Menerapkan Godly Parenting

Memiliki anak adalah sebuah anugrah dari Tuhan yang selayaknya kita syukuri. Anak, sebagai kepunyaan Allah yang dititipkan kepada kita, menjadi berkat sekaligus tanggung jawab kita sebagai orangtua.

Sebagai seorang Kristen, sudah sepatutnya kita mengajarkan anak mengenai nilai-nilai kerohanian. Mereka harus diajar untuk mengenal Tuhan dan memaknai kehadiran Tuhan dalam setiap langkahnya.

Oleh karena itu, setiap orangtua Kristen diharapkan menerapkan godly parenting. Godly parenting ini merupakan cara mengasuh anak hanya berdasarkan kehendak Tuhan. Menjadikan Tuhan sebagai hal yang utama, prioritas kita.

Prioritas ini yang perlu terus kita jaga. Bersama pasangan, kita saling menguatkan dan mengingatkan bahwa kemuliaan bagi Tuhan adalah keutamaan yang hakiki. Kita berkomitmen untuk menyatakan kemuliaan-Nya melalui kehidupan kita.

Prinsip hidup inilah yang harus dihidupi di dalam keluarga kita. Dari orangtuanyalah seorang anak akan mengenal Tuhan dan memuliakan Tuhan. Inilah maksud dari godly parenting.

Cara ini juga bisa kita gunakan ketika mendampingi anak dalam membuat keputusan-keputusan penting dalam hidupnya. Semestinya kita mengesampingkan keinginan pribadi mengenai pilihan hidup anak kita. Ada banyak orangtua yang mungkin masih menyimpan mimpi-mimpinya yang belum sempat tercapai. Ada pula yang ingin mempertahankan “jejak karier” keluarga. Tuntutan-tuntutan inilah yang menjadi momok bagi gaya parenting kita, ketika kita lebih mementingkan kehendak kita semata dan tak menyertakan Tuhan di dalamnya.

Bijaknya, kita membiarkan anak kita memilih jalan hidupnya sendiri. Kita hanya perlu membimbingnya dalam jalan Tuhan dan memberikan wisdom agar anak mau ikut Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai sandaran dan tempat bertanya: apa yang Tuhan inginkan dari saya?” Biarkan Tuhan sendiri yang berbicara kepada anak kita: ingin dipakai sebagai apa dirinya di muka bumi ini?

Inilah esensi dari tugas kita sebagai orangtua, yaitu sebagai pemandu perjalanan hidup anak. Tugas kita untuk mendampingi anak dan menjadi rekan sekerja Allah. Dapat diilustrasikan bahwa saat ini kita berada di tengah-tengah, tangan yang satu berpegang kepada Allah dan tangan lainnya menggenggam tangan anak kita. Sepanjang anak kita membutuhkan pendampingan, kita tak boleh melepaskan genggaman tersebut. Yang perlu kita lakukan justru menularkan nilai-nilai yang sudah Tuhan ajarkan kepada kita. Kita percaya bahwa kehidupan anak kita berada dalam pimpinan Tuhan, dan Tuhan memakai kita sebagai orang tua untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan. Tetapi akan ada masa dimana anak harus memilih jalan hidupnya sendiri. Melepaskan genggaman tangan kita sebagai orang tua dan menyerahkan anak kita untuk langsung dibimbing oleh Tuhan. Sementara itu, kita memegang tangan Tuhan yang lainnya. Di sini, posisi Tuhan berada di tengah, sebagai center of life.

Godly parenting memastikan bahwa anak-anak suatu hari nanti akan menggenggam erat sendiri tangan Tuhan. Kita sebagai orangtua hanya bisa mengawasi mereka dari kejauhan. Sebisa mungkin kita perlu menuntunnya dengan penuh kebijaksanaan, membawanya sendiri kepada Tuhan. Jika kita lalai melakukan ini, ketakutan terbesar kita adalah anak akan “dicengkeram” kuasa lainnya, yang bisa saja kuasa duniawi yang akan membuatnya semakin jauh dari kebenaran firman Tuhan. (DLN)

(Disarikan dari materi seminar Ibu Charlotte Priatna)

Jadwal Kegiatan Awal Tahun Pelajaran 2019/2020

Sehubungan dengan akan dimulainya Tahun Pelajaran 2019/2020, berikut informasi jadwal kegiatan di awal Tahun Pelajaran:

Prepare-to-Learn Programme untuk kelas VII

Semua siswa kelas VII SMP Athalia Tahun Pelajaran 2019/2020, wajib mengikuti kegiatan tersebut sebagai sarana untuk berkenalan dengan guru, wali kelas, teman sekelas, dan mengenal lingkungan SMP Athalia yang rencananya akan dilaksanakan pada:

  • Senin, 8 Juli 2019, pkl. 07.00-14.00, pakaian atasan batik bebas rapi berkerah dan celana panjang/jins, menggunakan sepatu tertutup. Pukul 07.00 tepat siswa harus sudah berada di Aula C, lantai IV. Membawa sarapan dan makan siang masing-masing.
  • Selasa, 9 Juli 2019, pkl. 07.00-14.00, pakaian kaos berkerah dan celana panjang/jins, menggunakan sepatu tertutup. Pukul 07.00 tepat siswa harus sudah berada di Aula C, lantai IV. Membawa sarapan dan makan siang masing-masing.

