Raden Ajeng Kartini adalah tokoh nasional yang dikenal sebagai seorang pejuang emansipasi. Lalu, apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan emansipasi? Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, emansipasi adalah persamaan hak; dan makna emansipasi wanita berarti proses pembebasan diri para wanita dari kedudukan sosial yang rendah serta pengekangan hukum.
Lantas apa yang menyebabkan R.A. Kartini memperjuangkan hal tersebut? Budaya patriarki yang berakar di tanah Jawa pada masa itulah, yang menempatkan wanita hanya sebagai subordinat atau warga negara/masyarakat kelas dua yang kedudukannya lebih rendah dari kaum laki-laki, yang membuat Kartini ingin memperjuangkan hak-hak perempuan. Hak-hak seorang wanita pada masa itu sangatlah terbatas jika dibandingkan kaum pria, baik secara hukum, politik, sosial, ekonomi, dan hak mengeluarkan pendapat. Tidak hanya terbatas hak-haknya tetapi lebih tepatnya terbelenggu. Di tanah Jawa pada waktu itu, perempuan tidak diijinkan untuk mendapatkan pendidikan, kalaupun ada anak perempuan yang diberikan kesempatan untuk dapat mengenyam pendidikan, itu hanya dari kalangan bangsawan saja. Perempuan tidak berhak menentukan sendiri hidupnya. Tidak boleh keluar rumah hingga ada seorang lelaki menjemputnya untuk menjadi suaminya. Jika ayah sudah memutuskan bahwa laki-laki tersebut yang akan menjadi suaminya, maka itulah yang harus diterima dan dijalani, tanpa hak untuk menyatakan suka atau tidak suka dengan laki-laki tersebut. Setelah ia menikah, perempuan sepenuhnya harus tunduk dan patuh pada kuasa suaminya, dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan laki-laki dan menjadi hak properti laki-laki. Wanita tidak dapat sepenuhnya menjadi dirinya sendiri dan tidak mempunyai kebebasan atas dirinya sendiri. Wanita tidak dapat bebas menentukan kehendak dan kemauannya sendiri. Posisi perempuan dalam masyarakat hanya ditempatkan pada ranah domestik saja seperti memasak, melahirkan, merawat anak, dan merawat rumah. Perempuan tidak diinjinkan berkarya di luar rumah atau di ranah publik, tidak memiliki kesempatan untuk bisa mendapatkan penghasilan, memiliki kegiatan sosial kemasyarakatan, berkecimpung dalam bidang politik, dan sebagainya.
Emansipasi Berdasarkan Iman Kristiani
Berkaitan dengan peringatan hari Kartini pada tanggal 21 April, kita mencoba untuk menilik kembali dan memahami posisi, peran, dan kedudukan yang sesuai dengan yang telah Tuhan rancangkan untuk setiap wanita dan juga pria. Pada awal penciptaan Tuhan telah merancangkan bahwa laki-laki berperan sebagai pemimpin dan kepala keluarga (1 Korintus 11:3 Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah; Efesus 5:23a … suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat.), yang melindungi, dan mengasihi/ menyayangi istri dan keluarganya seperti Kristus menyayangi umatnya. Suami juga harus rela berkorban dan tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri. Seperti Kristus datang ke dunia untuk berkorban bagi manusia, tidak untuk kepentinganNya sendiri (Efesus 5:23 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya… Kolose 3:19 Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia; Efesus 5:28 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri; Efesus 5:33a Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri…). Suami juga harus menghormati istri (1 Petrus 3:7 Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.) Sedangkan wanita diciptakan sebagai penolong. Tapi dalam hal ini bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah dari pria, tetapi posisinya adalah sama dan sepadan. (Kejadian 2:18. TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”). Sehingga hak-hak wanita pun sama dan sepadan dengan kaum pria, baik secara sosial, ekonomi, hukum, kesempatan mendapatkan pendidikan, pekerjaan, mengekspesikan dan mengaktualisasikan diri, dan sebagainya. Sedangkan peran wanita sebagai penolong di sini berarti selalu memberikan dukungan, bantuan, dorongan, memberi semangat dan motivasi, dan yang juga sekaligus harus taat pada suaminya dalam segala hal. Lantas, ketaatan yang seperti apakah yang perlu dimiliki oleh seorang istri? yaitu ketaatan yang berdasarkan takut akan Tuhan (Kolose 3:18. Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan; Efesus 5:22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan; Efesus 5:24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.)
