Menjadi Teladan dalam Ketaatan

Dalam kondisi seperti ini, sudahkah Anda, sebagai orang tua, menjadi teladan bagi anak dalam hal ketaatan? Taat akan instruksi pemerintah, dan yang paling penting, taat kepada Tuhan? Dalam video kali ini, Bu Charlotte mengajak kita untuk merenungi seberapa taatnya kita? Apakah kita sudah memberikan contoh yang baik bagi anak-anak? Tuhan memberkati.

#sekolahathalia#sekolahkarakter#belajarkarakter#benarsejakawal

#characterbasedlearbingcommunity#komunitassekolahathalia#parenting

#belajarparenting#tipsparenting#charlottepriatna#praktisipendidikan

KELUARGA BAHAGIA

Rekomendasi buku

Judul: Keluarga Bahagia
Penulis: Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit: Momentum
Tebal: 125 halaman
Cetakan: Ke-8, Mei 2006

Buku yang ditulis pada 1991 ini didasari pada fakta bahwa keretakan keluarga yang mengakibatkan perceraian terus-menerus bertambah, sementara kebahagiaan tidak kunjung datang. Bahkan, banyak keluarga yang mengalami kondisi “seperti di neraka”. Dengan adanya tekanan masyarakat, agama, dan norma budaya, banyak orang berusaha mempertahankan keharmonisan secara lahiriah, hanya dari “kulit luarnya”. Oleh karena itu, penulis memiliki kerinduan agar buku ini boleh membawa kembali kebahagiaan sejati bagi mereka yang telah berkeluarga maupun yang akan berkeluarga sehingga kemuliaan bisa kembali kepada Allah.

Buku ini terbagi dalam tujuh bab yang membahas tentang prinsip keluarga Kristen, alasan pernikahan Kristen, urutan penting dalam keluarga, menghormati perkawinan, harmoni perbedaan laki-laki dan perempuan, ordo suami-istri Kristen, serta kendala dan kunci kebahagiaan.

Buku ini diawali dengan penjelasan bahwa di dalam kehendak Allah yang kekal, Dia mau membentuk keluarga, di mana komunitas yang kecil ini merefleksikan—dan menjadi wakil dari—komunitas yang ada di dalam Pribadi Allah Tritunggal. Oleh karena itu, keluarga mencerminkan bagaimana kita harus berkasih-kasihan sebagaimana Allah berkasih-kasihan antara Pribadi yang satu dan yang lain. Di dalam Allah Tritunggal, kita melihat contoh dan teladan tentang cara berkomunitas, berkomunikasi, dan saling memperhatikan satu dengan yang lain (halaman 5). Hal inilah yang harusnya menjadi alasan pernikahan Kristen, yaitu salah satu rencana Allah dalam menciptakan manusia.

Selanjutnya, penulis juga mengingatkan satu hal yang sangat penting berkenaan dengan kehidupan keluarga Kristen, yaitu adanya rantai atau urutan otoritas universal (the chain of authority of the universe). Hal ini merupakan dasar keharmonisan hidup: Allah adalah kepala Kristus, Kristus adalah kepala laki-laki, laki-laki adalah kepala perempuan, serta ayah dan ibu adalah kepala anak-anak. Ini sungguh perlu dimengerti dan dipatuhi sehingga tidak timbul kekacauan. Kekacauan seluruh umat manusia timbul karena manusia merusak urutan ini.

Begitu banyak prinsip dalam membangun keluarga yang dapat dipelajari dalam buku ini. Prinsip-prinsip dalam buku ini tentu saja tidak hanya ditujukan kepada pasangan yang baru menikah, tetapi juga pasangan yang sudah lama menikah. Tidak perlu merasa terlambat karena kita masih bisa mengoreksi hari depan. Buku ini bersifat aplikatif sehingga kita lebih mudah mengerti dan menerapkan prinsip firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Di waktu seperti sekarang saat kita memiliki lebih banyak waktu bersama keluarga, jangan lewatkan momen ini. Untuk memperlengkapi Anda dalam menangkap momen bersama keluarga, buku ini sekiranya dapat menolong Anda memikirkan arti dari membentuk keluarga dan pentingnya sistem keluarga di tengah berbagai arus pandangan yang muncul di zaman modern. Mari memandang keluarga dari sudut pandang kehendak Tuhan dalam membina hidup manusia. [MRT]

Memupuk Kemurahan Hati

Menghadapi situasi pandemi seperti sekarang ini, penting bagi kita untuk memiliki karakter kemurahan hati. Kemurahan hati membuat kita tergerak untuk menolong sesama, peduli dengan kesulitan orang lain. Sebagai orang tua, kita juga perlu mengajarkan karakter kemurahan hati kepada anak. Dalam video ini, Ibu Charlotte mengajak kita semua untuk bermurah hati kepada sesama dan menjadi teladan bagi anak agar kemurahan hatinya terasah dan menjadi karakter yang menetap di dalam dirinya.

