Seminar Parenting “Raising Strong And Tough Children”

Acara dilaksanakan Sabtu, 19 Agustus 2017 di Aula F Sekolah Athalia.
Dengan judul “Raising Strong And Tough Children”.

Jumlah peserta yang hadir sekitar 460 orang tua.

Tujuan dari acara ini adalah untuk membawa pengertian bagi setiap orang tua yang hadir untuk mampu:
1. membuat anak-anaknya bisa mandiri, tidak bergantung pada orang lain.
2. mempersiapkan anak-anak untuk bisa melalui proses yang tidak menyenangkan bagi anak. Kesulitan dan tantangan menjadi bagian dalam menjalani proses tersebut.
3. memotivasi anak-anak untuk memiliki daya tahan dan daya juang dalam diri untuk mampu melewati ujian-ujian dalam hidupnya.

Hasil dari seminar ini:
Banyak orang tua yang diberkati dengan pengetahuan yang baru mereka dapatkan.
• Melihat bagaimana jika seandainya anak mengalami kegagalan dan bagaimana cara mendampinginya.
• Membiarkan anak belajar mengatasi kesulitannya sendiri tanpa terburu-buru menawarkan bantuan.
• Menyiapkan diri kita sendiri menjadi pribadi yang tangguh, karena anak-anak akan melihat bagaimana kita menghadapi kesulitan.

 

DIRGAHAYU INDONESIAKU

Bulan Agustus menjadi bulan yang selalu dihiasi dengan warna merah dan putih yang terlihat semarak di berbagai pelosok Indonesia. Hampir di sepanjang jalan terlihat bendera bangsa Indonesia itu berkibar dengan berbagai desain unik. Mulai dari bendera para pedagang musiman, bendera yang berkibar di depan rumah-rumah atau bangunan, hingga bendera yang diikat kecil di berbagai jenis kendaraan di jalanan. Tempat-tempat perbelanjaan pun dipenuhi dengan bendera dan musik/lagu yang bertemakan perjuangan kemerdekaan. Suasana yang semakin menambah dan melengkapi kemeriahan rakyat Indonesia dalam menyambut hari yang bersejarah ini. Tidak cukup hanya dengan bendera atau dekorasi kemerdekaan, tiap instansi pemerintah dan sekolah juga turut memperingati hari bersejarah tersebut dengan mengadakan upacara dan berbagai jenis perlombaan. Hal ini menunjukkan bahwa masih begitu banyak yang mencintai bangsa ini dan terus merindukan tetap utuhnya NKRI.

Tidak terkecuali Sekolah Athalia. Kurang lebih di awal bulan Juli, Sekolah Athalia sudah mempersiapkan upacara dengan melatih tim Paskibra yang akan bertugas mengibarkan bendera merah putih pada tanggal 17 Agustus 2017 yang kemudian diikuti seluruh guru dan staf serta siswa dari tingkat SMP dan SMA. Di awal bulan Agustus, koridor SMA telah didekorasi dengan bendera-bendera kecil, umbul-umbul di tiap tangga, dan juga gapura di pintu masuk siswa yang bertuliskan “HUT RI ke-72, 17-08- 2017” serta mading yang diisi dengan slogan/quotes tentang perjuangan/kemerdekaan yang disampaikan oleh para pahlawan. Setiap jam istirahat kedua, lagu-lagu daerah dan lagu-lagu wajib nasional dikumadangkan lewat radio sekolah, yang bertujuan untuk makin menambah pengenalan siswa akan lagu-lagu daerah dan lagu wajib nasional. Di tingat SMA, perayaan kemerdekaan dilaksanakan pada hari Jumat, 18 Agustus yang dimulai dengan kegiatan chapel terlebih dahulu dilanjutkan dengan berbagai perlombaan. Perlombaan dalam bentuk games ini dibagi dalam dua kategori: games bersama dan games Pos. Games bersama diadakan serentak oleh 15 Kelas (kelas X – XII) dan games Pos diadakan di 5 Pos berbeda dimana setiap Pos akan berhadapan sekaligus 3 kelas dari 3 level yang berbeda.