Meet and Greet untuk kelas VII, VIII, dan IX

Semua siswa SMP wajib hadir pada kegiatan Meet and Greet untuk berkenalan wali kelas, teman sekelas, dan pemantapan Prosedur Kelas yang akan dilaksanakan pada:

Hari, tanggal: Rabu, 10 Juli 2019

Waktu: Pkl. 06.55-11.00 (pkl. 08.00 tepat siswa berada di kelas masing-masing bersama Wali Kelas)

Pakaian: Seragam Nasional Lengkap (OSIS) + Atribut Lengkap

Catatan: Daftar nama dan kelass dapat dilihat di kantin SMA

 

Ketentuan untuk mengikuti PLP bagi siswa kelas VII dan siswa baru kelas VIII

Membuat name tag dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Bentuk “hati” ukuran kertas A4 dengan warna: PINK untuk perempuan, dan BIRU untuk laki-laki.
  2. Foto ukuran 3R.
  3. Nama lengkap diprint dengan font “Arial” ukuran minimal “16”.
  4. Name tag diberi tali menggunakan tali rafia.

Jadwal Kegiatan Awal Tahun Pelajaran 2019/2020

Sehubungan dengan akan dimulainya Tahun Pelajaran 2019/2020, berikut informasi jadwal kegiatan di awal Tahun Pelajaran:

Meet and Greet

  • Kelas IV-VI, Senin, 8 Juli 2019, di antara pkl. 07.00 sampai pkl. 09.00, bertempat di ruang kelas SD Athalia
  • Kelas I-III, Selasa, 9 Juli 2019, di antara pkl. 07.00 sampai pkl. 09.00, bertempat di ruang kelas SD Athalia

Rekoleksi SMP Belajar Menerima dan Memaafkan


Oleh: Felicia

Tidak terasa, sebentar lagi angkatan X SMP Athalia akan naik ke jenjang pendidikan berikutnya, yaitu SMA. Begitu banyak kenangan yang sudah tercipta selama 3 tahun mereka berada di jenjang SMP. Datang masa mereka mengikuti kegiatan Rekoleksi. Rekoleksi berasal dari bahasa Inggris yaitu recollect yang berarti mengingat kembali atau mengumpulkan kembali. Mengingat kembali tentu saja akan membawa kita kepada kejadian-kejadian yang paling berkesan, baik peristiwa yang menyenangkan maupun tidak. Melalui kegiatan ini, para siswa diharapkan dapat melakukan refleksi diri dan rekonsiliasi sehingga akhirnya memiliki relasi yang lebih baik dengan teman-temannya dan guru.

Rekoleksi SMP Athalia diadakan pada Kamis, 2 Mei 2019–Jumat, 3 Mei 2019. Hari pertama, kegiatan diawali dengan sharing Firman Tuhan oleh Bapak Hery Ciu tentang acceptance dan forgiveness. Sharing ini dimaksudkan sebagai “bridging” bagi anak menghadapi tahapan berikutnya: melakukan rekonsiliasi dengan teman, guru, dan orangtua. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan talkshow yang dimoderatori oleh Bu Nosta dan sharing dari salah seorang guru, yaitu Bapak Beryl Sadewa, yang memberikan kesaksian tentang relasi dengan orangtua.

Pada hari pertama ini, para siswa juga diberikan waktu khusus untuk melakukan rekonsiliasi dengan guru yang diawali dengan sharing oleh Ibu Ni Putu Mustika Dewi dari PK3 mengenai pengalamannya ketika bersekolah di SMP. Rekonsiliasi dengan teman dimulai dalam kelas yang didampingi wali kelas dan partnernya masing-masing kemudian dilanjutkan rekonsiliasi dengan teman seangkatan.

Pada hari kedua, anak-anak diajak untuk mengikuti acara kebersamaan yang diadakan di Taman Impian Jaya Ancol. Siswa dibagi dalam kelompok yang akan singgah ke tiga tempat, yaitu Pasar Seni, Outbondholic, dan pantai. Di tiap tempat ada kegiatan khusus yang harus mereka lakukan bersama kelompok. Kegiatan ini diharapkan bisa merekatkan relasi antarsiswa agar mereka bisa semakin mengenal satu sama lain dan belajar bekerja sama dalam tim.



Rescamp 2019: Belajar tentang Pengendalian Diri dan Tanggung Jawab

Oleh: Melvin Johan Laluyan dan Bella Kumalasari

Pada 3–4 Mei 2019 lalu, siswa kelas 6 SD Athalia mengikuti Rescamp (Responsibility Camp). Kali ini, Rescamp diadakan di Camp Hills Eco Stay, Bogor. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Rescamp diadakan di tempat terbuka untuk memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berkegiatan di alam terbuka.


Rescamp diadakan di masa akhir siswa belajar di jenjang Sekolah Dasar dengan tujuan siswa dapat mengevaluasi karakter-karakter yang telah mereka pelajari selama 6 tahun terakhir, sekaligus menjadi kesempatan para guru mengapresiasi dan meneguhkan pertumbuhan karakter siswa. Oleh karena itu, camp ini bertemakan “Tanggung Jawab”, yang melingkupi karakter yang dipelajari di tiap level, yaitu tepat waktu, rajin, jujur, tertib, inisiatif, dan pengendalian diri. Karakter pengendalian diri yang baru saja mereka pelajari di kelas 6 menjadi titik berat Rescamp kali ini.


Acara dimulai dengan ice breaking. Kemudian, siswa-siswi memiliki waktu yang menyenangkan bersama kelompok-kelompok lintas kelas dalam permainan pos. Mereka berbagi tugas, bekerja sama, bermain di lapangan maupun di kolam renang. Setelah seru berbasah-basahan, mereka diberi waktu untuk mandi, istirahat, serta menikmati snack sore sebelum berkumpul kembali di aula. Tak hanya keseruan yang didapat, permainan pos pun tak lupa dimaknai. Siswa-siswi diajak untuk bertanya-jawab mengenai karakter-karakter apa yang mereka pelajari dan terapkan dalam permainan-permainan tersebut.


Acara dilanjutkan dengan pembahasan tokoh Yakub. Melalui kisah Esau dan Yakub, siswa-siswi diajak untuk mengenali sisi positif dan negatif Yakub yang kemudian direfleksikan ke dalam diri masing-masing. Melalui sharing yang didampingi oleh bapak dan ibu guru, anak-anak diajak untuk mengenali sisi positif dan negatif mereka, hal-hal apa yang masih sulit dalam pengendalian diri mereka, serta cara mengatasinya.