#sekolahkarakter#pendidikankarakter#sekolahkristen#sekolahathalia

#tipsparenting#videoparenting#belajarparenting

#characterbasedlearningcommunity#komunitasathalia#murahhati

#pedulisesama

Webinar Parenting TK – SD Athalia: “Stay @Home Feel @Home”

Dalam webinar ini, Ibu Charlotte mengajak kita semua untuk merenungkan masa-masa ini yang begitu krusial bagi para orang tua dalam menciptakan rumah yang nyaman bagi anak-anak. Orang tua tidak hanya menyediakan “house”, tetapi menciptakan “home” yang dapat merekatkan seluruh anggota keluarga dan bersatu di dalam kesukacitaan.

#sekolahathalia#webinarparenting#belajarparenting#belajarkarakter

#stayathome#homesweethome#keluarga

Menabur Sukacita

Sukacita tidak ditentukan oleh kondisi. Dalam situasi baik atau bergumul, hendaklah kita tetap bersukacita di dalam Tuhan! Dalam video kali ini, Bu Charlotte memberikan inspirasi agar tumbuh sukacita di dalam keluarga. Sukacita yang terpancar akan “menular” dan terciptalah damai sejahtera! Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! (Filipi 4:4)

#sekolahathalia#komunitassekolahathalia#sekolahkarakter

#sekolahkristen#rightfromthestart#benarsejakawal

#characterbasedlearningcommunity#videoparenting#tipsparenting

#parenting#dirumahaja#homelearning#familyfirst#familytime

Music: www.bensound.comLEBIH SEDIKIT

#WFH Tanpa Stres

Pandemi yang sedang melanda dunia saat ini membuat miliaran orang di hampir seluruh dunia terpaksa berdiam di rumah. Mereka “memboyong” pekerjaan ke rumah dan harus berjibaku membagi waktu antara bekerja, mengurus rumah, dan mengasuh anak. Kondisi ini mungkin tak pernah menjadi bayangan banyak orang sebelumnya karena selama bertahun-tahun, batasan yang jelas antara pekerjaan dan rumah selalu ada. Ketika batasan tersebut sekarang “hancur”, dampak apa yang muncul?

Berkumpulnya keluarga di rumah pada waktu yang bersamaan menjadi momen langka, yang dulu hanya bisa terjadi saat akhir pekan atau tanggal merah, momen ini keluarga bisa memiliki

lebih banyak waktu berkualitas bersama. Namun,
berkumpulnya keluarga ini, jika dibarengi dengan pekerjaan kantor, dapat memunculkan banyak masalah. Khususnya, bagi orang tua yang memiliki
anak kecil. Saat orang tua sedang fokus bekerja, anak sudah meminta ditemani bermain. Ketika orang tua sedang conference meeting, anak meminta bimbingan mengerjakan pelajaran sekolah.

Bekerja dari rumah memang membutuhkan strategi yang jitu. Ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan agar pekerjaan dapat selesai tepat waktu dan Anda tetap mempunyai waktu berkualitas bersama keluarga.

Buat jadwal
Saatnya membuat jadwal! Mungkin selama ini Anda hanya membuat jadwal untuk anak Anda. Jadwal bangun tidur, sarapan, mandi, bermain, belajar, dan lain sebagainya. Sekarang, saatnya membuat jadwal untuk semua anggota keluarga! Dengan adanya jadwal ini, hari-hari Anda akan lebih teratur dan Anda bisa membagi waktu untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan. Ingat, usahakan untuk disiplin mematuhi jadwal agar hari Anda tidak kacau!

