Dapatkah Tawa Membantu Meringankan Penyakit Saya?

Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak sorai.
-Mazmur 126: 2a-

Menurut penelitian University of Chicago yang terkenal, memiliki selera humor yang baik dapat menambah delapan tahun masa hidupmu. Itu bukanlah kejutan bagi kita yang ingat bagian yang terkenal dalam majalah Reader’s Digest: “Laughter, the Best Medicine” yang artinya Tawa, Obat Terbaik.

Klinik Mayo mengonfirmasi penemuan ini. Mereka mengatakan bahwa tertawa “menstimulasi jantung, paru-paru, dan otot-otot Anda, dan menambah endorphin yang dilepaskan otak Anda.” Lebih jauh lagi, tawa dapat “menstimulasi peredaran darah dan membantu otot untuk santai, keduanya akan membantu mengurangi beberapa gejala fisik stress.” Kalau Anda kesakitan, klinik tersebut mengusulkan: “Tawa dapat mengurangi rasa sakit dengan membuat tubuh memproduksi obat penahan sakitnya sendiri.”

Tentu saja, ketika Anda berada di tengah-tengah kasus gawat darurat, seperti yang dialami Bonnie dan anak laki-lakinya, tertawa merupakan hal terakhir yang ingin Anda lakukan. Ternyata… itu memang hal terakhir yang mereka lakukan.

Ini pun Akan Berlalu

Anak laki-lakiku yang berusia 21 tahun dibawa ke ruang IGD dalam kesakitan hebat.

Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, aku berdoa. Aku memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan kebaikan-Nya: bahwa anakku akan langsung ditangani; bahwa para dokter dapat segera memberikan diagnosis dan meringankan rasa sakitnya.

Jalan yang kupilih menuju rumah sakit melewati gereja, tempat pesan di papannya menyita perhatianku- tetapi baru bisa dipahami belakangan.

Di ruang IGD, Tuhan sungguh menunjukkan kebaikan-Nya kepada kami. Anakku langsung ditangani; para perawat melihat betapa kesakitan dirinya dan memasukkan kami ke kamar perawatan terakhir yang masih kosong; dan dokter langsung mendiagnosis krisis yang dialami anakku. Menurut dokter, anakku kesakitan gara-gara batu ginjal yang butuh melewati sistem tubuhnya.

Di sana dan saat itu juga, aku tahu pesan di papan gereja merupakan kedipan humoris dari Tuhan. Tulisan itu berbunyi: “Ini pun akan berlalu”!

Bonnie Bickerstaff

Bonnie sangat lega melihat anaknya tidak kesakitan lagi hingga ia tidak tahan untuk tertawa ketika bayangan papan itu kembali terlintas di benaknya.

Kita boleh yakin bahwa anak laki-lakinya tidak tertawa saat dia berusaha mengeluarkan batu ginjal itu. Aduh! Setiap detik rasa sakit itu pasti terasa seperti selamanya.

Kalau Anda tenggelam dalam cobaan penuh rasa sakit hari ini, bertanya-tanya apakah Anda mampu bertahan satu menit lagi, ada cahaya harapan di ujung terowongan. Cahaya itu adalah Yesus.

Akulah terang dunia.
Yohanes 8:12

Sumber:
Rushnell, Squire; Duart, Louise. 2013. Godwink Stories. Jakarta: PT Gramedia.

Lubang Jarum

“Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
-Markus 10:25-

Apa yang bisa dilakukan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan? Tidak ada yang bisa Anda atau orang lain lakukan. Mengapa? Karena alasan sederhana bahwa saat ini Anda sudah bahagia. Bagaimana mungkin Anda memperoleh apa yang sudah Anda miliki? Nah, kalau begitu, mengapa Anda tidak merasakan kebahagiaan yang sudah menjadi milik Anda itu? Karena pikiran Anda terus-menerus menciptakan ketidakbahagiaan yang sudah menjadi milik Anda itu? Karena pikiran Anda terus-menerus menciptakan ketidakbahagiaan. Buang ketidakbahagiaan pikiran Anda itu maka kebahagiaan yang selalu Anda miliki akan langsung muncul ke permukaan. Bagaimana cara membuang ketidakbahagiaan? Carilah penyebabnya dan tatap dalam-dalam. Hal itu akan dengan sendirinya rontok.

Nah, apabila mengamatinya dengan teliti, Anda akan melihat bahwa hanya ada satu hal yang menyebabkan ketidakbahagiaan. Nama hal itu adalah Kelekatan. Apa itu kelekatan? Suatu kondisi lengket emosional yang disebabkan keyakinan bahwa tanpa benda atau orang tertentu, Anda tidak bisa bahagia. Kondisi lengket emosional ini terdiri dari dua unsur, negatif dan positif. Yang negatif adalah rasa terancam dan tegang yang selalu mengiringi kelekatan itu.