Artinya, istri harus taat dalam segala sesuatu selama itu sesuai dengan Firman Tuhan. Selain itu, Istri juga harus baik dan menghormati suaminya (Efesus 5:33b … dan isteri hendaklah menghormati suaminya; Amsal 31:12 Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya.)
Mengenai kesetaraan untuk mendapatkan pendidikan seperti yang diperjuangkan Kartini, Allah juga berfirman mengenai perempuan dalam kitab Amsal 31:26-27 “Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya”.
Untuk menjadi seorang yang berhikmat, tentu pendidikan sangatlah penting. Dalam hal ini Tuhan menghendaki bahwa setiap wanita harus memiliki pendidikan untuk memperoleh hikmat agar ia dapat mengajar dan mendidik anak-anaknya.
Pendidikan Emansipasi pada Anak dalam Keluarga
Namun untuk membentuk seorang anak laki-laki agar kelak setelah mereka dewasa dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pria dewasa yang sesuai dengan rancangan Allah dipengaruhi oleh pendidikan yang diterimanya dalam keluarga, sekolah, dan lingkungannya. Demikian juga agar seorang anak perempuan jika kelak menjadi wanita dewasa memiliki peran dan karakter seperti yang telah Tuhan rencanakan dan rancangkan untuknya, tidaknya semudah membalikkan telapak tangan, karena hal itu juga berkaitan dengan pendidikan anak dalam keluarga dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.
Dengan demikian, sedari awal kita perlu mendidik anak-anak kita agar ia mengetahui tugas, hak, dan kewajibannya sesuai dengan rencana dan rancangan Allah untuk masing-masing pria dan wanita. Anak laki-laki perlu didikan yang akan mempersiapkan mereka untuk dapat menjadi pemimpin dalam rumah tangganya. Pemimpin yang rela berkorban dan mengasihi istri dan anggota keluarganya seperti kasih Kristus terhadap jemaat. Demikian juga dengan anak perempuan perlu didikan agar mereka juga dapat memahami peran, hak, dan kewajibannya sebagai perempuan seperti yang telah direncanakan dan dirancangkan oleh Allah, yaitu sebagai penolong pria dan taat pada pria yang kelak menjadi suaminya, senantiasa mendukung namun tidak mengambil alih dominasi dan bertingkah “menguasai”. Namun dengan perkembangan jaman, peran ini seringkali bergeser di mana anak perempuan makin tidak mengetahui peran dan posisinya, demikian juga dengan anak laki-laki. Dari sinilah biasanya kegagalan dalam banyak rumah tangga berakar, yaitu karena kurangnya pemahaman akan rancangan Tuhan mengenai peran masing-masing pria dan wanita. Kekurangpahaman ini juga bisa dikarenakan pendidikan dalam keluarga yang juga kurang mempersiapkan tiap anak laki-laki dan perempuan untuk dapat berperan seperti yang sudah Tuhan rancangkan.
Baik di rumah maupun di sekolah, sebaiknya anak laki-laki diajarkan mengenai tanggung jawab, dipersiapkan menjadi pemimpin yang nantinya dapat memimpin dan membimbing keluarganya. Tetapi bukan pemimpin yang otoriter dan semena-mena tetapi penuh kasih dan rela berkorban. Pekerjaan yang bersifat domestik seperi membersihkan dan merawat rumah, memasak, mencuci, merawat anak, mendidik anak, juga merupakan tanggung jawab bersama pria dan wanita. Demikian juga dengan anak perempuan yang sebaiknya juga dididik untuk memiliki hati yang bersedia sebagai penolong dan pendukung yang taat pada suami. Namun demikian, perlu ditanamkan juga bahwa posisi mereka adalah setara atau sepadan, bahwa pria sama hak dan kedudukannya dengan wanita. Tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi. Mereka harus saling menghormati dan menghargai. Saling mengasihi. (Ind).