  1. Game pertama sebagai pembuka hari itu adalah, “Tebak Judul Lagu dan “Tebak Wajah Pahlawan”. Setiap kelas mengirimkan perwakilannya 3 orang (yang ditentukan dengan nomor urut Absen) untuk menebak lagu-lagu daerah yang diberikan dan juga menebak wajah pahlawan melalui potongan-potongan gambar yang diberikan. Permainan ini makin meriah ketika para Wali Kelas maju untuk mewakili kelasnya menebak lagu ataupun wajah pahlawan. Setiap siswa berteriak dengan semangat untuk memberi dukungan terhadap wali kelasnya masing-masing.
  2. Tarik Tambang, permainan ini sengaja dipilih karena seru dan yang biasanya selalu ada dalam daftar perlombaan kemerdekaan. Permainan ini diikuti oleh 5-7 orang siswa sebagai perwakilan dari kelasnya. Setiap siswa yang terpilih menarik tambang dengan begitu bersemangat dengan harapan kelasnya yang akan memenangkan permainan melawan kelas lainnya.
  3. Tebak Nama. Permainan ini diawali dengan perkenalan masing-masing siswa. Lalu satu kelas sepakat untuk menyembunyikan satu orang yang harus ditebak/ditemukan oleh 2 kelas lainnya. Tujuan dari permainan ini adalah untuk saling mengenal antar siswa antar level dan meningkatkan kebersamaan.
  4. Makan kerupuk. Perlombaan ini tidak kalah menarik, karena kerupuk yang disediakan untuk dimakan hanya 1 buah untuk satu kelas. Yang membuatnya sulit adalah karena kerupuk diikat cukup tinggi sehingga siswa harus saling menggendong supaya bisa menjangkau kerupuk lalu memakannya tanpa menggunakan bantuan tangan.
  5. Games daerah. Permainan yang tidak pernah kedaluarsa ini mengajarkan arti kerjasama, perjuangan, semangat, konsistensi dan kekompakan untuk bisa tiba di garis finish terlebih dahulu.
  6. Pesan Budeg. Game ini terlihat aneh dan bising, namun penuh makna di balik permainannya. Cara mainnya yaitu salah satu siswa berusaha menyampaikan pesan kepada teman satu kelasnya dimana kelas lain akan berusaha menghalangi penyampaian pesan itu dengan cara berteriak atau memukul benda-benda tertentu sehingga pesan tersebut sulit atau tidak bisa sampai ke pihak yang dituju. Adapun tujuan dari permainan ini adalah di tengah dunia yang hingar bingar ini ada begitu banyak suara yang akan mengarahkan kita untuk melakukan berbagai hal seperti yang kita mau. Namun satu-satunya suara yang benar dan akan mengarahkan kita pada kebenaran adalah suara Tuhan, dan untuk bisa mendengar suara Tuhan di tengah ributnya dunia, kita harus mengenal dekat siapa Tuhan kita supaya bisa mendengar suaranya dengan jelas.
  7. Perlombaan terakhir yang menjadi puncak dari semua perlombaan ini adalah Menghias Nasi Tumpeng dengan tema kemerdekaan. Setiap siswa dari tiap kelas sangat bersemangat dan antusias dalam menghias nasi tumpeng khas Indonesia itu untuk memberi tampilan yang terbaik bagi nasi tumpengnya. Perlombaan diakhiri dengan para siswa dari tiap kelas menikmati nasi tumpeng bersama wali kelasnya masing-masing.

Demikianlah rangkaian upacara peringatan dan perayaan HUT kemerdekaan RI ke-72 yang diadakan oleh OSIS SMA Athalia. Setiap perlombaan dipilih untuk meningkatkan kebersamaan dan tetap menekankan semangat kemerdekaan bagi setiap siswa. Semoga semangat perjuangan yang dimiliki oleh para pahlawan yang telah gugur memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini boleh terus mengalir dan terwujud dalam diri setiap siswa sebagai generasi penerus bangsa, mengisi kemerdekaan dengan prestasi, mengukir masa depan dengan berbagai keahlian dan kompetensi, siap mengabdi bagi negeri, terus mempertahankan keutuhan Ibu Pertiwi dan dipersembahkan untuk kemuliaan Allah yang Maha Tinggi.

 

“Bagi bangsa ini kami berdiri dan membawa doa-doa kami kepada-Mu

Sesuatu yang besar pasti terjadi dan mengubahkan negeri kami

Hanya nama-Mu Tuhan ditinggikan oleh seluruh bumi.”

 

Salam,

-Julinar Sinaga-

Gratis Download Materi Pembelajaran


Syarat dan Ketentuan Penggunaan:

  • Materi pembelajaran ini dapat di-download secara gratis untuk kepentingan pembelajaran.
  • Kutipan atas materi ini diperkenankan dengan menyebutkan sumbernya.