Bayangkan orang yang sedang melahap makanan di kamp konsentrasi; dengan satu tangan dia membawa makanan itu ke mulut, dengan satu tangan yang lain dia melindunginya dari orang-orang yang akan merampasnya begitu dia lengah. Nah, itulah gambaran sempurna orang yang melekat. Jadi, kelekatan pada dasarnya memang membuat Anda rentan terhadap guncangan emosional dan selalu mengancam akan menghancurkan kedamaian Anda. Jadi, bagaimana mungkin Anda berharap orang yang melekat bisa memasuki samudra kebahagiaan yang disebut kerajaan Tuhan? Sama seperti mengharapkan seekor unta bisa melewati lubang jarum!

Nah, tragedi kelekatan adalah apabila objeknya tidak tercapai, akan timbul ketidakbahagiaan. Namun, apabila tercapai, tidak muncul kebahagiaan-hanya ada sekelebat rasa nikmat yang diikuti oleh rasa lelah. Dan, tentu saja, hal itu diiringi kecemasan bahwa Anda akan kehilangan objek kelekatan Anda. Anak akan berkata, “Tak bisakah saya menyimpan satu saja kelekatan?” Tentu saja, Anda bisa menyimpan sebanyak yang Anda mau. Namun, untuk setiap kelekatan, Anda membayarnya dengan kehilangan kebahagiaan Anda.

Coba pikir: sifat dasar kelekatan sedemikian rupa sehingga meskipun Anda memenuhi banyak kelekatan dalam satu hari, satu kelekatan yang tidak terpuaskan akan menggerogoti pikiran Anda dan membuat Anda tidak bahagia. Anda tidak mungkin menang dalam pertempuran melawan kelekatan. Mencari kelekatan tanpa ketidakbahagiaan sama seperti mencari air yang tidak basah. Tak pernah ada manusia yang bisa menciptakan resep mempertahankan kelekatan tanpa perjuangan, rasa cemas, rasa takut dan, cepat atau lambat, kekalahan.

Hanya ada satu cara untuk memenangkan pertempuran melawan kelekatan: Buang semua kelekatan Anda. Berlawanan dengan pendapat umum, membuang kelekatan itu mudah. Yang perlu Anda lakukan hanyalah melihat, benar-benar melihat, kebenaran-kebenaran berikut.

Kebenaran pertama: Anda berpegang pada keyakinan yang salah, yaitu keyakinan bahwa tanpa orang atau benda tertentu, Anda tidak akan bahagia. Amati semua kelekatan Anda satu per satu dan lihatlah kekeliruan keyakinan Anda itu. Anda mungkin akan mendapat perlawanan dari hati Anda, tapi begitu Anda bisa melihat, hasilnya akan langsung terasa. Pada saat itu juga, kelekatan Anda kehilangan kekuatan.

Kebenaran kedua: Apabila hanya menikmati berbagai hal, tidak membiarkan diri Anda melekat pada semua itu, Anda takkan mengalami semua perjuangan dan ketegangan emosional akibat upaya-upaya melindungi serta menjaga kelekatan Anda. Pernahkah terpikir bahwa Anda bisa menyimpan semua objek kelekatan Anda serta tidak perlu membuangnya, tidak perlu menyangkalnya, dan Anda bisa semakin menikmatinya tanpa didasari kelekatan, kelengketan, karena sekarang Anda merasa damai serta relaks dan tidak terancam saat menikmatinya?

Kebenaran ketiga dan terakhir: Apabila belajar menikmati aroma seribu bunga, Anda takkan lengket pada satu bunga atau menderita ketika tidak bisa memperolehnya. Apabila Anda punya seribu makanan favorit, hilang satu takkan terasa dan kebahagiaan Anda takkan terganggu. Namun, justru kelekatan Anda-lah yang menghalangi Anda untuk mengembangkan selera lebih luas dan beragam dalam berbagai hal serta orang.

Dalam terang ketiga kebenaran itu, tidak ada kelekatan yang bisa bertahan. Namun, terang itu harus bersinar terus-menerus agar bisa efektif. Kelekatan hanya bisa tumbuh subur dalam kegelapan ilusi. Orang kaya tidak bisa memasuki kerajaan sukacita bukan karena dia ingin jadi jahat, melainkan karena dia memilih untuk jadi buta.

Sumber:

De Mello, Anthony. 1991. The Way to Love. PT Gramedia: Jakarta.

 

Untung dan Rugi

“Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?”
-Matius 16:26a-

Ingatlah perasaan Anda ketika ada orang memuji Anda, ketika Anda disetujui, diterima, disanjung. Dan bandingkan dengan perasaan yang timbul dalam hati Anda ketika Anda menatap matahari terbenam atau matahari terbit, atau Alam pada umunya, atau ketika Anda membaca sebuah buku atau menonton film yang sepenuhnya Anda nikmati. Kecaplah perasaan itu dan bandingkan dengan yang pertama. Pahami bahwa perasaan yang pertama berasal dari pemujaan diri, promosi diri. Hal itu merupakan perasaan duniawi. Perasaan kedua berasal dari pemenuhan diri, perasaan jiwa.

