Natal 2016 di SMP Athalia

Tanggal 13 Desember 2016, siswa/i dan guru-guru SMP mengadakan perayaan Natal bersama di aula F. Dengan tema ‘Simplicity of Christ’, kami semua memaknai kesederhanaan dan kerendah-hatian Kristus saat Ia datang ke dunia ini. Selain Firman Tuhan yang dibawakan oleh Ev. Daniel Santoso, M.A, kami juga mendengarkan presentasi dari lembaga misi Kartidaya yang membukakan mata siswa/i serta guru-guru tentang pelayanan penterjemahan Alkitab untuk suku-suku di Indonesia. Sungguh hebat orang-orang yang terbeban untuk pelayanan ini. Mereka menghadapi bukan hanya keterbatasan Bahasa tapi juga kesulitan geografis dari tempat-tempat yang mereka kunjungi tapi mereka tetap semangat. Selain itu, ada juga persembahan tarian dan persembahan pujian oleh siswa/i Athalia yang begitu memukau. Wah.. Sungguh berkesan perayaan Natal tahun ini apabila kita semua menangkap pesan Natal yang sesungguhnya.

 

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

Natal SMP 2016

“Keluarga” Kami

Putriku, Gina, berada di kelas empatnya Bu Melton. Baru satu bulan sekolah, dia mulai secara teratur pulang ke rumah dengan meminta pensil, krayon, kertas, dan sebagainya. Pada mulanya dengan semangat aku menyediakan apa pun yang dia perlukan, tidak pernah menanyakannya.

Setelah permintaan yang terus-menerus akan benda-benda yang seharusnya bisa bertahan sedikitnya enam minggu di kelas empat, aku mulai heran dan bertanya, “Gina, apa yang kaulakukan dengan peralatan sekolahmu?” Dia selalu memberi jawaban yang bisa memuaskanku. Suatu hari, setelah memberikan benda yang sama seminggu sebelumnya, aku mulai kesal dengan permintaannya dan dengan tegas bertanya sekali lagi, “Gina! Apa yang terjadi dengan peralatan sekolahmu?” Mengetahui bahwa alasannya tidak akan mempan lagi, dia menundukkan kepala dan mulai menangis. Aku mengangkat dagu kecilnya dan memandang mata cokelatnya yang besar, yang sekarang digenangi air mata. “Apa?! Apa yang tidak beres?” Pikiranku dipenuhi segala macam pikiran. Apakah dia dinakali anak lain? Apakah dia memberikan peralatan sekolahnya agar dia tidak dilukai atau agar dia diterima oleh mereka?

Aku tidak bisa membayangkan apa yang sedang terjadi, tetapi aku tahu ada sesuatu yang serius sehingga dia menangis. Aku menunggu lama sekali sebelum dia menjawab. “Mom,” dia memulai, “ada seorang anak lelaki di kelasku; dia tidak punya semua peralatan yang dia perlukan untuk melakukan pekerjaannya. Anak-anak lain mengejeknya karena kertasnya kusut dan dia hanya punya dua krayon untuk mewarnai. Aku telah meletakkan semua peralatan yang Mom belikan untukku sebelum anak-anak lain masuk, jadi dia tidak tahu bahwa aku yang meletakkannya. Tolong jangan marah, Mom. Aku tidak bermaksud berbohong, tetapi aku tidak ingin siapa pun tahu bahwa aku yang melakukannya.”

Hatiku luruh saat aku berdiri di sana tak percaya. Dia telah mengambil peran seorang dewasa dan berusaha menyembunyikannya seperti seorang anak. Aku berlutut dan memeluknya, tidak ingin dia melihat air mataku sendiri. Ketika sudah tenang, aku berdiri dan berkata, “Gina, Mom tidak akan pernah marah padamu karena ingin menolong seseorang, tetapi mengapa kau tidak datang saja dan mengatakannya pada Mom?” Aku tidak harus menunggu dia untuk menjawab. Hari berikutnya, aku mengunjungi Bu Melton. Aku memberitahu apa yang telah dikatakan Gina. Dia juga mengetahui situasi John. Anak tertua dari empat anak lelaki, orangtuanya baru saja pindah ke sini dan ketika sekolah menunjukkan daftar peralatan sekolah untuk semua murid kelas empat, mereka merasa sangat terbebani.

Ketika tiba di sekolah minggu berikutnya, anak-anak itu nyaris tidak membawa apa pun- masing-masing hanya membawa beberapa lembar kertas dan satu pensil. Aku meminta daftar keperluan keempat kelas anak-anak itu dan memberitahu Bu melton bahwa aku akan menyiapkannya di hari berikutnya. Dia tersenyum dan memberikan daftar itu. Hari berikutnya, kami membawa perlengkapan itu dan memberikannya ke kantor sekolah dengan catatan untuk diberikan kepada keempat anak lelaki itu.

