondusif bagi pertumbuhan itu ternyata tidak terjadi begitu saja melainkan membutuhkan kesengajaan dan perlu dirancang. Memanfaatkan liburan adalah salah satu sarananya. Masa dimana masing-masing anggota keluarga dapat menikmati kehadiran anggota yang lain, masing-masing merasa dicintai dan mencintai atau dapat dikatakan bahwa tangki emosi setiap anggota keluarga terisi penuh, dipenuhi dengan perasaan-perasaan yang positif, dan membuat atmosfer di dalam keluarga menjadi kondusif, tercipta bonding/ ikatan yang dalam.
Untuk tujuan itulah, maka mengisi liburan perlu dibicarakan dan direncanakan. Liburan yang menyenangkan itu bukan tergantung jauhnya tempat liburan, serunya tempat liburan atau fasilitas di tempat liburan namun bagaimana cara kita dalam mengisinya. Destinasi liburan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi keuangan kita. Kita dapat memulainya dengan membicarakan rencana liburan bersama-sama seluruh anggota keluarga, melalui obrolan ini selain belajar bermusyawarah juga membuat kita mengenali selera dan kesukaan anggota yang lain, belajar empati karena masing-masing tidak hanya memikirkan kesenangannya sendiri dan lain sebagainya. Usahakanlah untuk merancang kegiatan yang dapat dilakukan bersama, kegiatan yang membutuhkan interaksi diantara anggota keluarga dan dapat dinikmati, misalnya bersepeda bersama, bermain di pantai bersama, memasak bersama, bermain “board game” seperti halma, ludo, monopoli, dan lain-lain, mengunjungi tempat wisata seperti gunung, air terjun, danau, pantai, dan sebagainya.
Bersama berlibur berbeda dengan berlibur bersama. Jika masing-masing hanya melakukan kesenangan masing-masing meskipun di tempat yang sama, hal ini tidak menumbuhkan sebuah ikatan relasi yang didambakan, misal sebuah keluarga liburan pergi ke mall bersama-sama, namun masing-masing melakukan kegiatan favoritnya sendiri seperti ayah duduk di kedai kopi, ibu shopping dan anak-anak bermain di arena bermain. Ini adalah bersama berlibur. Tetapi berlibur bersama, mendatangkan kepuasan yang dirasakan bersama, hasil dari relasi yang terbangun selama liburan, dan relasi itu akan melekat, bukan hanya menjadi sekedar memori namun menjadi sebuah modal bagi jiwa kita untuk bertumbuh. Selamat menikmati liburan. Tuhan menyertai kita.

Kerendahan Hati Samuel Morse

artikel kerendahan hati

 

Samuel Finley Breese Morse lahir di Charlestown, Massachussetts, Amerika, tanggal 27 April 1791. Dia adalah anak sulung dari tiga putra keluarga Dr. Jedidah Morse, seorang pendeta dan ahli geografi. Samuel muda dibesarkan dalam keluarga yang memegang teguh ajaran Alkitab tentang penciptaan.

Pada saat itu, proses komunikasi berjalan dengan sangat lambat. Morse sendiri mengalami masalah-masalah yang disebabkan oleh kelambatan komunikasi itu. Misalnya, Pada tahun 1811, ketika dia tiba di London sebagai siswa seni, hubungan Inggris dan Amerika Serikat sedang sangat tegang. Kapal-kapal Inggris menyerang kapal-kapal Amerika Serikat yang diyakini mengangkut barang untuk musuh Inggris, yaitu Perancis. Akhirnya, Inggris berupaya mengadakan rekonsiliasi dengan mengirimkan sebuah pesan. Sayangnya, ketika pesan itu sedang dalam perjalanan melintasi Samudra Atlantik yang membutuhkan waktu satu bulan, Amerika Serikat sudah menyatakan perang. Perang ini berakhir dua tahun kemudian. Sesudah perjanjian perdamaian ditandatangani, tentara Amerika dan tentara Inggris masih saja terlibat dalam pertempuran besar lain karena mereka tidak tahu bahwa perang sudah usai.

