Pemilu 2014: Golput Antitesis Pengharapan Kristen

pemilu_th_2014

 

‘Hatiku rindu melihat kemuliaan-Mu di atas Indonesia..’, demikian sepengal lirik lagu yang sering kita nyanyikan ketika tema ibadah atau persekutuan doa bertemakan permasalahan bangsa dan negara. Lagu ini merefleksikan doa dan pengharapan untuk melihat kemuliaan Tuhan atas Indonesia ke arah yang lebih baik. Di tengah berbagai terpurukan yang dialami bangsa ini, kita berseru melalui nyanyian ini, bahwa kita sebagai umat-Nya sungguh merindukan bahwa bangsa ini dapat keluar dari keterpurukan.

Apa yang kita rindukan melalui nyanyian ini, tentu haruslah sejalan dengan komitmen yang kuat dan teguh untuk terlibat di dalam memerangi berbagai bentuk keterpurukan itu. Keterlibatan nyata di dalam berkontribusi dan bekerja untuk membawa bangsa ini untuk kemuliaan Tuhan.

Komitmen yang sama diceritakan melalui kisah hidup Nehemia. Ketika Hanani menceritakan tentang keadaan bangsanya yang masih tinggal di Yerusalem, Nehemia mendengar bahwa bangsa itu sedang di dalam kesusahan besar dan keadaan tercela. Tembok yang merupakan lambang jati diri sebuah bangsa telah runtuh, dan pintu-pintu gerbangnya telah habis terbakar (Neh 1:2). Mendengar kabar itu, Nehemia langsung berkabung dan menaikan doa kepada Allah semesta langit (Neh 1:3-4). Namun apakah Nehemia hanya berhenti dengan doanya? Tidak. Nehemia juga pergi dan membangun kembali tembok dan pintu gerbang yang telah terbakar itu. Artinya, ia terlibat (berkontribusi) untuk pembangunan bangsa Israel.

Pada 9 April 2014 ini, akan dilaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu). Pelaksanaan Pemilu lima tahunan, yang sering juga disebut sebagai pesta demokrasi. Pesta demokrasi untuk menentukan suksesi kepemimpinan bangsa.  Di dalam pesta ini, seluruh rakyat Indonesia yang berumur 17 tahun ke atas atau yang sudah menikah, dan terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dapat menggunakan hak pilihnya. Setiap warga negara – kecuali Polri dan TNI – memiliki hak yang sama untuk memilih calon wakil rakyat baik di tingkat kabupaten/kota (DPRD Tk II), provinsi (DPRD Tk I), pusat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Jadi, setiap pemilih akan mencoblos sebanyak 4 kali. Perlu diketahui, di dalam memilih, pemilih dapat mencoblos gambar partai atau calon di dalam nomor urut yang tersedia. Ingat, sebelum 4 kali menyoblos, jangan keluar dari bilik suara.

Sekarang, Pemilu tinggal menunggu hari. Satu hal yang mengkhwatirkan kita saat ini adalah rendahnya partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya, alias golput (golongan putih). Keadaan ini, tergambar dari beberapa Pilkada (pemilihan kepala daerah) di berbagai tempat. Rata-rata tingkat partisipasi pemilih tidak lebih dari 60 persen. Bahkan ironsinya, tidak sedikit daerah di bawah 50 persen dan cenderung jumlah suara calon terpilih lebih rendah di banding dengan jumlah suara yang golput. Artinya, ini menjadi sebuah lampu kuning bagi masa depan bangsa ini,  yang harus diantisipasi oleh semua kalangan, termasuk orang Kristen di Indonesia.

Pemilu akan sangat menentukan nasib bangsa ini, setidaknya lima tahun kedepan. Karena di dalam pemilulah, para wakil rakyat yang akan memegang tampuk kekuasaan dipilih. Para wakil rakyat yang akan menyerap aspirasi rakyat akan ditentukan. Pertaruhannya adalah,  apabila aspirasi itu disampaikan oleh orang yang tepat, maka aspirasi itu akan mengasilkan perubahan ke arah lebih baik. Dan sebaliknya, apabila aspirasi itu disampaikan oleh orang yang tidak tepat maka bukannya perubahan yang akan terjadi, melainkan bangsa ini akan semakin terpuruk.

