Sindroma Tanah Amblas

Natal tahun kemarin, saya mendapatkan hadiah sebuah buku terjemahan dengan judul asli “Ordering Your Private World”, karangan Gordon MacDonald yang berisi pengalaman penulisnya tentang sindroma tanah amblas yang dialaminya. Menurut buku tersebut sindroma tanah amblas itu seperti sebuah fenomena yang dialami oleh lapisan tanah di bumi. Diceritakan di dalam buku itu tentang penghuni sebuah bangunan apartemen di Florida yang terbangun melihat pemandangan mengerikan di luar jendela apartemen mereka. Tanah di seberang jalan di muka bangunan mereka benar-benar amblas, menciptakan sebuah lubang besar yang mereka sebut tanah amblas (sinkhole). Mobil, trotoar, pembatas jalan, dan benda-benda di sekitarnya berjatuhan ke dalam lubang yang semakin lama semakin dalam dan aparteman itu juga sedang menunggu gilirannya untuk juga jatuh dan amblas. Menurut para ilmuwan, tanah amblas itu terjadi karena aliran air bawah tanah mengering selama musim kering. Hal itu menyebabkan tanah di permukaan kehilangan dasar penopangnya dan dengan tiba-tiba segala sesuatu amblas begitu saja, runtuh dan masuk ke dalam lubang yang sangat dalam seperti tak berujung. Banyak orang yang hidupnya seperti tanah amblas di Florida itu. Bisa jadi di antara kita telah mengalami seakan-akan berada di tepian tanah amblas itu. Hal yang muncul bisa dalam bentuk perasaan lelah yang mematikan rasa, mungkin juga perasaan gagal, atau kekecewaan, kehabisan tenaga, patah semangat, perasaan tertekan, depresi, atau meledak. Kita seolah merasa ada sesuatu dalam diri kita yang sedang terjadi. Kita merasa sekejap lagi akan tumbang, dan seluruh dunia kita terancam masuk ke dalam lubang tak berdasar.

Dalam kehidupan kita, kita menjalani dua dunia, yaitu dunia publik dan dunia pribadi. Dunia publik adalah dunia yang tampak dari luar, yang kelihatan, terukur, dan dapat ditingkatkan, yang terdiri dari pekerjaan, kepemilikan, kehidupan sosial. Ini adalah bagian keberadaan kita yang lebih mudah dievaluasi dalam ukuran keberhasilan, popularitas, kekayaan, dan kecantikan. Sedangkan dunia pribadi lebih bersifat spiritual, yang merupakan pusat tempat pilihan dan nilai ditentukan, tempat keheningan dan perenungan. Dunia pribadi merupakan tempat untuk melakukan ibadah dan pengakuan dosa, sebuah titik tempat polusi moral dan spiritual zaman ini tidak dapat menerobos. (MacDonald, 2012).

Kebanyakan orang terlalu sibuk menata dunia publik dengan baik, tetapi cenderung mengabaikan dunia pribadinya. Menata kehidupan pribadi itu sangat penting. Menyiapkan waktu khusus untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Itu akan mengembalikan energi dan menyejukkan hati serta pikiran. Dengan senantiasa menata dunia pribadi, terutama kehidupan pribadi dalam hubungannya dengan Allah akan memperkuat fondasi kehidupan kita, dan keeratan hubungan dengan Allah adalah pengisi kekosongan di dalam jiwa yang tidak dapat digantikan dengan apa pun juga. Dunia pribadi adalah fondasi untuk dunia publik, seperti fondasi sebuah gedung pencakar langit. Semakin tinggi sebuah gedung seharusnya semakin kuat juga fondasinya. Semakin sibuk kita dengan dunia publik kita, semestinya dunia pribadi harus lebih diperhatikan dan tidak diabaikan. Jika dunia pribadi diabaikan, maka pada akhirnya dunia pribadi ini tidak akan sanggup lagi menopang berbagai peristiwa dan tekanan dalam kehidupan yang kita alami bahkan yang sekecil dan seremeh apa pun tekanan itu.

Buku ini juga mengajak kita untuk menilik kembali ruang bilik dalam dunia pribadi kita. Apakah dalam kehidupan kita sehari-hari, kita sebagai orang yang “terdorong” atau orang yang “terpanggil”. Ketika kita berprestasi di sekolah, apa motivasi di balik itu? Apakah karena kita terdorong untuk membuktikan sesuatu, terdorong oleh keinginan untuk terkenal, mendapatkan pengakuan, pujian? atau merasa terpanggil untuk melakukan yang terbaik dalam kehidupan kita tanpa peduli apakah pada akhirnya kita akan mendapatkan penghargaan, sanjungan, dijadikan teladan dan panutan, atau tidak? Ketika sebagai karyawan, saat karir begitu melejit, apakah yang mendasarinya? apakah terdorong oleh keinginan untuk berkuasa, menjadi terkenal, kaya raya, dianggap sukses dan berhasil? atau terpanggil melakukannya karena tujuan-tujuan yang lebih bersifat imaterial, kepuasan batin, semangat pelayanan? Demikian juga ketika menjadi pelayan Tuhan, gembala, pekerja sosial, atau profesi yang lainnya, apa alasan dan motivasi yang mendasari setiap tindakan kita? Ketika keterdorongan yang menjadi dasar tindakan kita, maka fondasinya tidak akan kuat. Kita akan mudah runtuh seperti analogi tanah amblas tadi. Berbeda ketika keterpanggilanlah yang menjadi dasarnya. Seorang yang terpanggil, ia telah menempatkan sebuah fondasi yang kokoh dalam menjalani kehidupannya, ia tidak akan mudah runtuh dan amblas dalam perasaan kecewa yang sangat dalam, perasaan gagal, patah semangat, putus asa, dan sebagainya, karena ia menjalaninya dengan penuh ketulusan, dan kerelaan. Dengan demikian, dunia pribadi yang berupa motivasi perlu untuk ditata agar keterpanggilanlah yang seharusnya menjadi pijakan yang kokoh dalam kita melangkah dan berkarya dalam dunia publik yang kita jalani.

(Ind, sumber: Menata Dunia Pribadi Meniti Sukses Sejati, karangan Gordon MacDonald).