Every Life has a Story

“Every life has a story.. setiap orang memiliki cerita kehidupannya masing-masing jika kita mau menyediakan waktu untuk mencari tahu..” Rasa empati dibutuhkan untuk kita mau lebih peduli pada cerita dan perasaan orang lain. Empati inilah yang sebenarnya ingin dibangun dalam Caring and Sharing Camp kelas VII tahun ini. Selama dua hari satu malam, para siswa terus-menerus didorong untuk mau lebih care atau peduli pada orang lain, secara khusus pada teman-teman sekelas.

Kegiatan diawali dengan pemaparan fenomena-fenomena yang banyak terjadi di sekitar siswa. Fenomena seperti kekerasan secara verbal atau fisik yang biasa disebut bullying, ketidakpedulian siswa pada pergumulan yang dialami teman-temannya ataupun tidak adanya keinginan untuk menerima teman mereka apa adanya. Karakter caring dan sharing, itulah dua hal yang dibutuhkan para siswa.

Karakter caring dan sharing memang merupakan karakter yang menjadi profil dari para siswa SMP. Diharapkan ketika mereka lulus dari SMP Athalia, mereka sudah menjadi pribadi yang memiliki keinginan dan keterbebanan untuk lebih peduli dan mau berbagi pada orang lain.

Pada hari pertama, siswa diberikan penjelasan mengenai perlunya menjadi pribadi yang peduli dan langkah-langkah untuk menjadi pribadi yang peduli dan mau berbagi. Mulai dari hal-hal kecil, seperti tersenyum dan mau mendengarkan atau memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan hingga menjadi sukarelawan dalam kegiatan-kegiatan sosial.

Para siswa juga diajak untuk mau memberi penguatan dalam bentuk pujian, semangat atau motivasi pada teman-teman mereka. Salah satunya adalah melalui permainan Human and Angel dimana masing-masing siswa menjadi angel atau malaikat sekaligus menjadi human. Setiap angel mendapat tugas untuk memberikan tulisan-tulisan penyemangat/ motivasi/ pujian pada satu human yaitu teman sekelas mereka sendiri. Tulisan dalam bentuk surat diberikan secara anonim sehingga para human tidak akan mengetahui identitas angel mereka. Selain melalui Human and Angel setiap kelas juga secara bergantian melayani kelas lain saat jam makan dengan membantu mengambilkan atau membagikan makanan.

Melalui beberapa tugas ini, diharapkan setiap siswa yang tadinya sama sekali tidak peduli pada temannya mau mulai memperhatikan teman-teman di sekitar mereka. Mengetahui apa yang teman-temannya butuhkan dan inginkan serta mau merendahkan hati untuk melayani mereka. Begitu pula halnya yang diajarkan melalui games atau permainan yang dilakukan pada hari kedua.

salah satu kelompok pemenang poster
Bersama teman kelompok mereka harus bisa melalui beberapa tantangan yang membutuhkan kerjasama dan pengertian akan masing-masing anggota kelompok. Bila masing-masing siswa hanya mau menang sendiri maka mereka tidak akan bisa berhasil memenangkan permainan tersebut. Mereka juga diajarkan untuk mau berkorban bagi kelompok mereka dan bahwa tidak ada satu pun siswa yang tidak berguna dalam kelompok. Setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing.

Kelompok yang memenangkan permainan juga diberikan apresiasi atas kerja keras mereka dengan pemberian hadiah. Memang diharapkan para siswa tidak hanya melihat hadiah yang diberikan. Hadiah hanyalah bonus dari kerja keras mereka dan bahwa yang terpenting adalah berbuat sebaik mungkin untuk menjadi pribadi yang lebih peduli. Selain itu, para siswa juga diberi waktu untuk membuat poster untuk mengkampanyekan karakter caring dan sharing. Poster-poster tersebut akan ditempel di kelas mereka masing-masing untuk menjadi pengingat bagi mereka agar tetap terus menjalankan karakter tersebut dalam kehidupan mereka.

salah satu kelompok pemenang poster
Menjadi pribadi yang empati adalah modal untuk membawa kedamaian di dunia. Khususnya di jaman sekarang ini dimana setiap orang seakan hidup dalam dunianya sendiri dengan segala fasilitas yang mereka miliki. Seharusnya justru dengan kemudahan dalam berinteraksi dan bersosialisasi kebaikan itu dapat dengan lebih cepat dan luas disebarkan. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Kita terjebak untuk selalu memikirkan hal-hal yang jauh dari kita dan melupakan orang-orang di dekat kita yang membutuhkan perhatian ataupun pertolongan.

