Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak sorai.
-Mazmur 126: 2a-
Menurut penelitian University of Chicago yang terkenal, memiliki selera humor yang baik dapat menambah delapan tahun masa hidupmu. Itu bukanlah kejutan bagi kita yang ingat bagian yang terkenal dalam majalah Reader’s Digest: “Laughter, the Best Medicine” yang artinya Tawa, Obat Terbaik.
Klinik Mayo mengonfirmasi penemuan ini. Mereka mengatakan bahwa tertawa “menstimulasi jantung, paru-paru, dan otot-otot Anda, dan menambah endorphin yang dilepaskan otak Anda.” Lebih jauh lagi, tawa dapat “menstimulasi peredaran darah dan membantu otot untuk santai, keduanya akan membantu mengurangi beberapa gejala fisik stress.” Kalau Anda kesakitan, klinik tersebut mengusulkan: “Tawa dapat mengurangi rasa sakit dengan membuat tubuh memproduksi obat penahan sakitnya sendiri.”
Tentu saja, ketika Anda berada di tengah-tengah kasus gawat darurat, seperti yang dialami Bonnie dan anak laki-lakinya, tertawa merupakan hal terakhir yang ingin Anda lakukan. Ternyata… itu memang hal terakhir yang mereka lakukan.
Ini pun Akan Berlalu
Anak laki-lakiku yang berusia 21 tahun dibawa ke ruang IGD dalam kesakitan hebat.
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, aku berdoa. Aku memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan kebaikan-Nya: bahwa anakku akan langsung ditangani; bahwa para dokter dapat segera memberikan diagnosis dan meringankan rasa sakitnya.
Jalan yang kupilih menuju rumah sakit melewati gereja, tempat pesan di papannya menyita perhatianku- tetapi baru bisa dipahami belakangan.
Di ruang IGD, Tuhan sungguh menunjukkan kebaikan-Nya kepada kami. Anakku langsung ditangani; para perawat melihat betapa kesakitan dirinya dan memasukkan kami ke kamar perawatan terakhir yang masih kosong; dan dokter langsung mendiagnosis krisis yang dialami anakku. Menurut dokter, anakku kesakitan gara-gara batu ginjal yang butuh melewati sistem tubuhnya.
Di sana dan saat itu juga, aku tahu pesan di papan gereja merupakan kedipan humoris dari Tuhan. Tulisan itu berbunyi: “Ini pun akan berlalu”!
Bonnie Bickerstaff
Bonnie sangat lega melihat anaknya tidak kesakitan lagi hingga ia tidak tahan untuk tertawa ketika bayangan papan itu kembali terlintas di benaknya.
Kita boleh yakin bahwa anak laki-lakinya tidak tertawa saat dia berusaha mengeluarkan batu ginjal itu. Aduh! Setiap detik rasa sakit itu pasti terasa seperti selamanya.
Kalau Anda tenggelam dalam cobaan penuh rasa sakit hari ini, bertanya-tanya apakah Anda mampu bertahan satu menit lagi, ada cahaya harapan di ujung terowongan. Cahaya itu adalah Yesus.
Akulah terang dunia.
Yohanes 8:12
Sumber:
Rushnell, Squire; Duart, Louise. 2013. Godwink Stories. Jakarta: PT Gramedia.