Bapak/Ibu, Sekolah Athalia akan mengadakan webinar untuk orang tua SD. Mari belajar bersama pada hari Sabtu, 24 April 2021 jam 08.00 WIB. Pendaftaran: http://bit.ly/webinarparentingSD (silakan mengisi “Guru/Staf” pada kolom kelas anak).
Ketika join ZOOM di hari H, dimohon menggunakan format nama berikut:
Jika Bapak/Ibu tidak memiliki anak di jenjang SD Athalia, gunakan format nama:
Nama – Guru atau Nama – staf.
Misal: Stella – staf.
Jika Bapak/Ibu memiliki anak di jenjang SD Athalia, gunakan format nama:
Nama ortu – kelas anak.
Misal: Chandria – 5L.
“Anakku belum juga mandiri! Usia sudah remaja, tapi sulit sekali untuk disiplin!”
Pertanyaannya,
anak remaja seharusnya sudah bisa “dilepas” untuk mandiri atau belum?
Kira-kira, kapan anak bisa bertanggung jawab dan punya disiplin diri?
Para orang tua siswa SMP & SMA Athalia, mari kita diskusi tentang disiplin diri remaja pada hari Sabtu, 17 April 2021 jam 08.00 WIB! Jangan lupa mendaftar (link pendaftaran: http://bit.ly/webinarparentingSMP-SMA atau scan barcode pada gambar).
Siapkah kita melepas anak keluar dari “sarang”?
Saat anak beranjak dewasa, dia memulai hidupnya yang baru. Kuliah di luar kota/luar negeri, menikah, dan lain sebagainya. Pada fase ini, apakah kita sudah siap untuk menyaksikan anak keluar dari rumah membawa segala nilai baik yang kita ajarkan kepadanya semasa dia masih menjadi tanggung jawab kita?
Jika saat ini Anda masih jauh dari fase tersebut, saatnya bersiap! Di mana pun fase Anda saat ini, bersegeralah untuk mempersiapkan diri menjadi sahabat anak kelak dia dewasa. Webinar kali ini mengupas tuntas tentang fase tersebut dan meminta Anda untuk berlatih “berhenti” menjadi orang tua sejak saat ini!
Banyak orang tua yang merasa kebingungan saat menghadapi perilaku anak. Apa yang harus saya lakukan saat anak menunjukkan pemberontakan? Apakah saya perlu menghukum anak? Bagaimana cara efektif untuk mendisiplinkan anak? Apa yang harus saya lakukan untuk membuat anak tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan tangguh? Kebingungan-kebingungan ini, yang kemudian membuat orang tua meempraktikan parenting yang kurang tepat, lantas menyebabkan dampak yang cukup signifikan dalam diri anak. Anak jadi tidak manja, terlalu bergantung, suka melawan orang tua, dan lain sebagainya. Kalau sudah begini, orang tua jadi semakin bingung dan pusing…
Banyak hal yang dibahas dalam webinar parenting #4 bertema “Adik Kakak Bertengkar: Biasa atau Luar Biasa?” kali ini. Masih bersama Ibu Charlotte Priatna, peserta belajar mengenali tanda-tanda relasi di antara saudara kandung sudah masuk ke area “berbahaya”. Dipaparkan juga mengenai cara mengajarkan anak untuk berelasi secara sehat dengan saudara kandungnya. Dalam webinar ini, hadir juga pembicara tamu, Ibu Clara, yang merupakan orang tua yang memiliki tiga orang anak, yang semakin memperkaya materi webinar kali ini.
Jangan lewatkan webinar berikutnya:
– Webinar LTS #5: Anak Kebablasan, Ortu Kebingungan (Jumat, 15 Januari 2020, pukul 14.00)
Pendaftaran: http://bit.ly/LTSPart5
– Webinar LTS #6: Letting Go: Melepas Anak “Ke Luar Sarang” (Jumat, 19 Februari 2020, pukul 14.00)
Pendaftaran: https://bit.ly/LTSPart6
1ntidak ada perang; tidak ada kerusuhan; aman 2a tenteram; tenang 3n keadaan tidak bermusuhan; rukun.
Dalam Bahasa Ibrani “shalom” שלום berarti damai, sejahtera, sentosa, aman, selamat, perdamaian, ketenangan, completeness, sedangkan dalam Bahasa Yunani “eirênê” ειρηνη artinya keadaan tenang, damai, dan sentosa.
Apa yang muncul di pikiran Anda bila mendengar kata “damai”? Ada yang membayangkan burung merpati, pemandangan gunung yang biru dengan lembah hijau dipenuhi bunga-bunga liar yang bermekaran, berdiri di pantai sambil memandang semburat kejinggaan di langit menjelang senja atau aliran sungai yang tenang dengan gemericik lembut, ada juga yang menggambarkannya sebagai berikut.