Mengatasi hal tersebut maka anak-anak sejak kecil harus dibiasakan untuk mau memperhatikan orang di sekitar mereka. Biarkan anak-anak kita bermain dengan teman-teman mereka dan tidak hanya bermain di dunia maya. Biarkan mereka merasakan dinamisnya pergolakan emosi yang dimiliki setiap orang dan mau mengambil waktu untuk memikirkan apa yang dirasakan orang lain. Tuhan ingin agar kita dapat menjadi berkat bagi sesama dan bukan hanya mementingkan kesejahteraan diri sendiri. Mau peduli dan berbagi dengan penuh belas kasih, kerendahan hati, dan murah hati, sehingga melalui kita pun berkat Tuhan dapat terus tercurah. Mari peduli, mari berbagi. (LDS)

“Too often we underestimate the power of a touch, a smile, a kind word, a listening ear, an honest compliment, or the smallest act of caring, all of which have the potential to turn a life around.”

– Leo Buscaglia –

Lalu keren yang bagaimana?

“Siapa di sini yang ingin menjadi anak yang keren?”
“Siapa di sini yang merasa keren?”

Dua pertanyaan ini menjadi pembuka dalam rangkaian acara pembinaan yang dilakukan oleh tim kerohanian dan karakter di kelas VIII dan IX awal Desember lalu.

Selama dua hari di kelas VIII dan satu hari di kelas IX, para siswa diajarkan mengenai konsep keren atau cool. Konsep keren dibahas setelah melihat begitu banyak remaja yang melihat konsep keren hanya sebatas penampilan luar dan melupakan karakter yang juga harus dimiliki seorang pribadi yang keren.

Perubahan jaman dan era globalisasi tanpa disadari telah mengubah begitu banyak budaya di negara kita. Pengaruh budaya luar seperti budaya Barat maupun Korea yang masuk melalui media telah membuat serangan bertubi-tubi pada generasi muda sekarang ini. Berbondong-bondong anak-anak remaja mulai fokus hanya pada memperhatikan penampilan dan pergaulan mereka. Konsep mengenai profil pribadi yang popular dan disukai oleh masyarakat pun mulai bergeser sedikit demi sedikit.

Para pria mulai membentuk tubuh dengan pergi ke gym dan juga anak-anak perempuan mulai mencoba bereksperimen dengan baju-baju yang sedang tren di pasaran. Sebelumnya orang tua hanya perlu mengkhawatirkan dan memerhatikan pergaulan anak-anak mereka, tetapi sekarang mereka juga harus memperhatikan dan mengurus penampilan anak-anak mereka. Namun tak hanya dari segi penampilan, konsep keren yang salah seperti merokok ataupun mem-bully orang lain agar dianggap keren atau dihargai orang juga harus diperbaiki.

Anak remaja saat ini perlu memahami bahwa keren itu seharusnya tidak hanya sebatas mengikuti tren yang ada di masyarakat, tetapi lebih kepada bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang memberkati orang lain dengan talenta yang kita miliki. Bagaimana kita bisa menjadi contoh dan teladan tidak hanya dari penampilan, tetapi juga dari sikap, perkataan, serta perbuatan kita.

Pak Benny sebagai pembawa renungan meminta para siswa merenungkan sebuah ayat dari Pengkhotbah 11:9 yang berbunyi demikian,
“Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!”

Para siswa tidak dilarang untuk menikmati masa muda mereka, tetapi mereka juga harus memahami bahwa hidup mereka bukanlah milik mereka sendiri melainkan milik Tuhan. Maka dari itu segala apa yang mereka lakukan harusnya sesuai dengan kehendak dan ketetapan yang telah Tuhan berikan. Kita juga harus menjaga dan merawat diri kita sebagai bentuk rasa syukur dan menggunakannya hanya untuk kemuliaan Tuhan.