Berikut satu lagi perbandingan: Ingatlah perasaan Anda ketika Anda sukses, ketika Anda telah berhasil, ketika Anda menjadi nomor satu, ketika Anda memenangkan sebuah permainan atau perdebatan. Dan bandingkan dengan perasaan ketika Anda benar-benar menikmati pekerjaan yang sedang Anda lakukan, yang menyerap semua perhatian Anda, sesuatu yang saat ini sedang Anda lakukan. Dan sekali lagi perhatikan perbedaan kualitas antara perasaan duniawi dan perasaan jiwa.

Ada satu lagi perbandingan: Ingatlah perasaan Anda ketika Anda punya kekuasaan, ketika Anda jadi bos, orang-orang menghormati Anda, menjalankan perintah Anda; atau ketika Anda popular. Dan bandingkan perasaan duniawi itu dengan perasaan akrab, persahabatan, waktu-waktu ketika Anda sepenuhnya menikmati diri Anda ditemani seorang kawan atau sekelompok orang di mana ada hal yang menyenangkan dan tawa.

Setelah Anda melakukannya, cobalah memahami sifat sebenarnya dari perasaan duniawi, yaitu promosi diri dan pemujaan diri. Perasaan itu tidak alami, melainkan diciptakan oleh masyarakat Anda dan budaya Anda untuk membuat Anda produktif serta bisa dikendalikan. Perasaan itu tidak menghasilkan nutrisi dan kebahagiaan yang diperoleh ketika seseorang merenungkan alam atau menikmati hubungan dengan teman atau pekerjaannya. Perasaan itu dimaksudkan untuk menghasilkan getaran, gairah-dan kekosongan.

Lalu, amati diri Anda selama satu hari atau satu minggu dan pikirkan berapa banyak tindakan yang Anda lakukan, berapa banyak kegiatan Anda yang tidak terkontaminasi oleh hasrat akan getaran itu, gairah itu yang hanya menghasilkan kekosongan, hasrat akan perhatian, persetujuan, ketenaran, popularitas, kesuksesan, atau kekuasaan.

Dan lihatlah orang-orang di sekitar Anda. Adakah satu orang saja yang tidak kecanduan perasaan duniawi itu? Satu orang saja yang tidak dikendalikan olehnya, merindukannya, menghabiskan setiap menit baik secara sadar maupun tidak sadar mengejarnya? Ketika melihat hal itu, Anda akan mengerti betapa orang mencoba memperoleh dunia dan, dalam prosesnya, kehilangan jiwa mereka. Karena mereka menjalani kehidupan yang kosong dan tak berjiwa.

Dan inilah sebuah perumpamaan hidup untuk Anda renungkan: Sekelompok wisatawan duduk dalam bus yang melaju di daerah yang berpemandangan indah: danau dan gunung dan padang hijau dan sungai. Namun, mereka menutup tirai jendela bus. Mereka tidak tahu apa yang ada di balik tirai. Dan sepanjang perjalanan, mereka bertengkar tentang siapa yang akan duduk di kursi kehormatan dalam bus, siapa yang akan mendapat pujian, siapa yang akan dihormati, Dan demikianlah kelakuan mereka sampai perjalanan itu berakhir.

Apakah Anda mau menjadi seperti wisatawan-wisatawan itu yang hanya mengejar apa yang tidak kekal? Atau maukah Anda mau berubah menjadi seperti apa yang Allah inginkan bagi kita. Menjadi anak-anak-Nya yang mau mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya.

Sumber:
De Mello, Anthony. 1991. The Way to Love. PT Gramedia: Jakarta. (dengan perubahan seperlunya)

Siapa yang Membunuh Laut Mati?

Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan (Amsal 11:24)

Laut Mati itu mati karena “kekikirannya”. Tahun berganti tahun, laut itu senantiasa menerima aliran air dari Sungai Yordan dan beberapa pegunungan di sekitarnya tetapi tak pernah mengalirkan air keluar. Volume air di laut Mati berkurang karena proses penguapan bukan dengan mengalirkannya ke luar-ke sungai-sungai  atau laut lainnya. Akibatnya, laut Mati menjadi sangat asin karena air yang mengalami proses penguapan meninggalkan zat-zat mineralnya. Laut Mati memiliki kandungan 33,7% garam (8,6 kali lebih banyak dari kandungan garam di laut biasa). Derajat keasinan yang sangat tinggi ini menyebabkan laut Mati tidak dapat berfungsi sebagai laut yang merupakan tempat hidup ikan-ikan dan hewan laut lainnya. Ikan-ikan dan hewan laut lainnya tidak dapat hidup di dalam laut Mati karena terlalu asin.

Ada yang masuk, tetapi tidak pernah dialirkan keluar. Ini sama dengan orang yang selalu menerima makanan rohani dan berkat dari Tuhan tetapi tak pernah mau membagikannya kepada orang lain. Pada akhirnya, kehidupan rohaninya akan mati.

Seorang siswa menemui seorang dosennya dan mengeluh bahwa ia tidak mencapai kemajuan dalam pelajarannya. Lalu, ia bertanya apakah ia memang memerlukan seorang guru privat.

“Seorang guru privat?” kata profesor yang bijak itu. “Yang kamu butuhkan adalah seorang murid!”

