Oleh: Victor Sumua Sanga, M.Div., guru Agama Kristen SMA
“Mengucap syukurlah senantiasa.” Kalimat ini sering didengar dan diamini tanpa memahami alasan ucapan syukur itu.
Mengapa saya harus mengucap syukur kepada Tuhan sementara saya dapat hidup tanpa Dia?
Cobalah menjalani hari Anda, seminggu saja, tanpa berdoa, tanpa mengikuti ibadah, atau tanpa ritual keagamaan apa pun. Mungkin Anda akan mendapati diri Anda dapat tetap hidup, tidak kelaparan, dan tetap sehat. Jika Anda melakukan percobaan itu di akhir bulan, Anda akan mendapati diri Anda tetap menerima penghasilan atau gaji dari pekerjaan yang dilakukan. Jika Anda seorang pengusaha, Anda dapat tetap menghasilkan uang, Anda tetap dapat mempekerjakan orang, Anda tetap dapat membangun sistem kerja yang baik, tanpa melibatkan Tuhan di dalam semua hal yang Anda lakukan.
Bukankah itulah pola hidup orang-orang ateis, yang tidak memberikan tempat di hidupnya untuk Tuhan? Mereka tetap dapat bertahan hidup. Bahkan, sebagian dari mereka mendapatkan penghargaan tinggi. Namanya dikenang banyak orang karena telah memberikan sumbangsih besar bagi dunia. Jadi, mengapa kita harus mengucap syukur kepada-Nya, sementara kehidupan dapat tetap berjalan dengan baik tanpa-Nya?
Mengapa saya harus mengucap syukur kepada Tuhan, sementara hidup bersama-Nya tidak meluputkan saya dari masalah dan kesulitan hidup?
Menjadikan Tuhan sebagai dasar hidup tidak membawa perbedaan apa pun secara jasmani. Hidup tetap dalam kesulitan, masalah tetap datang, konflik tetap terjadi. Bahkan semakin kita dekat dengan Tuhan, justru akan membuat kita mengalami lebih banyak kepelikan. Hidup beriman kepada Tuhan lebih mirip seperti melarikan diri dari masalah dan bersembunyi di balik kalimat-kalimat kitab suci, seperti “Tenanglah, ada maksud Tuhan di balik semua ini.”
Belum lagi, beberapa masalah justru timbul dari orang-orang yang dianggap memiliki kehidupan spiritual yang baik. Pemimpin-pemimpin rohani justru mempertontonkan perilaku hidup yang berbeda dari yang mereka ajarkan. Lantas, haruskah kita mengucap syukur kepada Tuhan yang tak dapat menyelesaikan masalah kita atau bahkan tak dapat menangani perilaku orang-orang yang berbicara atas nama-Nya?
Penghambat ucapan syukur
Kedua pandangan di atas, meskipun memiliki sudut pandang yang berbeda, memiliki kesepakatan bahwa pencapaian terbaik di dalam hidup adalah ketiadaan masalah—penderitaan, kesulitan, dan konflik. Tidak perlu mengucap syukur kepada Tuhan karena setiap pencapaian hidup dapat diraih tanpa bantuan Tuhan. Tidak perlu mengucap syukur kepada Tuhan karena kehadiran-Nya tidak cukup mampu menanggulangi masalah-masalah kehidupan.
Ironisnya, jika kita memiliki salah satu dari dua pandangan di atas, kita telah kehilangan satu kebenaran yang sangat penting di dalam kehidupan. Kebenaran bahwa keberadaan masalah justru membawa kita pada penemuan-penemuan berharga di dalam kehidupan kita.
Masalah menyingkapkan karakter sejati
Kita perlu mengucap syukur tatkala kita dirundung masalah karena melaluinya kita dapat melihat kualitas karakter kita dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita mengucap syukur karena melalui masalah yang kita hadapi, kita dibawa pada penemuan dan pengenalan diri yang lebih dalam.
- 1 Raja-raja 3: 16-28. Bagian Alkitab ini mengisahkan tentang dua orang perempuan yang menghadapi masalah di dalam hidupnya. Mereka tinggal dalam satu rumah dan masing-masing melahirkan anak dalam rentang waktu yang tidak lama. Anak dari salah satu mereka meninggal dunia, tetapi keduanya mengklaim bahwa anak yang masih hidup itu adalah anak mereka. Solusi yang ditawarkan Salomo bukankah solusi yang “baik”. Salomo justru memberikan mereka masalah baru: anak yang masih hidup itu akan dipenggal menjadi dua dan diberikan kepada masing-masing orang. Menariknya, masalah yang diberikan oleh Salomo menyingkapkan karakter sejati dari kedua perempuan itu. Perempuan yang merupakan ibu dari anak tersebut tidak menghendaki anaknya dibunuh, sebaliknya ia rela anak itu diberikan kepada perempuan lainnya asalkan anaknya tetap hidup. Sebaliknya, perempuan yang bukan merupakan ibu dari anak tersebut menginginkan anak itu dipenggal menjadi dua. Masalah yang hadir menyingkapkan karakter sejati yang dimiliki orang-orang yang ada di sekitar masalah itu.