Para siswa kemudian diminta untuk menuangkan kembali pemahaman yang telah mereka terima dalam bentuk pembatas buku, poster, maupun drama. Melalui proyek ini siswa juga diminta untuk mengkampanyekan konsep keren yang benar sesuai dengan apa yang telah mereka pelajari. Melalui kegiatan ini dapat terlihat bagaimana para siswa sebenarnya sudah menyadari apa yang seharusnya dilakukan. Namun meski begitu mereka tetap memerlukan arahan dan bimbingan dari para guru serta orang tua dalam menghadapi setiap pergumulan mereka sehari-hari.

mengerjakan pembatas buku
pembatas buku

mengerjakan poster

hasil poster
Orang tua maupun para guru tetap harus waspada dalam mengarahkan anak remaja. Kita harus menyadari bahwa mereka sedang berada dalam masa pembentukan identitas diri. Remaja dari usia 12 hingga 22 tahun berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mulai bermunculan dalam diri mereka, contohnya seperti siapakah aku? Apakah aku? Aku ingin menjadi pribadi yang bagaimana nantinya?

Oleh karena itu bimbingan dan arahan orangtua maupun guru adalah hal yang krusial bagi para remaja dalam menghadapi perkembangan pesat yang terjadi dalam diri mereka. Masa-masa ini akan menentukan masa depan mereka dan yang berarti juga menentukan masa depan bangsa kita.

Maka dari itu marilah kita bersama-sama berusaha merangkul pribadi setiap anak untuk membangun generasi yang lebih berkarakter dan mau hidup seturut pimpinan Tuhan. (LDS)

Hidup itu Singkat..

“Life is short.. hidup itu singkat dan waktu yang sudah kita lalui tidak akan bisa kembali lagi..” Itulah apa yang Pak Presno Saragih sampaikan pada pembukaan AKSEN, Sabtu, 8 November 2014. AKSEN atau Ajang Kreativitas dan Seni ini memang ditujukan untuk menampilkan kreativitas para siswa khususnya dalam bermusik.
band alumni
AKSEN tahun ini mengangkat konsep Time Machine yang ditampilkan dalam bentuk narasi dan cerita. Acara yang berdurasi kurang lebih lima jam ini berlangsung seru dengan dinyanyikannya lagu-lagu dari berbagai era dan jaman sesuai dengan konsep Time Machine. Tak hanya siswa yang menampilkan kebolehan mereka, guru-guru SMA juga turut mempersembahkan beberapa lagu.
penampilan guru SMA
Meski begitu di awal kegiatan Krishna Nugraha sebagai ketua panitia juga mengingatkan para penonton agar tetap bisa memahami pesan yang sebenarnya ingin disampaikan melalui kegiatan ini. Salah satunya adalah untuk bisa memberikan apa yang dimiliki pada orang-orang yang lebih membutuhkan, secara khusus donasi ditujukan pada Panti Wredha Melania yang turut bergabung bersama dalam kegiatan ini.

Seperti apa yang dikatakan oleh Krishna, acara ini sebenarnya tidak hanya ditujukan untuk menghibur para penonton dan menjadi wadah kreasi siswa ataupun peserta. Siswa, orang tua, atau siapapun yang hadir juga harus memahami bahwa yang lebih penting sebenarnya adalah untuk menjadi berkat bagi sesama menggunakan setiap waktu yang kita miliki di dunia ini.

Maka agar para donatur dan penonton bisa lebih memahami hal itu, perwakilan dari Panti Wredha Melania pun turut berbicara membagikan pergumulan mereka. Panti Wredha Melania dibangun untuk menjawab kebutuhan orang-orang lanjut usia yang tidak berkeluarga atau hidup sendiri. Sebagian kakek-nenek yang tinggal di panti berstatus single atau tidak menikah dan beberapa lainnya hidup terlantar. Meski keberadaan panti masih sering dianggap sebelah mata oleh orang-orang, sebenarnya kehadiran mereka sangat dibutuhkan di masyarakat.
perwakilan Panti Wredha
Pak Utomo, salah seorang penghuni panti turut membagikan kesannya selama tinggal di panti. Ia merasa memiliki lebih banyak teman selama tinggal di panti. Ia juga berpesan pada setiap anak agar terus rajin belajar agar bisa menyumbangkan tenaga dan pikiran pada bangsa dan negara. Ia ingin agar setiap anak dapat menjadi pribadi-pribadi yang berguna di masa depan.
salah satu penghuni panti wredha
Tentunya kita semua berharap agar setiap donatur dan penonton yang hadir pun bisa mengerti dan memaknai setiap donasi yang diberikan. Tidak sekedar memberi secara materi tetapi juga mau memberi waktu mereka untuk lebih memperhatikan sanak saudara, orangtua atau kakek-nenek mereka. Sehingga setiap orang bisa menjalin relasi yang baik dalam keluarga mereka, mau merawat saudara-saudara mereka dan membantu sesama yang membutuhkan pertolongan.