Diselingi dengan makan malam, siswa-siswi kembali belajar dari Yakub, yaitu transformasi yang dialaminya. Siswa-siswi diajak untuk melihat perubahan Yakub dari yang sebelumnya egois dan manipulatif menjadi orang yang rendah hati dan siap menghadapi segala sesuatu. Tidak hanya satu arah, siswa-siswi diajak untuk melakukan simulasi melalui Unfair Game menggunakan permen dan dadu. Ada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan yang membuat mereka mendapat ataupun kehilangan permennya. Melalui situasi yang mungkin tidak menguntungkan atau membuat mereka kesal, siswa-siswi diajar untuk mengenali emosi mereka dan merespons dengan benar. Terlihat kepolosan, kejujuran, maupun kedewasaan anak-anak ini dalam tanya-jawab yang dilakukan serta tantangan yang diberikan. Ada yang merasa kesal karena permennya selalu diambil, tetapi ketika ditantang untuk memberikan semua permen yang ia miliki pada temannya ia rela memberikan. Ada pula yang masih sulit dalam membagi dan menyisakan satu permen untuk dirinya sendiri. Ada siswa yang merasa kesal, namun bukan karena ketidakadilan yang dialaminya sendiri melainkan karena ia merasa temannya tidak adil pada teman yang lain. Ketika ditantang bahwa hal itu tidak memengaruhi/merugikan dirinya, siswa tersebut berkata, “Tapi kan yang hidup di dunia ini bukan aku doang.” Sungguh bersyukur untuk pertumbuhan karakter yang terjadi dalam diri setiap siswa-siswi!


Pada malam hari, pada momen api unggun siswa-siswi dipandu untuk merenungkan kembali kehidupan mereka dan diajak untuk berkomitmen belajar mengendalikan diri.


Keesokan harinya, kegiatan dimulai dengan renungan pagi bersama dan olahraga. Setelah sarapan, anak-anak masuk ke dalam sesi terakhir, yaitu “Scrolling Kehidupan”. Pada sesi ini, anak-anak diingatkan pada tiga hal yang harus dilatih agar dapat berubah/memperbaiki diri, yaitu punya perencanaan, fokus, dan bergerak cepat. Setelah sesi ini selesai, anak-anak diajak untuk menikmati keindahan alam dengan melakukan perjalanan ke Curug Cigamea. Di sana anak-anak menikmati segarnya udara dan air pegunungan.


Melalui Responsibility Camp, siswa-siswi diajak untuk menyadari bahwa semakin mereka besar, semakin banyak juga tanggung jawab mereka terhadap diri sendiri, sesama, dan lingkungan. Kiranya Tuhan yang telah memberikan pertumbuhan karakter dalam diri siswa-siswi akan meneruskannya hingga semakin serupa dengan-Nya.

LOVE TO LEARN AND LEARN TO LOVE

Oleh: Chandria Wening Krisnanda, staf PK3

Sekolah Athalia berkomitmen untuk mendidik para siswanya tidak hanya fokus dalam hal akademis, tetapi juga dalam hal “Belajar Berkontribusi untuk Kehidupan”.

Slogan di atas tidak hanya ditulis di dinding sekolah, tetapi sekolah berusaha menerapkan salah satunya dengan membuat program field trip karakter yang dilakukan di setiap semester genap di level kelas X SMA.

Field trip karakter kali ini para siswa diajak untuk berkunjung ke Panti Sosial Bina Grahita Belaian Kasih milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah Dinas Sosial. Lokasi panti ini di daerah Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat.

Pada Kamis, 11 April 2019, pukul 08.30 rombongan tiga bus dari Sekolah Athalia tiba di Panti Belaian Kasih. Ketika bus memasuki halaman panti, beberapa siswa berteriak girang. Sementara itu, murid-murid yang melihat pemandangan tersebut langsung terdiam di kursinya. Mereka tak tahu sama sekali apa yang akan mereka alami selama beberapa jam ke depan.

Para siswa diarahkan untuk masuk ke aula. Di sana, sekitar seratus anak panti sudah menunggu kedatangan mereka. Sebagian besar duduk di bangku, ada juga yang duduk di kursi roda dan di lantai. Beberapa dengan kondisi khusus berdiri di balik ruang berjeruji. Ibu Rita, Sub Bagian Tata Usaha, menjelaskan mengenai kondisi anak-anak di panti yang kebanyakan masih membutuhkan bantuan untuk aktivitas primer mereka, misalnya memegang sikat gigi atau mandi.

Sungguh itu pemandangan yang asing bagi sebagian dari siswa Athalia. Namun, mereka berhasil mengatasi perasaan takut mereka dan mau berbaur dengan siswa panti. Para siswa mulai mau berinteraksi dengan siswa panti dengan melakukan battle dance. Walau di awal mereka tampak malu-malu, suasana segera cair ketika Bapak Agus memotivasi para siswa Athalia untuk menari lebih seru lagi.

Setelah itu, mereka melakukan berbagai kegiatan bersama. Mereka dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Ada yang mewarnai gambar, menyanyi, bermain bola, menari, membuat origami, membuat kerajinan tangan, dan lomba makan kerupuk.

Para siswa panti sangat antusias pada saat para siswa Athalia membagikan gambar untuk diwarnai. Bahkan, sebagian dari mereka mengetahui nama gambar karakter yang harus digambar, seperti Hello Kitty, Winnie The Pooh, monyet, kura-kura, kucing, dan lain-lain. Sebagian besar siswa panti langsung mewarnai gambar-gambar tersebut dengan sangat tekun. Hasil kerja mereka juga ternyata sangat rapi. Selama proses mewarnai, para siswa Athalia mendampingi mereka dan sekaligus memberikan apresiasi dengan memberi stempel bergambar lucu bagi siswa panti yang sudah selesai mewarnai dengan baik.