Tentukan skala prioritas
Pekerjaan mana yang harus segera dikerjakan dan mana yang masih bisa ditunda untuk dikerjakan besok? Biasakan untuk membuat rencana kerja harian agar Anda bisa menentukan skala prioritas. Kerjakanlah pekerjaan yang memang harus diselesaikan sesegera mungkin dan tunda yang bisa dikerjakan lain waktu. Hal ini dapat menghindarkan Anda dari burnt out karena berusaha menyelesaikan semua pekerjaan, sedangkan waktu yang ada terbatas.

Bagi tugas
Jika Anda dan pasangan sama-sama harus bekerja di rumah, buatlah kesepakatan. Aturlah jadwal dengan pasangan mengenai waktu bekerja masing-masing. Jika Anda dan pasangan memiliki anak kecil di rumah dan tidak ada orang lain yang bisa menjaganya, tentu harus ada “pergantian shift jaga”. Sepakati bahwa Anda membutuhkan waktu di pagi hari sekian jam untuk menyelesaikan pekerjaan. Begitu juga ketika pasangan meminta waktu untuk bekerja, akomodasi kebutuhan tersebut dan berikan waktu Anda sepenuhnya untuk menjaga anak dan mengurus rumah.

Pintar mengatur waktu
Anda bisa sukses melakukan pekerjaan di rumah jika Anda mengetahui golden times pribadi Anda. Ada orang yang lebih nyaman bekerja di pagi hari setelah bangun tidur. Namun, ada juga yang lebih suka bekerja di malam hari saat semua orang sudah tidur. Kenali gaya bekerja dan temukan golden times Anda sendiri.

Misalnya, jika Anda merasa lebih nyaman bekerja di pagi hari, berarti Anda harus bangun lebih pagi dari semua orang di rumah, mulai bekerja sampai waktu yang Anda tentukan sendiri, kemudian melanjutkan aktivitas lainnya.

Sediakan waktu istirahat
Salah satu permasalahan orang-orang yang bekerja di rumah, adalah overwork. Tak adanya batasan jam pulang membuat orang meneruskan pekerjaannya hingga malam hari. Padahal, hari-hari Anda tak melulu tentang bekerja. Jangan lupa menyediakan waktu untuk me time, alone with God, atau istirahat. Berikan tubuh reward dengan mengajaknya istirahat, menonton film favorit, membaca buku yang belum sempat dituntaskan, atau sekadar melakukan hobi. Jangan lupa bahwa hati yang bahagia akan menghasilkan tubuh yang sehat.

Sempatkan diri untuk bersaat teduh, berkomunikasi intim dengan Tuhan. Serahkan hari Anda kepada Tuhan dan mintalah penyertaan-Nya agar Anda bisa melewati hari demi hari.

Selamat bekerja dari rumah dengan bijak! [DLN]

Rendah Hati Kunci Utama Membangun Relasi

Orang tua yang memiliki anak remaja bisa saja mengalami masa-masa sulit berelasi dengan anaknya. Sikap remaja yang cenderung cuek dan seakan tidak mau mendengar perkataan orang tuanya dapat menyebabkan friksi di rumah, khususnya dalam kondisi seperti sekarang, saat anak dan orang tua berada di rumah 24 jam. Apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki situasi ini, tetapi relasi dengan anak tidak rusak? Dalam video singkat ini, Ibu Charlotte Priatna mengajak para orang tua untuk mengasah karakter rendah hati. Dengan menerapkan rendah hati, orang tua membuka diri untuk mau memperbaiki diri—tak hanya menuntut anak yang harus introspeksi diri. Siapkah kita, sebagai orang tua, untuk terus belajar dan bertumbuh? #tipsparenting#videoparenting#dirumahaja#belajarparenting

#belajarkarakter#rendahhati#relasiorangtuadananak#parenthood

#sekolahkarakter#sekolahathalia#characterbasedlearningcommunity

#rightfromthestart

Music: www.bensound.com

Menabung Kesabaran

Shalom Bapak/Ibu dalam Komunitas Athalia. Bagaimana kabarnya selama #dirumahaja? Pandemi Covid-19 membuat banyak keluarga stay at home. Yang awalnya menyenangkan, lama-kelamaan bisa jadi membosankan dan membuat orang tua mudah emosi. Anak-anak menuntut perhatian, bertengkar karena rebutan remote TV, dan rumah berantakan. Video ini ingin mengajak para orang tua untuk merenungkan relasi orang tua-anak dan menghadapi masa-masa ini dengan bijak.

