Kejujuran

Kejujuran

“Jika ya hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.
(Mat 5:37).

Kejujuran merupakan sebuah bagian kehidupan yang semakin langka untuk didapati. Mencari orang yang jujur dan tulus hari ini sama dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Tipu-menipu, manipulasi dan sejenisnya terdapat hampir di semua lini. Orang tidak lagi malu dalam menipu. Jangan-jangan nanti malah orang jujur yang terlihat aneh. Orang semakin tidak takut melakukan kecurangan, orang semakin cenderung berpikir pendek hanya memikirkan kenikmatan sesaat tanpa peduli resiko. Semakin banyak orang yang hidup penuh kecurangan dan semakin tidak tulus dalam memuji. Banyak orang saat ini yang hanya memuji atau mengatakan sesuatu yang baik karena ada motif-motif tertentu di belakangnya.

Alkitab sendiri mengatakan “Jika ya hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak” (Yak 5:12).  Ayat ini menegaskan  bahwa Allah adalah kebenaran dan satu-satunya kebenaran yang mutlak. Segala sesuatu yang benar datang dari Tuhan dan yang tidak benar disebut dusta, dusta berasal dari yang jahat (Yoh 8:44).

Berikut adalah definisi kejujuran yang diambil dari Encyclopedia Wikipedia: “Jujur adalah sikap moral (dalam perkataan maupun perbuatan) yang mengandung atribut berharga berupa kebenaran, integritas, kesatuan antara tindakan luar dan hati, dan sikap lurus yang berarti juga absennya kebohongan, penipuan, dan pencurian.” Dengan kata lain, jujur adalah sebuah sikap moral dalam perkataan maupun perbuatan yang di dalamnya terkandung kebenaran yang utuh, kesamaan antara tindakan luar dan hati (tanpa topeng), dan sikap yang lurus di mana pada pribadi tersebut tidak melakukan kebohongan, penipuan, dan pencurian.

Artinya kejujuran adalah sesuatu yang utuh; ¼ jujur,  ½ jujur, atau ¾ jujur sekalipun adalah tidak jujur, karena jika seseorang berkata ½ jujur, berarti ada ½  dari informasi tersebut yang merupakan kebohongan. Tidak ada kebohongan di dalam kejujuran.  Itu sebabnya yang namanya kejujuran selalu berkualitas- tanpa mengenal level kualitas. Jujur berarti berpikir, berkata-kata dan bertindak sesuai dengan apa yang sebenarnya dengan hati yang murni, bukan dengan hati yang palsu dengan manipulasi, melebih-lebihkan atau mengurangi sesuatu untuk maksud mencari keuntungan atau merugikan orang lain. Jujur harus dilakukan secara konsisten, di mana pun, kapan pun, dengan siapa pun dalam kondisi apapun, sehingga orang yang jujur akan tetap jujur walaupun hal itu akan beresiko baginya. Orang-orang jujur juga tidak akan mengijinkan praktek-praktek ketidakjujuran terjadi.

Ajaran Kristus tidak mengenal kejujuran kualitas nomor dua, kejujuran kualitas nomor tiga, nomor empat, dan sebagainya. Jujur hanya memiliki satu kualitas, yaitu kualitas nomor satu. Hanya “nampak” jujur – bukanlah kejujuran, karena itu berarti ada kebohongan di baliknya.

Mengapa masih banyak orang-orang yang mengaku mengenal Kristus, mengenal Firman Tuhan  masih saja sulit hidup jujur,  tidak mau memulai komitmen untuk jujur, apalagi menanggung resikonya?  Karena tidak mempercayai janji penyertaan Tuhan bagi orang-orang jujur. Mereka lebih mempercayai kebohongan dunia bahwa orang jujur pasti melarat, pasti tertinggal di belakang. Kadang kala jalan yang ditempuh oleh orang jujur untuk sementara penuh onak dan duri. Tetapi, hasil akhirnya TUHAN Allah mendatangkan kemenangan yang besar bagi orang-orang jujur.