Bangsa Israel mempunyai pengalaman yang menarik dengan “damai”. Bangsa ini diberi hak istimewa untuk menerima langsung janji datangnya Raja Damai. Namun, mereka mengalami kesulitan untuk memercayainya. Mengapa? Karena yang mereka harapkan dan bayangkan berbeda dengan maksud dan rencana Tuhan.
Nabi Yesaya menubuatkan datangnya Raja Damai (± tahun 740 SM) yang tertulis dalam Yesaya 9:6–7.
Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini. Ternyata bangsa Israel justru mengalami pembuangan ke Babilonia.
Di mana damai yang dijanjikan?
Ketika Raja Damai itu lahir di dunia (± 700 tahun setelah nubuat tentang ini disampaikan), seperti tercatat dalam Lukas 1 dan 2, Raja itu tidak membebaskan bangsa Israel yang sedang dijajah dan diperbudak oleh bangsa Romawi, bahkan Raja itu mati dengan cara yang sangat hina—disalib—dan setelah kebangkitan-Nya, Raja itu pun naik ke surga tanpa mendirikan kerajaan atau meninggalkan pengganti-Nya secara fisik. Tindakan kaisar-kaisar Romawi bahkan mendorong bangsa Israel untuk berdiaspora, tercerai-berai tanpa tanah air. Di mana damai yang dijanjikan?
Situasi politik selama Perang Dunia I membuka jalan bagi bangsa Israel untuk melakukan Gerakan Zionis (Zionisme), yang memicu pertentangan dan perang berkepanjangan dengan Palestina. Di mana damai yang dijanjikan?
Saat Perang Dunia II meletus, bangsa Israel mengalami holocaust, yaitu genosida terhadap kira-kira enam juta penganut Yahudi di Eropa, suatu gerakan pembunuhan secara sistematis yang dipimpin oleh Adolf Hitler, dan berlangsung di seluruh wilayah yang dikuasai oleh Nazi. Di mana damai yang dijanjikan?
Di mana damai itu? Berita damai itu disampaikan ketika bangsa Israel mengalami situasi-situasi yang tidak menyenangkan, keadaan yang justru terjadi karena ulah mereka sendiri yang menduakan Tuhan, mereka berpaling kepada allah-allah lain yang tidak dapat memberikan ataupun melakukan apa-apa, tetapi Tuhan yang mahabaik memberi jalan keluar dengan mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus.
Syukur! Janji itu tidak hanya untuk bangsa Israel…. orang Yahudi… tapi untuk semua orang yang percaya kepada Tuhan, pemberi janji itu. Apakah kita akan bersikap seperti bangsa Israel yang memaksakan damai sesuai pandangan dan keinginan sendiri? Damai seperti apa yang Tuhan maksudkan? Berdamai dengan Allah Tritunggal, itulah damai yang sesungguhnya. Karya Kristus di kayu salib membuka jalan perdamaian itu, memulihkan hubungan manusia dengan Allah.
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu (Yohanes 14:27).
Damai yang dianugerahkan-Nya memungkinkan kita menghadapi dan menjalani hari-hari kita dengan damai sejahtera-Nya, sekalipun situasinya tidak menyenangkan karena Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus(Filipi 4:7). Tugas kitalah untuk membagikan damai itu kepada semua orang karena kita bukan peace owner atau peace keeper, tetapi peace maker.
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!(Rm 12:18).
Apakah Tuhan hanya mengurusi damai yang berhubungan dengan hal-hal rohani? Dapatkah Dia menenangkan kekisruhan jasmaniah? Dapat! Laut yang bergelombang pun Dia tenangkan hanya dengan perkataan:
Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. (Amsal 3: 5)
Waktu itu saya masih berada
di kelas X dan diberi kesempatan untuk menjadi pengurus OSIS. Awalnya, saya
masih ragu untuk menerima tawaran tersebut karena jadwal pelajaran yang padat.
Namun, dengan modal pengalaman di kepengurusan OSIS SMP, saya memberanikan diri
untuk menerima tawaran tersebut.
Awal mula masuk ke kepengurusan OSIS SMA, saya belajar banyak hal
baru yang belum pernah saya dapat sebelumnya di OSIS SMP. Mulai dari cara
mengatur waktu, menentukan prioritas, hal-hal yang diperlukan untuk berorganisasi,
hingga menjalin hubungan yang baik dengan guru maupun teman.
Setahun telah berjalan, kepengurusan OSIS kemudian berganti. Puji
Tuhan saya diberi kesempatan oleh teman-teman menjadi ketua pada waktu itu.