  • Pembelajaran Materi Gerak GLB dan GLBB dengan Metode Penalaran, oleh Bapak Beryl Sadewa, S.Si. (Power Point)


    BSE Fisika Kelas X, oleh Setya N. (Zip)


    BSE Fisika Kelas XI, oleh Setya N. (PDF)


    Sistem Ekskresi, Ginjal dan strukturnya, oleh Bapak Beryl Sadewa, S.Si. (Power Point)


    Sistem Ekskresi, Kulit dan strukturnya, oleh Bapak Beryl Sadewa, S.Si. (Power Point)


    Organ Reproduksi, oleh Bapak Beryl Sadewa, S.Si. (Power Point)


    Sistem Koordinasi, oleh Bapak Beryl Sadewa, S.Si. (Power Point)


    Alat Indera, oleh Bapak Beryl Sadewa, S.Si. (Power Point)


    Form data percobaan waktu respon. (Excel)


    Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Peristiwa Sekitar Proklamasi dan Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Diastropisme, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Kebudayaan Megalithikum, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Keragaman Bentuk Muka Bumi, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Manusia Purba, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Nenek Moyang Bangsa Indonesia, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Pembabakan Zaman Menurut Ilmu Arkeologi, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Tenaga Eksogen, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Manusia sebagai Makhluk Sosial dan Ekonomi yang Bermoral, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Alat Pemuas Kebutuhan, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Kebutuhan Manusia, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Konstitusi yg berlaku di Indonesia, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Kolonialisme & Imperalisme Eropa, oleh Ibu Wahyu Siswantriyani. (Power Point)


    Materi Diskusi, oleh Ibu Juwita Rouly, S.Pd.. (Power Point)


    Poster, Slogan, dan Iklan, oleh Ibu Juwita Rouly, S.Pd.. (Power Point)


    Membawakan Acara oleh Ibu Juwita Rouly, S.Pd. (Power Point)


    Family Loving Day 3 Juni 2017

    Dihadir lebih dari 500 keluarga dari komunitas guru maupun orang tua Sekolah Athalia.
    Banyak games seru di acara ini yang melibatkan orang tua dengan anak, dengan tujuan agar bonding diantara orang tua dan anak semakin erat. Games yang ada diantaranya lomba mewarnai di kertas dan talenan, lomba basket ortu dan anak, lomba membuat bento orang tua dan anak, lomba menangkap ikan untuk kelas-kelas kecil dan lomba bottle flip yang sedang digandrungi anak-anak..
    Terima kasih kepada seluruh panitia, guru, murid dan orang tua murid yang telah bekerja sama memeriahkan acara Family Loving Day 2017.
    Sampai bertemu di acara family day selanjutnya di tahun 2018. Tuhan memberkati.
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day
    family day

    Jujur akan Hancur??

    jujur_akan_hancur

    Oleh: Tan Ai Li, staf Admin Yayasan

     

    Ada pepatah yang berbunyi “jaman saiki sing jujur ajur” (zaman sekarang, yang jujur akan hancur). Banyak perisitiwa di jaman edan ini yang membuktikan bahwa kejujuran malah menjadi bumerang bagi diri seseorang. Masih relevankah kita mempertahankan kejujuran jika faktanya jujur itu menempatkan kita pada posisi tidak aman?

    Firman Tuhan amat relevan bagi kehidupan kita. Karena Tuhan yang menciptakan kita maka Tuhan sendiri yang menetapkan sesuatu yang pasti baik buat kita. Tidak ada ketetapan atau perintah yang tujuannya untuk menyulitkan kita. Firman Tuhan banyak berbicara tentang kejujuran (mis. Kel. 20:15-16; Im. 19:11-13). Di sepanjang sejarah Tuhan mengulangi ketetapan-Nya agar umat hidup jujur. Beberapa kejadian menunjukkan  Allah menghukum orang yang tidak jujur seperti pada kisah Akhan di Yos. 7:11; peristiwa Ananias dan Safira di Kis. 5:3-4.

    Apakah jujur itu?
    Secara singkat jujur itu artinya mengatakan dan menyatakan kebenaran, transparan, seirama antara kata-kata dan perbuatan, tidak meminta lebih dari yang seharusnya. Jujur bukan berarti mengatakan semua yang kita ketahui. Perlu hikmat untuk memilih mana yang perlu dikatakan. Namun ketika menyatakannya kita harus menyatakan yang sebenarnya.