Ketika Natal mendekat, pikiran tentang John, saudara-saudara, dan keluarganya memenuhi pikiranku. Apa yang akan mereka lakukan? Pasti mereka tidak punya uang untuk membeli hadiah. Aku bertanya kepada Bu Melton apakah dia bisa memberi alamat keluarga mereka. Pada mulanya dia menolak, mengingatkanku bahwa ada kebijakan yang melindungi privasi murid. Tetapi karena dia mengenalku dari pekerjaanku di sekolah dan keterlibatanku dalam dewan Persatuan Orangtua Murid dan Guru, dia menyelipkan secarik kertas ke tanganku dan berbisik, “Jangan bilang siapa-siapa kalau aku memberikannya kepadamu.”

Ketika keluargaku mulai bersiap untuk tradisi Malam Natal, yang biasanya diselenggarakan di rumahku, aku hanya memberitahu mereka bahwa aku, suamiku, dan anak-anak tidak menginginkan kado, tetapi lebih ingin menerima perbekalan makanan dan hadiah-hadiah untuk “keluarga” kami. Saat aku dan anak-anak belanja untuk Natal, dengan gembira mereka memilihkan hadiah yang dibungkus untuk anak-anak lelaki itu. Ruang keluargaku penuh sesak dan kegembiraan menular.

Akhirnya, pada pukul 21.00, kami memutuskan bahwa tiba waktunya untuk membawa barang-barang kami kepada mereka. Saudara-saudara lelakiku, ayahku, paman, dan keponakan lelaki mengisi truk-truk mereka dan berangkat ke alamat kompleks apartemen yang telah diberikan oleh Bu Melton. Mereka mengetuk pintu dan muncul seorang anak lelaki kecil. Mereka menanyakan ayah atau ibunya, dan dia lari ke dalam.

Mereka menunggu sampai seorang pria muda, yang nyaris masih kanak-kanak juga, muncul di pintu. Dia memandang para pria yang berdiri di sana, masing-masing menggenggam kantong makanan dan hadiah, dan tidak bisa berkata-kata. Para pria menerobos masuk melewatinya dan langsung menuju meja dapur untuk meletakkan barang-barang.

Tidak ada perabotan. Hanya apartemen satu kamar tidur yang kosong dengan beberapa selimut di lantai dan satu televisi kecil, tempat mereka menghabiskan waktu mereka. Pohon Natalnya berupa pohon semak yang ditemukan anak-anak di ladang di belakang kompleks. Beberapa hiasan kertas yang dibuat di kelas membuatnya tampak seperti pohon Natal sungguhan. Tidak ada apa pun di bawah pohon itu. Keempat anak lelaki itu dan orangtuanya berdiri tanpa berkata-kata saat para pria meletakkan kantong demi kantong. Pada akhirnya mereka menanyakan siapa yang mengirimnya, bagaimana mereka bisa tahu alamat mereka, dan sebagainya. Tetapi para pria itu hanya pergi dengan teriakan “Selamat Natal!” Ketika para pria tiba kembali di rumahku, mereka terdiam, tidak bisa berkata-kata. Untuk memecah keheningan, bibiku berdiri dan mulai menyanyikan “Malam Kudus” dan kami semua ikut menyanyi.

Ketika sekolah dimulai kembali, setiap hari Gina pulang ke rumah menceritakan pakaian baru John dan bagaimana sekarang anak-anak lain bermain dengannya dan memperlakukannya sama seperti anak-anak lain. Gina tidak pernah memberitahu siapa pun tentang apa yang telah kami lakukan, tetapi setiap Natal sejak Natal yang satu itu, dia akan berkata kepadaku, “Mom, apa yang terjadi pada John dan keluarganya?” Meski tidak tahu jawabannya, aku ingin berpikir bahwa John dan keluarganya telah tertolong oleh hadiah dari putriku.

-Linda Snelson

Chicken Soup for the Soul Christmas Treasury

CHRISTMAS: HOLY DAY OR HOLIDAY?

Lagu Natal selalu membawa perasaan damai dalam hatiku, membawaku ke masa kecil saat Natal tiba. Kala itu Natal menjadi saat yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak di daerahku. Kebanyakan dari kami mempunyai baju baru hanya ketika natal. Ibu saya selalu membuatkan dua baju baru untukku yang dijahit sendiri olehnya. Bagi anak lain natal artinya bersenang-senang dengan keluarga,  melihat lampu-lampu yang indah, menghias pohon Natal, makan makanan kesukaannya,  membeli hadiah untuk orang lain, dan menghabiskan waktu dengan keluarga karena sekolah libur selama dua minggu!
Pusat-pusat perbelanjaan pun ramai-ramai menawarkan  Christmas shopping, Christmas gifts, Christmas sale, Christmas package, Christmas dinner, dan Christmas holiday. Bahkan setiap tahun muncul kartu-kartu natal yang indah-indah dengan tulisan beragam dari ‘Merry Christmas!’, ‘Season’s Greetings! sampai ‘Happy Holidays!’.
Tetapi, jika makna natal berhenti sampai di sana saja betapa malangnya kita. Karena Natal sebenarnya tak ada hubungan dengan semua itu. Mengapa perayaan natal  keluar dari konteks yang sebenarnya? Karena iblis tidak mau umat Allah memahami hakekat Natal, ia ‘menyelewengkan’ pemahaman manusia dengan mengalihkan semata pada benda-benda, walau dengan bungkus: saling memberi, saling berbagi sukacita natal…
Christmas is holy day, not holiday! Why Christmas is holy day? Because on that day Jesus Christ, The LORD, became man to bring SALVATION to us. Christmas–hari di mana Allah menjadi manusia dimulai; yaitu dengan kelahiran-Nya. Christmas adalah hari di mana Allah menggenapkan perjanjian-Nya.  Saat Adam dan Hawa berdosa terhadap Allah (Kejadian 3), Allah tahu bahwa manusia tidak mungkin dapat menyelesaikan dosa tersebut dihadapan-Nya, sehingga Dia menjanjikan seorang penebus bagi Adam dan Hawa (Kejadian 3;15). Karena yang berdosa manusia maka Allah harus menjadi manusia, supaya Dia dapat menggantikan manusia menerima murka Allah atas dosa yang telah dilakukan terhadap Allah.
Itu sebabnya CHRISTMAS IS HOLY DAY: yang maha suci mengunjungi manusia yang berdosa, sehingga tepatlah kalau teriakan pujian kita nyatakan “JOY TO THE WORLD!”,  seperti pujian bala tentara sorga saat kelahiran Kristus: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”(Lukas 2;14)