Seperti yang Pak Presno katakan, hidup itu singkat. Kita harus bisa menggunakan waktu-waktu yang ada dengan sebaik mungkin dan membuat setiap detik menjadi berarti. Selama masih muda, selama masih diberi kesehatan, pikiran yang baik, tenaga dan energi yang besar, kita harus bisa menjadi berkat yang lebih lagi bagi sesama kita. Jangan sia-siakan waktu yang kita miliki, setiap detik, setiap menitnya. (LDS)

Pendidikan Penting, tapi Karakter lebih Penting

“Pendidikan itu memang penting, tapi yang lebih penting adalah karakter,” tegas Shandy Aulia dalam kegiatan bedah buku Incomplete miliknya di Sekolah Athalia 28 Oktober 2014 lalu.

Kegiatan ini adalah bagian dari rangkaian perayaan Bulan Bahasa 27-28 Oktober 2014. Pada sesi bedah buku Shandy datang sebagai narasumber untuk berbagi pengalaman dan kisah-kisahnya selama menulis buku. Termasuk juga berbagai pergumulan dalam hidupnya mengenai karir, pendidikan, keluarga, dan bahkan pasangan hidup.
shandy aulia
Shandy yang ketika kecil bermimpi ingin menjadi astronot ini mengakui jalan hidupnya tidaklah mudah. Sejak ia masih kecil orangtuanya sudah bercerai dan bahkan ia mendapat perlakuan tidak baik dari orang di sekitarnya selama di sekolah. Begitu juga ketika ia akhirnya mulai berkarir dalam dunia akting.

Namun semua itu menurutnya memang adalah proses kehidupan yang harus dijalani. Oleh karenanya pengenalan akan Tuhan dan karakter yang kuat adalah modal bagi Shandy. Shandy mengakui ia baru bisa mulai mengenal Tuhan secara mendalam ketika berumur 19 tahun. Itupun melalui proses yang panjang dan melewati berbagai pergumulan. Latar belakang orangtua yang berbeda agama membuat Shandy kesulitan dan terus memiliki kerinduan untuk bisa beribadah bersama sebagai satu keluarga. Tetapi ia tetap bisa bersyukur karena pada akhirnya bisa melalui itu semua.

“Karakter itu yang menentukan bagaimana kita menjalani proses kehidupan, itulah yang sebenarnya bisa membuat kita bertahan,” jelas Shandy. Memang benar bahwa karakter seseorang akan menentukan masa depan seseorang. Mungkin kita sendiri sering melihat atau memiliki rekan di sekolah yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi namun kesulitan dalam berelasi atau mengekspresikan diri. Hal ini akan membuat mereka tidak bisa bertumbuh dan memakai kemampuan mereka secara maksimal. Disanalah sebenarnya dimana karakter berperan.

Pengenalan yang benar akan Tuhan, pendidikan, dan karakter yang cukup dan tepat adalah modal bagi kita dalam menjalani kehidupan. Pendidikan tanpa karakter dan pengenalan akan Tuhan dapat menghasilkan pribadi yang egois dan mengandalkan kemampuan sendiri. Begitu juga karakter tanpa pengetahuan yang cukup tak akan bisa membuat kemampuan kita berkembang. Tetapi tanpa dasar pengenalan akan Tuhan pun semua adalah sia-sia. Oleh karena itu ketiga hal ini harus terus dibangun dalam pribadi setiap siswa.

Akhir kata, Shandy berpesan pada para siswa,

“Nikmati dan hargai masa remaja kalian, jangan lakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri, meski terlihat kecil bila ke depannya merugikan, jangan dilakukan, tetapi sungguh-sungguh lakukan hal ketika itu positif dan gunakan talenta kalian dengan sungguh-sungguh.” (LDS)

“Kaki Boleh Panas, tapi Kepala Harus Tetap Dingin..”

“Kaki boleh panas, tapi kepala harus tetap dingin..”

Begitulah ucapan yang terus digaungkan oleh komentator Athalia Cup ke-5 selama pertandingan yang baru berlangsung 11-18 Oktober 2014 kemarin. Sebanyak 42 tim dari berbagai sekolah di Tangerang Selatan turut berpartisipasi dalam pertandingan ini. Berbagai perbedaan latar belakang tentunya dapat menjadi pemicu munculnya perselisihan dalam pertandingan. Terutama pertandingan futsal yang memang memungkinkan para pemainnya beradu fisik dengan pemain lawan. Oleh karena itu panitia selalu berusaha mengingatkan agar sportifitas harus tetap terjaga.
athalia cup 5
Athalia Cup ke-5 tahun ini secara khusus mengangkat tema Sport Reveals Character. “Karakter bukan hanya dapat dibangun di pembelajaran dalam kelas. Olahraga juga dapat menunjukkan karakter seseorang. Saat olahraga, karakter seseorang itu bisa terlihat, bagaimana karakter anak yang sebenarnya, karena karakter itu sebenarnya ada dimana-mana”. Begitulah penjelasan Pak Werdi Rolando Damanik selaku ketua panitia mengenai maksud diangkatnya tema tersebut.