Seorang pria berkata kepada saya, “Saya tidak belajar banyak dari Alkitab sampai saya mulai mengajar Sekolah Minggu. Sejak itu saya mulai membagikan Firman, dan bukan hanya menerima.” Cara yang paling baik untuk belajar adalah dengan mengajar orang lain. Berapa banyak yang Anda berikan setelah Anda menerima?

Murah Hati

Konsep murah hati bukan berbicara soal kebaikan memberi pada saat kelimpahan. Konsep murah hati di Perjanjian Lama mengajarkan bahwa murah hati berarti tidak menggenggam kuat-kuat harta kita. Kita harus terbuka pada orang yang membutuhkan, bahkan memberikan bantuan sesuai dengan yang diperlukan (Ulangan 15:8). Kitab Ulangan 15 juga mengingatkan bahwa ketika memberi hati kita tidak boleh berdukacita (Ulangan 15:10). Murah hati berarti memberi dengan hati yang tulus. Pada akhirnya di Ulangan 15 mengingatkan bahwa ketika kita sudah mampu memberi, itu berati kita harus mengingat bahwa dahulu kita juga bagian dari kaum yang pernah diberi / ditolong (Ulangan 15:15).

Alkitab juga mengajarkan bahwa konsep memberi jangan dibatasi oleh waktu (occasional). Amsal 21:26 memberitahu bahwa: kalau saja nafsu selalu mengikat manusia sepanjang waktu, dengan demikian hakekatnya keinginan untuk memberi tidak boleh terbatas oleh waktu.

Murah hati adalah adalah ekspresi kasih untuk memberi, yang dilakukan dengan sikap sukacita dan dengan kerelaan (2Korintus 9:7, 11). Memberi dengan sikap murah hati akan memberikan kepuasan yang sesungguhnya karena itulah yang diminta oleh Tuhan.

Sumber: http://alkitab.sabda.orghttp://www.asal-usul.com

-BD/Tim Karakter-

Tragedi Ade Sara Angelina Suroto

artikel bintaro serpong

 

Umumnya saya menikmati perjalanan dari rumah ke Sekolah Athalia, yang biasa saya tempuh dalam 30-45 menit bila lalu lintas berjalan wajar. Mengendarai mobil melewati jalan-jalan “tikus” yang menghubungkan wilayah Bintaro dan Serpong itu memperkaya saya dalam banyak hal. Udara pagi yang segar memicu sel-sel otak saya untuk berpikir, dan melakukan apa yang disebut orang-orang pintar sebagai: “proses pemaknaan”. Menuliskan pembelajaran seperti ini  membuat saya makin paham kehidupan. Mungkin juga bisa menjadi berkat buat yang membacanya.

Pelajaran  saya seputaran beraneka ragam karakter yang muncul dalam interaksi berlalu lintas. Tapi biar itu untuk lain kali, karena hari ini udara sekitar saya sesak oleh tragedi yang saya baca sejak kemarin di media: Ade Sara Angelina Suroto. Sambil menyetir, sepanjang perjalanan otak dan hati saya muter bolak-balik tak habis pikir.  Untunglah jalanan ini sudah saya lewati bertahun-tahun, jadi sambil merem juga kayaknya bisa J.

Ade dibunuh mantan pacarnya yang sebenarnya sudah punya pacar baru.Bahkan dia bersekongkol dengan pacar barunya untuk menghabisi nyawa Ade. Kenapa si mantan membunuh? Karena Ade tidak mau berhubungan lagi dengannya. Ga bisa move on gitu deh..Lalu kenapa pacar baru si mantan ikutan membunuh? Karena takut si pujaan hati kembali ke Ade Sara. Begitu yang saya baca di media.

Saya jadi mikir, saat usia 19 tahun dulu, adakah orang yang saya benci? Hmmm…yang saya tidak sukai mungkin ada. Tapi benci? Sedemikian bencinya sampai mengharapkan dia mati? Sedemikian bencinya sampai bisa merencanakan pembunuhan? Sedemikian bencinya sampai mampu menggerakan tangan saya untuk membunuh? Waaah…jauh banget rasanya. Saya tidak bisa membayangkan hati yang sampai membenci sedalam itu. Apa yang pernah dialami hati itu, sehingga bisa begitu dibutakan oleh kebencian? Bagaimana tersiksanya hidup seseorang ketika memiliki hati seperti itu?

Dan semua itu karena suatu hal yang katanya bernama cinta. Jadi ingat sepotong lagu yang entah saya dengar di mana: ‘cinta ini membunuhkuuu….’ Sebal betul saya mendengar lagu itu dulu. Tapi kini, dalam nuansa sarkasme, saya pikir masih mending gitu deh..seenggaknya yang dibunuh bukan orang lain.. X_X

Pikir-pikir, bila memang demikian, niscaya kita semua harus super duper muper cuper hati-hati lah terhadap yang namanya  cinta. Mengerikan!  Tapi tentang cinta, lainkali lah dibahas. Waktu saya sudah mau habis, Sekolah Athalia sudah di depan mata.

