Oleh: Nostalgia Pax Nikijuluw – Kasie Pengembangan Kerohanian, Karakter, dan Konseling Sekolah Athalia
Education doesn’t need to be reformed-it needs to be transformed, demikian yang dituliskan oleh Dr. Ken Robinson, seorang ahli pendidikan berkebangsaan Inggris. Bagi Dr. Ken bukanlah reformasi yang dibutuhkan oleh pendidikan melainkan transformasi. Sebuah pemikiran ulang yang ingin melihat pendidikan sebagai proses yang hidup, penuh dinamika dengan adanya transformasi. Kata transformasi bahkan telah terlebih dahulu dituliskan oleh Rasul Paulus dalam Roma 12:2, ”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Kata ‘berubah’ diambil dari kata Metamorfosis (μεταμopφόω-kata berbahasa Yunani), yang oleh Alkitab berbahasa Inggris diterjemahkan dengan transformation atau transformasi. Perubahan yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus adalah perubahan yang dialami oleh orang percaya menuju pada pembaharuan budi (pikiran, perasaan, perbuatan) yang terwujud dalam ketidakserupaan dengan dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal tersebut adalah tanda hidup yang kudus yang berkenan kepada Allah dan itu adalah ibadah yang sejati (Roma 12: 1). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang yang mengasihi Tuhan adalah mereka yang menyenangkan hati Tuhan, dengan mempersembahkan hidup yang berubah oleh pembaharuan budi yaitu: pembaharuan pikiran, perasaan, dan perbuatan. Tiga hal yang mendorong orang untuk mengalami pembaharuan budi adalah: visi, ketekunan, dan pelayanan.1
Visi
Transformasi tidak dapat diabaikan oleh komunitas Athalia. Selain karena hal ini adalah kebenaran Firman Tuhan, alasan lain dari pentingnya transformasi adalah Visi Sekolah Athalia: menjadi murid Tuhan. Seluruh anggota komunitas Athalia terikat pada visi ini. Menjadi murid Tuhan, tidak dapat dicapai hanya dengan upaya diri sendiri, diperlukan adanya komunitas yang saling membangun, dan ketaatan atas bimbingan Roh Kudus yang menyertai kehidupan orang percaya. Maka benarlah jika dikatakan bahwa pendidikan membutuhkan transformasi. Transformasi pikiran, hati, dan tingkah laku seluruh anggota komunitas Athalia yaitu: guru/staf, siswa, dan orang tua yang terikat pada visi tersebut.
Ketekunan
Upaya mencapai visi atau tujuan, membutuhkan ketekunan (perseverance), sebuah tekad kuat melakukan sesuatu meskipun menghadapi tantangan. Ketekunanlah yang mendorong orang untuk tetap melangkah mencapai tujuan. Berbagai rintangan pasti menghadang, menghambat perjalanan mencapai visi/tujuan. Tetapi, seseorang yang memiliki ketekunan akan bertahan menghadapi rintangan. Berubah dalam pembaharuan budi, akan mendorong seseorang untuk membuka hatinya terhadap berbagai masukan, mempertimbangkan masukan tersebut untuk tujuan mengambil langkah perbaikan yang diperlukan, tanpa menjadi terombang-ambing oleh karena situasi yang menghadang, melainkan tetap teguh berjalan mencapai visi atau tujuan yang Tuhan berikan, sekalipun dengan pengorbanan.
Ketekunan, akan mendorong orang tua tidak hanya berperan dalam menyediakan kebutuhan materi anaknya, tetapi berjuang untuk hadir dalam kehidupan anak, memenangkan hati mereka, sekalipun di tengah berbagai kesibukan dan pergumulan yang dihadapi.
Ketekunan, akan mendorong para guru dan staf untuk terus berjuang melawan kelemahan diri untuk hidup dengan integritas, menjadi teladan bagi anak-anak.
Ketekunan, akan mengarahkan siswa untuk berjuang menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi dengan pertolongan Tuhan. Memiliki semangat untuk berprestasi tanpa kehilangan relasi bersama teman dan bertumbuh di dalam karakter mereka.
Pelayanan
Guru/staf dan orang tua adalah para pemimpin atau pembimbing yang diberikan Tuhan bagi anak-anak yang sedang bertumbuh. Berubah dalam pembaharuan budi, akan memampukan kita sebagai para pembimbing untuk memandang peran tersebut sebagai sebuah pelayanan yang Tuhan percayakan. Karena Tuhan yang memberikan peran tersebut, maka para pembimbing akan melayani dengan hati. Hati yang tulus dalam memperhatikan anak-anak yang didampingi. Berubah dalam cara pandang yang tidak berpusat pada ketertarikan/kepentingan diri sendiri. Menegur dengan kasih. Membimbing anak dengan berusaha memahami kesulitannya terlebih dahulu. Hadir dalam kehidupan mereka, ikut serta dalam setiap pergumulan yang mereka hadapi, dan membawa mereka kepada Tuhan dalam doa-doanya. Jika prinsip-prinsip ini dibangun sebagai bentuk pembaharuan budi para pembimbing yaitu para guru/staf dan orang tua, maka anak-anak pun tidak akan mudah berputus asa menghadapi berbagai tantangan, memiliki keinginan yang kuat untuk ditransformasi menggapai visi melalui ketekunan, yang berujung pada keserupaan dengan-Nya. Jika relasi ini dapat bertumbuh dengan baik, maka benarlah jika Sekolah Athalia sebagai institusi pendidikan memperkenalkan diri sebagai komunitas belajar.