Oleh: Presno Saragih, Kepala Bidang Pendidikan Sekolah Athalia
Kurikulum nasional tiap periode tertentu diubah oleh para pembuat kebijakan. Ada yang perubahannya signifikan, ada yang tidak. Sejauh ini, kurikulum nasional kita bersifat sangat mengikat dan menjadi acuan minimal bagi sekolah/satuan penyelenggara pendidikan. Namun, jika ada penambahan/improvisasi yang akan dilakukan oleh satuan pendidikan berdasarkan kebutuhan sekolah itu sendiri pun tidak bisa serta-merta diterapkan. Pengawas sekolah belum tentu menyetujui penambahan/improvisasi yang dirancang oleh sekolah.
Kurikulum Merdeka adalah kabar gembira bagi satuan pendidikan dari TK sampai SMA. Kehadiran kurikulum ini diharap dapat memberi keleluasaan kepada tiap sekolah (pendidik dan tenaga kependidikan) untuk dapat menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar siswanya. Pendidikan di dalam Kurikulum Merdeka berorientasi kepada kebutuhan para siswa (student-centered). Berbagai upaya akan dilakukan oleh pemangku kepentingan dalam sistem pendidikan untuk menjadikan siswa sebagai pelajar yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya dan berkarakter baik demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
Dalam Kurikulum Merdeka, ada yang menarik untuk kita perhatikan bersama, yaitu Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau bisa disebut dengan P5. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila memiliki porsi yang cukup besar dalam proses pembelajaran selama 1 tahun ajaran yaitu 20-25%. Melalui proyek ini, para siswa akan dibentuk menjadi pelajar yang bukan saja memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang ke-Pancasila-an tetapi juga belajar menghidupi nilai-nilai Pancasila di tengah kehidupan masyarakat yang beraneka ragam dimanapun mereka berada. Di perguruan tinggi “upaya sengaja” yang sama juga akan diterapkan. Maka diharapkan lahirlah manusia Indonesia yang Pancasilais dalam arti sesungguhnya yang akan membangun bangsa ini.
Merdeka? Apakah artinya Kurikulum Merdeka lebih mudah disusun dan diterapkan? Jawabannya justru jauh lebih sulit karena sekolah/satuan pendidikan tidak terbiasa merancang kurikulumnya sendiri. Semua sekolah (termasuk Sekolah Athalia) harus berjuang keras dalam mempersiapkan diri untuk melaksanakan Kurikulum Merdeka ini. Dibutuhkan bantuan dan doa dari para orang tua/wali siswa untuk mendukung penerapan kurikulum ini. Ada sejumlah perbedaan yang akan diterapkan dalam Kurikulum ini. Contoh: tidak ada KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dan tidak ada penjurusan/peminatan, ada penerapan pembelajaran diferensiasi, rapor yang berbeda, dan masih banyak yang lain.
Sekolah Athalia akan menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2023/2024 dimulai dengan kelas KB-TK, SD kelas 1, 7, dan kelas 10. Sebagai praktisi pendidikan yang sudah bergelut di dunia pendidikan selama 37 tahun, saya optimis bahwa Kurikulum Merdeka akan berdampak optimal bagi siswa Athalia (secara khusus dan secara holistik baik dalam bidang intelektual, spiritual, dan karakter) ketika sekolah dan orang tua siswa saling mendukung.
Coram Deo (hidup dalam hadirat Tuhan). Tuhan Yesus memberkati.