Tapi tiba-tiba terbuka pikiran saya atas suatu hal. Tragedi ini benarkah tentang Ade Sara Angelina Suroto? Tidakkah lebih tepat tragedi ini mengenai sepasang anak muda belia, ganteng dan cantik, berpendidikan, berkecukupan, namun sekarang berada dalam tahanan polisi dan mendapat label pembunuh sadis?

Hidup di dunia hanya sementara. Ade Sara telah selesai menjalaninya. Walau saya tak sanggup membayangkan penderitaan yang dia alami di akhir hidupnya, lebih ngeri lagi membayangkan apa yang akan dialami sepasang anak muda ini. Di usia yang baru segitu, trauma apa yang akan dialami nurani mereka? Hidup macam apa yang akan mereka hadapi bertahun-tahun ke depan?  Kegundahan dan penyesalan seberat  apa yang mereka tanggung saat ini? Bagaimana pedih yang menggayuti hari-hari orangtua yang membesarkan mereka?

Kiranya kita semua yang diberi kesempatan menjadi orangtua terus belajar bagaimana mendidik anak-anak dengan benar, sejak awal. Hidup yang hanya sekali ini bisa sangat berarti, bisa juga menjadi sangat sia-sia.

Tuhan pencipta alam semesta, betapa pun Engkau hancur hati melihat mahlukMu bisa rusak seperti ini,  mohon anugerahkan hikmat bagi remaja-remaja Athalia, agar mereka beroleh pengertian yang benar tentang hidup. Berpikir dengan bijaksana, bergaul dengan bijaksana. Amin. (K&K).

Saat Butiran Air Hujan Menetes di Jendela Kaca…

Sore itu, hujan baru saja berhenti. Menyisakan butiran-butiran air hujan di jendela kaca. Satu-persatu butiran-butiran itu terjatuh dan menetes. Suasana senja ini mengingatkanku pada sore dengan suasana yang sama sekitar empat belas tahun yang lalu. Saat itu, Indonesia tengah dilanda krisis yang sangat hebat, kerusuhan, pembakaran, kebrutalan, dan anarkisme yang mengerikan terjadi di mana-mana. Sore itu, kakek tampak berdiri termangu memandangi butiran-bituran air hujan di jendela kaca itu. Beliau tetap berdiri di sana, tak bergeming sedikit pun meskipun langkah kakiku yang berisik berjalan melangkah ke sampingnya. “Kakek lagi mikirin apa? apa sih yang lagi kakek liat?”, tanyaku waktu itu. “Ngga mikir apa-apa…”, jawab kakek tanpa menoleh sedikit pun ke arahku. Untuk beberapa menit aku ikut terdiam dan termangu di samping tubuh renta kakek yang masih berdiri tegap menatapi butiran air yang masih terus menetes di jendela kaca. Mungkin aku bertanya seperti itu, tetapi jauh di dalam lubuk hatiku, aku tahu betul apa yang sedang kakek rasakan dan pikirkan. Tetes-tetes air hujan ini adalah representasi air mata kakek yang tertahan. Titik-titik air ini adalah lambang tiap tetesan darah dari luka-luka yang mengganga yang telah kakek rasakan saat berjuang. Mendung dan awan yang kelam ini sekelam dan seduka hatinya, duka yang terpendam mengingat betapa hasil perjuangannya, yaitu kemerdekaan bangsa ini diisi dengan berbagai-bagai penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan kewenangan, dan penjajahan versi baru yang dilakukan oleh orang-orang terhadap bangsanya sendiri. Mendung semakin menghitam dan sore semakin gelap. Butiran-butiran air hujan tampak masih menetes di sana. Terus menetes dan masih terus menetes…

***

Liburan sekolah menjadi momen yang paling menyenangkan karena dapat pulang ke rumah untuk berkumpul dengan keluarga, mengunjungi saudara atau berkunjung ke rumah kakek. Salah satu hal yang paling menarik saat bertemu dengan kakek adalah mendengarkan kisah perjuangan kakek di masa perang, dan bagaimana kakek berjuang. Kisah yang seru dan menyeramkan. Pengalaman antara hidup dan mati di bawah suara dentuman meriam. Keluar masuk hutan, naik turun gunung, menyeberangi rawa-rawa, bermalam di goa-goa, merayap di atas lumpur, menerjang semak berduri, menempuh perjalanan dengan berjalan kaki di bawah sengatan matahari atau bergerilya di bawah guyuran air hujan yang lebat dan dingin menggigilkan. Bertaruh nyawa memimpin pasukan di garis depan, terseret-seret penuh luka dan bersedih karena harus kehilangan teman-teman seperjuangan saat peluru musuh menembus tubuh mereka, atau karena digigit ular berbisa atau terkena malaria saat tinggal dalam kamp persembunyian, dan berjuta kisah heroik lainnya. Persahatan, kesetiakawanan, bahkan penghianatan oleh rekan sesama pejuang adalah kisah-kisah yang tak terlupakan. Berjuta kisah yang tak pernah bosan aku dengar.