Pengalaman lain yang dirasakan Morse berkaitan dengan lambatnya proses komunikasi adalah pada saat istrinya yang masih muda meninggal mendadak di New Haven, Connecticut, yang terpisah 500 kilometer dari Washington D.C. tempat Morse berada. Dia tidak bisa menghadiri pemakaman istrinya karena berita tentang kematian istrinya tersebut baru sampai kepadanya melalui pos satu minggu kemudian. Morse menyadari bahwa masalah internasional dan personal yang dia alami bisa dicegah jika listrik bisa dipakai untuk komunikasi.

Pada tahun 1832, ketika berada dalam pelayaran dari Eropa menuju Amerika Serikat, Morse mendapat gagasan tentang telegrafi elektromagnetik rangkaian tunggal. Dengan bantuan Leonard Gale, dosen ilmu alam, selama lima tahun Morse mengembangkan gagasannya menjadi model yang operasional. Setelah selesai, Morse mendemonstrasikan telegrafi kepada para usahawan dengan harapan mereka mau membiayai pembangunan jalur telegrafi. Karena tidak ada penanam modal swasta yang tertarik, dia menghabiskan waktu satu tahun lagi untuk membangun model yang lebih baik dan mendemonstrasikannya kepada pemerintah Amerika Serikat. Lagi-lagi, dia tidak berhasil mendapatkan bantuan keuangan. Morse akhirnya pergi ke Inggris dan Eropa selama satu tahun untuk mencari dukungan keuangan, tapi ia juga mengalami kegagalan. Sekembalinya ke Amerika Serikat, Morse mencoba untuk menarik minat masyarakat. Dia memasang kawat terisolasi melintasi pelabuhan New York dan mengumumkan di surat-surat kabar bahwa dia akan melakukan demonstrasi umum. Tapi malang, jangkar sebuah kapal tersangkut memutuskan kawatnya. Alih-alih dukungan, Morse malah mendapat cemoohan.

Kegagalan demi kegagalan dialami oleh Morse. Ia menjalani sebelas tahun penuh frustrasi.  Morse tidak memunyai uang dan sering kelaparan. Namun, dia tidak pernah mengalihkan pandangannya dari Tuhan. Pada masa-masa sulit ini, dia menulis “Saya sangat yakin bahwa, meskipun terasa aneh, semua ini diatur oleh tangan Bapa Surgawi.” Kepercayaan Morse kepada Juru Selamat dan Tuhannya, Yesus Kristus, tampak nyata dalam semua aspek kehidupan dan pekerjaannya. Selama tahun-tahun penuh kemiskinan, kesedihan, frustrasi, dan cemooh, Morse selalu mengandalkan berkat Allah yang tak berkesudahan, dia mengatakan: “Hanya Dia yang bisa menopang saya … melalui semua percobaan saya.”
Pada tahun 1843, Morse berupaya lagi menarik minat pemerintah Amerika Serikat untuk membiayai penerapan telegrafinya. Kali ini dia berhasil. Meskipun banyak kesulitan teknis, dia berhasil membangun jalur telegrafi pertama dari Washington ke Baltimore. Morse telah membuat revolusi dalam komunikasi dengan menerapkan ilmu. Dia menerima banyak penghargaan oleh karena penemuan-penemuannya di bidang telegraf. Namun Morse tetap seorang Kristen yang rendah hati. Untuk setiap karyanya,  ia mengaku, “Semuanya adalah karya Dia …. Bukan bagi kami, tapi bagi nama-Mu-lah, ya, Tuhan, semua pujian.”
Dalam setiap keberhasilannya, Morse selalu berkata; “Saya telah membuat aplikasi berharga di dunia telegraf, namun itu bukan karena saya lebih baik, lebih hebat dari orang lain, tapi karena Tuhan dalam rencanaNya untuk umat manusia, harus merevelasikan hal tersebut lewat seseorang. Tuhan telah memilih untuk menyatakannya untuk dunia lewat diriku.”

(IB – Tim Karakter, Sumber:
http://biokristi.sabda.org/samuel_morse_1791_1872_penemu_telegraf_dan_seorang_kristen_yang_aktif, http://serba2.wordpress.com/2012/03/25/kerendahan-hati-samuel-morse/)

TUHAN YESUS BAIK

Kisah kesaksian kesembuhan – Ganendra Bagas Verelian Simanjuntak kelas V-H

 

Hari Sabtu, 22 Juni 2013 adalah hari yang tak akan pernah kulupakan. Hari itu sejak pagi, aku merasakan sakit perut melilit yang tiada henti hingga aku tidak dapat beranjak dari tempat tidur. Orang tuaku berusaha dengan memberikan aku obat sakit perut. Namun usaha itu pun tidak dapat mengurangi rasa sakitku. Tepat jam 12.00 WIB, akhirnya aku minta dibawa ke rumah sakit.