Seperti yang Pak Werdi katakan bahwa olahraga khususnya futsal dapat memperlihatkan karakter anak yang sebenarnya. Apakah anak itu egois dan mau menang sendiri, atau mau saling berbagi dalam membangun serangan. Kekecewaan, kemarahan, emosi-emosi yang muncul selama di lapangan dapat menunjukkan bagaimana anak itu menyikapi situasi dan kondisi di sekitar mereka. Anak-anak diharapkan melalui pengalaman ini dapat belajar untuk mengontrol emosi mereka, tidak terprovokasi oleh lawan maupun suporter lawan dan tetap tenang di segala situasi.

Bila pemain egois dengan menyerang sendiri maka ia akan kesulitan untuk menembus pertahanan lawan. Dibutuhkan kerjasama dan kerendahan hati bahkan hanya untuk memberi umpan bola pada rekan satu tim. Sehingga kemenangan itu dapat menjadi kemenangan bersama, bukan hanya kemenangan satu orang saja. Bahkan bila kalah pun itu adalah kekalahan bersama sebagai satu tim. Sehingga diharapkan satu tim tersebut bisa sama-sama berproses dan memahami bahwa kalah dan menang itu adalah hal yang biasa terjadi.

Pak Werdi berharap bahwa melalui Athalia Cup ini para siswa dapat memahami dan menyadari bahwa karakter dapat ditemukan dan dipelajari dimana saja. Dalam bersosialisasi dan berolahraga, siswa Athalia harus belajar untuk menerima kekalahan dan tidak putus asa, mau bekerjasama dan tidak individualis.

Selain ingin membangun karakter siswa, Athalia Cup juga diadakan dengan tujuan membangun hubungan baik dengan sekolah-sekolah lain di sekitar. Oleh karena itu pada Athalia Cup ke-5 ini panitia juga mengundang siswa-siswa di tingkat SD dalam pertandingan dan tentunya memberi penghargaan bagi tim-tim pemenang di setiap tingkat.
athalia cup 5
Satu hal lain yang baru juga adalah adanya penghargaan berupa medali dan piagam bagi para top scorer di tiap tingkat. Setiap perubahan ini diadakan tentunya dengan harapan semakin banyak sekolah yang dapat berpartisipasi dan semakin banyak juga sekolah yang terberkati dengan kegiatan Athalia Cup ini. (LDS)

Berkreasi bersama di Smart Club Handicraft

Smart club Handicraft dilaksanakan setiap hari Kamis, pukul 15.30-17.00 bagi murid-murid SMP. Smart club Handicraft ini memang baru saja diadakan pada tahun ajaran 2014/2015, namun ternyata mendapat respon yang cukup baik dari para siswa. 15 orang siswa mendaftarkan diri untuk mengikuti smart club yang terdiri dari siswa-siswa kelas VII dan VIII.

Selama beberapa pertemuan, kelas Handicraft telah mengajarkan keterampilan seperti membuat pola, menjahit, dan sebagainya. Segala keperluan peralatan dan bahan seperti kain flanel, jarum, dan benang telah disediakan dahulu oleh guru pengajar. Hal ini memudahkan para siswa untuk berkarya karena semua bahan telah tersedia. Para siswa juga diperbolehkan untuk memilih pola mana yang sesuai dengan keinginan mereka. Selama beberapa pertemuan terakhir para siswa telah memiliki keterampilan untuk membuat gantungan kunci, boneka magnet, serta hiasan untuk gantungan pintu, dan sebagainya.
hasil handicraft
Pada dasarnya Bu Djuwita selaku guru pengajar memang ingin agar kelas smart club tidak menjadi kelas yang kaku dan membebankan siswa. Oleh karena itu Bu Djuwita berusaha menjadikan kelas Handicraft sebagai kelas yang menyenangkan dimana anak-anak dapat berkreasi. “Saya memang tidak menerapkan peraturan khusus di dalam kelas, yang penting mereka mau mengikuti dan mau mengerjakan dengan sungguh-sungguh,” kata Bu Djuwita.