Pada saat pendampingan itulah para siswa Athalia belajar tentang bersimpati, tentang pembimbingan, dan belajar mentransfer kasih kepada teman baru mereka. Sementara itu, para siswa panti, yang jarang mendapatkan kunjungan, menunjukkan ekspresi senang saat melakukan aktivitas bersama teman-teman baru mereka. Para siswa Athalia dengan telaten membantu merautkan pensil warna, mengarahkan goresan pensil warna, menuliskan nama, dan bahkan yang paling membuat saya bangga adalah ada seorang siswa Athalia membantu menghapus ingus salah satu siswa panti dengan tisu tanpa perasaan jijik.

Setelah semua kegiatan selesai, rombongan dari Sekolah Athalia pamit pulang. Saya melihat beberapa siswa panti menangis layaknya anak kecil yang ditinggal ibunya. Bagi mereka, kebersamaan itu terasa begitu singkat.

Sekembalinya di sekolah, para siswa diminta untuk menceritakan secara singkat dan menuliskan kesan mereka selama melakukan kegiatan di Panti Belaian Kasih. Salah satu siswa Athalia bercerita bahwa beberapa siswa panti sebenarnya ingin pulang kembali ke rumah untuk berkumpul bersama orang tuanya. Namun, kondisi orangtua yang tidak mampu membuat mereka terpaksa tinggal di panti. Mendengar cerita siswa panti itu, siswa Athalia tersebut merasa sangat bersyukur bahwa selama ini mereka masih dapat tinggal di kamar dan rumah mereka yang nyaman bersama keluarga, walaupun terkadang mereka merasa bosan dengan rumah, apalagi mendengarkan omelan orangtuanya. Pertemuan dengan siswa panti membuat siswa Athalia bersyukur atas kondisi mereka. Ada pula siswa Athalia yang awalnya merasa canggung dan takut untuk mendekat dan berbaur dengan siswa panti. Namun, perlahan dia bisa mengendalikan perasaan takutnya dan mereka bisa berinteraksi dengan hangat.

Sungguh para siswa Athalia juga mempraktikkan apa yang tertulis dalam Matius 22:39, “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.

Mengucap Syukur

Oleh: Victor Sumua Sanga, M.Div., guru Agama Kristen SMA

“Mengucap syukurlah senantiasa.” Kalimat ini sering didengar dan diamini tanpa memahami alasan ucapan syukur itu.

Mengapa saya harus mengucap syukur kepada Tuhan sementara saya dapat hidup tanpa Dia?

Cobalah menjalani hari Anda, seminggu saja, tanpa berdoa, tanpa mengikuti ibadah, atau tanpa ritual keagamaan apa pun. Mungkin Anda akan mendapati diri Anda dapat tetap hidup, tidak kelaparan, dan tetap sehat. Jika Anda melakukan percobaan itu di akhir bulan, Anda akan mendapati diri Anda tetap menerima penghasilan atau gaji dari pekerjaan yang dilakukan. Jika Anda seorang pengusaha, Anda dapat tetap menghasilkan uang, Anda tetap dapat mempekerjakan orang, Anda tetap dapat membangun sistem kerja yang baik, tanpa melibatkan Tuhan di dalam semua hal yang Anda lakukan.

Bukankah itulah pola hidup orang-orang ateis, yang tidak memberikan tempat di hidupnya untuk Tuhan? Mereka tetap dapat bertahan hidup. Bahkan, sebagian dari mereka mendapatkan penghargaan tinggi. Namanya dikenang banyak orang karena telah memberikan sumbangsih besar bagi dunia. Jadi, mengapa kita harus mengucap syukur kepada-Nya, sementara kehidupan dapat tetap berjalan dengan baik tanpa-Nya?

Mengapa saya harus mengucap syukur kepada Tuhan, sementara hidup bersama-Nya tidak meluputkan saya dari masalah dan kesulitan hidup?

Menjadikan Tuhan sebagai dasar hidup tidak membawa perbedaan apa pun secara jasmani. Hidup tetap dalam kesulitan, masalah tetap datang, konflik tetap terjadi. Bahkan semakin kita dekat dengan Tuhan, justru akan membuat kita mengalami lebih banyak kepelikan. Hidup beriman kepada Tuhan lebih mirip seperti melarikan diri dari masalah dan bersembunyi di balik kalimat-kalimat kitab suci, seperti “Tenanglah, ada maksud Tuhan di balik semua ini.”

Belum lagi, beberapa masalah justru timbul dari orang-orang yang dianggap memiliki kehidupan spiritual yang baik. Pemimpin-pemimpin rohani justru mempertontonkan perilaku hidup yang berbeda dari yang mereka ajarkan. Lantas, haruskah kita mengucap syukur kepada Tuhan yang tak dapat menyelesaikan masalah kita atau bahkan tak dapat menangani perilaku orang-orang yang berbicara atas nama-Nya?

Penghambat ucapan syukur
Kedua pandangan di atas, meskipun memiliki sudut pandang yang berbeda, memiliki kesepakatan bahwa pencapaian terbaik di dalam hidup adalah ketiadaan masalah—penderitaan, kesulitan, dan konflik. Tidak perlu mengucap syukur kepada Tuhan karena setiap pencapaian hidup dapat diraih tanpa bantuan Tuhan. Tidak perlu mengucap syukur kepada Tuhan karena kehadiran-Nya tidak cukup mampu menanggulangi masalah-masalah kehidupan.

Ironisnya, jika kita memiliki salah satu dari dua pandangan di atas, kita telah kehilangan satu kebenaran yang sangat penting di dalam kehidupan. Kebenaran bahwa keberadaan masalah justru membawa kita pada penemuan-penemuan berharga di dalam kehidupan kita.

