Chapel Online SMA Athalia: “Kapal Kandas”

Chapel Online SMA Athalia: “Kapal Kandas”
Jumat, 20 November 2020


Ibadah SMP Athalia : “Soli Deo Gloria”

Ibadah SMP Athalia : “Soli Deo Gloria”
Jumat, 20 November 2020

Webinar #3 Learning to Stop: “Luka yang Belum Kering”

Setiap kita pernah mengalami hal yang membuat diri merasa tidak nyaman. Sebagai seorang anak, mungkin kita pernah mengalami peristiwa yang membekas di hari karena gaya parenting orang tua kita dulu. Beberapa di antaranya menimbulkan luka dan trauma berkepanjangan. Luka inilah yang membentuk kita menjadi seseorang dengan berbagai kelemahan.
Saat kita beranjak dewasa dan menerima panggilan untuk berkeluarga, belum tentu luka itu sudah selesai. Luka yang belum selesai ini kita bawa dan kita “tumpahkan” kepada pasangan dan anak-anak. Tanpa sadar, kita “mewarisi” luka kita dan menciptakan luka-luka baru di orang lain.
Apakah kita bisa menyelesaikan luka-luka itu? Apakah kita bisa mencegah diri untuk tidak mewarisi luka itu kepada pasangan dan anak kita?
Webinar ini mengupas tentang perjalanan orang-orang yang memiliki luka. Kesaksian dua rekan tentang perjuangan mereka dalam menyelesaikan luka mereka akan menginspirasi kita semua. Pemaparan materi oleh Ibu Charlotte seakan menjadi oase segar di tengah keputusasaan mencari jalan untuk memotong lingkaran luka yang sering berpusar di tengah keluarga.
————————————————————————————————————
Webinar Serial Learning to Stop merupakan webinar berkelanjutan yang tema-temanya diambil dari buku terbaru Charlotte Priatna, Learning to Stop.
Untuk pembelian buku Learning to Stop, silakan pesan melalui

https://www.tokopedia.com/rfts

Informasi lebih lanjut tentang webinar-webinar lainnya, simak Instagram resmi Sekolah Athalia @komunitassekolah Athalia atau hubungi 0851-5763-9445 (Tim Parenting Sekolah Athalia)

#webinarparenting #seminarparenting #lukayangbelumkering #traumamasalalu #belajarparenting #belajarmenjadiorangtua #belajarkarakter #charlottepriatna


Lomba HUT 25 Tahun Athalia

Berikut karya-karya para pemenang lomba HUT 25 tahun Athalia.

LOMBA FOTO FRAME
Juara 1: Valencia Eleanor, XI IPS 2.

Juara 2: Nadja J., XI MIPA 2

Juara 3: Desy Margaretha, XI MIPA 1

LOMBA COVER LAGU

Juara 1: Richelle Nayla Kapahang, kelas 3 SD

LOMBA COVER TARI

Juara 1: Jocellyn, Sherryl, Deo, Ester.

Hasil karya para pemenang lainnya dari lomba digital photo frame, lomba video tari, cover lagu, dan video blog, dapat dilihat di link:

bit.ly/pemenanglombahut25athalia

Ibadah Syukur HUT 25 Tahun Sekolah Athalia

Perjalanan mendirikan sebuah sekolah bernama Athalia tidak selalu mulus. Namun, atas penyertaan Tuhan, kami dapat melewati tantangan demi tantangan bersama.

Bersyukur kepada-Nya Athalia boleh mencapai usianya yang ke-25 tahun. Inilah persembahan kami, dari Athalia, untuk Athalia.

Right from the Start. God be Exalted.

Ibadah Syukur HUT 25 Tahun Sekolah Athalia H-1

WE ARE ONE

Membutuhkan  kesatuan hati, kesatuan pemikiran, kesatuan derap langkah dalam menggembalakan setiap anak Tuhan menjadi murid-Nya. “Yes, I will make it!”