Selama kelas berlangsung, Bu Djuwita juga mendatangi siswa satu persatu dan membantu para siswa yang kesulitan secara perlahan. Pekerjaan siswa yang sudah selesai akan dikumpulkan untuk dinilai. Setelah dinilai, hasil pekerjaan dapat dibawa pulang dan dipakai sesuai keinginan para siswa. Namun, Bu Djuwita tidak mau terpaku hanya pada hasil, tetapi juga pada proses mereka dalam mengerjakan. Apakah mereka mengerjakannya dengan tekun dan sungguh-sungguh memiliki keinginan untuk belajar.

kelas handicraft
Meski biasa didominasi oleh perempuan, ternyata ada juga siswa laki-laki yang mengikuti kelas Handicraft. Kelas ini sendiri memang terbuka  bagi setiap siswa SMP yang ingin mengikuti. Maka dari itu Bu Djuwita dengan senang hati juga mengajar para siswa laki-laki yang memang memiliki keinginan untuk belajar.

kelas handicraft
Tidak ada diskriminasi dalam kelas yang didominasi oleh perempuan, sebaliknya justru salah satu siswa laki-laki dapat mengajari teman-temannya yang masih kesulitan. Memang tentu ada siswa-siswa yang masih belajar secara perlahan, tetapi Bu Djuwita selalu menghimbau agar semua dapat saling membantu satu sama lain. Hal ini jugalah yang mungkin membuat para siswa rajin untuk datang ke kelas dan tidak melewatkan pertemuan di setiap minggunya. (LDS)

Untuk mengetahui Smart Club apa saja yang ada di Sekolah Athalia, klik di sini

 

Belajar Bersama di Parenting Class (Kid & Teen)

“Mama, bayi itu asalnya dari mana ya?”

“Papa, tadi temanku bilang dia suka sama aku, aku mesti jawab apa?”

Pernahkah anak Anda mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti itu dan Anda tidak siap menjawabnya? Pernahkah Anda berharap akan adanya sarana yang dapat membantu dan membimbing Anda sebagai orang tua? Atau akan adanya wadah untuk saling berbagi dengan orang tua lainnya? Bila iya, maka Parenting Class adalah jawabannya. Parenting Class adalah sebuah kelas pembelajaran yang khusus diberikan bagi para orang tua. Terkait hal ini, maka Sekolah Athalia mengadakan Parenting Class untuk membantu para orang tua murid. Salah satunya adalah untuk membantu orang tua paham cara mengasuh dan mendidik anak sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab.

Parenting Class di Sekolah Athalia

Sekolah Athalia adalah sekolah yang berbasis pada karakter Oleh karena itu pengembangan karakter harus dilakukan di dalam keseluruhan hidup anak. Pengembangan karakter anak di sekolah harus didukung juga dengan pengembangan karakter anak di rumah. Namun kita semua sadar bahwa tidak semua orang tua tahu dan mengerti bagaimana cara untuk mendidik dan mengasuh anak dengan tepat. Untuk itulah Sekolah Athalia berinisiatif untuk membantu para orang tua melalui Parenting Class.

Parenting Class juga merupakan sarana untuk memfasilitasi para orang tua murid untuk saling berbagi dan belajar. Berbagi mengenai kehidupan mereka selama menjadi orang tua dan belajar bagaimana untuk menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak mereka. Parenting Class sendiri dibagi menjadi dua. Parenting Class (Kid) diperuntukkan bagi orang tua yang memiliki anak usia 0 hingga kelas 5 SD. Kemudian Parenting Class (Teen) diperuntukkan bagi orang tua yang memiliki anak diatas kelas 5 SD.  Parenting Class (Kid) dan Parenting Class (Teen) saat ini masing-masing diikuti oleh 29 pasang orang tua.

Komitmen Orang Tua untuk Belajar

Setiap orang tua harus berkomitmen untuk menyediakan jangka waktu dua tahun untuk Parenting Class (Kid) dan satu tahun untuk Parenting Class (Teen). Pada setiap Parenting Class, orang tua juga harus memiliki buku yang akan menjadi panduan dalam setiap pertemuannya. Parenting Class (Kid) saat ini memakai buku Let the Children Come Series, Along the Virtuous Way. Sedangkan Parenting Class (Teen) memakai buku Let the Children Come Series, Along the Middle-Years Way.

