Gedung-gedung makin meninggi, namun sumbu amarah kita makin pendek
Tersedia makin banyak kemudahan, namun waktu kita makin singkat
Pengetahuan makin berlimpah, namun kemampuan kita menilai makin tumpul
Rumah-rumah semakin mewah, namun keluarga-keluarga makin berantakan
Kita berusaha mencegah polusi udara, namun membiarkan jiwa kita tercemari
Kita berjalan sampai ke bulan, namun tidak pernah mengunjungi tetangga
Tahun-tahun kehidupan kita bertambah, namun tahun-tahun itu makin tidak terasa hidup
-sumber tidak dikenal
Ilustrasi diatas membantu kita untuk merenungkan kembali untuk apa sebenarnya kita menciptakan dan memperjuangkan semuanya kemudahan, kelimpahan, kemewahan, dsb? Bukankah kita memperjuangkan itu semuanya agar kita dapat hidup? Namun mengapa akhirnya semuanya itu malah merampas hidup kita?
Anak-anak kita kini hidup di sebuah jaman dimana ilmu pengetahuan dan teknologi dijadikan landasan dalam mencapai sebuah kemajuan dan keberhasilan. Hal ini tanpa sadar membuat kita menjadi sangat takut tertinggal. Kita mengerahkan begitu banyak energi agar anak-anak kita menguasai ilmu pengetahuan serta tidak ketinggalan dengan perubahan dan kemajuan jaman. Kita memberikan mereka banyak fasilitas untuk dapat mengakses dunia, memberikan mereka pendidikan yang terbaik agar mereka mendapatkan seluruh pengetahuan yang mereka butuhkan, mengikutsertakan mereka kedalam berbagai macam kursus yang menurut kita akan membuat mereka menjadi pribadi yang unggul, dan memberi mereka banyak tuntutan untuk mencapai berbagai macam prestasi dan predikat.
Sepintas tidak ada yang salah dengan hal ini, karena jaman telah berubah sehingga jika kita tidak ikut berubah maka kita akan tergilas dengan perubahan tersebut. Namun, yang salah adalah ketika kita melakukannya dengan tidak seimbang. Kita hanya fokus pada usaha untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan jaman, tetapi lupa untuk hidup. Hidup untuk memuliakan Tuhan, hidup untuk menikmati kehidupan yang diberikan Tuhan pada kita, dan hidup untuk memberkati sesama kita.
Hidup yang benar tidaklah sekedar hidup, atau hidup dengan menuruti apa yang kita sukai dan kita anggap benar. Hidup yang sesungguhnya adalah ketika kita hidup seturut dengan kehendak Tuhan dan menjalani rencana-Nya di dalam hidup kita. Bagaimana caranya agar kita dapat hidup? Hanya ada satu cara, yaitu dengan bergaul erat dengan Tuhan, sehingga pola pikir, sikap, dan perbuatan kita sesuai dengan kehendak-Nya dan hal ini akan tercermin lewat karakter kita.
Kita tidak dapat menyangkal bahwa anak-anak kita kini hidup dalam suatu dunia yang menuntut mereka untuk menjadi pribadi yang unggul, inovatif, kreatif, cerdas, dan sebagainya. Ini adalah kenyataan yang harus kita terima. Untuk itulah kita berjuang untuk pendidikan anak-anak kita. Namun terkadang kita lupa pada pembentukan karakter anak-anak kita, yang sebenarnya adalah hal yang sangat mereka butuhkan untuk dapat hidup dan bertahan menghadapi jaman. Kita terkadang merasa bahwa yang paling penting adalah pendidikan, yaitu nilai akademis.
Sangatlah salah jika kita berkata bahwa pendidikan karakter tidaklah sepenting pendidikan akademis. Pendidikan karakter pada dasarnya sangatlah penting karena karakterlah yang menentukan pencapaian akademis seseorang dan bagaimana dia bertahan dalam hidup. Tidak ada anak yang dapat mendapatkan nilai yang baik dalam akademis jika ia tidak memiliki karakter taat untuk mengerjakan tugas dan ujian yang diberikan padanya, rajin mempelajari ilmu yang diberikan padanya, memiliki inisiatif untuk belajar dan mengerjakan tugas, dsb. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Etzioni (1984) and Ginsburg and Hanson (1986) mengatakan bahwa siswa yang dapat mendisiplinkan diri, lebih religius, pekerja keras, dan memiliki nilai-nilai, mendapatkan skor tes prestasi yang lebih tinggi.