Masalah menyingkapkan karakter sejati
Kita perlu mengucap syukur tatkala kita dirundung masalah karena melaluinya kita dapat melihat kualitas karakter kita dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita mengucap syukur karena melalui masalah yang kita hadapi, kita dibawa pada penemuan dan pengenalan diri yang lebih dalam.

  • 1 Raja-raja 3: 16-28. Bagian Alkitab ini mengisahkan tentang dua orang perempuan yang menghadapi masalah di dalam hidupnya. Mereka tinggal dalam satu rumah dan masing-masing melahirkan anak dalam rentang waktu yang tidak lama. Anak dari salah satu mereka meninggal dunia, tetapi keduanya mengklaim bahwa anak yang masih hidup itu adalah anak mereka. Solusi yang ditawarkan Salomo bukankah solusi yang “baik”. Salomo justru memberikan mereka masalah baru: anak yang masih hidup itu akan dipenggal menjadi dua dan diberikan kepada masing-masing orang. Menariknya, masalah yang diberikan oleh Salomo menyingkapkan karakter sejati dari kedua perempuan itu. Perempuan yang merupakan ibu dari anak tersebut tidak menghendaki anaknya dibunuh, sebaliknya ia rela anak itu diberikan kepada perempuan lainnya asalkan anaknya tetap hidup. Sebaliknya, perempuan yang bukan merupakan ibu dari anak tersebut menginginkan anak itu dipenggal menjadi dua. Masalah yang hadir menyingkapkan karakter sejati yang dimiliki orang-orang yang ada di sekitar masalah itu.
  • Ayub 1:20-22, 2: 9-10. Masalah yang datang bertubi-tubi yang dialami oleh rumah tangga Ayub menyingkapkan karakter sejati Ayub dan istrinya. Ayub dan istrinya bukan hanya kehilangan harta benda mereka, mereka juga kehilangan anak-anak yang mereka kasihi. Tidak sampai di situ saja, Ayub bahkan menderita sakit borok di sekujur tubuhnya. Rentetan masalah ini menyingkapkan karakter sejati dari istrinya di mana ia melihat bahwa penderitaan yang mereka alami merupakan alasan untuk mengutuki Tuhan, sementara Ayub melihat bahwa Tuhan punya kedaulatan penuh atas hidupnya dan ia tidak berhak menyalahkan Tuhan atas kehilangan yang ia alami. Masalah menolong kita melihat bagaimana karakter sejati kita. Masalah merupakan ujian yang menyingkapkan siapa diri kita sebenarnya. Penderitaan, kesulitan, dan konflik membuka tabir karakter sejati dari orang-orang yang dirangkulnya.

Masalah menunjukkan Kekuasaan Tuhan
Kita perlu mengucap syukur tatkala kita menghadapi masalah karena melaluinya kita melihat kemahakuasaan Allah. Kita mengucap syukur karena melalui masalah yang kita hadapi kita melihat karya-karya Allah yang luar biasa.

  • Yohanes 9: 2-3. Ayat ini mengemukakan pertanyaan para murid tentang keberadaan seorang yang mengalami masalah kebutaan sejak lahir. Tuhan Yesus menyatakan bahwa kebutaan orang tersebut akan menyatakan karya Allah. Di bagian selanjutnya kita melihat bagaimana Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta tersebut, dan orang tersebut memberikan kesaksian tentang karya Allah kepada orang-orang di sekitarnya. Beberapa masalah yang kita hadapi pada waktunya akan menunjukkan kekuasaan Tuhan. Tuhan tidak terbatas, kekuasaan-Nya melampaui keterbatasan kita. Melalui masalah-masalah yang kita hadapi kekuasaan Tuhan dinyatakan dan itu menjadi kesaksian yang indah bagi nama Tuhan dalam hidup kita dan orang-orang di sekitar kita. Keberadaan Allah di dalam hidup kita tidak membuat masalah sirna, melainkan masalah-masalah itu menunjukkan kepada kita kemahakuasaan Tuhan.
  • 2 Korintus 12: 7-10. Paulus adalah satu dari sekian orang yang melihat masalah sebagai wadah untuk mengecap kuasa Kristus dalam hidupnya. Dalam bagian firman Tuhan ini dinyatakan Paulus punya masalah yang didefinisikan sebagai “duri dalam daging”. Paulus sudah memohon supaya masalah ini diangkat dari padanya, tetapi firman Tuhan menyadarkan dia kebenaran bahwa justru di dalam masalah itu kuasa Tuhan menjadi dinyatakan, “Justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Melalui masalah yang kita hadapi, kita akan merasakan kuasa Tuhan yang memenuhi hidup kita. Masalah menghantar kita pada perjumpaan dengan kemahakuasaan Tuhan.

Konklusi
Sebagai sebuah komunitas, komunitas Athalia, sekali lagi, dapat melewati satu tahun pelajaran lagi. Apa yang kita syukuri pada titik ini? Kita bersyukur karena satu tahun pelajaran ini kita makin mengenal diri kita, sebagai suatu komunitas, dan kita melihat kuasa Tuhan yang berulang kali dinyatakan dalam tahun pelajaran ini. Kita bersyukur semakin mengenal Tuhan justru melalui berbagai masalah: penderitaan, kesulitan, dan konflik, yang terjadi dalam komunitas ini.

