Peringatan Hari Kartini SD Athalia

Setiap tahun, peringatan Hari Kartini dirayakan oleh siswa dan siswi SD Athalia. Tahun ini perayaan diselenggarakan pada hari Jumat, 20 April 2018 bertempat di lapangan belakang SD Athalia dan berlanjut dengan lomba fashion show yang diadakan di aula gedung A Sekolah Athalia. Tujuan diselenggarakannya acara ini adalah untuk memupuk rasa kebangsaan dan rasa cinta tanah air dengan menggunakan pakaian daerah dan pakaian profesi serta mengembangkan potensi siswa dalam lomba Fashion Show.

perayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartiniperayaan Hari Kartini

 

Beda Tapi Berguna

beda tp berguna
Oleh: Corrina Anggasurjana, koordinator bidang studi IPS

 

Pada 21 April 1879 di Jepara lahirlah Raden Ajeng (Ayu) Kartini dari pasangan seorang bangsawan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara dan seorang rakyat biasa Mas Ajeng Ngasirah. Aturan masa itu mengharuskan seorang bangsawan mempunyai isteri bangsawan pula, sehingga Kartini memiliki ibu tiri, seorang bangsawan keturunan Raja Madura, yaitu Raden Adjeng Woerjan. Sebagai seorang bangsawan, Kartini berhak memperoleh pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School), walau hanya sampai usia 12 tahun karena menurut adat kebiasaan saat itu, anak perempuan harus tinggal di rumah untuk dipingit. Dimulailah masa-masa yang penuh penderitaan karena seakan terputus dengan dunia luar … penjara saya adalah rumah dan halaman kami, namun bila kami harus selalu tinggal di situ, sesak juga rasanya. Saya teringat karena putus asa yang tidak terhingga berulang kali saya mengempaskan badan pada pintu yang selalu tertutup dan pada dinding batu dingin itu …. Walau demikian, masih ada manfaat yang dapat diperolehnya, yaitu kemampuan berbahasa Belandanya semakin berkembang karena Kartini aktif mengadakan surat menyurat dengan beberapa sahabat pena di Belanda.

Masa pingitan semakin menggelorakan semangat Kartini untuk membaca … berpengetahuan … kehausan akan pendidikan seperti tak terpuaskan. Rupanya sudah jadi warisan keluarga semangat untuk berpendidikan karena kakek Kartini, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, yang menjadi bupati Demak pada masanya sudah memberikan pendidikan kepada anak-anaknya dengan mendatangkan guru ke rumah, tindakan yang tidak mudah dipahami karena tidak biasa. … Hanya orang yang mempunyai wawasan cukup dapat memilih seorang guru yang tepat, karena di masa itu orang-orang Belanda yang menawarkan diri menjadi guru rumah kebanyakan hanyalah sampah-sampah sosial yang terbuang dari Nederland …. Beberapa tahun sebelum meninggal, kakeknya memberi wejangan kepada putera-puterinya: “Anak-anak, tanpa pengajaran kelak tuan-tuan tiada akan merasai kebahagiaan, tanpa pengajaran tuan-tuan akan semakin memundurkan keturunan kita; ingat-ingat kata-kataku ini.” Hasil pendidikan, kemampuan menulis, dan keberanian menyatakan pendapat dicontohkan juga oleh paman-pamannya. Pangeran Ario Hadiningrat, paman Kartini, menulis tentang Sebab-sebab Kemunduran Prestise Amtenar Pribumi serta Bagaimana Jalan untuk Meningkatkannya Kembali. Paman lainnya, Raden Mas Adipati Ario Tjondronegoro, menerbitkan buku tentang Kesalahan-kesalahan dalam Mengarang dalam Basa Jawa, Pengelanaan di Jawa, serta beberapa tulisannya dalam bahasa Belanda diterbitkan juga oleh majalah Bijdragen voor het Koninklijk Instituut voor de Taal, Land-en Volkenkunde voor Nederlandsch Indië. Bahkan ayahnya pun, menulis dalam bahasa Belanda tentang protes kepada pemerintah Hindia Belanda atas diskriminasi pendidikan.