Alasan lain mengapa kita harus menyeimbangkan ilmu pengetahuan yang kita berikan kepada anak-anak kita dengan pengembangan karakter adalah agar anak-anak kita dapat menggunakan ilmu dan kemampuan yang ia miliki dengan benar. Kepintaran yang tidak diimbangi dengan karakter akan berbahaya. Tidak ada yang menyangkal bahwa para teroris adalah orang yang pintar dan memiliki ilmu serta keterampilan khusus. Namun mereka menggunakan ilmu dan keterampilan yang ia miliki untuk tujuan yang salah. Jadi, manakah yang lebih utama dalam pendidikan kita, pengembangan akademis atau karakter? Tentunya kita sepakat bahwa keduanya sangat penting dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Sekolah Athalia adalah sekolah yang berbasiskan karakter. Athalia saat ini membangun sebuah kegerakan pengembangan karakter yang terintegrasikan. Pembangunan karakter dilakukan dalam seluruh aspek kehidupan anak di sekolah. Selain itu Athalia menyediakan waktu khusus 1 jam pelajaran per minggu untuk mengembangkan karakter yang diberi nama Shepherding Time.
Shepherding Time mengusung sebuah konsep pengajaran karakter melalui hubungan dan kehidupan sehari-hari anak. Di dalam Shepherding Time, wali kelas dan asisten wali kelas akan berperan sebagai gembala yang akan berjalan bersama siswa. Maksudnya adalah, di dalam Shepherding Time gembala (wali kelas dan asisten) akan membangun komunitas yang memiliki hubungan percaya satu sama lain di dalam kelas, sehingga anak akan merasa aman, nyaman dan diterima. Perasaan aman, nyaman, diterima dan hubungan percaya inilah yang akan menjadi pintu bagi masuknya nilai-nilai dan pengembangan karakter di dalam diri anak. Proses penanaman nilai-nilai dan pengembangan karakter anak akan dilakukan dengan berbagai cara yang praktis dan dekat dengan hidup anak, misalnya dengan membahas kasus atau isu-isu sosial yang sedang terjadi, mendiskusikan sebuah kondisi yang memiliki dilema etis di dalamnya, melakukan penelitian sosial, menjalankan proyek-proyek khusus, menghadirkan tokoh karakter, dan sebagainya. Dalam Shepherding Time, guru sebagai gembala akan berusaha untuk secara tulus memahami apa yang sedang dipikirkan, dirasakan, dan dialami oleh seorang anak, kemudian membimbing mereka agar mengetahui dan melakukan hal yang benar.
Namun tetap saja sekolah bukanlah satu-satunya jawaban untuk menyelesaikan masalah pengembangan karakter anak, karena pada dasarnya lingkungan inti anak adalah keluarga. Pengembangan karakter sehebat apapun yang dilakukan oleh sekolah tidak akan dapat berjalan dengan lancar jika hal tersebut tidak didukung dengan pengembangan karakter anak di rumah. Karakter bukan hanya kehidupan anak di sekolah, melainkan keseluruhan hidup anak. Kita tentunya tidak ingin anak-anak kita menjadi bingung dan terbentuk menjadi seorang pribadi yang tidak konsisten. Untuk itulah kita perlu bergandengan tangan dalam mengembangkan karakter anak-anak kita. Adalah tugas yang sangat mulia bagi kita untuk dapat membesarkan dan mendidik anak-anak kita. Tidak hanya untuk memiliki banyak ilmu, pengetahuan dan keterampilan untuk mengikuti perkembangan dunia, tetapi juga untuk memiliki karakter untuk dapat hidup benar. Ingat anak bukanlah milik kita yang dapat kita besarkan, didik, dan perlakukan sesuai dengan keinginan kita. Anak adalah titipan Tuhan kepada kita. Tugas kita adalah membesarkan, mendidik dan memperlakukan mereka sesuai dengan kehendak Tuhan, sehingga mereka dapat mengenal Tuhan yang menciptakan mereka dan menjalani panggilan dan rencana Tuhan di dalam hidup mereka.
(Oleh: Tim Karakter/ IB).