Parenting Class (Kid) dan (Teen) sejak bulan Oktober 2014 diadakan setiap dua minggu sekali dan difasilitasi oleh Bu Charlotte Priatna sebagai pembicara. Selama Parenting Class, orang tua diminta untuk aktif dalam membahas materi maupun melakukan tanya jawab. Oleh karena itu, para orang tua dibagi dalam kelompok-kelompok sesuai dengan area tempat tinggal mereka. Masing-masing kelompok akan mengadakan pertemuan secara mandiri untuk berdiskusi sebelum pertemuan Parenting Class. Setiap pertemuan, masing-masing kelompok secara bergantian akan mempresentasikan hasil diskusi mereka. Setelah kelompok yang bertugas selesai mempresentasikan hasil diskusi mereka, maka akan diadakan sesi diskusi yang dipandu oleh Ibu Charlotte. Tanya jawab biasanya diisi dengan pembahasan mengenai materi yang tidak dimengerti atau dengan pengalaman serta kesulitan yang dialami oleh orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak.

Keluarga yang Berproses

Setiap keluarga pastinya memiliki pengalaman hidup yang berbeda. Ada keluarga yang membagikan pengalaman mereka dalam menumbuhkan kesadaran, tanggung jawab dan kepedulian anak-anak. Ada juga keluarga yang membagikan kesulitan mereka dalam mengkomunikasikan kepada anak mengenai pergumulan mereka. Baik pergumulan dalam menghadapi sakit penyakit atau jatuh bangun dalam ekonomi keluarga.

Proses ini membuat para orang tua bisa saling mendukung, saling mendoakan atau bahkan membantu mencari pemecahannya. Mereka bisa merasakan bahwa mereka tidak sendiri dan menyadari bahwa di dunia ini tidak ada keluarga yang sempurna. Setiap orang mempunyai kelemahan dan kelebihan, termasuk mereka sebagai orang tua. Namun semua kembali lagi pada seberapa besar keinginan para orang tua untuk belajar dan memperbaiki diri. Didukung juga dengan kerinduan mereka untuk memiliki keluarga yang bertumbuh dan berproses di dalam Tuhan. (LDS)

Hari Kunjung Perpustakaan 2014

Selasa, 16 September 2014 adalah hari yang spesial bagi para siswa dan guru yang berkunjung ke perpustakaan SD maupun SMP/SMA. Ketika memasuki ruang perpustakaan SMP/SMA kita akan langsung melihat perubahan pada warna cat dinding yang tadinya berwarna abu-abu menjadi hijau cerah. Begitu pula halnya dengan langit-langit perpustakaan. Mata kita akan segera tertuju pada foto-foto, gambar, dan paper quilling yang terangkai dengan indahnya menghiasi langit-langit. Pertanyaan pun muncul di benak kita. Ada apa dengan perpustakaan hari ini?
siswa di perpustakaan
Ternyata perpustakaan SD, SMP/SMA sedang memperingati hari berdirinya Perpustakaan Nasional pada 14 September 2014. Hal inilah yang mendasari dimulainya Hari Kunjung Perpustakaan 2014 ini. Meski begitu, hari kunjungan ini juga dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan minat baca para siswa. Ruang perpustakaan yang terlihat cerah didekorasi dengan menarik agar para siswa tertarik untuk  membaca buku di perpustakaan.

Sebagian besar foto-foto, gambar, dan paper quilling yang mewarnai perpustakaan sebenarnya adalah hasil karya dari para siswa sendiri. Semuanya dipasang sebagai penghargaan atas kerja keras mereka dalam mengikuti lomba Hari Buku Sedunia di bulan Juni lalu. Para siswa, guru, dan staf yang mengunjungi perpustakaan hari ini ternyata juga mendapat kejutan berupa hadiah snack dan pembatas buku. Masing-masing kemudian diminta untuk membubuhkan tanda tangan di sebuah spanduk besar dan menuliskan kesan serta harapan mereka bagi perpustakaan. Para murid juga terlihat antusias untuk menuliskan tanda tangan dan menerima souvenir dari staf perpustakaan.
siswa di perpustakaan
Semua hal ini dilakukan untuk membuat para murid tertarik kembali ke perpustakaan karena sampai saat ini belum banyak yang menyadari keberadaan perpustakaan. Bu Hana sendiri selaku koordinator perpustakaan mengatakan, “Sampai saat ini masih belum banyak yang tahu ada Hari Kunjung Perpustakaan, maka melalui kegiatan seperti ini juga kami ingin mengenalkan perpustakaan dan menunjukkan keberadaan perpustakaan ini sendiri.” Tak hanya itu Bu Hana juga ingin menyadarkan pentingnya perpustakaan dan memohon kerja sama dari para guru, “Kami berharap semakin banyak orang yang paham fungsinya dan merasakan pentingnya keberadaan perpustakaan. Kerjasama antara perpustakaan dengan guru-guru sangat diperlukan, apalagi murid SMA tidak memiliki jam perpustakaan, semua bisa terjadi berkat kerja sama dari para guru.”