***

Gejolak perjuangan reformasi masih membahana. Di tengah kegalauan menatap kenyataan bahwa segalanya begitu berbeda, antara dahulu dan sekarang, tubuh kakek semakin terkulai di usianya yang semakin senja. Dulu kala, para pemimpin rela mempertaruhkan jiwa, raga, dan nyawa demi bangsa dan rakyatnya, tetapi sekarang, para pemimpin dan penguasa justru rela mempertaruhkan rakyatnya demi kepentingan pribadi mereka, dengan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan, pelanggaran HAM, dan sebagainya.
Pagi itu, tubuh kakek yang dingin dan kaku, telah berbaring di dalam sebuah peti kayu dengan selembar bendera merah putih terbentang di atas peti itu. Diusung oleh pasukan berseragam hijau bertopi baret, dengan tubuh tegap mereka, perlahan-perlahan melangkah mengantarkan kakek ke peristirahatan terakhirnya. Sebuah hamparan tanah hijau yang lengang dan sepi dengan deretan batu-batu yang berjejer rapi dan bertuliskan nama-nama yang terpatri di atasnya. Sebuah tembakan salvo menggelegar sebagai tanda penghormatan terakhir yang mengantarkan kepergian kakek ke perjalanan menuju ke keabadian.

***

Saat butiran air hujan menetes di jendela kaca, aku merasa kakek masih berdiri di sana. Menatapi tetesan air yang sama. Menangisi hal yang sama. Saat ini aku hanya berharap, di 66 tahun kemerdekaan bangsa ini, perjuangan dan penderitaan para pendahulu bangsa mudah-mudahan tidak lagi berakhir dalam kesia-siaan dan kehancuran oleh keserakahan korupsi dan kejahatan lainnya yang hanya akan semakin mengantarkan bangsa ini ke dalam keterpurukan yang tak jauh lebih buruknya seperti saat penjajahan. Semoga keadilan hukum dan HAM dapat ditegakkan, korupsi diberantas habis, tidak ada lagi orang-orang sendiri yang membom dan membumi hanguskan saudara sebangsa dan setanah airnya sendiri dengan kedok agama yang terejawantahkan dalam bentuk yang keji bernama terorisme. Kebebasan dari rasa takut yang telah dibelenggu dapat berakhir dengan hadirnya rasa aman bagi segenap penduduk bumi pertiwi, kerukunan hidup berbangsa dan kebebasan berkeyakinan dapat sepenuhnya diraih, dan hal-hal lainnya yang masih jauh dari cita-cita dan perjuangan para pendahulu bangsa ini dapat tercapai demi Indonesia yang lebih baik.
Butiran air hujan menetes di jendela kaca, semoga akan berubah menjadi representasi dari tangis kebahagiaan dari para pejuang negeri ini, pendiri bangsa, dan tangis bahagia seluruh anak bangsa dan generasi penerusnya…karena kemerdekaan yang sebenarnya telah ada dalam genggaman mereka…

Selamat jalan pahlawan…semoga dapat beristirahat dalam tenang dan damai dalam dekapan tangan sang Maha Pencipta. (Ind)

Prestasi Siswa TK Sekolah Athalia

Pada bulan April kemarin, sekolah Athalia mengikuti lomba dalam rangka memperingati hari Kartini. Dalam lomba tersebut, prestasi yang diraih oleh siswa-siswi  TK Sekolah Athalia adalah sebagai berikut:

  • Juara I Lomba Menyanyi se-kecamatan Serpong Utara.

Pesertanya:

– Darrel Jeremy (TK B1)

– Kezia Evangeline Hasian (TK B1)

– Marcia Stevani (TK B1)

– Theresia Ananda Prasetio (TK B1)

– Reuben Farrel Wibowo (TK B2)

– Joel Kairos Rumamuri (TK B3)

– Josh Emmanuel Layar (TK B3)

– Louis Ramadhan Putra W (TK B3)

– Agatha Ellen Gunawan (TK B3)

– Heaven Fedoria Halim (TK B3)

– Jason Emmanuel W (TK B4)

– Raven Valentio Rhey (TK B4)

– Cathleen Septrina M (TK B4)

  • Juara II Lomba Puisi se-kecamatan Serpong Utara

Pesertanya: Josh Emmanuele Kurnia (TK A2)

  • Juara II Lomba Menari “Tari Kelinci” se-Tangerang Selatan

Pesertanya:

– Mitchell Alodia Siwy (TK B1)

– Gabriella Serenata M (TK B2)

– Jealsi Stefani Jaya (TK B2)

– Laura Evelyn Dermawan (TK B2)

– Jocelyn Chandra (TK B3)

– Novlyncha Eugenia E. G. (TK B3)

– Felicia Djohari (TK B4)

Selamat ya…maju terus…semoga prestasi-prestasi lainnya dapat terus terukir…

Tuhan Yesus memberkati!

tari kelincitari kelinci 2

Liputan: Pentas Teater “Kepercayaan”

Smartclub Teater membuat warna baru di awal bulan Maret tahun ini. Aula SMP Athalia  pada tanggal 4 Maret 2011 penuh dengan gema suara anak- anak teater kelas 9. Drama yang dipentaskan kali ini, mengangkat tema ‘KEPERCAYAAN’. Walaupun yang berperan hanya anak teater kelas 9, akan tetapi kerja sama yang dilakukan dengan anak teater kelas 7 dan 8 sangat terlihat. Hal ini ditunjukkan saat di belakang layar sebelum pertunjukkan.