#parenting#tipsparenting#videoparenting#charlottepriatna#karaktersabar

#sekolahathalia#sekolahkarakter#rightfromthestart#covid19#dirumahaja#

sekolahdirumah#belajardirumah#physicaldistancing#psbbtangsel

Hardiknas di Tengah Pandemi

Oleh: Presno Saragih, Kepala Bidang Pendidikan Sekolah Athalia

Ketika Presiden Jokowi mengumumkan dua warga negara Indonesia terjangkit Covid-19, pada 2 Maret lalu, beberapa sekolah segera membuat kebijakan insidental berkaitan dengan Proses Belajar Mengajar (PBM). Sekolah menerapkan kebijakan home learning. Para guru tetap datang ke sekolah untuk menyiapkan materi home learning.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat kebijakan yang sinergis. Sekolah-sekolah diminta menerapkan pembelajaran jarak jauh. Para siswa belajar di rumah (home learning) dan guru-guru bekerja dari rumah (work from home). Sekolah Athalia menggunakan Google Classroom dan Google Form dalam PBM jarak jauh ini. Siswa SD, SMP, dan SMA dapat melakukan tanya-jawab secara langsung dan personal dengan guru-guru melalui media ini. Relasi dan komunikasi tetap dapat dibangun. Pembinaan karakter pun masih dapat dilakukan walau terbatas.

Bagaimana peran orang tua dalam PBM jarak jauh ini? Untuk siswa TK dan SD, peran orang tua sangat signifikan. Orang tua TK harus mendampingi anak-anaknya belajar, bahkan menjadi guru bagi anaknya. Orang tua SD (kelas 1 dan 2) juga harus mengajari anak-anaknya ketika mereka belum memahami materi-materi tertentu. Pendek kata, semua orang tua (SD–SMA) harus mendampingi anak-anaknya belajar. Setidaknya, mereka harus mengingatkan anak-anak untuk membuka ponsel dan komputer mereka untuk menerima pembelajaran jarak jauh yang diberikan gurunya.

Kesempatan ini sebenarnya bisa dipakai oleh orang tua untuk membangun komunikasi dan relasi dengan anak-anak. Selama ini, kesibukan orang tua dan atau kesibukan anak menjadi penghalang terciptanya efektivitas hubungan antaranggota keluarga. Momentum home learning dan work from home dapat dimanfaatkan untuk rekonsiliasi (pemulihan hubungan) jika selama ini ada friksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang belum sempat diselesaikan.

Lebih dari itu, kebersamaan di rumah juga bisa digunakan untuk membangun karakter anak. Orang tua dapat memotivasi anak untuk berusaha memahami materi yang diberikan guru dan mendorong anak untuk tidak menyerah ketika mengerjakan soal-soal yang sulit. Pada saat yang bersamaan, orang tua juga harus belajar bersabar dalam mengajari anak memahami materi tertentu. Tak hanya anak yang terbentuk karakternya, tetapi juga orang tua.

Tentu saja proses ini dapat berdampak buruk bagi hubungan orang tua dan anak. Orang tua dapat mengalami stres dan mudah marah karena tidak sabar mendampingi anak belajar. Anak juga menjadi patah semangat dan marah menghadapi orang tuanya yang tidak sabaran. Semuanya berpulang kepada kita. Apakah kita mau memanfaatkan situasi dan kondisi ini untuk kebaikan kita? Jawabannya ada pada kita masing-masing.

Apakah guru diuntungkan oleh situasi tidak ideal ini? PBM dilakukan tanpa tatap muka seperti biasanya. Beberapa guru memang melakukan perekaman video untuk menyampaikan materi. Namun, tidak ada proses umpan balik dari siswa. Guru-guru merindukan kesempatan untuk bertatap muka dengan “anak-anaknya”. Mereka ingin berinteraksi aktif dengan siswa, menyampaikan materi lalu melihat para siswa memberikan respons. Mereka ingin menegur siswa tertentu yang tidak memperhatikan penjelasan mereka. Mereka ingin menyapa para siswa dengan senyuman hangat. Mereka ingin mendengarkan celotehan anak-anak yang biasanya menghiasi ruang kelas. Mereka merindukan suasana belajar yang hidup!

Bagaimana dengan para siswa? Apakah mereka menikmati suasana belajar home learning? Apakah mereka menyukai cara belajar tanpa tatap muka seperti ini? Memang, tidak ada omelan, hukuman berdiri di belakang kelas, dan lain sebagainya. Namun, ternyata oh ternyata, mereka lebih menyukai PBM dengan bertatap muka langsung dengan guru dan teman mereka di kelas!