H-1 menuju IBADAH SYUKUR HUT SEKOLAH ATHALIA Ke-25
10-10-2020 pkl. 10
Melalui kanal Youtube Sekolah Athalia

Persiapkanlah hati dan pikiran untuk menyambut Ibadah Syukur HUT Sekolah Athalia ke-25

THE SACRED SEARCH (Pencarian Pasangan Hidup yang Kudus)

Judul buku: THE SACRED SEARCH  (Pencarian Pasangan Hidup yang Kudus)

Penulis: Gary Thomas

Penerjemah: Paksi Ekanto Putra

Tahun terbit: Cetakan Kesepuluh, Agustus 2018

Jumlah halaman: 261 halaman

Pada umumnya, dua dari beberapa tugas perkembangan manusia dewasa ialah menjalin hubungan dengan lawan jenis dan menikah. Mengenai hal ini, kita tidak pernah diajarkan berelasi secara formal, begitu pula tentang mencari pasangan. Sering kali jatuh cinta adalah dasar seseorang untuk menjalin relasi kemudian menikah. Padahal, ada hal yang lebih kuat dari sekadar jatuh cinta pada saat memutuskan menikah dengan seseorang. Hal-hal mendasar, kuat, dan kekal tersebut dibahas dalam buku berjudul “The Sacred Search (Pencarian Pasangan Hidup yang Kudus)”.

Buku ini membahas relasi dalam perspektif Kristen. Sering kita bertanya: siapakah orang yang paling tepat untuk dinikahi? Namun, penulis mengajukan pertanyaan yang berbeda: mengapa menikah? Berawal dari pertanyaan ini, rupanya ia ingin mengajak para lajang untuk memikirkan alasan yang mendasari keputusan mereka menjalin hubungan dengan lawan jenis. Hal yang disoroti penulis ialah alasan tersebut harus berdasarkan firman Tuhan dan berkaitan dengan pertumbahan seseorang bersama pasangan dalam perjalanan rohani.

Penulis membahas persoalan yang diperlukan dalam mengembangkan keterampilan berelasi yang mengutamakan Tuhan. Pembaca diajak berefleksi mengenai dirinya (panggilan hidup dan pengenalan akan diri secara utuh), alasan neuroscience dan psikologis dalam relasi, bagaimana pasangan menjalani panggilan hidup dalam pernikahan, bagaimana pandangan seseorang dalam mempertimbangkan calon pasangan di masa mendatang, landasan yang mendasar dalam menjalin relasi dengan lawan jenis, hingga panggilan hidup di dalam berpacaran untuk memasuki pernikahan yang kudus. Penulis membahas hal-hal yang berkaitan dengan intimasi pernikahan dan pembaca diharapkan terbuka menelisik diri sendiri untuk dapat membangun hubungan yang sehat dan kudus dengan pasangan kelak.

Tidak berisi tips and trick, buku ini justru membuka wawasan pembaca terhadap kemungkinan baik dan buruk ketika berelasi. Misalnya, meninjau kembali gaya pernikahan yang dibahas dalam satu bab, penulis memaparkan berbagai gaya pernikahan yang mungkin mengarah pada kemungkinan gaya pernikahan di masa mendatang, meninjau gaya pernikahan tersebut apakah mampu beriringan dengan seseorang yang sedang digumulkan untuk menjadi pasangan, dan apakah lifestyle tersebut dapat menumbuhkan diri dan pasangan dalam pernikahan.

Kisah ilustrasi yang dipakai dalam tiap bab memang kurang kontekstual dengan tradisi orang Asia. Namun, prinsip yang ditekankan cukup relevan dan tidak hanya mewakili satu budaya tertentu. Istilah bidang kedokteran, psikologi, dan teologi banyak dipakai dalam buku ini.

Gaya tulisan yang bercerita dan bahasa yang mudah dimengerti adalah poin lebih dari buku ini. Pembaca diajak mengambil waktu untuk mengevaluasi diri melalui pertanyaan studi lanjut di tiap bab untuk dijawab. Hal ini menolong tiap pembaca untuk mengurai setiap bahasan yang diterima dengan merefleksikannya di dalam diri, baik untuk meninjau kembali pengenalan diri mau pun harapan terhadap hubungan dengan pasangan.

