Pengendalian Diri (2)

Menolak yang salah dan memilih melakukan yang benar..

Dudu tahu minuman cola mengandung soda dan kadar gula yang sangat tinggi, dan itu tak baik untuk kesehatannya. Dokter sudah mewanti-wanti berat badannya yang berlebih dan kadar gula di darahnya sudah di batas kritis. Namun udara begitu panas dan bayangan segelas cola dengan beberapa potong es batu begitu menggoda… Ah, segelas saja tak apa lah…

Neno tahu sarapan sangat penting. Kalau tidak sarapan, kepalanya pusing, dia akan masuk angin, dan bahkan maagnya bisa kumat seperti dua hari lalu. Dia jadi tak bisa mengikuti pelajaran karena perutnya begitu sakit tak tertahan…Tapi Neno begitu malas bangun. Dia tahu bila tak bangun sekarang, tak akan cukup waktu untuk sarapan…Tapi mata ini berat sekali, dan selimut begitu hangat…Tidur sebentar lagi lah…

Rori marah sekali karena bukunya yang dipinjam Tude robek sampulnya. Memang robeknya hanya kecil, tapi Rori tidak senang. Sebenarnya Tude teman yang baik dan mungkin dia tak sengaja, mungkin sebaiknya ditanya dulu mengapa buku itu bisa robek…Tapi Rori membiarkan kemarahan menguasai dirinya, dan dengan berlari dia menuju ke meja Tude dan sreeeeet…dirobeknya buku pertama yang sempat dipegangnya. Ternyata itu buku pinjaman perpustakaan sekolah. Tude hanya diam terpana. Setelah emosinya mengendap, Rori menghadapi masalah bertumpuk: bukunya tetap robek, buku perpustakaan harus diganti, pertemanan dengan Tude jadi runyam…

Ada banyak definisi tentang kekuatan dan kejayaan seseorang. Namun seorang bijak berkata, yang benar-benar kuat adalah mereka yang bisa mengendalikan diri sendiri.
Mengendalikan diri tidak berarti bersikap pasif secara negatif, namun justru secara positif mengatur diri sendiri agar hidup tidak terfokus pada diri sendiri. Pengendalian diri akan menolong anak-anak –bahkan juga mereka yang sudah berusia dewasa—untuk memenangkan pertempuran yang paling penting sepanjang hayat: pertempuran untuk menguasai diri sendiri!

Tindakan sesuka hati bisa mengakibatkan kegemukan, keborosan, kemarahan, kemabukan, dan tindakan anti-sosial lainnya yang akan merugikan diri sendiri dan pihak lain.

Bagaimana agar seseorang bisa menguasai dirinya sendiri? Kunci utama ada pada fokus hidup. Seseorang yang memfokuskan hidupnya pada diri sendiri akan berupaya untuk memenuhi kesenangannya sendiri. Maka segala tindakan dan nilai-nilai hidupnya akan menjadi sangat kecil dan terbatas pada diri sendiri. Betapa dangkal. Adakah kepuasan hidup yang sejati bisa diperoleh? Hidup yang demikian niscaya bukan lah hidup yang direncanakan Allah ketika menciptakan manusia. Manusia perlu menaruh fokus hidup di luar dirinya agar dapat mencapai tujuan yang lebih besar dan bernilai.

Dasar pengendalian diri adalah kemampuan untuk mengendalikan pikiran, tindakan, sikap, dan perasaan. Tidak mau berpikir panjang dan sekedar mencari pemuasan diri hanya akan membawa pada kekacauan hidup, sementara pengendalian diri memungkinkan seseorang memenangkan pertempuran terpenting itu, menang melawan diri sendiri.

Pengendalian diri adalah karakter yang akan akan dipelajari bersama di Sekolah Athalia pada semester ini. Teladan karakter pengendalian diri di alam adalah Beruang Hitam.

