Melangkah Dengan Iman

Oleh: Naomi Fransisca Halim, S.Th

“I am not quite sure—but I am going to trust, and I am going to obey”
Saya tidak begitu yakin—tetapi saya akan tetap percaya dan saya akan tetap taat.

Penggalan kalimat ini diucapkan oleh seorang pemuda yang hadir dalam sebuah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang berlangsung di Brockton, Massachusetts. Ketika Daniel Towner seorang pemimpin pujian, mendengar kalimat ini ia menuliskannya dan mengirim tulisannya itu kepada seorang penulis syair, bernama J.H. Sammis. Dari kalimat itulah, Sammis menulis sebuah hymn yang kita kenal dengan judul “Trust and Obey (Percaya dan Taat).”

Perjalanan mengikut Tuhan adalah proses belajar mempercayai dan menaati Tuhan tiada henti. Hal ini dialami oleh Abraham, Bapa orang beriman. Dalam Kejadian 22: 2, Allah berfirman, “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Dalam ayat ini, permintaan Allah kepada Abraham sangat jelas. Allah meminta anaknya yang tunggal, yang ia kasihi sebagai korban persembahan (terj. Bahasa Inggris “your son,” “your only son,” “Isaac,” “whom you love”). Padahal Allah berjanji bahwa keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut dengan keturunanmu (Ibr. 11:18).

Alkitab tidak mencatat perasaan Abraham pada saat itu. Alkitab melanjutkan kisah ini dengan memperlihatkan tindakan Abraham. Dengan hati yang taat, Abraham segera/keesokan harinya bangun, memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya. Kemudian berangkatlah Abraham ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Sungguh suatu teladan ketaatan yang luar biasa. Ketaatan Abraham adalah ketaatan yang tidak masuk akal. Bagaimanakah mungkin seseorang dapat dengan segera memilih untuk taat kepada Allah ketika diminta untuk menyerahkan anaknya?

PENGALAMAN IMAN BERSAMA ALLAH DI MASA LAMPAU
Abraham memiliki sejarah hubungan yang kaya dengan Allah. Kisah Allah menguji Abraham di perikop ini bukanlah ujian pertama baginya. Ini adalah ujian terakhir dalam kehidupannya. Menurut tradisi Yahudi, Abraham mengalami sepuluh pencobaan termasuk kisah ini. Namun dalam pencobaan-pencobaan tersebut, tidak pernah ia mendapati Allah lalai menepati janji-Nya dan mengecewakan dirinya. Pengalaman imannya di masa lampau inilah yang membuat ia dapat mempersiapkan segala sesuatu, melayangkan pandangannya ke gunung Moria dan rela mempersembahkan Ishak, anaknya yang tunggal (Ibr. 11:17).

Adakah pengalaman iman dalam hidup kita? Setiap orang percaya dapat memiliki pengalaman iman dengan Allah. Pengalaman ini dapat terjadi apabila kita mulai melangkah dengan hati yang taat berlandaskan Firman Tuhan. Mungkin sekarang Allah sedang berbicara kepada diri kita mengenai pekerjaan, mengenai uang, mengenai anak, atau sesuatu hal yang lain. Beranikan dirimu melangkah dengan hati yang penuh ketaatan. Sekalipun kelihatannya mustahil, beranikanlah diri untuk melangkah dalam hal apa pun yang diperintahkan-Nya, baik kepada kita sekeluarga maupun secara pribadi.

PENGENALAN YANG BENAR TERHADAP PRIBADI ALLAH
Setelah tiga hari perjalanan, Abraham meminta bujangnya untuk tinggal dan menunggu. Dalam ayat 5, Abraham berkata kepada dua bujangnya, “…kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu” (penekanannya pada kata “sesudah itu kami kembali kepadamu”).

Kepastian bahwa Ishak dan Abraham akan datang kembali dari sembahyang bukanlah sebuah ungkapan kosong. Ini adalah pengenalannya dan keyakinannya terhadap Pribadi Allah yang tidak mengingkari janji-Nya. Allah berjanji bahwa yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak (21:12). Walaupun, dalam perikop ini tidak dijelaskan mengapa Abraham berkata seperti itu, tetapi Ibrani 11:17-19 membantu para pembacanya memahami kata-katanya. Pada ayat 19 “Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali ”.

Pengenalan yang benar terhadap Allah adalah salah satu hal penting dalam mengikut Yesus. Kita harus mengetahui siapa Dia agar iman yang kita miliki bukanlah iman yang melompat dalam gelap. Satu-satunya cara memiliki pengenalan yang benar adalah dengan membaca dan merenungkan firman-Nya setiap hari dan meminta Allah berbicara kepada kita secara pribadi. Dengan begitu, walaupun pencobaan menghampiri kita, kita akan dikuatkan oleh firman-Nya.

Penutup
Abraham, Bapa orang beriman, mengalami berbagai situasi yang jauh dari jangkauan logika manusia. Tetapi ia tidak bimbang karena ketidakpercayaannya, melainkan terus diperkuat dalam imannya dan tetap memuliakan Allah (Rm. 4:20). Demikian juga kita harus melatih diri kita agar memiliki pengalaman iman dan pengenalan yang benar terhadap Pribadi Allah. Yakinkanlah diri kita bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi diri kita yang mengasihi Dia. Ia menuntun kita untuk melangkah dengan iman.


Posted in Renungan and tagged , , , , , , , , , , , .