Dengan demikian, sebagai bukti kita mencintai bangsa ini, maka seharusnya orang Kristen terlibat di dalam menyukseskan pemilu, minimal dengan menggunakan hak pilihnya. Pilihan golput bukanlah pilihan bijaksana. Karena biar bagaimanapun, di antara sekian banyak partai dan calon untuk dipilih, di antaranya, pasti ada yang terbaik atau setidaknya lebih baik.

Selain itu, sikap golput bertentangan dengan prinsip kristiani. Karena golput merupakan bentuk apatis. Golput adalah cerminan hilangnya pengharapan dan iman, bahwa Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu yang terjadi. Apatis adalah antitesis dari janji providensia Allah atas bangsa ini. Apatis adalah perwujudan ketidak mampuan menerima kenyataan hidup.

Di sisi lain, bila orang Kristen tidak berperan maka akan semakin mengecilkan peluang ‘anak-anak Tuhan’ ataupun calon-calon lain yang memiliki kapasitas, kualitas dan integritas untuk maju sebagai pemimpin bangsa ini. Golput sama saja membiarkan para penjahat untuk menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa ini. Karena akhirnya, yang terpilih nantinya adalah orang-orang yang menggunakan kekuatan uang (money politic) ataupun orang-orang yang hanya mengandalkan kekuasaan, isu primordialisme (memilih karena faktor agama, suku, ras, dll), atau istilah gaulnya 4L, loe lagi, loe lagi.

Oleh karena itu, partisipasi kita untuk suksesi Pemilu 2014 tidak bisa ditawar-tawar lagi. Saatnya kita semua memberikan kepeduliaan untuk bangsa ini. Caranya, pelajarilah trac-record calon yang akan dipilih. Lihat rekam jejaknya, pendidikannya, pengalamannya, integritasnya, dan visi-misi yang diusungnya. Saat ini dengan terbukanya sistem informasi komunikasi, semua kita bisa mengakses di website kpu.go.id.

Pertimbangan lain, penting sekali kita juga melihat prospek partai pada Pilpres (pemilihan presiden) nanti. Pada 9 Juli 2014 kita juga akan memilih calon presiden dan wakil presiden dan perlu kita ketahui, penentuan calon presiden dan wakil presiden ditentukan oleh  jumlah suara partai di DPR. Sistem presidential threshold, hanya memungkinkan sebuah partai (atau koalisi partai), mengajukan calon presiden dan wakil dengan memperoleh minimal 20 % kursi di DPR. Maka, perhatikanlah perkembangan pencalonan presiden yang diusung partai yang akan kita pilih.

Jadi, bila memang kita rindu untuk melihat kemuliaan Tuhan atas Indonesia,  mari kita mulai dengan menjadi pemilih yang cerdas di Pemilu 9 April 2014 dan Pilpres 9 Juli 2014. Kalau orang kristenpun golput, bagaimana dengan masa depan bangsa ini? Katakan tidak untuk Golput!

(Penulis: Prasasti Perangin-angin, M.Div)

‘GBK: Arena Pendidikan Berbagi’

Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku (Matthew 25:45).

Sekolah Athalia sejak awal telah mendorong siswa untuk hidup berbagi, khususnya melalui Gerakan Berbagai Kasih (GBK). Gerakan yang dicetuskan dan dikelola oleh para orang tua siswa yang tergabung di dalam Athalia Parents Community (APC) ini telah mentradisi di lingkungan sekolah Athalia. Melihat realita, bahwa ada banyak siswa Athalia yang membutuhkan bantuan dana untuk mencukupi pembiayaan sekolah, maka Sekolah Athalia bersama APC melihat peran strategis gerakan ini. Karena itulah, seluruh siswa, mulai dari SD hingga SMA diharapkan turut ambil bagian.