 

Setiba di salah satu rumah sakit di BSD, dokter jaga di Unit Gawat Darurat segera memeriksaku. Hasil pemeriksaan dokter adalah aku terdiagnosa Usus Buntu. Diagnosa awal itu telah dipastikan ke Dokter Bedah, ternyata memang benar, aku terkena Usus Buntu bahkan sudah pecah di dalam perut dan harus segera dilakukan tindakan operasi. Mendengar kata operasi, hatiku pun menjadi takut. Rasa takut, sedih dan sakit bercampur menjadi satu. Pukul 17.30 WIB, aku dibawa ke ruang operasi. Aku melihat orang tua dan adikku berdoa. Mereka membesarkan hatiku agar tidak takut dan hanya berserah pada Tuhan. Tepat pukul 20.00 WIB, operasiku selesai dilakukan. Dokter bedah memanggil orang tuaku lalu aku dipindah ke kamar perawatan. Selama malam itu kondisiku masih belum sadar dari obat bius.

Hari kedua kondisiku sudah sadar. Saat terbangun pagi hari aku melihat orang tua dan adik berada di sampingku. Selang infus masih terpasang di tanganku dan selang oksigen masih terpasang di hidungku. Aku masih lemas, tidak dapat bergerak bebas dan tidak dapat beranjak dari tempat tidurku. Saat itu aku pikir bahwa aku sudah sembuh namun ternyata aku keliru. Jahitan sepanjang 5 sentimeter di perutku mulai terasa sakit sekali. Setelah itu, perutku kembali sakit melilit sepanjang hari hingga aku tidak dapat makan, minum dan tidur. Setiap kali perutku ditekan rasa sakitnya luar biasa. Hal ini terus berlangsung sampai hari ketiga.

Hari keempat, keadaanku bukan bertambah baik malah semakin buruk. Bukan hanya sakit melilit pada perutku bahkan juga disertai muntaber yang tidak normal. Berulangkali ini terjadi hingga kondisiku lemas, lemah dan pucat. Saat dokter kunjungan memeriksaku, mereka bingung obat apa lagi yang harus dimasukkan dalam tubuhku agar setidaknya dapat mengurangi rasa sakit. Dokter kelihatan seperti menyerah. Aku melihat orang tuaku sudah pasrah dan ikut bingung. Sore itu, Ayah mulai berpikir untuk membawaku ke rumah sakit lain. Bunda terlihat sedih dan bingung sambil memelukku. Dalam keadaan tanpa jawaban ini, kami sekeluarga pasrah lalu berkumpul untuk berdoa. Selesai berdoa, keadaanku tenang sejenak namun beberapa menit kemudian ada rasa mual dan melilit hebat yang kurasakan. Diawali dengan buang air besar yang berbentuk cairan dan warnanya sangat tidak wajar, lalu secara bersamaan aku muntah darah dalam jumlah banyak dan warna yang tidak wajar pula. Keluargaku panik, para perawat dan seorang dokter jaga langsung berdatangan. Segala peralatan medis dan obat didatangkan kekamar, sepertinya mereka berjaga-jaga bila hal buruk terjadi padaku. Mereka segera memeriksa kondisiku. Di sinilah mujizat Tuhan terjadi atasku. Aku merasakan tubuhku kuat dan sehat. Bahkan ketika dokter memeriksa dan menekan perutku, tidak ada rasa sakit sedikit pun yang kurasakan. Dokter jaga dan perawat terheran-heran dan tidak dapat mempercayai. Mereka segera menghubungi Dokter Bedah. Ketika Dokter Bedah datang, ia langsung memeriksaku. Dengan penuh keyakinan aku menantang dokter tersebut untuk memeriksa dan menekan perutku. Sungguh, aku tidak merasakan sakit sedikit pun, Puji Tuhan aku sembuh! Tuhan Yesus yang sembuhkanku. Aku dan keluargaku sangat percaya bahwa Tuhan Yesus mengeluarkan penyakitku melalui muntaber hebat itu.