Berada dalam satu komunitas yang terdiri dari banyak orang di dalamnya dengan berbagai kontribusi peran (yayasan, staf, guru, orang tua, siswa, OB, petugas keamanan, petugas kebersihan), dalam satu tahun ajaran ini kita telah mengalami berbagai peristiwa, masalah, dalam lingkup pribadi, satu keluarga, dalam kepanitiaan, ataupun dalam unit kerja yang ada. Beberapa dari kita bergumul dengan kesehatan, mengalami kedukaan, mencari pasangan hidup, relasi suami-istri, kesulitan dalam pengasuhan anak atau penanganan siswa, konflik dalam relasi dengan orang tua, teman atau rekan kerja. Ada yang bergumul dengan target atau tuntutan kerja, yang lain bermasalah dengan loyalitas dan karakter sebagai karyawan. Apa pun masalahnya, seberapa pun penderitaan itu, sedalam apa pun kesulitan itu, seluas apa pun konflik itu, melaluinya kita makin mengenal karakter diri kita dan orang-orang di sekitar kita. Melaluinya kita melihat kekuasaan Tuhan dinyatakan. Kuasa-Nya telah menyelamatkan kita. Bukankah karena itu kita harus bersyukur?

Susah itu ada gunanya – Yohan Candawasa

Melangkah Dengan Iman

Oleh: Naomi Fransisca Halim, S.Th

“I am not quite sure—but I am going to trust, and I am going to obey”
Saya tidak begitu yakin—tetapi saya akan tetap percaya dan saya akan tetap taat.

Penggalan kalimat ini diucapkan oleh seorang pemuda yang hadir dalam sebuah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang berlangsung di Brockton, Massachusetts. Ketika Daniel Towner seorang pemimpin pujian, mendengar kalimat ini ia menuliskannya dan mengirim tulisannya itu kepada seorang penulis syair, bernama J.H. Sammis. Dari kalimat itulah, Sammis menulis sebuah hymn yang kita kenal dengan judul “Trust and Obey (Percaya dan Taat).”

Perjalanan mengikut Tuhan adalah proses belajar mempercayai dan menaati Tuhan tiada henti. Hal ini dialami oleh Abraham, Bapa orang beriman. Dalam Kejadian 22: 2, Allah berfirman, “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Dalam ayat ini, permintaan Allah kepada Abraham sangat jelas. Allah meminta anaknya yang tunggal, yang ia kasihi sebagai korban persembahan (terj. Bahasa Inggris “your son,” “your only son,” “Isaac,” “whom you love”). Padahal Allah berjanji bahwa keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut dengan keturunanmu (Ibr. 11:18).

Alkitab tidak mencatat perasaan Abraham pada saat itu. Alkitab melanjutkan kisah ini dengan memperlihatkan tindakan Abraham. Dengan hati yang taat, Abraham segera/keesokan harinya bangun, memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya. Kemudian berangkatlah Abraham ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Sungguh suatu teladan ketaatan yang luar biasa. Ketaatan Abraham adalah ketaatan yang tidak masuk akal. Bagaimanakah mungkin seseorang dapat dengan segera memilih untuk taat kepada Allah ketika diminta untuk menyerahkan anaknya?

PENGALAMAN IMAN BERSAMA ALLAH DI MASA LAMPAU
Abraham memiliki sejarah hubungan yang kaya dengan Allah. Kisah Allah menguji Abraham di perikop ini bukanlah ujian pertama baginya. Ini adalah ujian terakhir dalam kehidupannya. Menurut tradisi Yahudi, Abraham mengalami sepuluh pencobaan termasuk kisah ini. Namun dalam pencobaan-pencobaan tersebut, tidak pernah ia mendapati Allah lalai menepati janji-Nya dan mengecewakan dirinya. Pengalaman imannya di masa lampau inilah yang membuat ia dapat mempersiapkan segala sesuatu, melayangkan pandangannya ke gunung Moria dan rela mempersembahkan Ishak, anaknya yang tunggal (Ibr. 11:17).

Adakah pengalaman iman dalam hidup kita? Setiap orang percaya dapat memiliki pengalaman iman dengan Allah. Pengalaman ini dapat terjadi apabila kita mulai melangkah dengan hati yang taat berlandaskan Firman Tuhan. Mungkin sekarang Allah sedang berbicara kepada diri kita mengenai pekerjaan, mengenai uang, mengenai anak, atau sesuatu hal yang lain. Beranikan dirimu melangkah dengan hati yang penuh ketaatan. Sekalipun kelihatannya mustahil, beranikanlah diri untuk melangkah dalam hal apa pun yang diperintahkan-Nya, baik kepada kita sekeluarga maupun secara pribadi.

PENGENALAN YANG BENAR TERHADAP PRIBADI ALLAH
Setelah tiga hari perjalanan, Abraham meminta bujangnya untuk tinggal dan menunggu. Dalam ayat 5, Abraham berkata kepada dua bujangnya, “…kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu” (penekanannya pada kata “sesudah itu kami kembali kepadamu”).

Kepastian bahwa Ishak dan Abraham akan datang kembali dari sembahyang bukanlah sebuah ungkapan kosong. Ini adalah pengenalannya dan keyakinannya terhadap Pribadi Allah yang tidak mengingkari janji-Nya. Allah berjanji bahwa yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak (21:12). Walaupun, dalam perikop ini tidak dijelaskan mengapa Abraham berkata seperti itu, tetapi Ibrani 11:17-19 membantu para pembacanya memahami kata-katanya. Pada ayat 19 “Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali ”.

Pengenalan yang benar terhadap Allah adalah salah satu hal penting dalam mengikut Yesus. Kita harus mengetahui siapa Dia agar iman yang kita miliki bukanlah iman yang melompat dalam gelap. Satu-satunya cara memiliki pengenalan yang benar adalah dengan membaca dan merenungkan firman-Nya setiap hari dan meminta Allah berbicara kepada kita secara pribadi. Dengan begitu, walaupun pencobaan menghampiri kita, kita akan dikuatkan oleh firman-Nya.