Buku ini disarankan untuk dibaca oleh kaum muda yang bergumul tentang pasangan hidup, orang tua yang rindu mendampingi anaknya menemukan pasangan hidup yang sepadan dan seimbang, pembimbing rohani, dan pasangan menikah untuk memperkokoh hubungan. Buku ini cocok dipakai dalam persekutuan kelompok-kelompok kecil yang membahas tentang relasi lawan jenis menuju pernikahan.

(KAY)

Hikmat Allah Hadir dalam Keluarga

Oleh: Benny Dewanto

Seorang gadis, dengan hati yang hancur, mulut penuh umpatan, mendatangi sahabatnya. Ia menumpahkan segala kekesalannya tentang opa dan omanya, yang selama ini telah mengasuhnya sejak usia tiga tahun. Sebagai seorang gadis muda, ia bertumbuh di dalam lingkungan kaum muda yang memberikan banyak gaya hidup. Namun, seiring dengan hal tersebut, opa dan omanya tidak dapat mengerti seluruh perkembangan gaya hidup anak muda zaman sekarang. Tidak aneh bila tiap hari terjadi keributan besar—hanya karena perbedaan nilai hidup. Ditambah lagi ketidakhadiran orang tua kandungnya karena perceraian. Jadilah gadis ini kehilangan arah nilai hidup.

Nilai hidup adalah sebuah dasar sekaligus pengarah hidup seseorang. Seseorang dapat melihat sebuah nilai hidup sebagai sesuatu yang bernilai atau tidak, dilatari oleh banyak hal yang beragam. Artinya, nilai hidup dipengaruhi oleh suatu hal yang tertanam di dalam diri seseorang. Penanaman pemahaman tentang nilai hidup membutuhkan intensitas yang terukur dan memerlukan terang rohani agar konsep nilai itu menjadi yang benar di mata Tuhan. Penanaman tersebut harus dimulai dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga.

Hal ini dapat dilihat dalam Kejadian 7:1 “… Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini.” Di antara manusia lainnya, yang akan musnah karena nilai hidup yang tidak benar (dosa), Nuh dan keluarganya dibenarkan dan diselamatkan Tuhan. Ketaatan Nuh telah membawa keluarganya juga ikut taat masuk ke dalam bahtera. Tanpa proses penyampaian nilai hidup agar taat kepada Tuhan, tidaklah mungkin bahtera tersebut dapat diisi segala macam binatang dan Nuh sekeluarga.

Untuk dapat menemukan nilai hidup yang benar di hadapan Tuhan membutuhkan hikmat. Tanpa hikmat, nilai hidup akan menjadi nilai yang bias, tidak tetap, dan mudah beralih. Hikmat mengarahkan manusia melihat apa yang dikehendaki Tuhan. Kisah Para Rasul 16:19-34 menceritakan kepala penjara yang bertobat ketika melihat Paulus dan Silas diselamatkan Tuhan. Kepala penjara mendapat hikmat bahwa peristiwa yang terjadi kepada Paulus dan Silas merupakan bukti bahwa Tuhan itu ada. Melalui hikmat, dirinya mendapatkan nilai hidup tentang injil. Nilai hidup itu dibawanya kepada seisi rumahnya, dan mereka merayakan sukacita keselamatan.

Mari kita hidup dengan aliran hikmat, hari demi hari. Karena dunia tidak akan pernah berhenti menawarkan nilai-nilai hidup yang menarik. Tugas kita sebagai orang percaya adalah mula-mula menggembalakan seluruh isi rumah untuk hidup dalam nilai hidup keselamatan. Jangan biarkan kita kering akan hikmat agar dapat melihat nilai hidup yang benar. Yakobus 1:5 mengatakan, “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah …”. Kehadiran hikmat Allah akan menolong keluarga kita berjalan dengan penuh bijaksana. Melangkahlah bersama keluarga kita dengan hikmat Allah. Tuhan menolong kita semua.