Menurut hemat saya, gerakan  ini tidak saja sebagai wadah untuk berbagi. Namun gerakan ini juga dapat menjadi wadah pendidikan. Gerakan ini pada dasarnya gerakan mendidik anak untuk memiliki karakter berbagi. Bahwa begitu banyak  anak yang kekurangan secara ekonomi dan begitu banyak anak yang berkecukupan adalah bak sebuah lembaran pelajaran. Pembahasan pembelajarannya adalah yang berkecukupan  menaruh peduli terhadap yang kekurangan (Band, Kis 2:45).

Gerakan berbagi kasih adalah sebuah arena pembelajaran yang amat berharga bagi siswa – dan tentunya orang tua yang menjadi sumber penghidupan si anak – untuk  memperdulikan sekelilling. Apalagi di tengah bangsa Indonesia di mana kesenjangan ekonomi dari tahun ke tahun semakin meninggi. Karena itu, seluruh komunitas Athalia diharapkan menikmati dan mendukung gerakan ini.

Metode pengumpulan Gerakan Berbagi Kasih (GBK) SMA Athalia mengalami perubahan. Sejak semula, pengumpulan GBK dilakukan melalui metode membagikan kotak GBK yang disebar di setiap kelas. Namun setelah dilihat, bahwa metode tersebut tidak efektif. Terlihat dari jumlah GBK yang terkumpul di tingkat SMA menempati posisi terendah setiap bulannya. Karena itulah, Yayasan beserta pimpinan Sekolah Athalia memutuskan bahwa metode pengumpulan GBK diubah.

Sejak 6 Februari 2014, pengumpulan GBK SMA dilakukan melalui ibadah setiap hari Kamis (SMP di ibadah Selasa/Rabu). Selain pertimbangan efektifitas, perubahan ini dilakukan dikarenakan berbagai pertimbangan teologis. Pertama,  bahwa memberi adalah bagian dari ibadah, maka tidak ada yang keliru dengan mengedarkan kantong persembahan selama ibadah.  Kedua, memberi melalui GBK juga berarti memberi untuk Tuhan. Bila kita telusuri konsep persembahan persepuluhan maka orang miskin atau yatim piatu (atau di dalam konteks hari ini kita sebut yang ‘kekurangan’), mendapat bagian dari persembahan persepuluhan yang dibawa ke dalam bait suci (Ulangan 14: 29). Alasan terakhir, mendidik siswa bahwa memberi GBK itu berarti memberi untuk Tuhan, bukan memberi kepada orang-orang yang menerima GBK tersebut. Dengan demikian, tertanam di dalam hati mereka bahwa gerakan yang sedang dilakukan bukan gerakan moral, namun gerakan yang didasari atas persekutuan dan kecintaan kepada Tuhan (band, Mat 25:45). Selamat berbagi! (PP)

Rendah Hati

artikel rendah hati

Suatu penelitian mengatakan bahwa tindakan melangkah turun ke bawah dari suatu tempat yang tinggi, seperti turun tangga, adalah tindakan yang berat. Karena  berat badan dan beban sudut kemiringan memberikan beban tersendiri pada titik pinggang dan kaki. Penelitian lain mengatakan bahwa kegiatan olahraga scout jump (lompat diri jongkok) merupakan olaharaga yang cukup berat. Posisi berdiri kemudian merendah untuk jongkok adalah aktivitas yang menguras tenaga.
Merendah memang terkesan sebagai sebuah hal yang sederhana. Padahal sebenarnya merendah adalah sebuah tindakan yang membutuhkan energi besar. Setidaknya membutuhkan keberanian untuk melakukannya. Rendah hati adalah sebuah sikap yang begitu sulit dilakukan oleh setiap orang. Kesulitannya terletak pada rasa takut bila dianggap tidak berarti (dianggap rendah). Tidak dipungkiri bahwa kenyataannya kerendahan hati memang membuat seseorang seperti berada di belakang, tidak terlihat, tidak menonjol. Banyak orang lebih senang berada di depan, mendapat perhatian dan diutamakan.
Tuhan Yesus adalah pribadi pertama yang memperlihatkan bagaimana Dia yang seharusnya tetap berada di atas, ternyata mau turun ke dunia. Dia yang seharusnya tidak perlu dilecut dengan pecut berduri besi, ternyata Dia rela merendahkan dirinya untuk menjadi korban penyaliban. Dia yang harusnya dimuliakan, malah menanggung ejekan dan disalah mengerti. Untuk itu semua, Dia tidak mengeluh. Ketika Yesus hidup sebagai manusia, tidak ada yang mudah menyangka bahwa Dia-lah Raja. Yesus diperlakukan sebagai seorang penjahat busuk.
Dalam kekristenan sikap rendah hati menjadi ajaran utama. Yesus tidak saja mengajarkannya, tetapi juga mempraktekkannya. Dengan sepenuh hati Yesus telah memperagakan arti kerendahan hati. Semuanya itu dilakukanNya agar terbukalah kesempatan yang indah bagi setiap manusia untuk mendapatkan pengampunan.
Bagaimana dengan kita sendiri? Kita lebih sering merasa lebih baik ketimbang orang lain, dan bertahan untuk tidak dipandang rendah. Akhirnya energi kita hanya dihabiskan untuk menjaga posisi kita agar kita tidak merasa rendah. Energi kasih kita sudah habis untuk dibagikan bagi orang lain karena terlalu sibuk menyayangi diri kita sendiri. Hingga akhirnya pada orang lain kita bisa berkata: “…emang gue pikirin ….”
Kerendahan hati adalah ekspresi kasih tanpa memandang status dirinya, dan diikuti dengan tindakan memberikan yang terbaik bagi orang lain.(BD).