Kartini sendiri dikenal sebagai seorang penulis yang tulisan-tulisannya dimuat dalam De Hollandsche Lelie, majalah perempuan berpendidikan tinggi di Belanda dan didukung dengan terbitnya sebuah foto di surat kabar De Warheid tentang kongres Women’s International Democratic Federation yang menunjukkan wajah Kartini terpasang di belakang podium. Keterkenalannya itu dimanfaatkan oleh kelompok Gerwani yang mengangkat Kartini tidak hanya sebagai pejuang hak perempuan di bidang pendidikan, tapi juga pejuang anti-feodalisme dan anti-kolonialisme, juga pada edisi 25 April 1964 koran Harian Rakyat, yang dipimpin oleh Njoto, memberitakan perayaan Hari Kartini di Moskow, Bukares, Praha, dan Kuba.

Kartini bahkan menjadi alat politisasi pemerintah Belanda yang ingin menunjukkan pada Inggris bahwa Belanda pun memperhatikan kesejahteraan dan pendidikan kaum bumi putera. Surat-suratnya yang setelah diseleksi oleh J.H. Abendanon, dibukukan dengan judul “Door Duisternis Tot Licht” lalu diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa sehingga menginspirasi perjuangan kaum perempuan di berbagai negara. Salah satu hasilnya adalah di Belanda dibentuk Fonds Kartini (Yayasan Kartini), yang mengumpulkan dana untuk membangun sekolah-sekolah di Nusantara. Bahkan Ratu Belanda ikut berdonasi ke yayasan tersebut, walau sekolah-sekolah Kartini baru terwujud setelah diurus oleh Van Deventer.

Jadi, mengapa Hari Kartini terus diperingati dan dihubungkan dengan emansipasi kaum perempuan? Emansipasi yang dimaksud Kartini tercermin dalam suratnya: Kami memohon dengan sangat supaya di sini diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan. Bukanlah karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan menjadi saingan orang laki-laki, melainkan karena kami yakin akan pengaruh besar yang mungkin datang dari kaum perempuan. Kami hendak menjadikan perempuan menjadi lebih cakap dalam melakukan tugas besar yang diletakkan oleh ibu Alam sendiri ke dalam tangannya agar menjadi ibu yang menjadi pendidik anak-anak mereka. Bukankah pada mulanya dari kaum perempuan juga manusia memperoleh pendidikannya. (Surat kepada Prof. Dr. G.K. Anton dan Nyonya – 4 Oktober 1902). Ternyata, Hari Kartini layak diperingati karena menjadi pengingat pada perjuangan untuk mempersiapkan perempuan-perempuan yang siap menjadi pengajar yang cakap bagi generasi berikutnya. Kesadaran ini bukan hanya untuk para perempuan tapi kaum laki-laki juga karena ikut berperan dalam menyiapkan perempuan-perempuan seperti yang dimaksud, entah sebagai ayah, kakak, teman, atau pun guru.

Nilai-nilai yang dapat dipelajari:
a. Keluarga berperan besar menumbuhkan semangat belajar dan berpengetahuan pada anak-anak.
b. Mengapa hanya Kartini – di antara anak-anak ayahnya, bahkan di antara ratusan perempuan masa itu – yang tergugah untuk “memberontak” pada tekanan adat masa itu? Keunikan itu bisa jadi anugerah yang harus dikembangkan untuk berperan bagi masyarakat – membuka pikiran/wawasan tentang sesuatu. Jadi, kalau punya suatu keistimewaan, kembangkan! Pasti ada maksudnya ketika TUhan mengaruniakan keunikan atau keistimewaan itu (bandingkan kisah Ratu Ester).

Belajar Bertanggung Jawab di Hari Kartini

Selasa, 21 April 2015 menjadi hari yang istimewa bagi para guru SD Sekolah Athalia. Senyum sumringah terlihat menghiasi wajah guru-guru yang juga terlihat berbeda dalam balutan busana batik dan kebaya. Pagi itu para guru membimbing kelasnya masing-masing memasuki lapangan dan langsung berbaris. Ternyata semua ini tak lain adalah bagian dari rangkaian kegiatan Hari Kartini dimana upacara bendera menjadi kegiatan pembukanya.