Maka berita natal sebenarnya adalah Allah  menjadi manusia supaya manusia yang berdosa mendapatkan kelepasan dari murka Allah atas dosa yang telah dilakukan manusia
Mari kita masuki natal tahun ini dengan pengertian yang benar… Memahami makna Natal yang pertama akan menolong kita lebih menghargai Natal, dan merayakannya dengan benar. Pemahaman mengenai Kisah Natal harus tetap menjadi inti berita dari perayaan Natal. Bukan baju baru, bukan makanan kesukaan, bukan liburan, bukan santa klaus , bukan pohon natal! Christmas is about CHRIST!

Merry Christmas !

Oleh: Bu Sandra Sitompul (Staf Kesiswaan/ Konselor)

Sekolah Athalia

Tepatkah Natal Diperingati setiap Tanggal 25 Desember?

Sejak tahun 300-an Masehi, agama Kristen menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi. Peringatan hari Natal tercatat pertama kali adalah pada tahun 336 sesudah Masehi berdasarkan kalender Romawi kuno, yaitu pada tanggal 25 Desember. Perayaan Natal yang diperingati setiap tanggal 25 Desember tersebut hingga saat ini masih menjadi pertanyaan apakah benar Yesus lahir di tanggal tersebut. Berdasarkan sejarahnya, perayaan Natal dipengaruhi oleh perayaan orang-orang yang justru non kristen pada saat itu, yaitu perayaan untuk memperingati kelahiran Matahari. Dalam perayaan tersebut, masyarakat menyiapkan makanan khusus, menghiasi rumah mereka dengan daun-daunan hijau, menyanyi bersama dan tukar-menukar hadiah yang secara perlahan kebiasaan-kebiasaan tersebut mulai menjadi bagian juga dari perayaan Natal.

Pada tahun 1100 Natal akhirnya menjadi perayaan keagamaan terpenting di Eropa. Di banyak negara-negara di Eropa, dalam setiap perayaan Natalnya, menggunakan Santo Nicholas sebagai lambang usaha untuk saling memberi. Dalam perkembangannya di negara Amerika, semangat saling memberi ini diwakilkan dengan tokoh rekaan bernama Santa Claus yang didandani dengan baju merah dan janggut putih yang ide dasarnya adalah dari perayaan Natal di Eropa dengan Santo Nicholasnya tersebut.
Ditetapkannya perayaan Natal tepat pada tanggal 25 Desember semata-mata hanya untuk mengenang bahwa Yesus benar-benar pernah datang ke dunia. Tapi, mengenai tepatnya kapan tanggal Yesus lahir, tidak diketahui dengan pasti. Namun yang terpenting adalah telah banyak saksi yang menyatakan bahwa manusia Yesus ini benar-benar pernah hidup di dunia ini, dan para pengikutnya memerlukan momen untuk dapat mengenang kehadiran-Nya tersebut di dunia.
Ibarat anak-anak dan cucu dari seorang nenek yang sangat menyayangi neneknya itu. Mereka ingin sekali dapat merayakan hari ulang tahun sang nenek tersayang mereka tersebut tapi tidak ada yang tahu atau ingat dengan pasti kapan tepatnya nenek mereka itu lahir. Bahkan sang nenek sendiri pun tidak tahu kapan tepatnya tanggal ia dilahirkan. Jadi mereka menentukan sendiri tanggal kelahiran untuk sang nenek semata-mata hanya untuk mengenang dan merayakan keberadaan sang nenek di tengah-tengah kehidupan mereka.
Penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari Perayaan Natal semata-mata untuk mengungkapkan perasaan syukur karena Kristus telah lahir ke dunia ini membawa berkat keselamatan bagi umat pilihannya.

(Ind, dari berbagai sumber)

Sekolah Athalia