    Bagaimana halnya jika situasi memojokkan kita untuk tidak jujur? Misalnya ketika atasan tidak bersedia ditemui seseorang dan meminta kita mengatakan pada orang tersebut bahwa ia tidak ada. Atau ketika sahabat kita meminta suatu info yang menurut kita info tersebut bersifat rahasia, dan ia akan marah jika kita tidak bersedia mengatakannya? Tentu ini perlu hikmat. Namun kita bisa mengatakan kepada sahabat kita misalnya, “Untuk kali ini saya tidak bisa membicarakannya denganmu karena ini sesuatu yang bersifat rahasia”. Jadi kita tidak perlu berbohong dengan mengatakan hal yang lain. Saya pernah berada dalam situasi itu beberapa kali. Berdasarkan pengalaman jika dalam hati kita dari awalnya  bertekad untuk jujur,  biasanya kita akan mendapatkan jalan keluar dalam mengatasinya. Tuhan akan menolong kita melewati situasi seperti itu. Awalnya mungkin saja terasa pahit tetapi suatu hari  akan tergantikan.

    Apa sih manfaat hidup jujur?

    1. Damai sejahtera.

    Hati kita tenang ketika kita berani jujur dan menyatakan kebenaran. Saya pernah bekerja di suatu tempat yang hanya bertahan tiga bulan saja. Padahal saya bukan tipe orang yang suka berpindah-pindah pekerjaan. Namun di tempat itu, setelah tiga bulan bekerja saya mengetahui bahwa perusahaan itu menjalankan pembukuan ganda yang dilakukan di rumah. Saya telah mencoba mengatakan kepada pemilik perusahaan, yang juga seorang Kristen, bahwa itu merupakan suatu perbuatan yang tidak benar, namun ia tetap melakukannya. Walaupun saat itu saya sebenarnya membutuhkan pekerjaan itu karena ayah sudah meninggal, dan pekerjaan tersebut cukup bagus serta masa depannya juga cukup baik, akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari tempat tersebut karena kami berbeda prinsip dan nilai-nilai yang tidak mungkin dipertemukan. Ketika saya berani mengambil keputusan tersebut dalam kondisi yang dilematis, Tuhan menggantikan dengan pekerjaan yang lain dan saya memiliki damai sejahtera. Damai sejahtera itu amat mahal, tidak bisa digantikan dengan sesuatu apapun.

    2. Mendapatkan kepercayaan dan kesempatan untuk melakukan banyak hal.

    Ketika kita bisa dipercaya dan ada orang yang mengetahui, biasanya berita itu akan tersebar dari mulut ke mulut dengan sendirinya, demikian juga sebaliknya ketika  kita tidak dapat dipercaya maka akan sulit sekali mengembalikan kepercayaan orang lain kepada kita. Mungkin ada dari kita yang sempat menyaksikan acara Kick Andy di bulan Maret yang lalu dengan topik “Berbagi untuk Berbahagia”. Salah satu narasumber waktu itu adalah Felani. Ia berkisah bahwa krisis ekonomi di tahun 1998 membuat seluruh keluarganya kehilangan segala-galanya. Ruko mereka dibakar dan ia hampir putus sekolah. Setiap hari ia harus berjualan susu kedelai di lampu merah. Suatu hari ia bertemu dengan Dato Sri Tahir, pemilik bank Mayapada yang membeli beberapa bungkus susu kedelai darinya. Sri Tahir waktu itu memberikan sejumlah uang dan mengatakan, “Ambil saja sisanya untuk kamu”. Namun Felani menolak menerima pemberian tersebut dan mengatakan “Pak, saya harus tetap mengembalikan karena harganya hanya sekian. Saya dari kecil diajar orang tua untuk menerima apa yang seharusnya saja dan tidak boleh menerima melebihi dari apa yang seharusnya saya terima. Kami bukan pengemis. Kami menerima bagian kami.” Rupanya Sri Tahir terkesan dengan sikap Felani ini dan suatu hari berkunjung ke rumahnya. Anak yang masih semuda itu sudah mempunyai prinsip yang demikian kuat seperti ini pasti dapat dipercaya. Jika ia sekolah pasti akan sekolah dengan benar dan akan menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara. Pada akhirnya ia menerima beasiswa dari Tahir Foundation dan bisa melanjutkan sekolah dan menjadi orang yang cukup berhasil dan memberkati banyak orang.

