‘Hatiku rindu melihat kemuliaan-Mu di atas Indonesia..’, demikian sepengal lirik lagu yang sering kita nyanyikan ketika tema ibadah atau persekutuan doa bertemakan permasalahan bangsa dan negara. Lagu ini merefleksikan doa dan pengharapan untuk melihat kemuliaan Tuhan atas Indonesia ke arah yang lebih baik. Di tengah berbagai terpurukan yang dialami bangsa ini, kita berseru melalui nyanyian ini, bahwa kita sebagai umat-Nya sungguh merindukan bahwa bangsa ini dapat keluar dari keterpurukan.
Apa yang kita rindukan melalui nyanyian ini, tentu haruslah sejalan dengan komitmen yang kuat dan teguh untuk terlibat di dalam memerangi berbagai bentuk keterpurukan itu. Keterlibatan nyata di dalam berkontribusi dan bekerja untuk membawa bangsa ini untuk kemuliaan Tuhan.
Komitmen yang sama diceritakan melalui kisah hidup Nehemia. Ketika Hanani menceritakan tentang keadaan bangsanya yang masih tinggal di Yerusalem, Nehemia mendengar bahwa bangsa itu sedang di dalam kesusahan besar dan keadaan tercela. Tembok yang merupakan lambang jati diri sebuah bangsa telah runtuh, dan pintu-pintu gerbangnya telah habis terbakar (Neh 1:2). Mendengar kabar itu, Nehemia langsung berkabung dan menaikan doa kepada Allah semesta langit (Neh 1:3-4). Namun apakah Nehemia hanya berhenti dengan doanya? Tidak. Nehemia juga pergi dan membangun kembali tembok dan pintu gerbang yang telah terbakar itu. Artinya, ia terlibat (berkontribusi) untuk pembangunan bangsa Israel.
Pada 9 April 2014 ini, akan dilaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu). Pelaksanaan Pemilu lima tahunan, yang sering juga disebut sebagai pesta demokrasi. Pesta demokrasi untuk menentukan suksesi kepemimpinan bangsa. Di dalam pesta ini, seluruh rakyat Indonesia yang berumur 17 tahun ke atas atau yang sudah menikah, dan terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dapat menggunakan hak pilihnya. Setiap warga negara – kecuali Polri dan TNI – memiliki hak yang sama untuk memilih calon wakil rakyat baik di tingkat kabupaten/kota (DPRD Tk II), provinsi (DPRD Tk I), pusat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Jadi, setiap pemilih akan mencoblos sebanyak 4 kali. Perlu diketahui, di dalam memilih, pemilih dapat mencoblos gambar partai atau calon di dalam nomor urut yang tersedia. Ingat, sebelum 4 kali menyoblos, jangan keluar dari bilik suara.
Sekarang, Pemilu tinggal menunggu hari. Satu hal yang mengkhwatirkan kita saat ini adalah rendahnya partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya, alias golput (golongan putih). Keadaan ini, tergambar dari beberapa Pilkada (pemilihan kepala daerah) di berbagai tempat. Rata-rata tingkat partisipasi pemilih tidak lebih dari 60 persen. Bahkan ironsinya, tidak sedikit daerah di bawah 50 persen dan cenderung jumlah suara calon terpilih lebih rendah di banding dengan jumlah suara yang golput. Artinya, ini menjadi sebuah lampu kuning bagi masa depan bangsa ini, yang harus diantisipasi oleh semua kalangan, termasuk orang Kristen di Indonesia.
Pemilu akan sangat menentukan nasib bangsa ini, setidaknya lima tahun kedepan. Karena di dalam pemilulah, para wakil rakyat yang akan memegang tampuk kekuasaan dipilih. Para wakil rakyat yang akan menyerap aspirasi rakyat akan ditentukan. Pertaruhannya adalah, apabila aspirasi itu disampaikan oleh orang yang tepat, maka aspirasi itu akan mengasilkan perubahan ke arah lebih baik. Dan sebaliknya, apabila aspirasi itu disampaikan oleh orang yang tidak tepat maka bukannya perubahan yang akan terjadi, melainkan bangsa ini akan semakin terpuruk.
Dengan demikian, sebagai bukti kita mencintai bangsa ini, maka seharusnya orang Kristen terlibat di dalam menyukseskan pemilu, minimal dengan menggunakan hak pilihnya. Pilihan golput bukanlah pilihan bijaksana. Karena biar bagaimanapun, di antara sekian banyak partai dan calon untuk dipilih, di antaranya, pasti ada yang terbaik atau setidaknya lebih baik.
Selain itu, sikap golput bertentangan dengan prinsip kristiani. Karena golput merupakan bentuk apatis. Golput adalah cerminan hilangnya pengharapan dan iman, bahwa Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu yang terjadi. Apatis adalah antitesis dari janji providensia Allah atas bangsa ini. Apatis adalah perwujudan ketidak mampuan menerima kenyataan hidup.
Di sisi lain, bila orang Kristen tidak berperan maka akan semakin mengecilkan peluang ‘anak-anak Tuhan’ ataupun calon-calon lain yang memiliki kapasitas, kualitas dan integritas untuk maju sebagai pemimpin bangsa ini. Golput sama saja membiarkan para penjahat untuk menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa ini. Karena akhirnya, yang terpilih nantinya adalah orang-orang yang menggunakan kekuatan uang (money politic) ataupun orang-orang yang hanya mengandalkan kekuasaan, isu primordialisme (memilih karena faktor agama, suku, ras, dll), atau istilah gaulnya 4L, loe lagi, loe lagi.
Oleh karena itu, partisipasi kita untuk suksesi Pemilu 2014 tidak bisa ditawar-tawar lagi. Saatnya kita semua memberikan kepeduliaan untuk bangsa ini. Caranya, pelajarilah trac-record calon yang akan dipilih. Lihat rekam jejaknya, pendidikannya, pengalamannya, integritasnya, dan visi-misi yang diusungnya. Saat ini dengan terbukanya sistem informasi komunikasi, semua kita bisa mengakses di website kpu.go.id.
Pertimbangan lain, penting sekali kita juga melihat prospek partai pada Pilpres (pemilihan presiden) nanti. Pada 9 Juli 2014 kita juga akan memilih calon presiden dan wakil presiden dan perlu kita ketahui, penentuan calon presiden dan wakil presiden ditentukan oleh jumlah suara partai di DPR. Sistem presidential threshold, hanya memungkinkan sebuah partai (atau koalisi partai), mengajukan calon presiden dan wakil dengan memperoleh minimal 20 % kursi di DPR. Maka, perhatikanlah perkembangan pencalonan presiden yang diusung partai yang akan kita pilih.
Jadi, bila memang kita rindu untuk melihat kemuliaan Tuhan atas Indonesia, mari kita mulai dengan menjadi pemilih yang cerdas di Pemilu 9 April 2014 dan Pilpres 9 Juli 2014. Kalau orang kristenpun golput, bagaimana dengan masa depan bangsa ini? Katakan tidak untuk Golput!
(Penulis: Prasasti Perangin-angin, M.Div)