Penutup
Abraham, Bapa orang beriman, mengalami berbagai situasi yang jauh dari jangkauan logika manusia. Tetapi ia tidak bimbang karena ketidakpercayaannya, melainkan terus diperkuat dalam imannya dan tetap memuliakan Allah (Rm. 4:20). Demikian juga kita harus melatih diri kita agar memiliki pengalaman iman dan pengenalan yang benar terhadap Pribadi Allah. Yakinkanlah diri kita bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi diri kita yang mengasihi Dia. Ia menuntun kita untuk melangkah dengan iman.


S’bab Dia Hidup Ada Hari Esok

Oleh: Loura Palyama, M.Min

Anak Allah Yesus namanya
Menyembuhkan, menyucikan
Bahkan mati tebus dosaku
Kubur kosong membuktikan
Dia hidup

S’bab Dia hidup, ada hari esok
S’bab Dia hidup, ku tak gentar
Kar’na ku tahu, Dia pegang hari esok
Hidup jadi berarti s’bab Dia hidup

Lirik lagu di atas mengingatkan kita akan kisah penyaliban Tuhan Yesus. Lagu ini dinyanyikan dengan penuh rasa syukur dan sukacita karena orang percaya yang telah ditebus dosanya memiliki pengharapan akan hari esok karena Tuhan Yesus sudah bangkit. Dalam kehidupan kekristenan, perayaan paskah adalah perayaan yang tidak pernah terlewatkan. Ada yang merayakan paskah dengan kegiatan-kegiatan seperti membuat dekorasi paskah, pernak pernik paskah dan sebagainya. Di rumah, di gereja, bahkan di pusat perbelanjaan ada yang membuat dekorasi Paskah. Namun pertanyaannya, apa makna paskah sebenarnya bagi setiap kita sebagai umat percaya?

Tentunya sebagai orang percaya kita sangat menyadari bahwa paskah merupakan peristiwa yang besar dan sangat ajaib dalam seluruh kehidupan manusia. Allah rela mengutus Anak-Nya yang tunggal, menjadi sama dengan manusia dan rela menderita bagi seluruh umat manusia. Kita patut bersyukur untuk hal tersebut. Namun, seringkali hal itu hanya sampai pada pengetahuan kita saja. Dalam kehidupan sehari-hari, kita masih tidak menyadari akan hal tersebut. Seringkali paskah hanya berhenti sampai di perayaan saja dan tidak berlanjut dalam kehidupan kita sehari-hari.

Sadar maupun tidak, kita masih terbiasa melakukan dosa, bahkan menganggap hal tersebut sesuatu yang biasa-biasa saja. Salah satu contohnya adalah ketika beribadah terlihat begitu baik, merayakan paskah dengan penuh rasa haru, namun ketika keluar dari gereja kebiasaan buruk tetap dilakukan. Tidak mempedulikan orang sekitar, masih egois, tidak menunjukkan rasa kasih. Hal ini adalah dosa, namun dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Padahal sudah sangat jelas kita dengarkan Firman Tuhan yang menjelaskan tentang begitu najisnya dosa di mata Allah. Dalam bentuk apapun dosa itu, sekecil apapun dosa itu bagi kita, itu tetaplah dosa dan tidak berkenan bahkan sangat dibenci Allah. Tuhan Yesus rela mati di kayu salib untuk membebaskan kita dari perbudakan dosa, namun masih saja kita dengan santai melakukan dosa.

Kembali lagi ke lirik lagu diatas, lirik lagu yang terus mengingatkan kita bahwa Allah sangat memperhatikan masalah keberdosaan manusia. Maukah kita sebagai umat yang percaya kepada Kristus berusaha keras memperbaiki kelakuan kita? Sebagai ungkapan syukur kita kepada-Nya atas penebusan yang dilakukan-Nya bagi kita. Bukan hanya sekedar merayakan Paskah, tetapi menghidupi paskah dalam kehidupan kita sehari-hari. Keluar dari kegelapan kepada terang Kristus yang sudah menebus kita dari hukuman atas dosa.

Dalam kehidupan kita sehari-hari banyak kekhawatiran yang mungkin kita rasakan. Kekhawatiran akan masa mendatang dalam kehidupan kita, kebutuhan kita, kebutuhan orang yang kita sayangi, atau mungkin masalah-masalah kita yang belum terselesaikan dan membawa kita ke dalam dosa, menjadi orang yang egois, tidak dapat mengasihi seseorang dengan tulus.

Mari kembali mengingat karya agung Tuhan Yesus dalam kehidupan kita. Tuhan Yesus tidak hanya mati kemudian selesai ceritanya. Ada kelanjutan yang sangat indah, Tuhan Yesus bangkit pada hari yang ketiga, Dia hidup! Sekali lagi Tuhan Yesus hidup. Tuhan Yesus berkuasa atas maut. Tuhan Yesus menang atas masalah terbesar umat manusia, yaitu kematian. Mari sejenak kita berdiam diri dan renungkan. Tuhan Yesus bangkit dari kematian, Dia hidup! Tuhan Yesus menang atas maut! Dosa dikalahkan, sengat maut tidak dapat menahan-Nya. Masalah terbesar manusia diselesaikan-Nya.

Jika masalah terbesar manusia bisa diselesaikan-Nya, apakah terlalu besar masalah kita, sehingga tidak dapat diselesaikan-Nya? Apakah terlalu berat beban kita, sehingga kita tidak dapat mensyukuri kasih Allah? Jika Tuhan peduli atas kita dan rela menebus manusia berdosa, apakah Tuhan membiarkan kita terjatuh dan tertunduk lemah untuk masalah yang kita hadapi?

Allah Bapa kita sungguh mengasihi dan mempedulikan kita. Kita tidak perlu takut lagi menghadapi hari esok. Karena Dia hidup, kita punya kepastian. Karena Tuhan Yesus hidup, kita percaya bahwa Allah merancangkan hal baik dalam seluruh kehidupan kita. Yesus berkuasa dan memegang masa depan kita. Masalah mungkin boleh ada dalam kehidupan kita, tapi karena Tuhan Yesus hidup, kita percaya, kita dapat melewati setiap permasalahan hidup kita. Tidak perlu takut untuk masa depan kita, karena Tuhan Yesus memegang hari esok kita.