Semarak HUT ke-20 Sekolah Athalia

lomba 20 th athalia

 

Menyambut ulang tahun yang ke-20 Sekolah Athalia, diselenggarakan lomba-lomba yang dapat diikuti oleh siswa, orang tua siswa, guru, dan staf Sekolah Athalia yang terdaftar sebagai komunitas Athalia di tahun pelajaran 2013/2014 dan 2014/2015.

LOMBA DESAIN BATIK UNTUK SERAGAM ATHALIA

Syarat dan ketentuan lomba:

  1. Pilihan warna bebas.
  2. Desain motif batik berciri khas Athalia.
  3. Desain motif batik boleh batik tulis dan memakai malam/lilin menggunakan media kain katun ukuran 0,5 x 0,7 meter, dilukis menggunakan pensil di atas kertas A4, atau desain dalam bentuk digital dan dicetak dalam kertas ukuran A4.
  4. Hasil karya harus orisinil, dibuat sendiri oleh peserta, bukan tiruan dari desain batik lain dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba/dipublikasikan.
  5. Peserta boleh mengumpulkan lebih dari satu desain.
  6. Peserta adalah anggota komunitas Athalia yang terdaftar di tahun pelajaran 2013/2014 dan 2014/2015.
  7. Peserta wajib melampirkan fotocopy identitas diri (KTP/Kartu Pelajar) yang masih berlaku.
  8. Desain yang menang menjadi hak milik Sekolah Athalia dan akan dipergunakan untuk seragam batik siswa dan guru di Sekolah Athalia.
  9. Hasil karya desain dalam bentuk digital dicetak dalam kertas ukuran A4 dengan menyertakan soft copy berupa file raw dengan format PSD (file masih beserta layer-layer dan belum di-flatten), CDR, Ai, atau TIFF, dengan menyertakan juga soft copy dalam versi image yang mudah untuk di-preview seperti dalam format Jpeg, Png atau PDF dan masukkan dalam CD/DVD. Hasil karya digital atau desain dalam kain katun beserta kelengkapan persyaratan lomba ini dikumpulkan dalam amplop tertutup ke ruang PRO selambat-lambatnya tanggal 9 Mei 2014.