PBM jarak jauh dapat menjadi solusi alternatif ketika PBM tatap muka tidak dapat dilaksanakan karena adanya halangan besar yang tidak dapat ditembus. Kesimpulan lainnya, PBM yang efektif harus menghadirkan guru dan siswa yang bertatap muka langsung di kelas ataupun di luar kelas. Orang tua dan siswa membutuhkan guru dalam PBM yang efektif. Bahkan, para siswa membutuhkan kesempatan untuk bertatap muka langsung dengan guru dalam menerima pengajaran. Hal yang sama juga berlaku bagi guru yang membutuhkan umpan balik dari siswanya.

Sebagai seorang pendidik yang sudah berkecimpung selama 34 tahun dalam “dunia persilatan” (baca: dunia pendidikan), naluri guru saya mengatakan bahwa Menteri Pendidikan kita, Dr. Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A., akan menerapkan pembelajaran online (jarak jauh) dan pembelajaran tatap muka langsung (jarak dekat) pada saat yang bersamaan. Bahkan, mungkin program akselerasi akan diterapkan secara nasional di semua sekolah dengan pendekatan pembelajaran online sebagai pendekatan andalannya. Namun, pembinaan karakter juga akan dikedepankan.

Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional yang ke-112, marilah kita menyatakan syukur kepada Tuhan yang sudah mendidik bangsa ini melalui para pendidik dan tenaga kependidikan selama ratusan tahun. Tuhan menggerakkan Bapak Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional) dan bapak/ibu pendidik/tenaga kependidikan lainnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tercinta, Indonesia. Pendidikan akademis dan pembinaan karakter yang selama ini sudah diterapkan di sekolah-sekolah telah menghasilkan para tenaga profesional yang cinta akan negeri ini. Hal ini terlihat nyata dari sepak terjang para dokter, suster, dan paramedis yang siap mengorbankan diri dalam merawat para pasien yang terjangkit Covid-19.

Selain tenaga profesional di bidang kesehatan, kita juga memiliki para pemimpin pemerintahan yang bekerja penuh dalam menangani pandemi di negeri tercinta. Lalu, ada sejumlah orang yang memberikan donasi untuk penanganan Covid-19. Luar biasa! Mereka bahu-membahu menghadapi kondisi ini. Para pemimpin, anggota POLRI/TNI, tenaga profesional di bidang kesehatan, dan para donatur tidak dapat kita pungkiri adalah hasil dari pendidikan nasional selama ini.

Di sisi lain, pendidikan nasional kita juga melahirkan pemimpin-pemimpin yang intoleran, dokter-dokter yang berjiwa bisnis, anggota POLRI/TNI yang diskriminatif, dan lain-lain. Itu harus menjadi “pekerjaan rumah” kita bersama. Jika kita sehati, anak bangsa bersatu, masalah laten akan dapat kita atasi. Bersama Tuhan kita bisa melakukan banyak hal. Impossible is nothing for Him.

Akhirnya, Selamat Hari Pendidikan Nasional dan Selamat hidup berkemenangan di dalam Kristus. Amin.

Apa yang bisa kita lakukan untuk memerangi Covid-19?

Beberapa hal teknis dan nonteknis yang bisa kita lakukan.

A. Teknis

  • Tinggal di rumah dan menerapkan physical distancing jika beraktivitas di luar rumah.
  • Wajib memakai masker ketika beraktivitas di luar rumah dan mencuci tangan dengan sabun/memakai hand sanitizer setelah beraktivitas.
  • Wajib mengganti pakaian setibanya di rumah setelah beraktivitas di luar rumah.
  • Wajib mengonsumsi makanan bergizi, minum air mineral dalam jumlah yang cukup, sempatkan berolahraga, dan usahakan berjemur di bawah matahari pagi selama kurang lebih 15 menit.

B. Nonteknis

  • Bijaksanalah dalam menanggapi dan meneruskan berita-berita yang lalu-lalang seputar Covid-19 di grup media sosial.
  • Kurangi “mengonsumsi” berita-berita tentang Covid-19 yang dapat mengakibatkan stres.
  • Lakukan waktu teduh secara teratur dan alami perjumpaan dengan Allah yang akan memberi penghiburan dan kekuatan.
  • Mengucap syukur kepada Allah karena Dia turut bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi Dia.
  • Teruslah berdoa dan berpengharapan di dalam Kristus. Di dalam pengharapan ada sukacita yang sejati. Hati yang gembira adalah obat.
  • Imanilah bahwa Allah kita berkuasa atas alam semesta dan segala isinya, maut, dosa, dan virus Corona.