- Ayub 1:20-22, 2: 9-10. Masalah yang datang bertubi-tubi yang dialami oleh rumah tangga Ayub menyingkapkan karakter sejati Ayub dan istrinya. Ayub dan istrinya bukan hanya kehilangan harta benda mereka, mereka juga kehilangan anak-anak yang mereka kasihi. Tidak sampai di situ saja, Ayub bahkan menderita sakit borok di sekujur tubuhnya. Rentetan masalah ini menyingkapkan karakter sejati dari istrinya di mana ia melihat bahwa penderitaan yang mereka alami merupakan alasan untuk mengutuki Tuhan, sementara Ayub melihat bahwa Tuhan punya kedaulatan penuh atas hidupnya dan ia tidak berhak menyalahkan Tuhan atas kehilangan yang ia alami. Masalah menolong kita melihat bagaimana karakter sejati kita. Masalah merupakan ujian yang menyingkapkan siapa diri kita sebenarnya. Penderitaan, kesulitan, dan konflik membuka tabir karakter sejati dari orang-orang yang dirangkulnya.
Masalah menunjukkan Kekuasaan Tuhan
Kita perlu mengucap syukur tatkala kita menghadapi masalah karena melaluinya kita melihat kemahakuasaan Allah. Kita mengucap syukur karena melalui masalah yang kita hadapi kita melihat karya-karya Allah yang luar biasa.
- Yohanes 9: 2-3. Ayat ini mengemukakan pertanyaan para murid tentang keberadaan seorang yang mengalami masalah kebutaan sejak lahir. Tuhan Yesus menyatakan bahwa kebutaan orang tersebut akan menyatakan karya Allah. Di bagian selanjutnya kita melihat bagaimana Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta tersebut, dan orang tersebut memberikan kesaksian tentang karya Allah kepada orang-orang di sekitarnya. Beberapa masalah yang kita hadapi pada waktunya akan menunjukkan kekuasaan Tuhan. Tuhan tidak terbatas, kekuasaan-Nya melampaui keterbatasan kita. Melalui masalah-masalah yang kita hadapi kekuasaan Tuhan dinyatakan dan itu menjadi kesaksian yang indah bagi nama Tuhan dalam hidup kita dan orang-orang di sekitar kita. Keberadaan Allah di dalam hidup kita tidak membuat masalah sirna, melainkan masalah-masalah itu menunjukkan kepada kita kemahakuasaan Tuhan.
- 2 Korintus 12: 7-10. Paulus adalah satu dari sekian orang yang melihat masalah sebagai wadah untuk mengecap kuasa Kristus dalam hidupnya. Dalam bagian firman Tuhan ini dinyatakan Paulus punya masalah yang didefinisikan sebagai “duri dalam daging”. Paulus sudah memohon supaya masalah ini diangkat dari padanya, tetapi firman Tuhan menyadarkan dia kebenaran bahwa justru di dalam masalah itu kuasa Tuhan menjadi dinyatakan, “Justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Melalui masalah yang kita hadapi, kita akan merasakan kuasa Tuhan yang memenuhi hidup kita. Masalah menghantar kita pada perjumpaan dengan kemahakuasaan Tuhan.
Konklusi
Sebagai sebuah komunitas, komunitas Athalia, sekali lagi, dapat melewati satu tahun pelajaran lagi. Apa yang kita syukuri pada titik ini? Kita bersyukur karena satu tahun pelajaran ini kita makin mengenal diri kita, sebagai suatu komunitas, dan kita melihat kuasa Tuhan yang berulang kali dinyatakan dalam tahun pelajaran ini. Kita bersyukur semakin mengenal Tuhan justru melalui berbagai masalah: penderitaan, kesulitan, dan konflik, yang terjadi dalam komunitas ini.
Berada dalam satu komunitas yang terdiri dari banyak orang di dalamnya dengan berbagai kontribusi peran (yayasan, staf, guru, orang tua, siswa, OB, petugas keamanan, petugas kebersihan), dalam satu tahun ajaran ini kita telah mengalami berbagai peristiwa, masalah, dalam lingkup pribadi, satu keluarga, dalam kepanitiaan, ataupun dalam unit kerja yang ada. Beberapa dari kita bergumul dengan kesehatan, mengalami kedukaan, mencari pasangan hidup, relasi suami-istri, kesulitan dalam pengasuhan anak atau penanganan siswa, konflik dalam relasi dengan orang tua, teman atau rekan kerja. Ada yang bergumul dengan target atau tuntutan kerja, yang lain bermasalah dengan loyalitas dan karakter sebagai karyawan. Apa pun masalahnya, seberapa pun penderitaan itu, sedalam apa pun kesulitan itu, seluas apa pun konflik itu, melaluinya kita makin mengenal karakter diri kita dan orang-orang di sekitar kita. Melaluinya kita melihat kekuasaan Tuhan dinyatakan. Kuasa-Nya telah menyelamatkan kita. Bukankah karena itu kita harus bersyukur?
Susah itu ada gunanya – Yohan Candawasa