Setelah melakukan kegiatan Boys’ Brigade, sekitar pukul 8.oo pagi, pentas ini pun dimulai. Dalam durasi 30 menit, di luar dugaan penonton, para pemain dapat berakting dan berekspresi dengan baik dan berani, tanpa malu-malu meskipun harus memerankan adegan lucu, mesra ataupun menyanyi. Meskipun property yang digunakan sangat sederhana tapi justru kesederhanaan inilah yang membuat suasana menjadi harmonis dan tidak berlebihan. Efek suara pun sangat mendukung jalannya cerita.

Cerita berawal dari sebuah keluarga sederhana dengan 2 anak yang beranjak remaja. Jovita, si sulung, sangat cuek dan apa adanya. Berbeda dengan adiknya, Amanda. Amanda memiliki sifat yang sangat manja dan kekanak-kanakan. Karena perbedaan sifat inilah, mereka sering bertengkar. Untungnya, mereka memiliki ibu yang peduli dan perhatian.

Sampai suatu ketika, di pagi yang cerah, sang ibu menanyakan tentang apakah Jovita memiliki hubungan dengan seorang ‘cowok’. Tentu saja, Jovita menjelaskan tentang hubungannya dengan beberapa temannya. Uniknya, adegan-adegan ini diselingi dengan atraksi seperti dance, dan yang lebih menarik lagi adalah dimunculkannya karakter iblis dan malaikat. Kita diajak untuk merenung, apakah kita akan mengikuti kata – kata iblis atau Tuhan (yang diwakili oleh malaikat)?

Jovita kemudian menjelaskan bahwa, hubungan itu sekedar teman, tapi ada satu laki – laki yang menarik perhatiannya. Mereka berencana untuk pergi ke taman, tapi tentu saja, itu membutuhkan persetujuan dari sang bunda. Awalnya, ibu tidak mengijinkan bahkan melarangnya pergi keluar rumah dan berkata,”Kenapa tidak di rumah saja?”

Dengan sopan, Jovita menjawab bahwa sekarang mereka sudah besar. Mereka sudah bisa menjaga diri mereka dan tidak akan melewati batas. Akhirnya, ibu pun memberikan kepercayaan dan berkata,”Sekali saja kepercayaan itu hancur, maka akan sulit diperbaiki kembali.”

Dari pementasan ini, kita mendapat suatu pelajaran penting. Kepercayaan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dibangun. Sebaliknya untuk menghancurkannya, mudah sekali. Untuk itu, kita harus menggunakan kepercayaan itu sebaik-baiknya. Sebab, kepercayaan seumpama waktu yang tidak bisa diulang kembali. Jika kita membuat kesalahan, waktu tidak akan kembali, yang bisa kita lakukan hanyalah adalah memperbaiki kesalahan itu di kemudian hari. Semoga pementasan ini dapat menumbuhkan semangat berkreasi anak-anak SMP Athalia yang lain! Tuhan memberkati. (aurell)

Sekali saja kepercayaan itu hancur, maka akan sulit diperbaiki kembali

Oleh: Aurellia Widjaja, anggota Smart Club Writing

liputan khusus

15 Tahun Komunitas Athalia

Akhir tahun 2010 telah tiba.. Banyak hal besar terjadi tahun ini. Bagi komunitas Athalia, tahun ini genap 15 tahun Sekolah ini berdiri. Serangkaian acara telah digelar untuk memperkuat komunitas Athalia.
Wawasan kita mengenai teknologi dibuka dalam seminar perkembangan IT di Maret 2010. Orangtua diingatkan untuk tidak antiteknologi, melainkan memperkenalkan teknologi pada anak, sekaligus menjelaskan dampak negatifnya. Seminar IT juga diadakan khusus untuk siswa, sehingga mereka mengerti tidak semua yang nge-trend itu baik.
Setelah itu komunitas kita belajar mengenai pengaruh makanan bagi tubuh. Ternyata dampak makanan tidak hanya sekedar membuat kenyang dan kalau berlebihan membuat  gemuk…Makanan bisa mempengaruhi mood, emosi, cara berpikir, dan banyak lagi. Makanan adalah faktor besar dalam mempengaruhi perilaku anak-anak.
Komunitas Athalia juga belajar memelihara lingkungan dengan membuat lubang biopori bersama keluarga di lingkungan Athalia. Mudah-mudahan keterampilan dan pengetahuan yang didapat terus dipraktekkan di lingkungan masing-masing.
Kesibukan sering membuat kita lupa pentingnya olahraga bagi kesehatan tubuh. Maka Mei lalu “Jalan Sehat Keluarga” dilakukan untuk kembali membangkitkan semangat berolahraga di antara komunitas Athalia.
Lalu pada Juni 2010 seluruh komunitas bersuka ria dalam family gathering Nyok Kite Maen. Hanya satu kata: Seruuuuu!
Ibadah syukur 15 tahun Athalia tak lupa dinaikkan saat peresmian gedung ekstension SMP (Gedung D) pada Agustus 2010, sekaligus pencanangan Sekolah Pinus. Ini adalah sekolah yang sedang dipersiapkan Yayasan Athalia Kilang untuk masyarakat yang terbatas secara finansial. Melalui sekolah Pinus (Pendidikan INtegral Untuk Semua), YPK Athalia Kilang ingin memperkenalkan konsep pendidikan yang diyakini sebagai pendidikan ideal yang seharusnya menjadi hak seluruh anak bangsa.
Melalui Athalia Cup Oktober 2010, siswa-siswi kita mengasah kecerdasan kinestetik mereka, keterampilan bekerjasama, karakter pantang menyerah dan rendah hati, sambil belajar menjadi tuan rumah yang baik, melayani para tamu dari sekolah lain yang bertanding di wilayah Athalia. Kejuaraan ini walaupun baru pertama diadakan ternyata menyumbang banyak hal baik bagi komunitas.
Rangkaian peringatan 15 tahun Sekolah Athalia dipuncaki oleh Pentas Karakter “Seribu Lidah Memuji” 30 Oktober 2010 yang gaungnya masih terdengar hingga kini.
Kiranya semua pencapaian secara komunitas maupun pribadi membuat kebaikan dan pemeliharaan Tuhan selalu bisa kita rasakan. Itulah yang memberi pengharapan dan kekuatan menghadapi hari-hari mendatang yang masih panjang dan penuh misteri. (Agp).