    3. Mempunyai relasi yang baik dengan orang lain.

    Ketika George Washington masih kecil, ayahnya mempunyai pohon cerry yang unggul yang amat bagus dibanding dengan pohon cherry lain di sekitarnya. Suatu hari ketika George Washington bermain kampak tidak sengaja mengenai pohon cherry kesayangan ayahnya. Ketika ayahnya menemukan pohon tersebut terkampak dan hampir mati, ia kaget dan berseru, “Siapa yang melakukan ini?!”. Dalam beberapa detik George Washington terdiam, namun ia segera memutuskan untuk jujur dan berkata, “Ayah, saya yang melakukannya. Saya tidak sengaja, Ayah. Saya sedih karena saya tahu Ayah amat menyayangi pohon ini dan pohon ini hampir mati karena kelalaian saya.” Namun ayahnya berkata, “Nak, tatap aku. Aku menyesal kehilangan pohon cherryku. Tapi aku sangat senang karena kamu berani berkata jujur. Aku lebih suka kamu berkata jujur daripada memiliki seluruh kebun cherry yang paling unggul tetapi kamu berkata bohong. Jangan lupa itu anakku.” George terus mengingat kata ayahnya ini dan tumbuh menjadi orang yang terus belajar jujur dan dipakai oleh Tuhan luar biasa. Karena ia jujur maka relasi orang tua dan anak ini bertumbuh dengan baik juga. Bisa dibayangkan jika ia tidak jujur, maka sejak waktu itu relasinya dengan ayah menjadi rusak.

    4. Kejujuran menghindarkan dari dosa-dosa selanjutnya.
    Biasanya ketidakjujuran akan menciptakan kebohongan-kebohongan berikutnya untuk menutupi kebohongan yang sebelumnya.

    5. Lebih Simple.
    Hidup menjadi lebih simple karena kita tidak perlu terus-menerus memikirkan saya harus bilang apa. Itu sesuatu yang melelahkan, ribet.

    6. Jujur menghindarkan kita dari kesusahan yang tidak seharusnya ditangggung.
    Ada seorang nenek yang tinggal bersama dengan dua cucunya, si sulung dan si bungsu. Suatu hari si bungsu diminta tolong untuk pergi menggembalakan bebek. Di tengah kejenuhannya menggembalakan bebek, ia bermain ketapel. Dalam kecerobohannya, ketapel tersebut mengenai salah satu bebek nenek dan bebek itu mati. Si bungsu ketakutan, namun kakaknya berkata, “Sudah, ngga perlu takut, aku ngga akan memberitahukan bahwa bebek itu mati karena kecerobohanmu.” Akhirnya ketika nenek bertanya mengapa bebek tersebut mati, si bungsu mengatakan ia tidak tahu. Sejak hari itu, si kakak selalu menyuruh si bungsu untuk melakukan segala sesuatu yang disuruh oleh kakaknya. Jika si bungsu tidak mau, maka si sulung berkata, “Ingat, bebek. Kamu mau saya mengatakan kepada nenek kalau kamu yang membuat bebek itu mati?”. Terpaksa si bungsu melakukan saja semua hal yang disuruhkan oleh kakaknya karena takut kebohongannya dibongkar. Hari demi hari, minggu demi minggu si kakak terus memperdaya adiknya. Setelah satu bulan diperlakukan demikian, akhirnya ia tidak tahan dan si bungsu mengaku kepada nenek bahwa dialah penyebab kematian bebek itu. Dan nenek berkata, “Sebenarnya dari semula saya sudah tahu kalau kamulah yang membuat bebek itu mati, karena kematiannya tidaklah wajar seperti kematian bebek biasanya. Tapi nenek menunggu kamu berkata jujur”…. Si bungsu sadar, andaikan dari awal berkata jujur, tentu tidak perlu menanggung tekanan selama ini dari si kakak.

    7. Berkenan di hadapan Tuhan.
    Inilah yang paling penting dan paling utama dalam hidup kita, yaitu berkenan di hadapan Tuhan. Di hadapan manusia kita bisa nampaknya bagus dan membuat orang lain senang, tetapi jika tidak berkenan di hadapan Tuhan, maka semua itu sia-sia.

    8. Lalu apa yang kita dapatkan jika kita tidak jujur?
    Untuk sementara waktu kita bisa aman dan tenang, namun jangka panjangnya hanya akan membawa pada kesengsaraan dan membuat kita makin jauh dari Tuhan. Sayang sekali, bukan? Kesimpulannya jujur itu mujur. Efesus 4:25, “Jauhkanlah segala dusta dan bicaralah yang benar satu sama lain, sebab kita adalah anggota satu terhadap yang lain.”

    Hidup dalam Kejujuran

    hidup dalam kejujuran

    Hidup dalam Kejujuran (Ams. 14:2)

    Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang sesat jalannya, menghina Dia.