“Kerjasama antara perpustakaan dengan guru-guru sangat diperlukan,..”

Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai kegiatan yang mendukung telah direncanakan oleh staf perpustakaan. Pada bulan bahasa di bulan Oktober, perpustakaan akan mengadakan kegiatan bedah buku dan pameran. Kemudian pada Hari Pers Nasional, perpustakaan berencana untuk membuat kegiatan membaca koran bersama dan mendatangkan jurnalis untuk membagikan pengalamannya pada siswa.

siswa di perpustakaanMemang masih ada banyak hal yang harus dilakukan dan dibutuhkan kerja keras dari para staf perpustakaan. Namun, semua kerja keras itu tidak akan sia-sia, “Semua kerja keras kita  terbayar ketika melihat siswa dan guru serta staf punya kesadaran dari dalam dirinya untuk datang berkunjung ke perpustakaan,” kata Bu Hana.

Jadi, sudahkah Anda berkunjung ke perpustakaan hari ini?

(LDS)

Peresmian Gedung F

Gedung F Sekolah Athalia telah selesai dibangun, peresmian dan dedikasinya telah dilaksanakan pada tanggal 1 September 2014. Gedung ini dipergunakan sebagai lobby utama Sekolah Athalia sekaligus sebagai tempat belajar untuk siswa-siswi SMA Athalia.

 

Gedung F Sekolah Athalia

 

 

 

 

Tim Basket Putra Tangsel Raih Emas

Basket memang identik dengan lelaki. Olahraga yang banyak menguras keringat ini lumayan banyak yang menggandrunginya, terutama kaum pria. Kita sebagai warga Tangsel perlu berbangga hati, karena tim basket pelajar putra kota Tangsel telah meraih medali emas pada kegiatan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) 2014, yang sebelumnya juga telah berhasil meraih emas pada tahun 2012.

Tim basket putra ini melibatkan 12 pemain yang berasal dari pelajar di seluruh sekolah Tangsel. Awalnya sebanyak 5 pemain terbaik dari tiap sekolah mengirimkan pelajarnya yang kemudian diseleksi untuk mengikuti pertandingan ke provinsi. Hingga akhirnya didapat 12 pemain dari 309 pelajar.

“Seleksi tersebut terdapat tiga tahap, mulai dari fisik, teknik, hingga games. Para pemain yang terpilih harus menguasai ketiga kriteria tersebut. Ini sebagai salah satu syaratnya untuk bisa ikut bertanding,” ungkap Agung Christyantho, pelatih tim basket pelajar putra Tangsel.

Setelah seleksi dilakukan, akhirnya dapatlah 12 pelajar dari 7 sekolah di Tangsel, yaitu SMA Saint John’s Catholic School BSD, SMA Ora et Labora, SMA Ricci, SMA Athalia, SMAN 7 Tangsel, SMA Islam Al Azhar. Mereka bertanding melawan tujuh tim daerah kota dan kabupaten lainnya.

Sebelumnya tentu mereka menjalani program latihan yang terus dilakukan sebelum berlangsungnya pertandingan. Latihan tersebut berpindah-pindah tempat dari sekolah ke sekolah lain. Alhasil selain menang di Banten, mereka juga menang di POPWIL yang akhirnya akan bertanding secara nasional di Bali pada 24 Agustus 2014 mendatang.

“Para pemenang mendapatkan sertifikat, medali, uang pembinaan, bonus, dan fasilitas. Namun hal ini belum berakhir, kita bisa mendapatkan lebih jika bisa menang pada POPNAS nanti,” tuturnya.

Menyatukan berbagai macam latarbelakang yang berbeda memang sulit, apalagi olahraga basket ini memerlukan kekompakan tim dalam bertanding. Oleh karena itu harus dilatih mulai dari hal kecil agar mereka kompak dan bisa bersartu pada saat pertandingan berlangsung. (pie/sam)

Sumber: Tangerang Pos