Semua siswa SD dari kelas I hingga kelas VI turut terlibat dalam rangkaian kegiatan yang telah dipersiapkan para guru. Upacara bendera juga berlangsung dengan khusyuk. Bu Riri sebagai pembina upacara dengan serius menyampaikan beberapa hal penting sehubungan dengan Hari Kartini pada para siswa.
Bu Riri
“Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dan sebagai pelajar harus memiliki semangat perjuangan R.A. Kartini. Kita sudah menikmati perjuangan Kartini hari ini dan oleh karena itu kita semua juga harus terus berjuang dengan semangat mencapai cita-cita dan menggunakan kemampuan kita. Tak hanya untuk menjadi berkat bagi bangsa, tetapi juga untuk memuliakan Tuhan karena semua yang kita miliki itu juga merupakan kasih karunia dari Allah.”

Bu Riri juga mengingatkan para siswa agar mereka dapat terus belajar untuk tertib dalam menjalani kehidupan. Kehidupan yang dijalani dengan tertib dapat membuat segala sesuatu dapat berjalan dengan lebih baik dan maksimal.

Ketertiban memang merupakan salah satu karakter yang dipelajari para siswa di kelas IV. Hal ini juga yang sebenarnya menjadi dasar pemikiran para guru dalam membuat perlombaan bagi para siswa. Penerapan karakter ini terlihat ketika siswa kelas IV dan V melanjutkan upacara dengan perlombaan table manner. Di sini para siswa dalam kelompoknya masing-masing dapat menyiapkan makanan yang telah mereka bawa di dalam kelas. Semangat dan antusiasme para siswa juga dapat terlihat jelas dari persiapan dan keseriusan mereka dalam mengikuti lomba serta hasil dari pekerjaan mereka.
Kelas 4
Hasil Table Manner
Meski begitu tak hanya siswa kelas IV dan V yang berpartisipasi dalam perlombaan. Siswa kelas I mengikuti perlombaan menyanyi beregu, siswa kelas II mengikuti lomba menyusun puzzle, siswa kelas III mengikuti lomba membuat poster, dan siswa kelas VI menyusul dengan mengikuti lomba membuat parcel buah.
Siswa kelas 1
Setiap perlombaan tentunya memiliki tujuan tertentu dalam melatih siswa sesuai dengan kebutuhan di setiap tingkat. Namun satu hal yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana melalui kegiatan ini para siswa belajar untuk bertanggung jawab. Seperti yang dikatakan Bu Dewi selaku kepala sekolah SD Sekolah Athalia.

“Melalui perayaan ini siswa bisa memahami sosok dan semangat R.A. Kartini dalam memperjuangkan cita-cita. Melalui lomba, siswa juga bisa belajar bekerjasama, bertanggung jawab dan bersyukur atas apa yang mereka miliki. Kemudian juga belajar berbagi pada orang lain dengan membagikan apa yang mereka miliki.”

Siswa belajar bertanggung jawab secara khusus dalam kelompoknya masing-masing dalam kelas. Setiap siswa memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama untuk memberikan usaha terbaik mereka selama  mengikuti lomba.

Pada akhir perlombaan di setiap kelas dipilih satu kelompok yang menjadi pemenang dan kemudian mendapatkan hadiah. Namun, tak lupa para guru menjelaskan pada siswa mengenai arti hadiah tersebut. Bahwa sebenarnya yang terpenting adalah proses dan kerja keras mereka dalam memberikan yang terbaik selama mengikuti lomba. Adanya pemberian hadiah bagi para pemenang hanyalah bonus dari kerja keras mereka. Melalui hal ini juga diharapkan para siswa yang tidak menang dapat belajar untuk dapat berlapang dada menerima kekalahan. Jadi Hari Kartini ini sebenarnya adalah kesempatan bagi para siswa untuk belajar akan banyak hal dan tak hanya sekedar mencari kemenangan.

Seperti halnya R.A. Kartini yang tak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga berjuang bagi para perempuan di Indonesia. Begitu juga para siswa diharapkan dapat menjadi generasi penerus yang membawa kebaikan tak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga lingkungan sekitarnya. Semoga melalui kegiatan ini para siswa dapat belajar untuk terus berjuang menghadapi segala tantangan. Belajar menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab serta belajar memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang mereka kerjakan. Selamat Hari Kartini! (LDS)