     

    Oleh: Maria Fennita S, staf Kerohanian

     

    Pada tahun2008, New York Magazine menerbitkan sebuah artikel mengenai riset terkait anak-anak dan berbohong. Dalam riset tersebut, sekelompok anak dikumpulkan dan dibacakan buku cerita The Boy Who Cried Wolf yang menceritakan tentang seorang anak kecil yang dimakan oleh serigala karena ia telah berbohong. Sebelum riset ini, dilakukan juga survei terhadap sekelompok orang tua mengenai pandangan mereka tentang cerita dari buku tersebut dan kaitannya dengan berbohong. Menurut para orang tua dalam survei ini, sebagian besar berpikir bahwa konsekuensi-konsekuensi negatif yang diceritakan dari buku The Boy Who Cried Wolf itu akan mengarahkan anak-anak untuk lebih jujur. Meski demikian, setelah anak-anak mendengar cerita The Boy Who Cried Wolf, para peneliti mendapati bahwa anak-anak tersebut tetap berbohong dengan tingkat kebohongan seperti sedia kala.

    Kemudian para peneliti itu melakukan riset berikutnya, dengan membacakan kisah tentang George Washington dan pohon ceri. Dalam kisah tersebut, George datang kepada ayahnya dan mengaku bahwa ia telah menebang pohon ceri kesayangan ayahnya. Mendengar pengakuan George, ayahnya berkata, “Mendengarmu berkata jujur daripada berbohong, itu lebih baik dibanding jika ayah punya ribuan pohon ceri.” Lalu dalam riset ini para peneliti mendapati bahwa kisah George Washington dan pohon ceri itu mampu mengurangi kebohongan yang dilakukan anak-anak sebanyak 43%. Mereka menyimpulkan, ancaman hukuman terhadap kebohongan hanya mengajarkan anak-anak untuk belajar bagaimana berbohong dengan cara yang lebih baik. Ketika anak-anak belajar betapa berharganya sebuah kejujuran, seperti yang ditekankan dalam kisah George Washington, kebohongan mereka berkurang.

    Terkait pentingnya kejujuran, firman Tuhan berulangkali memberikan penegasan tentang betapa penting dan berharganya kejujuran: Karena kejujurannya, orang akan bermegah dan bersukacita (Mzm. 64:11), akan bersyukur kepada Tuhan (Mzm. 119:7), akan hidup sesuai firman Tuhan dan membenci jalan dusta (Mzm. 119:128), berelasi dekat dengan Tuhan (Mzm. 140:14; Ams. 3:32; Ams. 16:13), hidup dalam ketulusan (Ams. 11:3) dan kebenaran (Ams. 11:6), ditolong oleh Allah (Ams. 2:7), takut akan Allah (Ams. 14:2), mewujudkan kebaikan (Ams. 14:9), doanya diperkenan Tuhan (Ams. 15:8), hidup menjauhi kejahatan (Ams. 16:17), dst.

    Berdasarkan terang kebenaran firman Tuhan di atas, terlihat jelas betapa kejujuran dipandang sangat penting dan berharga oleh Tuhan. Mengapa? Alasannya bukan semata-mata karena moralitas (kejujuran itu baik dan ketidakjujuran itu buruk), melainkan karena kejujuran terkait langsung dengan cara kita memandang memperlakukan Allah. Dalam Amsal 14:2 dituliskan, “Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang sesat jalannya, menghina Dia.” Ini artinya, kejujuran kita dalam hidup ini bukan semata-mata dalam rangka hidup baik, melainkan untuk hidup takut akan Tuhan dan menghormati Dia sebagai Pemilik hidup kita. Dan ayat tersebut juga berarti, ketidakjujuran atau dusta yang kita perbuat bukan semata-mata membuktikan keburukan moralitas kita, melainkan di saat yang sama juga memperlihatkan penghinaan kita kepada Tuhan.

    Mengapa ketidakjujuran atau dusta dianggap penghinaan kepada Tuhan? Ini terkait dengan siapa sumber dusta dan bapa segala pendusta, yaitu Iblis (Yoh. 8:44). Sederhananya, ketika kita memilih berbohong daripada jujur, kita lebih memilih menuruti kemauan iblis dibanding kehendak Allah; kita memilih menghina Tuhan daripada takut akan Dia. Tidak heran jika Allah sangat serius menangani persoalan kejujuran dan ketidakjujuran ini. Dalam Yehezkiel 13:8, firman Tuhan mengatakan, “Sebab itu, beginilah firman Tuhan ALLAH, oleh karena kamu mengatakan kata-kata dusta dan melihat perkara-perkara bohong, maka Aku akan menjadi lawanmu, demikianlah firman Tuhan ALLAH.”