Hari kelima, dokter bedah menyatakan aku sudah sembuh dan dapat pulang besok. Aku sangat gembira dan bersyukur. Tuhan Yesus sangat baik bagiku. Mujizat itu terjadi, justru di saat kita lemah dan berserah. Kuasa doa memang luar biasa!

Semoga kesaksianku ini dapat menjadi berkat bagi teman-teman semua. Amin.

Jika ingin hidupmu lebih berarti …

Jika ingin hidupmu lebih berarti baik bagi diri sendiri maupun orang lain, contohlah seprti hidup kupu-kupu. Yang walaupun hanya hidup sesaat tetapi memberikan keindahan. Tidak hanya enak dipandang mata namun juga menyejukkan hati. Dengan melihat kupu-kupu kita juga teringat betapa ajaibnya Karya Tuhan atas kehidupan kupu-kupu ini. Menyertai dalam setiap perubahan hidupnya mulai dari ulat menjadi kepompong sampai akhirnya menjadi seekor kupu-kupu yang indah.Ketika mengalami perubahan pastinya harus ada yang perlu dikorbankan dan pastinya merasakan sakit. Kepompong untuk berubah menjadi kupu-kupu harus menghimpit dirinya sendiri sampai akhirnya dia mempunyai sayap seekor kupu-kupu yang indah yang dapat terbang.

Demikian juga dengan kehidupan kita. Kita harus berbuat sebaik mungkin dalam hidup yang Tuhan sudah berikan. Dengan berbuat sebaik mungkin maka kita menjadikan hidup ini lebih berarti baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Bagaimana cara membuat hidup ini menjadi lebih berarti?

Ada 3 cara yang dapat membuat hidup ini menjadi lebih berarti, yaitu :

1.       Mendisplin diri sendiri.

Displin diri sangat diperlukan karena merupakan pondasi / dasar untuk menjadikan hidup lebih baik. Karena bagaimana mungkin hidup dapat berubah tanpa adanya kemauan dan displin diri, yang mana semua itu harus dimulai dari “DIRI SENDIRI”.

Cara untuk mendisplin diri sendiri banyak cara. Salah satunya dengan mengingat bahwa hidup yang sekarang ada ini adalah ANUGRAH. Jika kita melihat hidup adalah ANUGRAH maka kitapun akan mengunakan hidup itu dengan sebaik-baiknya.

Contoh: setiap orang yang menerima hadiah tentunya sangat berterima kasih kepada orang yang sudah memberikan hadiah kepadanya. Selain ucapan terima kasih tentunya akan terlintas dalam pikiran orang tersebut bagaimana cara saya untuk dapat membalas kebaikan orang yang telah memberikan saya hadiah. Entah itu melalui pemberian hadiah kembalikah atau hanya sekedar memberikan perhatiankah.

Demikian juga dengan hidup ini sudah selayaknya selain ucapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan, kita juga harus membalas kebaikan Tuhan yang telah memberikan kesempatan kehidupan sampai saat ini.

Mari mulai mendisplin diri dari hal kecil namun berarti untuk kebutuhan komunikasi kita dengan Tuhan melalui “ saat teduh dan berdoa “ .  Terkadang kita mengganggap bahwa saat teduh dan berdoa adalah hal sepele yang dapat kita lakukan. Dengan tidak bersaat teduh dan berdoa toh hidup ini masih dapat berjalan.Pemikiran seperti itu adalah pola pikir yang salah. Kita memang masih bisa menjalani kehidupan ini. Namun kehidupan yang dijalani adalah kehidupan yang hampa yang sia-sia. Hidup tanpa adanya penganggan.

Jadikanlah Tuhan sebagai “pusat hidupmu”.

2.       Berusaha memberikan yang terbaik.

Selain displin diri untuk menjadikan hidup lebih berarti dengan berusaha memberikan yang terbaik. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam hal ini, dilihat dari berbagai segi kehidupan. Saya mengambil beberapa contoh segi kehidupan: pekerjaan, pelayan, rumah tangga.

Dalam segi kehidupan pekerjaan.

Dalam segi kehidupan dalam dunia pekerjaan berbuat sebaik mungkin dengan cara melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab.