Awal mula kepengurusan berjalan, saya sadar bahwa semua memang karena
jalan-Nya. Secara pribadi, saya menjadikan Tuhan sebagai fondasi di dalam
kepengurusan yang saya pimpin. Saya menjadikannya pokok doa agar kepengurusan
ini selalu tetap di jalan Tuhan dan sesuai dengan rencana-Nya. Selama OSIS berjalan,
setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh kepengurusan OSIS selalu saya bawa di
dalam doa. Saya meminta tuntunan dan penyertaan Tuhan agar dapat menjalankan
tugas ini dengan sebaik-baiknya.
Namun, pada suatu waktu, ada rencana kegiatan OSIS yang tidak mendapat
izin karena bentrok dengan kegiatan yang diadakan oleh sekolah. Gejolak pun
muncul di dalam pengurus OSIS. Banyak yang mempertanyakan keputusan sekolah
pada waktu itu. Saya pun pada waktu itu mencoba untuk bernegosiasi dengan
pembimbing OSIS dan beberapa guru yang bersangkutan, tetapi tidak membuahkan
hasil. Hal yang lebih mengesalkan lagi, kami tidak terlalu dilibatkan di dalam
kegiatan sekolah yang bisa dibilang berskala besar.
Saya bergumul. Saya mulai mempertanyakan Tuhan. Kenapa pada waktu
itu Tuhan seperti tidak campur tangan? Kenapa pada waktu itu Tuhan tidak
membuka jalan untuk kegiatan OSIS SMA? Karena merasa seperti Tuhan tidak pernah
bertindak, pada akhirnya saya kecewa dengan Tuhan.
Kekecewaan saya terhadap Tuhan berdampak hampir ke seluruh aspek
hidup saya. Saya jadi jarang baca Alkitab dan saat teduh. Kepribadian saya juga
mulai berubah. Saya menjadi lebih temperamental. Saya mengatakan apa saja yang
ingin saya katakan tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Saya menjadi congkak
dan egois. Cara pandang saya dalam mengambil keputusan rapat yang biasa
didasari dengan hati yang tenang dan damai berubah menjadi penuh kekesalan dan
hati yang gundah. Hal ini berdampak pada pengambilan keputusan yang tidak
memuaskan.
Masalah demi masalah terus datang dan selalu selesai dengan tidak
memuaskan. Rasanya ada yang kurang dan selalu menghalangi kebahagiaan di dalam
diri. Hal ini juga terasa di dalam lingkungan OSIS. Kami, yang biasanya selalu
menanggapi ledekan dan kata-kata “manis” sebagai sebuah candaan, berubah jadi lebih mudah tersulut emosinya.
Waktu terus berjalan dan saya masih menyimpan rasa kecewa. Rasanya
tidak mungkin pada waktu itu berdamai dengan Tuhan. Hingga pada suatu saat di
kegiatan OSIS yang diadakan di sekolah, saya menerima pesan dari ibu saya. Isi
pesannya pada waktu itu: “Nak, baca Amsal 16, ya.” Dalam hati, saya
bertanya-tanya maksudnya. Namun, saya mengikuti saran ibu saya dan membaca
kitab yang dimaksud. Saat membacanya, beberapa ayat terngiang-ngiang terus di
kepala saya yang membuat saya akhirnya kembali kepada Tuhan.
Namun, pergumulan yang dihadapi setelah itu adalah “memperbaiki”
kondisi pribadi dan kondisi di dalam kepengurusan OSIS yang pada waktu itu kian
memanas. Banyak hal yang menjadi beban pikiran kami. Kami hanya mengandalkan
kepintaran sendiri sehingga masalah-masalah yang ada sulit sekali untuk
diselesaikan.
Saya akhirnya menyadari kalau ada yang salah. Saya mencoba untuk
mendamaikan diri dengan berdoa dan membaca Alkitab. Saya menemukan satu ayat
yang sampai saat ini terus menjadi pedoman yang menguatkan saya. Amsal 3: 5
yang berbunyi, “Percayalah kepada Tuhan
dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.”
Akhirnya, saya berdoa dan mencoba menyerahkan semua masalah yang
saya hadapi, termasuk OSIS. Puji Tuhan, masalah yang ada Tuhan selesaikan
dengan cara-Nya. Saya kembali menjadi pribadi yang tenang dan tidak mudah
marah. Puji Tuhan, kondisi di OSIS pun lebih kondusif. Aura persahabatan
kembali terasa kental di antara pengurus OSIS.
Masalah di atas membuat saya belajar untuk bergantung sepenuhnya
kepada Tuhan dan tidak kecewa kepada-Nya. Berdasarkan pengalaman saya,
kekecewaan tersebut justru menimbulkan masalah-masalah baru yang membuat hidup
menjadi tidak damai. Dengan kita berserah dan bergantung kepada Tuhan, Dia akan
membantu kita dan menuntun kita di jalan-Nya.