 

Kriteria Penilaian:

1. Orisinalitas karya

2. Relevansi dengan visi dan misi Sekolah Athalia

3. Kreativitas dan estetika

4. Deskripsi/penjelasan dari desain batik (makna dan filosofi/falsafah desain batik)

 

LOMBA MARS ATHALIA

Syarat dan ketentuan lomba:

  1. Peserta lomba adalah pencipta asli dari karya lagu yang diikutkan dalam lomba.
  2. Lagu ciptaan merupakan karya sendiri, orisinal (asli) dan bukan saduran.
  3. Lagu ciptaan bergenre musik Mars dengan tempo cepat/sedang.
  4. Lirik lagu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
  5. Lirik lagu selaras dengan Visi, Misi, Moto dan karakteristik Sekolah Athalia dan mampu membangkitkan semangat dan kebanggaan sebagai anggota komunitas Athalia.
  6. Lagu belum pernah dipublikasikan secara komersial dan/atau diikutsertakan dalam lomba sejenis.
  7. Lagu direkam dan dinyanyikan dengan diiringi sedikitnya 1 (satu) alat musik.
  8. Durasi lagu tidak lebih dari 5 menit.
  9. Peserta melampirkan partitur lagu berupa notasi angka atau notasi balok. Lagu dikirim dalam bentuk keping CD dengan format mp3.
  10. Peserta bertanggung jawab atas orisinalitas lagu ciptaannya (lirik dan aransemen) dengan menyertakan pernyataan tertulis bermeterai Rp. 6.000,-.
  11. Peserta adalah anggota komunitas Athalia yang terdaftar di tahun pelajaran 2013/2014 dan 2014/2015.
  12. Peserta wajib melampirkan fotocopy identitas diri (KTP/Kartu Pelajar) yang masih berlaku.
  13. Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari satu lagu (maksimal 3 lagu) dan dikirimkan masing-masing dalam CD tersendiri.
  14. Keputusan juri mutlak, tidak dapat diganggu gugat.
  15. Hak cipta lagu yang berhasil menjadi pemenang menjadi milik Sekolah Athalia, dan Sekolah Athalia berhak untuk menggunakannya dalam tiap kesempatan.
  16. CD lagu dan kelengkapan persyaratan lomba dikumpulkan dalam amplop tertutup ke ruang PRO selambat-lambatnya tanggal 9 Mei 2014.

 

Kriteria Penilaian:

1. Orisinalitas karya

2. Relevansi dengan visi dan misi Sekolah Athalia

3. Kreativitas dan harmoni

4. Deskripsi/penjelasan dari lirik dan nada lagu

Kerendahan Hati Samuel Morse

artikel kerendahan hati

 

Samuel Finley Breese Morse lahir di Charlestown, Massachussetts, Amerika, tanggal 27 April 1791. Dia adalah anak sulung dari tiga putra keluarga Dr. Jedidah Morse, seorang pendeta dan ahli geografi. Samuel muda dibesarkan dalam keluarga yang memegang teguh ajaran Alkitab tentang penciptaan.

Pada saat itu, proses komunikasi berjalan dengan sangat lambat. Morse sendiri mengalami masalah-masalah yang disebabkan oleh kelambatan komunikasi itu. Misalnya, Pada tahun 1811, ketika dia tiba di London sebagai siswa seni, hubungan Inggris dan Amerika Serikat sedang sangat tegang. Kapal-kapal Inggris menyerang kapal-kapal Amerika Serikat yang diyakini mengangkut barang untuk musuh Inggris, yaitu Perancis. Akhirnya, Inggris berupaya mengadakan rekonsiliasi dengan mengirimkan sebuah pesan. Sayangnya, ketika pesan itu sedang dalam perjalanan melintasi Samudra Atlantik yang membutuhkan waktu satu bulan, Amerika Serikat sudah menyatakan perang. Perang ini berakhir dua tahun kemudian. Sesudah perjanjian perdamaian ditandatangani, tentara Amerika dan tentara Inggris masih saja terlibat dalam pertempuran besar lain karena mereka tidak tahu bahwa perang sudah usai.

Pengalaman lain yang dirasakan Morse berkaitan dengan lambatnya proses komunikasi adalah pada saat istrinya yang masih muda meninggal mendadak di New Haven, Connecticut, yang terpisah 500 kilometer dari Washington D.C. tempat Morse berada. Dia tidak bisa menghadiri pemakaman istrinya karena berita tentang kematian istrinya tersebut baru sampai kepadanya melalui pos satu minggu kemudian. Morse menyadari bahwa masalah internasional dan personal yang dia alami bisa dicegah jika listrik bisa dipakai untuk komunikasi.