Ada lima aspek penting dari penguasaan drii yang bisa kita pelajari dengan mengamati beruang ini :
1.Fokus. Beruang hitam memiliki fokus yang jelas. Kelangsungan hidup anak beruang bergantung pada kemampuan induknya menguasai diri, lebih mementingkan anaknya daripada diri sendiri. Seorang induk beruang harus membatasi makannya sedemikian rupa agar selama hibernasi musim dingin yang panjangnya berbulan-bulan itu, anaknya tetap bisa mendapat cukup makanan. Induk beruang juga harus mempersiapkan sarang bagi anaknya jauh sebelum sang anak lahir.
2.Cermat. Banyak orang berusaha menjinakkan beruang dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Namun bagaimana pun jinaknya seekor beruang, pada titik tertentu instink alamiah mereka akan mengembalikan sifat asli mereka yang liar. Agar bisa mengendalikan diri dengan baik seseorang harus lah mengenal kelemahannya dan dengan cermat menjaga cara berpikir dan tindakannya agar tidak jatuh dalam kelemahan tersebut.
3.Menahan diri. Beruang hitam memang bukan boneka Teddy Bear yang bisa dipeluk dan disayang-sayang. Beruang hitam tetaplah beruang, binatang liar yang tak bisa dijadikan hewan peliharaan. Namun, dibanding beruang lain, beruang hitam lebih tenang, lebih menahan diri. Beruang hitam selalu berusaha menghindari konflik selama masih memungkinkan.
4.Mengalihkan perhatian. Di musim dingin makanan sulit didapat. Maka sang beruang hitam pun masuk ke dalam sarangnya, melingkar di sudut yang hangat, dan tidur pulas selama sekitar tujuh bulan lamanya. Kemampuan beruang untuk mengendalikan nafsu makannya yang besar membuatnya bisa tidur lelap tanpa terbangun oleh rasa lapar. Ketika musim dingin berlalu, dan makanan mulai mudah didapat, barulah beruang ini bangun.
5.Dukungan. Anak-anak beruang lahir di tengah musim dingin. Mereka tinggal di dalam liang induknya hingga musim semi tiba. Selama itu sang induk harus membatasi dirinya agar sang anak bisa mendapat makanan yang cukup untuk bisa bertahan hidup. Induk beruang tinggal bersama anakanya selama dua tahun pertama untuk mengajarinya bagaimana berburu dan bertahan hidup di tengah alam yang liar. Dengan dukungan dan instruksi sang induk, para beruang kecil ini belajar pengendalian diri yang sanagt mereka butuhkan untuk bisa bertahan hidup.

Secara garis besar, ada tiga hal yang menonjol dari seekor beruang hitam. Mereka cenderung menghindari konflik, mereka bisa menguasai nafsu makannya, dan mereka sangat disiplin. Walau sedang tidur nyenyak, bila ada gangguan mereka bisa segera terjaga tanpa bermalas-malasan lagi. Banyak hal yang dilakukan beruang hitam yang menunjukkan pengendalian diri yang hebat. Manusia perlu belajar dari beruang hitam, dalam hal yang satu ini.

Pengendalian Diri (1)

A happy person is not a person in a certain set of circumstances, but rather a person with a certain set of attitudes. Demikian kata bijak yang diucapkan seseorang bernama Hugh Downs.

Hidup ini menyenangkan atau tidak bukan ditentukan oleh kondisi di sekitar. Kita sendiri lah, bagaimana cara kita menghadapi hidup, itu yang menentukan hidup ini akan indah atau begitu melelahkan hingga titik tanpa harapan. Kemampuan mengendalikan diri adalah salah satu karakter, sekaligus juga keterampilan hidup, yang sangat bermanfaat.

Ketika kita mengendalikan diri, kita bukan sedang membatasi diri secara pasif. Justru secara aktif kita mengatur hidup. Hidup ini harus memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekedar memuaskan keinginan diri sendiri. Dengan mengendalikan diri, kita sebenarnya sedang menundukkan keinginan kita yang egois agar bisa mencapai tujuan yang jauh lebih besar dan berarti.

Lima Konsep Kunci Pengendalian Diri
Pengendalian diri adalah kebalikan dari pemuasan diri. Tentu tak salah bila kita melakukan hal yang menyenangkan diri. Ada banyak hal positif yang bisa kita lakukan yang akan membuat diri kita puas. Misalnya mencapai nilai maksimal di pelajaran yang selama ini jadi momok setiap siswa atau mencetak gol terbanyak dalam pertandingan antarkelas. Namun ketika hidup kita hanya terfokus pada diri sendiri, kita akan menjadi egois, sangat mudah terbawa suasana dan akhirnya kehilangan kendali diri. Agar dapat mengendalikan diri dengan baik kita perlu memberi perhatian pada orang lain. Kita akan terhindar dari keinginan untuk terus-menerus memuaskan diri sendiri dan terhindar dari kehilangan kendali diri. Fokus pada orang lain adalah konsep pertama dalam mengendalikan diri.

