Oleh: Ni Putu Mustika Dewi, Staf Pengembangan Karakter
Seni atau art berasal dari kata Latin, ars yang memiliki arti keahlian atau hasil karya seseorang. Hal senada dipaparkan dalam KBBI, seni diartikan 1) keahlian membuat karya yang bermutu, 2) karya yang diciptakan dengan keahlian luar biasa, seperti tari, ukiran, lukisan, 3) kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa). Dapat disimpulkan bahwa seni adalah kesanggupan akal atau keahlian untuk membuat karya yang bermutu; bernilai tinggi.
Bila kita memandang warna-warni bunga di taman, beragam serangga atau burung yang hinggap di dahan, birunya langit yang membentang, bintang yang bertaburan, maka bukan hanya keindahan dari beberapa pemandangan itu yang akan kita dapatkan melainkan juga keindahan dan keagungan dari Pribadi yang Mencipta; Sang Seniman Agung. Persis dengan yang dinyatakan Daud dalam mazmurnya “langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan kemuliaan-Nya,” keagungan dari seluruh ciptaan Allah pada dasarnya bukan untuk menceritakan ciptaan itu sendiri, tetapi menceritakan Allah yang menciptakannya.
Manusia dapat menghasilkan karya tulisan, lukisan, ukiran, tarian dan beragam hasil seni lainnya yang bernilai tinggi adalah bukti bahwa manusia segambar dan serupa dengan Allah. Seni adalah suatu karunia yang diberikan Allah. Oleh karena itu, salah satu bentuk ketaatan kita terhadap panggilan-Nya adalah mengembangkan daya seni tersebut dengan tujuan untuk menceritakan dan memberitakan kemuliaan Allah melalui hidup dan karya kita.
Namun ada hal penting yang patut kita sadari dan waspadai terus-menerus saat menjalani kehidupan ini, yakni kita adalah manusia yang keberadaannya sudah jatuh ke dalam dosa dan hidup di dalam dunia yang penuh dosa. Meski hal ini tidak mengakibatkan potensi seni di dalam diri manusia menjadi hilang, arah dan tujuan hakiki dari karya seni yang dilakukan oleh manusialah yang menjadi hilang. Kini seni seakan memiliki kekuatan untuk menjadi berhala. Sejarah pun pernah membuktikannya! Sebuah mahakarya yang dengan sengaja dicipta manusia dengan tujuan untuk memegahkan diri dan menyatakan pemberontakan kepada TUHAN yaitu pembangunan Menara Babel (Kej 11:1-9).
Di dalam hidup Kekristenan, melalui darah Kristus yang menyelamatkan, kini kita dimampukan untuk hidup sesuai dengan tujuan awal Allah menciptakan. Dengan demikian, kita sebagai umat pilihan-Nya memiliki peran dan tanggung jawab kepada dunia untuk mengarahkan seni kepada tujuan yang hakiki yaitu menceritakan kemuliaan TUHAN.
Dalam menjalankan peran dan tanggung jawab tersebut dibutuhkan karakter tahu berterima kasih. Kejatuhan manusia ke dalam dosa membawa manusia pada kecenderungan alami untuk bersungut-sungut, sehingga seni dipakai untuk memuaskan diri sendiri. Contoh nyata makin maraknya lirik lagu, film dan karya seni yang beredar di pasaran berisi pemujaan hawa nafsu kedagingan manusia. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita “menyatakan penghargaan yang tulus kepada Allah dan orang lain atas segala yang telah Allah atau orang lain berikan di dalam hidup ini,*(hal.101) melalui seni yang dihasilkan dan dinikmati?
Kreativitas menjadi salah satu bahan dasar untuk mencipta karya seni. “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya.” (Ef 2:10). Melalui ayat ini jelas menyatakan bahwa Allah yang kreatif memberikan kapasitas kepada manusia untuk secara kreatif melakukan pekerjaan-pekerjaan baik yang hendak dilakukan-Nya melalui kita. Dengan kata lain, kreativitas diperlukan untuk melakukan pekerjaan baik tersebut secara efektif.
Di sisi lain, kita sadari bahwa kreativitas tidak muncul begitu saja. Kreativitas dapat diaktifkan melalui sebuah pemikiran. Jadi apabila pemikiran kita didasarkan pada Firman Allah, maka kreativitas akan digunakan untuk tujuan baik; memuliakan Allah. Namun, apabila pemikiran kita tidak didasarkan pada Firman Allah, kreativitas kita ditujukan untuk hal yang berpusat pada diri sendiri, sesuatu yang egois atau jahat.
Bagaimana dengan kita? Sudahkah Firman Tuhan mendasari pemikiran kita dalam mengaktifkan kreativitas?
Selain itu, seni dapat menjadi wadah bagi manusia untuk bebas berekspresi. Namun bebas bukan berarti tidak ada aturan, atau pun batasan. Oleh sebab itu dalam mengejawantahkan seni memerlukan karakter taat, yang memiliki pengertian “kebebasan berkreasi di bawah perlindungan otoritas yang Allah tetapkan,”*(hal.134). Dengan menyadari bahwa kita adalah manusia ciptaan sudah semestinya segala yang kita lakukan berada di bawah otoritas Allah Sang Pencipta. “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia,” (Kolose 3:23) sehingga karya seni yang kita hasilkan atau nikmati tidak melanggar batas atau nilai-nilai kebenaran Ilahi.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita bebas berkreasi di bawah otoritas yang Allah tetapkan?
Sudahkah kita mencerminkan dan menceritakan kemuliaan Allah melalui karya seni yang kita hasilkan dan nikmati?
Jika Anda mengalami kesulitan, janganlah ragu minta kepada Allah untuk menolong Anda menumbuhkan karakter-karakter Ilahi saat Anda menghasilkan dan menikmati karya seni!
“Christians have deeper and better foundations for serious art than anybody.”
–John Piper-
* Sumber: Buku Kuasa Menuju Sukses Sejati: Bagaimana Membangun Karakter dalam Hidup Anda (Jakarta: Yayasan Bangun Karakter Bangsa)