Pada tahun 1832, ketika berada dalam pelayaran dari Eropa menuju Amerika Serikat, Morse mendapat gagasan tentang telegrafi elektromagnetik rangkaian tunggal. Dengan bantuan Leonard Gale, dosen ilmu alam, selama lima tahun Morse mengembangkan gagasannya menjadi model yang operasional. Setelah selesai, Morse mendemonstrasikan telegrafi kepada para usahawan dengan harapan mereka mau membiayai pembangunan jalur telegrafi. Karena tidak ada penanam modal swasta yang tertarik, dia menghabiskan waktu satu tahun lagi untuk membangun model yang lebih baik dan mendemonstrasikannya kepada pemerintah Amerika Serikat. Lagi-lagi, dia tidak berhasil mendapatkan bantuan keuangan. Morse akhirnya pergi ke Inggris dan Eropa selama satu tahun untuk mencari dukungan keuangan, tapi ia juga mengalami kegagalan. Sekembalinya ke Amerika Serikat, Morse mencoba untuk menarik minat masyarakat. Dia memasang kawat terisolasi melintasi pelabuhan New York dan mengumumkan di surat-surat kabar bahwa dia akan melakukan demonstrasi umum. Tapi malang, jangkar sebuah kapal tersangkut memutuskan kawatnya. Alih-alih dukungan, Morse malah mendapat cemoohan.

Kegagalan demi kegagalan dialami oleh Morse. Ia menjalani sebelas tahun penuh frustrasi.  Morse tidak memunyai uang dan sering kelaparan. Namun, dia tidak pernah mengalihkan pandangannya dari Tuhan. Pada masa-masa sulit ini, dia menulis “Saya sangat yakin bahwa, meskipun terasa aneh, semua ini diatur oleh tangan Bapa Surgawi.” Kepercayaan Morse kepada Juru Selamat dan Tuhannya, Yesus Kristus, tampak nyata dalam semua aspek kehidupan dan pekerjaannya. Selama tahun-tahun penuh kemiskinan, kesedihan, frustrasi, dan cemooh, Morse selalu mengandalkan berkat Allah yang tak berkesudahan, dia mengatakan: “Hanya Dia yang bisa menopang saya … melalui semua percobaan saya.”
Pada tahun 1843, Morse berupaya lagi menarik minat pemerintah Amerika Serikat untuk membiayai penerapan telegrafinya. Kali ini dia berhasil. Meskipun banyak kesulitan teknis, dia berhasil membangun jalur telegrafi pertama dari Washington ke Baltimore. Morse telah membuat revolusi dalam komunikasi dengan menerapkan ilmu. Dia menerima banyak penghargaan oleh karena penemuan-penemuannya di bidang telegraf. Namun Morse tetap seorang Kristen yang rendah hati. Untuk setiap karyanya,  ia mengaku, “Semuanya adalah karya Dia …. Bukan bagi kami, tapi bagi nama-Mu-lah, ya, Tuhan, semua pujian.”
Dalam setiap keberhasilannya, Morse selalu berkata; “Saya telah membuat aplikasi berharga di dunia telegraf, namun itu bukan karena saya lebih baik, lebih hebat dari orang lain, tapi karena Tuhan dalam rencanaNya untuk umat manusia, harus merevelasikan hal tersebut lewat seseorang. Tuhan telah memilih untuk menyatakannya untuk dunia lewat diriku.”

(IB – Tim Karakter, Sumber:
http://biokristi.sabda.org/samuel_morse_1791_1872_penemu_telegraf_dan_seorang_kristen_yang_aktif, http://serba2.wordpress.com/2012/03/25/kerendahan-hati-samuel-morse/)

Tragedi Ade Sara Angelina Suroto

artikel bintaro serpong

 

Umumnya saya menikmati perjalanan dari rumah ke Sekolah Athalia, yang biasa saya tempuh dalam 30-45 menit bila lalu lintas berjalan wajar. Mengendarai mobil melewati jalan-jalan “tikus” yang menghubungkan wilayah Bintaro dan Serpong itu memperkaya saya dalam banyak hal. Udara pagi yang segar memicu sel-sel otak saya untuk berpikir, dan melakukan apa yang disebut orang-orang pintar sebagai: “proses pemaknaan”. Menuliskan pembelajaran seperti ini  membuat saya makin paham kehidupan. Mungkin juga bisa menjadi berkat buat yang membacanya.