“Enggak Connect”

Beberapa orang tua mengeluhkan hubungan mereka dengan anak remajanya tak berjalan mulus. Rasanya, makin banyak perbedaan pendapat yang memicu konflik. Sebenarnya, ada apa dengan orang tua vs. remaja?

Hal inilah yang melatarbelakangi topik seminar parenting unit SMP, yaitu “Enggak Connect” yang diadakan Sekolah Athalia pada 19–21 Februari 2020. Seminar dibuka dengan review singkat mengenai seminar semester lalu dengan tema yang sama. Yang membedakan adalah seminar kali ini lebih berfokus pada diskusi dan studi kasus. Para peserta akan mendiskusikan dua pertanyaan dalam kelompok-kelompok kecil.

Dua pertanyaan diskusi kali ini, yaitu mengapa anak tidak mau bercerita kepada orang tuanya, dan mengapa anak tidak mau mendengar orang tuanya? Diskusi berlangsung menyenangkan. Para orang tua masuk dalam kelompok-kelompok kecil. Satu kelompok terdiri atas lima sampai enam orang, kemudian mendiskusikan dua pertanyaan tersebut. Mereka beragumen, sharing pengalaman pribadi, dan saling mendengarkan pendapat satu sama lain. Setelah itu, Bu Charlotte Priatna memimpin diskusi. Ada beberapa perwakilan dari kelompok-kelompok tersebut yang membagikan hasil sharing mereka.

Setelah itu, kesimpulan dari dua pertanyaan diskusi itu dirangkum. Anak-anak tidak mau bercerita pada orang tuanya karena papa dan mama terlalu cepat menghakimi atau menyimpulkan sebelum anak menyelesaikan ceritanya. Di sisi lain, anak remaja sulit mendengar perkataan orang tuanya karena orang tua terlalu sering mengulang ucapannya, berbicara dengan nada tinggi atau bahkan mengancam.

Bu Charlotte Priatna juga memaparkan bahwa hubungan orang tua dengan anak remaja menjadi salah satu kunci penting yang perlu disorot. Hubungan yang dimaksud adalah komunikasi. Orang tua diharapkan bisa menjadi pendengar yang aktif tanpa menghakimi. Salah satu saran yang menarik adalah sesekali orang tua perlu melakukan paraphrase ketika anak bercerita.

Paraphrase (parafrase) adalah keterampilan seseorang untuk mengulang kata-kata dan pemikiran yang disampaikan oleh anak. Pengulangan ini dilakukan tanpa mengubah makna kalimat sehingga anak merasa dipahami oleh orang tua.

Anak: Pa! Aku bad mood hari ini! Tadi ulangan Bahasa Inggris dibagiin dan aku nggak tuntas lagi!
Papa: Kamu lagi sebal karena nilai ulanganmu buruk ya, Nak.

Selain paraphrase, orang tua juga bisa menjadi pendengar aktif yang menggali masalah atau perasaan anak. Pertanyaan-pertanyaan kecil seperti, “Oh, begitu. Bagaimana perasaanmu?” “Apa responsmu?” mendorong anak semakin terbuka dengan orang tuanya.

Bu Charlotte juga membagikan kisah-kisah anak remaja yang punya hubungan buruk dengan kedua orang tuanya. Komunikasi mereka bermasalah sehingga anak lebih suka mengurung diri di kamar. Akibatnya, anak tidak mau bercerita tentang kesehariannya, apalagi mendengarkan orang tua. Padahal, enam tahun sebelum anak menginjak bangku kuliah adalah masa-masa yang harus dimanfaatkan orang tua untuk memenangkan hati anak dan menjalin relasi yang dekat.

Berdinamika dengan anak remaja sering dipandang sebagai tantangan bagi para orang tua. Mereka berada di masa transisi antara fase anak menuju dewasa. Banyak perubahan signifikan yang terjadi. Semoga, para orang tua berhasil menyesuaikan diri dengan fase anak dan mengusahakan relasi dekat antara keduanya. (SO)