Suatu hari ada seorang pimpinan perusahaan yang sedang mencari orang untuk menggantikan posisinya sebagai pemimpin. Maka ia mengumpulkan semua karyawan dan memberi bibit tanaman untuk dirawat. Setiap orang menerima satu bibit tanaman. Setelah beberapa minggu masing-masing orang saling bercerita tentang perkembangan bibit tanamannya ada yang mulai tumbuh tunas, dan ada yang mulai berbunga. Sementara seorang karyawan bernama Jimmy tidak menemukan perkembangan pada bibit tanamannya, padahal dia sudah menyiram, memupuk, dan merawatnya dengan baik setiap hari. Setelah hampir satu tahun sang pimpinan mengumpulkan semua karyawan dengan membawa tanamannya. Jimmy tidak ingin pergi hari itu karena tidak ada perkembangan apapun pada bibit tanamannya. Akhirnya dia pergi juga dengan hati yang sedih, dengan muka tertunduk malu, karena inilah waktunya ia akan kehilangan pekerjaannya. Semua karyawan yang lain telah membawa tanaman yang indah dan tumbuh subur, hati Jimmy semakin ciut. Tibalah waktunya sang pemimpin mengumumkan siapa yang berhak menggantikan posisinya. “Saya telah menemukan orang yang tepat, orang yang rajin dan ulet, yang menyiram, memupuk dan merawat tanaman dengan baik…., (Jimmy semakin tertunduk malu), dan orang yang berhak menggantikan posisi saya adalah…..  Jimmy, semua kaget. Ternyata sang pimpinan memberi bibit tanaman yang sudah direbus terlebih dahulu, sehingga bibit itu tidak mungkin bertumbuh. Kejujuran mendatangkan berkat yang luar biasa – Yesaya 33:15-16. Orang jujur hidupnya dijamin oleh TUHAN Allah. Di mana ada kejujuran, maka TUHAN Allah akan memerintahkan berkat-berkat-Nya ke dalam perbendaharaan atau ke dalam lumbung-lumbung atau ke dalam pundi-pundi orang-orang jujur.

Beberapa tahun yang lalu saya mengikuti kegiatan orientasi staf selama  kurang lebih satu bulan, dan dana dikumpulkan dari orang-orang yang bersedia mendukung. Setelah dana sudah cukup, ternyata masih ada dana yang masuk ke rekening saya. Pada saat itu ada keinginan untuk diam, toh tidak ada yang tahu…, tapi hati saya sangat gelisah dan akhirnya memberitahu kepada pimpinan, bahwa ada sejumlah uang yang masuk ke rekening saya. Setelah saya jujur, ada suka cita yang melimpah di hati saya. Seringkali yang membuat kita tidak jujur bukan karena kejujuran itu merugikan sama sekali, melainkan karena kita menginginkan lebih dari yang seharusnya.  Jika kita menginginkan sesuatu lebih dari seharusnya hingga kita berdusta/mencuri, maka pertanyaannya, siapa/apa yang ada di hati kita? Tuhan atau sesuatu yang lain (uang/benda/kesenangan) yang sedang kita kejar?

Kejujuran berkaitan dengan siapa penguasa hati kita.  Jika Tuhan adalah raja di hati kita, maka tidak sulit untuk membuat komitmen hidup jujur. Sebuah komitmen berarti sesuatu yang dilakukan kapan saja, di mana saja, terhadap siapa saja, tidak bergantung sikon (situasi kondisi).  Maukah kita membiarkan Tuhan yang sudah kita kenal itu, untuk sungguh-sungguh menjadi raja di hati kita, hingga kita dapat berkomitmen hidup jujur?  Marilah kita belajar untuk hidup jujur dan dalam ketulusan. Patut diakui bahwa untuk hidup jujur memang tidak gampang, sungguh butuh iman untuk dapat hidup jujur.   Kejujuran dibangun dengan mempercayai janji Tuhan. Kejujuran datang dari hati yang takut akan Tuhan (Ams 14:2). Bagaimana dengan kita? Kiranya Tuhan menolong kita untuk hidup jujur. Soli Deo Gloria.

 

(Oleh: Martha Sirait, guru Agama SMA)

SHEPHERDING TIME, Melihat dan meniru cara Yesus mengajar (Markus 4:1, 33-34)

gambar

Markus 4:1

Pada suatu kali Yesus mulai pula mengajar di tepi danau. Maka datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu.

 

Pada suatu saat, Yesus hendak mengajar kembali di Danau Galilea. Banyak orang berkerumun untuk mendengar pengajaran Yesus. Saat itu Yesus memandang penting, bahwa setiap orang harus bisa melihat diriNya dengan jelas, agar apa yang diajarkanNya dapat didengar dan diperhatikan oleh orang-orang tersebut. Yesus ingin memastikan bahwa kesempatan untuk mendengar kebenaran pada saat itu, haruslah menjadi kesempatan yang menjawab. Artinya, ketika kebenaran disampaikan, maka setiap orang yang mendengarnya akan mendapatkan jawaban atas setiap pergumulannya masing-masing. Yesus mengerti benar, bahwa kebenaranNya adalah jawaban yang paling tepat bagi setiap manusia.

 

Oleh karena itu, Yesus memutuskan untuk berkhotbah menyampaikan pengajaranNya dengan cara berdiri di atas perahu, yang dengan sengaja ditempatkan agak jauh dari tepi danau, sehingga semua orang mendapatkan arah pandang yang sama untuk melihat dan sekaligus mendengar Yesus mengajar. Mungkin saja dengan arah angin laut (angin berhembus dari laut (danau) menuju daratan), maka suara Yesus akan  menjadi terdengar lebih jelas oleh orang banyak yang berada di darat. Sehingga, dapat dipastikan bahwa Yesus telah memikirkan tehnik penyampaian yang tepat.