S’bab Yesus hidup, ada hari esok!
Hidup jadi berarti, s’bab Dia hidup.

Kiranya hidup kita tidak lagi di dalam kecemasan akan hari esok dan bukanlah kehidupan yang sekedar dijalani. Maukah kita hidup untuk memuliakan Tuhan? Kasih yang ajaib yang menebus kita. Maukah kita menghidupi paskah dalam kehidupan kita sehari-hari? Meninggalkan kebiasaan lama kita, dan bangkit dari keberdosaan kita menuju kepada hidup yang berkenan di hadapan Tuhan dengan memegang keyakinan bahwa Kristus menyertai dan menolong seluruh kehidupan kita? Jangan biarkan hidup kita menjadi tidak berarti karena keegoisan dan kekhawatiran kita. Mari kita percayakan hidup kita kepada Tuhan Yesus yang telah mati, bangkit, dan hidup kembali. Sbab Dia hidup, kita memiliki pengharapan akan hari esok!

CARING & SHARING CAMP, 15-16 Februari 2019

Oleh: Nostalgia Pax Nikijuluw dan Ni Putu Mustika Dewi, Staf PK3

Character cannot be developed in ease and quiet. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, ambition inspired, and success achieved.
-Helen Keller-

Helen Keller seorang penyandang tuna rungu dan tuna netra pertama yang berhasil meraih gelar sarjana pernah mengatakan bahwa karakter hanya dapat dikembangkan melalui pengalaman akan ujian dan penderitaan. Melalui berbagai tantangan itulah jiwa menjadi kuat, terdorong semangat untuk berjuang mencapai keberhasilan. Karakter adalah buah dari proses pertumbuhan yang dialami oleh seseorang. Melewati kesulitan seseorang dapat diproses dan dibentuk karakternya. Tetapi yang terutama adalah proses dan respons seseorang atas setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Caring & Sharing Camp adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Sekolah Athalia bagi siswa-siswi SMP dalam upaya untuk mengembangkan karakter khususnya yang terkait dengan kepedulian terhadap sesama. Pada tanggal 15-16 Februari 2019, melalui beragam kegiatan di CaS Camp ini siswa-siswi diberi kesempatan untuk melihat, bahkan mengevaluasi pertumbuhan karakter Caring and Sharing dalam diri mereka.

Tema besar kegiatan CaS Camp pada hari pertama adalah caring and sharing terhadap diri, sesama, dan lingkungan. Sejak pagi semua siswa beserta guru kelas 8 diantar menuju Taman Kota 2, dengan bantuan transportasi dari beberapa orang tua yang mendukung kegiatan ini dengan bersedia mengantar peserta Camp ke Taman Kota 2. Di Taman Kota 2, siswa-siswi diberi peran masing-masing di dalam kelompok. Peran yang diberikan tersebut mengarahkan siswa untuk saling menunjukkan sikap caring & sharing dalam penyelesaian tugas yang diberikan di tiap pos permainan. Seusai kegiatan pertama, siswa-siswi kembali ke sekolah dan melanjutkan aktivitas Caring & Sharing Project yaitu kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan caring & sharing di lingkungan sekolah Athalia.

Pada sore hari, Ibu Anita Latifia selaku konselor memberi penjelasan mengenai Jendela Johari dan memberi kesempatan kepada tiap siswa untuk menjawab beberapa pertanyaan dengan harapan dapat mempermudah siswa untuk mengenal diri mereka semakin dalam. Selanjutnya, tiap anak membagikan pengalaman mereka selama outdoor activity serta hasil pengenalan diri yang mereka dapatkan dari jendela Johari kepada teman-teman dan guru pendamping. Sebelum istirahat malam, kegiatan hari pertama diakhiri dengan sesi silent moment. Pada sesi ini siswa diberi ruang untuk berbincang secara pribadi kepada Tuhan atas apa yang terjadi sepanjang hari ini.

Pada hari kedua, kegiatan diawali dengan devosi bersama dan sarapan pagi dengan format yang unik, yaitu setiap anak membuat setangkup roti untuk teman mereka berdasarkan kebutuhan. CaS Camp hari kedua ini siswa-siswi dikondisikan untuk menunjukkan caring and sharing terhadap keluarga (terkhusus orang tua). Tanpa sepengetahuan siswa-siswi, orang tua mereka diundang untuk datang dan mengikuti sesi tentang menjadi orang tua bagi anak remaja saat ini, sementara siswa mendengarkan seminar mengenai cara berkomunikasi dengan orang tua. Puncak acara CaS Camp hari kedua ini adalah pertemuan siswa-siswi dengan orang tua mereka masing-masing. Sebuah pengalaman yang mengharukan dan menyenangkan melihat perbincangan, bahkan dansa bersama antara orang tua dan anak. Kiranya seluruh pengalaman yang dihadirkan dalam CaS Camp ini dapat berperan dalam mengembangkan karakter kepedulian siswa siswi Sekolah Athalia menjadi siswa yang memiliki profil caring & sharing.

This image has an empty alt attribute; its file name is IMG_0033-1024x683.jpg
Write caption…
This image has an empty alt attribute; its file name is IMG_0037-1024x683.jpg
This image has an empty alt attribute; its file name is IMG_0055-1024x683.jpg
This image has an empty alt attribute; its file name is IMG_0070-1024x683.jpg
This image has an empty alt attribute; its file name is IMG_0298-1024x683.jpg
This image has an empty alt attribute; its file name is IMG_0269-683x1024.jpg

Image

This image has an empty alt attribute; its file name is IMG_0230-1024x683.jpg