Banyak kita merasa dalam hal pekerjaan melakukan kesalahan. Namun satu hal yang harus kita tekadkan dalam hati kita adalah harus melakukan yang terbaik agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama. Kesalahan yang dilakukan manusia itu adalah wajar karena manusia tidak sempurna. Kata-kata itu sering kali kita dengar. Namun bagaimana cara kita membentengi diri kita untuk tidak jatuh kedalam kesalahan yang sama. Baik itu kesalahan kecil maupun kesalahan besar. Yang perlu diingat adalah jatuh ke dalam lubang kesalahan itu sakit. Jangan sampai sakit itu kita rasakan berulang-ulang. Dan juga harus ingat bahwa kesalahan yang dibuat sangatlah medukakan dan membuat repot orang lain. Jangan sampai kita membuat repot orang secara terus menerus. Hal itu juga yang membuat Roh Kudus yang ada dalam diri kita berduka juga.

Dalam segi kehidupan pelayanan.

Berusaha memberikan yang terbaik dengan cara mengingat bahwa pelayanan yang saya lakukan saat ini bukan karena saya ingin dikenal orang, bukan karena saya ingin menjalani kewajiban saya sebagai orang kristen, bukan karena saya bisa dan sanggup melakukan pelayanan ini sedangkan orang lain tidak bisa. Bukan…. Jika motivasi pelayanan seperti itu adalah salah besar.Yang perlu diingat motivasi pelayanan adalah salah satu ucapan syukur kita kepada Tuhan. Bahkan pelayanan yang kita lakukan ini belum dapat mengimbangi Karya Tuhan yang telah menebus dosa kita melalui pengorbanan anakNya yang tunggal dikayu salib menggantikan kita semua. Banyak sekali ANUGRAH yang sudah Tuhan berikan untuk kita mulai dari nafas kehidupan yang kita terima sampai saat ini, anugrah kesehatan, anugrah pekerjaan, anugrah keluarga, anugrah hikmat, dan masih banyak lagi.

Janganlah kiranya pelayanan kita menjadi sia-sia hanya karena motivasi yang salah. Janganlah segala usaha kita juga menjadi sia-sia hingga pada akhirnya Tuhan mengatakan “ Siapakah engkau, aku tidak mengenal engkau, namamu tidak terdaftar didalam kitab kehidupan. Enyahlah dari hadapan ku “

Dalam segi kehidupan rumah tangga.

Berusaha memberikan yang terbaik dengan cara menerima pasangan hidup kita apa adanya baik suka maupun duka. Bukahkah ketika kita mengikhrarkan janji pernikahan di depan altar dihadapan pendeta dan jemaat kita berjanji dengan kata-kata “ saya bersedia menerima si A sebagai istri/ suami saya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, baik dalam keadaan suka maupun duka, menerima dan mendampinginya selama hidup saya sampai pada akhirnya”. Janji pernikahan ini seharusnya merupakan janji yang tidak hanya diucapkan melalui bibir mulut saja tetapi dari hati yang terdalam.Karena janji pernikahan ini merupakan janji yang sangat sakral/ suci.

3.       Memahami dan mengerti sifat & sikap orang lain.

Point inilah yang paling sulit dilakukan. Terkadang untuk mengerti dan memahami sifat & sikap orang lain butuh kesabaran. Bahkan ketika kita berusaha ingin memahami sifat & sikap orang lain malah sering disalah artikan oleh orang lain.

Banyak yang perlu dipelajari dalam memahami sikap orang lain. Di dalam point kedua telah dijelaskan bagaimana seharusnya kita berusaha memberikan yang terbaik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Dalam segi kehidupan pekerjaan

Dalam ruang lingkup ini skala untuk bertemu dengan orang lain bisa besar bisa juga kecil, tergantung dari besar kecil nya perusahaan/ tempat kita bekerja. Namun biasanya semakin besar perusahaan maka semakin banyak juga orang-orang yang terlibat dalam perusahaan itu. Dengan demikian kita akan menjumpai berbagai macam karakter dan sifat orang yang terdapat di dalamnya. Di sinilah kita dituntut untuk lebih memahami keberadaan dan sifat orang lain.