Ketika riak air sungai menerpa tepian sungai, kita akan berpikir air sungai dibatasi oleh tepian sungai itu. Air tak berdaya keluar dari batas yang ditetapkan tepian sungai. Namun ketika riak air terus-menerus menerpa, apa sebenarnya yang sedang terjadi? Tepian sungai mulai tergerus dan berubah bentuk, mengikuti gerakan air. Kita semua memiliki kelemahan. Bila tak dikendalikan, kelemahan itu akan mengikis konsep-konsep baik yang selama ini telah kita miliki. Seorang siswa tahu bahwa bila dia mulai bermain game, dia akan lupa waktu. Padahal sekarang sedang minggu ujian dan dia tahu harus belajar. Ketika dia tetap memutuskan untuk bermain game, dan akhirnya tak siap untuk ujian, konsep baik yang sebenarnya telah dia miliki yaitu tidak boleh mencontek, bisa berubah. Dia berpikir, sekali ini saja lah aku membuat contekan, sebab nilai kali ini akan sangat menentukan. Maka mulai lah terjadi ‘pengikisan dinding sungai’. Karena itu, kenali lah kelemahan kita, dan jaga diri baik-baik agar tak tersandung oleh kelemahan itu. Ini konsep kedua pengendalian diri.

Konsep ketiga adalah membatasi diri. Makan secukupnya, tidur secukupnya, gunakan uang secukupnya. Jangan menunggu hingga ada faktor dari luar, misalnya penyakit, ancaman sanksi, atau kebangkrutan, memaksa kita untuk mau tak mau harus mengatur diri.

Seorang yang bijak akan mengetahui kapan godaan menjadi terlalu besar untuk bisa dihadapi. Kisah Yusuf dan istri Potifar adalah cerita nyata yang tak pernah usang, contoh yang sangat baik dalam hal pengendalian diri. Yusuf pergi meninggalkan godaan istri Potifar. Dia tidak tetap tinggal di ruangan itu dan berusaha menyadarkan perempuan itu atas kesalahannya. Di saat seperti itu, daripada kalah, lebih baik menghindar. Inilah konsep keempat, berpaling dan tinggalkan godaan!

Akhirnya, konsep kelima adalah mencari dukungan. Manfaatkan kekuatan kelompok untuk menghadapi tantangan. Temukan orang yang dapat dipercaya, yang memiliki kekuatan justru di wilayah yang menjadi kelemahan kita. Mereka yang sulit mengendalikan nafsu belanja perlu menemukan seseorang yang bisa dipercaya dan biarkan dia mengontrol budget. Mereka yang kesulitan mengatur makan harus memberi kepercyan pada orang lain untuk menyusunkan menu dan memantau tiap kali waktu makan. Tentu butuh kerendahan hati untuk membiarkan orang lain ikut mengendalikan hidup kita. Namun ini cara yang jauh lebih bermartabat daripa mengisolasi diri dan membiarkan diri terus-menerus kalah.

Rantai Internal Pengendalian Diri
Agar bisa mengendalikan diri, seseorang harus bisa menjadi manajer bagi dirinya sendiri, menjaga segala aspek dalam dirinya agar berjalan seimbang dan sesuai porsi masing-masing. “Emosi” harus berada dalam kendali “kemauan diri” (aspek pembuat keputusan yang mempelajari pilihan-pilihan yang ada dan memutuskan pilihan terbaik). “Kemauan diri” itu sendiri harus tunduk pada “akal sehat” (aspek yang melakukan pemikiran, analisis, dan aplikasi atas tiap pengetahuan yang dimiliki). Dan tentu saja “akal sehat” itu harus bereaksi secara benar terhadap “hati nurani” yang semestinya telah dibentengi oleh prinsip-prinsip karakter yang baik. Orang yang mengembangkan manajemen diri yang semacam ini pasti lah seseorang yang seimbang, dan bahagia.

Jemi duduk dengan malas di depan meja belajarnya, memandang setumpuk tugas yang harus dia kerjakan. Aduhhh…kapan semua tugas ini selesai, keluhnya. Rasanya dia ingin segera terbang ke lantai bawah, menyalakan TV dan memainkan game PS terbarunya. Namun akhirnya dia memantapkan hati, membuka buku pertama, dan mulai mengerjakan tugasnya. Hati nuraninya bicara: kamu tahu yang baik. Lakukan lah yang baik, jangan tunda-tunda. Akal sehatnya membenarkan, karena dia tahu dua hari lagi tugas harus dikumpulkan bila dia ingin mendapat nilai yang baik. Jemi pun menundukkan kemauan dirinya di bawah kendali akal sehat, dan memutuskan untuk mengerjakan tugas. Rasa malas dan emosi lain pun dia taruh di bawah kendali keputusan yang telah dibuat. Jemi menyingkirkan playstation dari pikirannya dan mulai bekerja.

Keterampilan untuk menjaga keseimbangan antara emosi, kemauan diri, dan akal sehat harus dilatih terus menerus. Ini lah perang utama yang kita hadapi setiap saat agar bisa mengatakan “TIDAK!” pada keinginan untuk memuaskan diri sendiri dan memilih melakukan yang benar.

Great eaters and great sleepers are incapable of anything else that is great.
~Henry IV of France~