    Sebagai pendidik ataupun orang tua, mari kita mengevaluasi diri, bagaimanakah selama ini kita menyikapi kejujuran ataupun ketidakjujuran, baik yang kita perbuat sendiri, atau yang diperbuat pasangan kita, rekan kerja kita, atau bahkan anak-anak/siswa kita? Seberapa besar kepedulian kita ketika menyaksikan ketidakjujuran? Seberapa besar antusiasme kita untuk hidup jujur dan menjadi teladan kejujuran dalam keseharian kita?

    Seorang kritikus seni dan pemerhati sosial abad 19, John Ruskin (8 Februari 1819 – 20 Januari 1900), menuliskan, “Yang menjadi pendidikan mula-mula adalah memampukan anak-anakmu untuk jujur.” Biarlah ini menjadi PR kita bersama, baik orang tua maupun guru. Mari didik anak-anak yang Tuhan percayakan kepada kita tentang betapa berharganya kejujuran itu! Mari dorong mereka untuk berkata, bertindak, dan berpikir dengan jujur! Dan yang terlebih penting lagi, mari kita mulai dari diri kita, untuk berkata, berbuat, dan berpikir dengan jujur. Dengan demikian kehidupan kita sungguh dapat menjadi teladan bagi orang lain dan memuliakan Tuhan, sebagaimana yang dinasehatkan Paulus kepada Titus, “Demikian juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu, sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita.”

    Tepat Waktu dan Waktu yang Tepat

    karakter_tepat_waktu

    Oleh: Netty Sianturi, guru Agama SD

     

    “Ia menentukan waktu yang tepat untuk segala sesuatu.
    Ia memberi kita keinginan untuk mengetahui hari depan,
    tetapi kita tak sanggup mengerti perbuatan Allah dari awal sampai akhir”
    – Pengkhotbah 3:11 (BIS) –

    Era kita hidup sekarang adalah era di mana waktu sungguh dihargai dengan sebuah semboyan, “Waktu adalah Uang”, sehingga zaman ini manusia begitu cepat bergerak dan menghargai ketepatan waktu. Namun, ada kisah di mana Daniel, Gideon dan Samuel beserta 7 anggota keluarganya yang lain, terhindar dari kecelakaan pesawat AirAsia QZ 8501 dari Surabaya tujuan Singapura yang jatuh pada tanggal 28 Desember 2014, karena mereka sekeluarga terlambat datang ke bandara Juanda. Mereka selamat; mereka tidak tepat waktu, tetapi ada pada waktu yang tepat. Di sinilah perbedaan penting antara dua konsep waktu yaitu kronos dan kairos. Kronos berbicara tentang tepat waktu, sementara Kairos berbicara tentang waktu yang tepat.

    Dalam konteks kehidupan spiritual, maka waktu yang tepat adalah anugerah Tuhan bagi kita, seperti dikatakan di atas: “Ia menentukan waktu yang tepat untuk segala sesuatu.” Tidak ada usaha manusia yang dapat merancang waktu yang tepat dalam peristiwa kehidupannya. Doa, pengharapan, iman dan hubungan intim dengan Tuhanlah yang dapat membantu manusia memiliki kepekaan untuk dapat berada pada waktu yang tepat.

    Sementara itu, tepat waktu adalah usaha manusia untuk menghargai waktu yang Tuhan berikan dengan sebuah perencanaan dalam kehidupannya, karena dikatakan juga di atas: “Ia memberi kita keinginan untuk mengetahui hari depan, tetapi kita tak sanggup mengerti perbuatan Allah dari awal sampai akhir.” Manusia berkeinginan untuk mengetahui hari depan, tetapi hari depan adalah misteri Allah, sehingga yang bisa dibuat manusia adalah membuat perencanaan dalam hidupnya atau menjalankan rencana yang sudah dibuat dengan tepat waktu sebagai ekspresi dari keinginannya untuk mengetahui hari depan.

    Kisah indah yang menggambarkan tepat waktu dan waktu yang tepat adalah kisah “Lazarus dibangkitkan” dalam Yohanes 11:1-43. Ada beberapa kalimat penting dalam ayat-ayat tersebut dalam konteks pembahasan tepat waktu dan waktu yang tepat, yaitu: “…Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan…(4)” “…Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada…(6)”; “…tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu supaya kamu dapat belajar percaya…(15)”, “…Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati..(21,32)”

    Dalam pikiran dan perkataannya Maria dan Marta memandang bahwa Yesus tidak datang tepat waktu. Seharusnya Dia datang empat hari yang lalu, dan saat ini Yesus sudah terlambat, sehingga kematian terjadi pada Lazarus. Tetapi dalam rancangan Yesus, Ia “sengaja terlambat”, karena ada sesuatu yang lebih besar yang hendak dicapai yaitu: Kemuliaan Allah, dan pembelajaran akan kepercayaan.