Sekolah Athalia

CHRISTMAS: HOLY DAY OR HOLIDAY?

Lagu Natal selalu membawa perasaan damai dalam hatiku, membawaku ke masa kecil saat Natal tiba. Kala itu Natal menjadi saat yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak di daerahku. Kebanyakan dari kami mempunyai baju baru hanya ketika natal. Ibu saya selalu membuatkan dua baju baru untukku yang dijahit sendiri olehnya. Bagi anak lain natal artinya bersenang-senang dengan keluarga,  melihat lampu-lampu yang indah, menghias pohon Natal, makan makanan kesukaannya,  membeli hadiah untuk orang lain, dan menghabiskan waktu dengan keluarga karena sekolah libur selama dua minggu!
Pusat-pusat perbelanjaan pun ramai-ramai menawarkan  Christmas shopping, Christmas gifts, Christmas sale, Christmas package, Christmas dinner, dan Christmas holiday. Bahkan setiap tahun muncul kartu-kartu natal yang indah-indah dengan tulisan beragam dari ‘Merry Christmas!’, ‘Season’s Greetings! sampai ‘Happy Holidays!’.
Tetapi, jika makna natal berhenti sampai di sana saja betapa malangnya kita. Karena Natal sebenarnya tak ada hubungan dengan semua itu. Mengapa perayaan natal  keluar dari konteks yang sebenarnya? Karena iblis tidak mau umat Allah memahami hakekat Natal, ia ‘menyelewengkan’ pemahaman manusia dengan mengalihkan semata pada benda-benda, walau dengan bungkus: saling memberi, saling berbagi sukacita natal…
Christmas is holy day, not holiday! Why Christmas is holy day? Because on that day Jesus Christ, The LORD, became man to bring SALVATION to us. Christmas–hari di mana Allah menjadi manusia dimulai; yaitu dengan kelahiran-Nya. Christmas adalah hari di mana Allah menggenapkan perjanjian-Nya.  Saat Adam dan Hawa berdosa terhadap Allah (Kejadian 3), Allah tahu bahwa manusia tidak mungkin dapat menyelesaikan dosa tersebut dihadapan-Nya, sehingga Dia menjanjikan seorang penebus bagi Adam dan Hawa (Kejadian 3;15). Karena yang berdosa manusia maka Allah harus menjadi manusia, supaya Dia dapat menggantikan manusia menerima murka Allah atas dosa yang telah dilakukan terhadap Allah.
Itu sebabnya CHRISTMAS IS HOLY DAY: yang maha suci mengunjungi manusia yang berdosa, sehingga tepatlah kalau teriakan pujian kita nyatakan “JOY TO THE WORLD!”,  seperti pujian bala tentara sorga saat kelahiran Kristus: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”(Lukas 2;14)

Maka berita natal sebenarnya adalah Allah  menjadi manusia supaya manusia yang berdosa mendapatkan kelepasan dari murka Allah atas dosa yang telah dilakukan manusia
Mari kita masuki natal tahun ini dengan pengertian yang benar… Memahami makna Natal yang pertama akan menolong kita lebih menghargai Natal, dan merayakannya dengan benar. Pemahaman mengenai Kisah Natal harus tetap menjadi inti berita dari perayaan Natal. Bukan baju baru, bukan makanan kesukaan, bukan liburan, bukan santa klaus , bukan pohon natal! Christmas is about CHRIST!

Merry Christmas !

Oleh: Bu Sandra Sitompul (Staf Kesiswaan/ Konselor)

Sekolah Athalia