Namun tidak menutup kemungkinan dengan ruang lingkup skala yang lebih kecil. Bukan berarti dengan skala yang lebih kecil maka tidak menuntut kita untuk memahami keberadaan dan sifat orang lain. Intinya adalah di manapun kita berada, di mana pun kita ditempatkan harus siap menerima orang yang berinteraksi dengan kita.

Dalam dunia pekerjaan biasanya yang sering banyak dijumpai adalah rasa iri hati antar pekerja/ karyawan. Dari rasa iri hati inilah timbul keinginan untuk tidak mau memahami sikap dan sifat orang lain. Berlaku masa bodoh, cuek, merasa itu bukan tanggung jawab saya. Untuk itulah kita perlu mempunyai hati yang lapang dalam memahami situasi, sikap dan sifat orang lain. Harus punya rasa kebersamaan, saling membantu. Harus punya tekad dalam diri sendiri bahwa pekerjaan yang Tuhan sudah berikan ini adalah merupakan ANUGRAH yang harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan bukan kepada manusia.

Dalam segi pelayanan.

Seringkali kita temui orang yang mundur dari pelayanannya dikarenakan rasa sakit hati/ kecewa dengan rekan pelayanannya. Di awal sudah dijelaskan bahwa motivasi pelayanan yang benar adalah: sebagai ucapan syukur kita kepada Tuhan atas segala ANUGRAH yang Tuhan sudah berikan dalam hidup kita. Sudah selayaknya pelayanan bukan untuk diri kita sendiri atau untuk orang lain. Jika motivasi pelayanan kita hanya melihat dari sisi manusia maka kita akan mendapatkan banyaknya kekecewaan yang tidak dapat kita terima. Dari rasa kecewa kepada manusia akan menimbulkan rasa kecewa kepada Tuhan. Inilah yang paling berbahaya, kita mulai menyalahkan Tuhan dalam pelayanan kita.

Seharusnya sekalipun dalam pelayanan kita menghadapi rekan pelayanan yang membuat kita kecewa hal itu tidak akan mengubah hati kita untuk tetap terus dalam pelayanan. Karena yang kita layani bukanlah manusia tetapi Tuhan.

Dalam segi rumah tangga.

Terkadang kita belum dapat memahami sikap dan sifat pasangan hidup kita, walaupun sudah sekian lama hidup bersama. Karena memang pernikahan terbentuk dari dua karakter yang berbeda. Untuk itulah Tuhan menyatukan dua karakter yang berbeda ini dalam ikatan rumah tangga agar dibentuk satu sama lain. Tidak jarang dari kurangnya memahami sikap dan sifat pasangan hidup kita mengakibatkan pertengkaran karena salah mengerti apa yang dimaksud dengan pasangan hidup kita. Karenanya dalam kehidupan rumah tangga yang paling dibutuhkan adalah “komunikasi” Karena dari komunikasi inilah tersampaikan maksud yang diinginkan.Selain komunikasi dalam kehidupan rumah tangga adalah menerima keadaan pasangan hidup kita.

Jika kita melihat dunia luar rasanya sangat mengerikan melihat angka perceraian. Apalagi melihat kehidupan selebtris yang dengan mudahnya menikah-cerai lalu menikah kembali lalu cerai kembali. Seakan-akan pernikahan bukanlah hal yang sakral bagi mereka. Banyak hal yang menjadi faktor perceraian dari hal sepele sampai hal besar dapat dijadikan alasan. Jika sudah seperti ini bukankah yang menjadi korban adalah anak juga (bagi yang sudah memiliki anak).

Akhir kata, marilah kita hidup kudus dihadapan Tuhan dengan memberikan yang terbaik dalam hidup ini mulai dari mendispiln diri sendiri, berusaha memberikan yang terbaik dan mengerti serta memahami sikap & sifat orang lain membawa kita untuk belajar dan belajar lagi sehingga menjadi serupa dengan Kristus.

 

 

Tuhan… terima kasih untuk ANUGRAH yang 

KAU berikan dalam hidup ini.

Baik anugrah nafas kehidupan.., anugrah kesehatan

Anugrah pekerjaan, anugrah keluarga, 

Anugrah hikmat.

 

Betapa besar karya MU dalam setiap kehidupan

Kami sebagai ciptaan MU.

Sudah selayaklah kami mengucap syukur akan hal

Ini dan memberikan diri kami kedalam tangan MU.