Pelajaran  saya seputaran beraneka ragam karakter yang muncul dalam interaksi berlalu lintas. Tapi biar itu untuk lain kali, karena hari ini udara sekitar saya sesak oleh tragedi yang saya baca sejak kemarin di media: Ade Sara Angelina Suroto. Sambil menyetir, sepanjang perjalanan otak dan hati saya muter bolak-balik tak habis pikir.  Untunglah jalanan ini sudah saya lewati bertahun-tahun, jadi sambil merem juga kayaknya bisa J.

Ade dibunuh mantan pacarnya yang sebenarnya sudah punya pacar baru.Bahkan dia bersekongkol dengan pacar barunya untuk menghabisi nyawa Ade. Kenapa si mantan membunuh? Karena Ade tidak mau berhubungan lagi dengannya. Ga bisa move on gitu deh..Lalu kenapa pacar baru si mantan ikutan membunuh? Karena takut si pujaan hati kembali ke Ade Sara. Begitu yang saya baca di media.

Saya jadi mikir, saat usia 19 tahun dulu, adakah orang yang saya benci? Hmmm…yang saya tidak sukai mungkin ada. Tapi benci? Sedemikian bencinya sampai mengharapkan dia mati? Sedemikian bencinya sampai bisa merencanakan pembunuhan? Sedemikian bencinya sampai mampu menggerakan tangan saya untuk membunuh? Waaah…jauh banget rasanya. Saya tidak bisa membayangkan hati yang sampai membenci sedalam itu. Apa yang pernah dialami hati itu, sehingga bisa begitu dibutakan oleh kebencian? Bagaimana tersiksanya hidup seseorang ketika memiliki hati seperti itu?

Dan semua itu karena suatu hal yang katanya bernama cinta. Jadi ingat sepotong lagu yang entah saya dengar di mana: ‘cinta ini membunuhkuuu….’ Sebal betul saya mendengar lagu itu dulu. Tapi kini, dalam nuansa sarkasme, saya pikir masih mending gitu deh..seenggaknya yang dibunuh bukan orang lain.. X_X

Pikir-pikir, bila memang demikian, niscaya kita semua harus super duper muper cuper hati-hati lah terhadap yang namanya  cinta. Mengerikan!  Tapi tentang cinta, lainkali lah dibahas. Waktu saya sudah mau habis, Sekolah Athalia sudah di depan mata.

Tapi tiba-tiba terbuka pikiran saya atas suatu hal. Tragedi ini benarkah tentang Ade Sara Angelina Suroto? Tidakkah lebih tepat tragedi ini mengenai sepasang anak muda belia, ganteng dan cantik, berpendidikan, berkecukupan, namun sekarang berada dalam tahanan polisi dan mendapat label pembunuh sadis?

Hidup di dunia hanya sementara. Ade Sara telah selesai menjalaninya. Walau saya tak sanggup membayangkan penderitaan yang dia alami di akhir hidupnya, lebih ngeri lagi membayangkan apa yang akan dialami sepasang anak muda ini. Di usia yang baru segitu, trauma apa yang akan dialami nurani mereka? Hidup macam apa yang akan mereka hadapi bertahun-tahun ke depan?  Kegundahan dan penyesalan seberat  apa yang mereka tanggung saat ini? Bagaimana pedih yang menggayuti hari-hari orangtua yang membesarkan mereka?

Kiranya kita semua yang diberi kesempatan menjadi orangtua terus belajar bagaimana mendidik anak-anak dengan benar, sejak awal. Hidup yang hanya sekali ini bisa sangat berarti, bisa juga menjadi sangat sia-sia.

Tuhan pencipta alam semesta, betapa pun Engkau hancur hati melihat mahlukMu bisa rusak seperti ini,  mohon anugerahkan hikmat bagi remaja-remaja Athalia, agar mereka beroleh pengertian yang benar tentang hidup. Berpikir dengan bijaksana, bergaul dengan bijaksana. Amin. (K&K).