    Andai pada waktu itu Yesus datang tepat waktu dan Lazarus disembuhkan, tentu ini berkat ilahi, namun dampak dari peristiwa itu tidak begitu besar, tidak ada pembelajaran penting melaluinya. Syukurlah Yesus datang tidak tepat waktu, tetapi pada waktu yang tepat, sehingga kita bisa belajar arti percaya dan memuliakan Allah.

    Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari lebih jauh dan kita praktekkan dari kisah tersebut dalam kaitan dengan tepat waktu:

    Tepat waktu menandakan ketaatan kita kepada otoritas.
    Bagi Yesus tentulah tidak ada istilah terlambat, karena Dia adalah Pencipta waktu; Ia melampaui waktu, Ia memiliki otoritas atas waktu. Namun, bagi kita yang terkurung oleh waktu, kita harus melihat bahwa kebiasaan tepat waktu adalah wujud ketaatan kita kepada otoritas yang ada.
    Tepat waktu untuk memuliakan Allah.
    Melampaui ketaatan kita kepada otoritas, maka ketika kita membangun kebiasaan tepat waktu, milikilah pandangan bahwa kita melakukannya sebagai bagian dari ekspresi kita dalam memuliakan Allah.
    Tepat waktu merupakan ekspresi percaya.
    Kita tahu bahwa kita tidak dapat mengendalikan kejadian-kejadian dalam kehidupan kita. Namun, kita tidak boleh pesismis. Karena, meski waktu yang tepat berada di luar kontrol kita, namun tepat waktu masih bisa berada dalam kontrol kita, sehingga kita dapat melakukan apa yang telah kita rancang dengan tepat waktu dan percaya bahwa Tuhan akan menjadikannya indah pada waktunya. Seperti Maria dan Marta yang segera mengirim kabar kepada Yesus “Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit” (Yoh.11:3). Mereka melakukan apa yang dapat mereka lakukan, namun bahwa segala sesuatu menjadi indah pada waktunya tergantung pada kasih Allah kepada mereka, oleh karena itu dalam kabar itu ada kebergantungan kepada kasih Allah, sehingga dikatakan: “dia yang Engkau kasihi…”

    Sementara itu pelajaran lain, yang dapat kita peroleh dari kisah kebangkitan Lazarus yang berkaitan dengan waktu yang tepat, adalah:
    Tuhan merancang segalanya tepat pada waktunya.
    Karena itu, senantiasalah bersyukur dan tidak bersungut-sungut atas segala peristiwa yang kita alami.
    Berdoalah senantiasa agar semua boleh jadi indah pada waktunya.
    Karena waktu yang tepat berada di luar kontrol kita, maka doa menjadi kunci bagi kita agar Tuhan senantiasa menyertai apa yang kita lakukan agar indah pada waktunya. Doa dalam kisah Lazarus tersebut digambarkan dengan perilaku Maria dan Marta yang segera mengirim kabar. Mengirim kabar kepada Yesus adalah sebuah doa.
    Repson kita haruslah memuliakan Allah.
    Memuliakan Tuhan berarti menyatakan hakekat Tuhan lewat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita. Sehingga, apapun yang terjadi dalam hidup kita, sedapat mungkin lihatlah bagaimana Allah dimuliakan melaluinya.
    Allah mau kita belajar percaya dalam penantian kita akan waktu yang tepat.
    Keingintahuan kita akan masa depan dan ketidaktahuan kita akan masa depan justru menjadi wadah bagi pengembangan iman kita. Bukankah iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat? (Ibr.11:1).
    Tetaplah berharap.
    Teruslah berharap sekalipun apa yang kita lihat dan alami  kita pikir sudah terlambat.

    Tepat waktu mengandung sikap “menghargai”. Ketika kita tepat waktu, kita menghargai orang-orang yang menunggu kita, kita menghargai diri kita sebagai orang yang bertanggung jawab dan terlebih lagi kita menghargai Tuhan sang pemberi waktu. Waktu yang tepat mengandung anugerah Allah yang membuat kita terus belajar percaya, bersyukur dan memuliakan Tuhan.