 

Tuhan… ajarkan kami melihat sisi kehidupan kami

Dari sudut pandang MU.

Tegurlah kami, jika jalan kami tidak lurus.

untuk kembali di jalanKAU tentukan.

Ajarkan kami untuk mengingat bahwa :

“ Hidup bukan karena hari…, tetapi hidup adalah

Arti bebas dari segala dosa”.

             

Inilah arti hidup yang sesungguhnya.

Kedalam tangan MU, kami menyerahkan 

Hidup kami.

AMIN.

oleh: Yeti Isnarti, staf bag.Keuangan.

 

 

 

Ranking 23

Di kelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya.

Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar,namun anak kami ternyata menerimanya dengan senang hati.

Suamiku mengeluhkan ke padaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji “Superman cilik” di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar.

Kemudian ketika dia membaca sebuah berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia bertanya dengan hati pilu kepada anak kami, “Anakku, kenapa kamu tidak terlahir sebagai anak dengan kepandaian luar biasa?” Anak kami menjawab “Itu karena ayah juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa”. Suamiku menjadi tidak bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran.
Topik pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½ tahun juga menyatakan kelak akan menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya.

Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sunggu, “Kelak ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main”.

Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia menjawab dengan besar hati, “Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang-bintang”. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya kami ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah?

Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi belajar untuknya.
Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga tidak dilakukan lagi.
Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa henti.

Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pela-jaran, akhirnya dia terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak.
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku semakin pucat saja.
Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini.
Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, kami mengembalikan haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk berlangganan majalah “Humor anak-anak” dan sejenisnya, sehingga rumah kami menjadi tenteram kembali. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak mengerti akan nilai sekolahnya.

Pada akhir minggu, teman-teman sekerja pergi rekreasi bersama. Semua orang mempersiapkan lauk terbaik dari masing-masing, dengan membawa serta suami dan anak untuk piknik. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa dan guyonan, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan karya seni pendek.
Anak kami tiada keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan gembira.
Dia sering kali lari ke belakang untuk menjaga bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat agak miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap jus sayuran yang bocor ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika makan terjadi satu kejadian di luar dugaan. Ada dua orang anak lelaki, satunya adalah bakat matematika, satunya lagi adalah ahli bahasa Inggris. Kedua anak ini secara bersamaan menjepit sebuah kue beras ketan di atas piring, tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau membaginya. Walau banyak makanan enak terus dihidangkan, mereka sama sekali tidak mau peduli. Orang dewa-sa terus membujuk mereka, namun tidak ada hasilnya. Terakhir anak kami yang menyelesaikan masalah sulit ini dengan cara sederhana yaitu lempar koin untuk menentukan siapa yang menang.

Ketika pulang, jalanan macet dan anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku terus membuat guyonan dan membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti.
Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia meng-guntingkan banyak bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan, membuat anak-anak ini terus memberi pujian. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio masing-masing.

Ketika mendengar anak-anak terus berterima kasih, tanpa tertahankan pada wajah suamiku timbul senyum bangga.

Sehabis ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku.
Pertama-tama mendapatkan kabar kalau nilai sekolah anakku tetap kualitas menengah. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang hendak diberitahukannya, hal yang pertama kali ditemukannya selama 30 tahun mengajar.

Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling kamu kagumi dan alasannya. Selain anakku, semua teman sekelasnya menuliskan nama anakku.

Alasannya sangat banyak: antusias membantu orang, sangat memegang janji, tidak mudah marah, enak berteman, dan lain-lain, paling banyak ditulis adalah optimis dan humoris. Wali kelasnya mengatakan banyak usul agar dia dijadikan ketua kelas saja.
Dia memberi pujian: Anak anda ini, walau nilai sekolahnya biasa-biasa saja, namun kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu.

Saya berguyon pada anakku, kamu sudah mau jadi pahlawan. Anakku yang sedang merajut selendang leher terlebih menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, dia lalu menjawab dengan sungguh-sungguh: “Guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”
Dia pelan-pelan melanjutkan: “Ibu, aku tidak mau jadi Pahlawan aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Aku terkejut mendengarnya dan mengamatinya dengan seksama.