 

Kerumunan orang yang begitu banyak, tidak menjadi hambatan bagi Yesus untuk tetap menyampaikan isi hati Bapa. KehendakNya untuk memberikan kebutuhan rohani bagi setiap orang yang membutuhkannya, entah orang tersebut menyadari atau tidak menyadari bahwa dirinya membutuhkan kebenaran Allah,  adalah kehendak yang tetap. Kehendak yang tetap adalah kehendak yang tidak dipengaruhi oleh situasi atau kondisi. Kehendak yang tetap adalah kehendak yang didorong oleh kasih  yang membuatNya tidak lagi fokus pada  kenyamanan diri. KenyamananNya adalah ketika dipastikan setiap orang dapat mendengar isi hati Bapa, dan hidup di dalamnya.

 

Dikatakan bahwa: “datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia,”  hal ini mau memberikan kenyataan bahwa ada kebutuhan yang sangat besar mengenai kebenaran. Tidak ditulis bahwa orang banyak itu mendapat undangan atau tidak untuk datang di Danau Galilea untuk mendengar khotbah Yesus. Diperkirakan bahwa orang banyak tersebut memang mengikuti Yesus, dan jumlahnya semakin banyak oleh karena orang-orang di sekitarnya menjadi penasaran untuk mengetahui seperti apakah pengajaran Yesus itu. Sementara, orang-orang lain yang sudah pernah mendengar pengajaran Yesus, dan tetap terus setia mengikuti Yesus berkeliling, dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah mendapatkan kepuasan hidup atas kebenaran yang didengarnya dari Yesus. Kepuasan tersebut pada akhirnya bisa menjadi materi promosi yang ampuh mengenai indahnya kebenaran hati Bapa. Orang-orang yang telah dipuaskan oleh kebenaran pengajaran Yesus, menjadi kesaksian hidup yang tak henti-hentinya mengajak orang lain untuk ikut serta hidup sebagai pendengar dan pelaku Firman Tuhan.

Markus 4:33-34

33 Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, 34 dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.

 

Yesus tidak menyia-nyiakan kesempatan pada saat itu. Dia sungguh mengenal profile jemaat yang berkumpul pada saat itu. Orang-orang Galilea yang dikenal sebagai penduduk yang sederhana membutuhkan penuturan yang pas sesuai dengan kemampuan edukasinya. Setidaknya, pendekatan yang dipakai Yesus untuk menyampaikan ajaranNya adalah melalui konteks kehidupan sehari-hari penduduk di sana. Penyampaian ilustrasi tentang dunia perkebunan, bercocok tanam, menjadi jembatan yang ampuh untuk membuat jemaat menjadi celik dan mengerti (walaupun dikatakan oleh Alkitab bahwa murid-murid Yesus kurang mengerti mengenai ilustrasi tersebut).

 

Yesus menyampaikan ajaranNya melalui pengertian yang dapat diterima oleh orang-orang. Markus mengatakan, bahwa: Yesus menguraikan segala sesuatu dengan cara tersendiri. Yesus sungguh-sungguh berusaha mencari segala cara untuk menyampaikan isi hati Bapa kepada setiap orang.

 

Athalia memandang hal ini sebagai bagian yang perlu diterapkan, dan dijadikan sebagai keseharian antara guru dengan murid. Shepherding time adalah bentuk konkrit bahwa Athalia ingin merespon bahwa setiap murid harus mendapatkan jawaban bagi kebutuhan rohaninya, sebagai fondasi pembentukan karakter. (karakter adalah buah Roh, yang haya akan dapat bertumbuh jika anak hidup dekat dengan Tuhan).

 

Shepherding time adalah bentuk pertemuan khusus antara murid dengan guru, sebagai gembala kelas. Kekhususan tersebut sama seperti secara khusus Yesus menempatkan diriNya agar dengan jelas dapat dilihat dan didengar oleh orang-orang yang mengerumuniNya. Demikian pula guru akan menempatkan dirinya secara khusus, dalam kesempatan  shepherding time,  sebagai pribadi yang hendak berbagi hidup, menceritakan bagaimana Yesus bertindak sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

 

Shepherding time adalah waktu yang secara khusus dipersiapkan untuk mempertemukan murid pada Yesus melalui pengalaman hidup anak, sesuatu yang dekat dengan hidup anak sehari-hari. Diharapkan melalui hal itu, murid bisa melihat lebih jelas lagi tentang Yesus. Bahkan, murid bertumbuh menjadi pribadi yang haus mencari kebenaran. Sehingga mau terus berduyun-duyun mengikut Yesus. Murid menjadi pribadi yang tak segan untuk bertanya dan berdiskusi dengan gurunya mengenai Yesus. Lebih dari itu, murid  juga menjadi pribadi yang puas akan anugerahNya. Sehingga, dia akan menjadi pribadi kokoh, berkarakter ilahi (godly character). Setiap kesulitan hidup yang akan menghadangnya, tidak lagi menjadi bagian yang mengejutkan kehidupannya. Oleh karena dia memiliki karakter sebagai anak Tuhan, yaitu pribadi yang selalu merespon hidup ini sesuai dengan kehendakNya saja.

 

(Oleh: BD/  Tim karakter)