Dia tetap diam sambil merajut benang wolnya, benang warna merah muda dipilinnya bolak balik di jarum bambu, sepertinya waktu yang berjalan di tangannya mengeluarkan kuncup bunga. Dalam hatiku terasa hangat seketika.
Pada ketika itu, hatiku tergugah oleh anak perempuan yang tidak ingin menjadi pahlawan ini. Di dunia ini ada berapa banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi pahlawan, namun akhirnya menjadi seorang biasa di dunia fana ini.
Jika berada dalam kondisi sehat, jika hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hati, mengapa anak-anak kita tidak boleh menjadi seorang biasa yang baik hati dan jujur.

Jika anakku besar nanti, dia pasti akan menjadi seorang isteri yang berbudi luhur, seorang ibu yang lemah lembut, bahkan menjadi seorang teman kerja yang suka membantu, tetangga yang ramah dan baik. Apalagi dia mendapatkan ranking 23 dari 50 orang murid di kelasnya, kenapa kami masih tidak merasa senang dan tidak merasa puas? Masih ingin dirinya lebih hebat dari orang lain dan lebih menonjol lagi? Lalu bagaimana dengan sisa 27 orang anak-anak di belakang anakku? Jika kami adalah orangtua mereka, bagaimana perasaan kami?

Penulis: Anonym

———————

Anakmu bukan milikmu.

Mereka putra putri sang Hidup yang rindu pada diri sendiri,
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu.
Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,
Sebab mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah untuk raganya,
Tapi tidak untuk jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau
kunjungi meski dalam mimpi.
Kau boleh berusaha menyerupai mereka,
Namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Pun tidak tenggelam di masa lampau.
Kaulah busur, dan anak-anakmulah
Anak panah yang meluncur.
Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian.
Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.
Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap.

– Khalil Gibran-

rangking 23

Berkat PHK, Akhirnya Mendapatkan Penghargaan

Semula, di luar dugaan Eko Tjahyono, bahwa pada tahun 1998, dia harus ikut terkena imbas krisis moneter sehingga ia harus terkena PHK dari tempat ia bekerja, yaitu di sebuah  pabrik konfeksi. Untuk mengisi waktu luangnya yang tiba-tiba menjadi sangat banyak itu, ia menghabiskan waktunya dengan banyak sekali membaca. Berbagai bacaan ia lahap dan ternyata kebiasaannya ini membuat para tetangganya menjadi ikut-ikutan meminjam dan membaca bacaan yang dibaca oleh Eko. Lama kelamaan terlintas dalam benak Eko untuk memenuhi hasrat membaca orang-orang di sekitarnya tersebut dengan membuka sebuah perpustakaan mandiri yang ia kelola sendiri. Sebuah perpustakaan gratis yang terbuat dari bambu yang ia dirikan di atas tanah seorang tetangganya. Sebuah perpustakaan yang oleh pemuda asal Desa Sukopuro, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini diberi nama “Perpustakaan Anak Bangsa”.

Lambat laun, perpustakaan gratis yang ia kelola ini semakin banyak koleksi bukunya dan anggotanya pun telah mencapai puluhan ribu orang. Eko memang tidak memungut biaya untuk tiap peminjaman buku-bukunya karena bagi Eko, semakin banyak orang yang mau membaca saja sudah menyenangkan hatinya. Dia berharap, agar setiap orang dapat mempunyai pengetahuan yang luas dan memiliki pemikiran yang terbuka agar semakin hari dapat semakin berkembang menjadi lebih baik dan dapat menjalani hidup yang lebih bahagia.

Perjuangannya yang pantang menyerah untuk mengembangkan perpustakaan ini pun akhirnya mendapatkan perhatian dari berbagai pihak sehingga akhirnya ia berhasil membeli lahan dan mendirikan bangunan berdinding bata untuk perpustakaannya tersebut. Karena dedikasinya yang benar-benar tulus dan tanpa lelah untuk menggiatkan kecintaan membaca pada masyarakat luas, Eko pun sempat mendapatkan penghargaan Nugra Jasadharma Pustaloka dari Perpustakaan Nasional RI, Penghargaan Mutiara Bangsa Bidang Pendidikan, serta gelar Taman Bacaan Kreatif dan Rekreatif Se-Indonesia dari Direktorat Jenderel Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional.

(Sumber: Kompas, 9 September 2011)