Partnership Program I

Kegiatan yang diselenggarakan pada tanggal 26 Agustus 2020 ini bertujuan untuk memperkenalkan SMP Athalia kepada siswa-siswi SD kelas VI yang akan melanjutkan ke SMP Athalia. Kegiatan ini diikuti oleh 104 siswa dan 24 guru secara online via aplikasi Zoom, yang dimulai dari pukul 07.30-12.00 WIB. Kegiatan terdiri dari devosi, perkenalan lingkungan sekolah, informasi tentang kegiatan-kegiatan di SMP, perpustakaan, OSIS, dan perkenalan mata pelajaran-mata pelajaran yang ada di SMP Athalia.

Inkonsistensi dalam Parenting: Apakah Berbahaya?

Mendidik dan membesarkan anak adalah panggilan dan tanggung jawab orang tua, sebagai pihak yang diberikan kepercayaan oleh Tuhan. Walau begitu, di zaman sekarang, semakin banyak para ibu yang memutuskan untuk mengambil peran sebagai pencari nafkah untuk membantu keuangan keluarga. Kondisi ini memunculkan isu baru: kalau begitu, siapakah yang akan mengasuh anak ketika kedua orang tuanya bekerja di luar rumah?

Para orang tua bekerja ini tentu membutuhkan bantuan pihak ketiga untuk menjaga anak mereka. Berbagai pilihan bisa diambil, mulai dari mempekerjakan suster atau asisten rumah tangga, menitipkan ke daycare, atau menitipkan ke keluarga. Yang terakhir ini pada umumnya pihak-pihak yang dianggap dekat dengan keluarga inti, misalnya tante, om, atau kakek dan nenek.

Menitipkan anak kepada kakek dan nenek menjadi opsi paling menarik karena selain masih dalam lingkup keluarga, kakek dan nenek dianggap sudah pernah mengurus anak sebelumnya. Namun, ada hal yang harus diingat. Ketika orang tua menitipkan anak kepada kakek dan nenek, mereka harus memahami bahwa akan ada nilai-nilai yang berbeda dan hal tersebut bisa saja memunculkan kebingungan pada anak.

Mari kita ambil contoh. Misalnya, peraturan mengenai jam tidur siang. Bagi orang tua, anak wajib tidur siang agar tubuhnya lebih fit di sore hari dan bisa melakukan aktivitas lainnya dengan lebih bersemangat. Sementara itu, kakek dan nenek tidak tega untuk meminta cucu mereka tidur siang ketika masih asyik bermain.

Adanya nilai yang berbeda ini akan menimbulkan perbedaan gaya parenting. Terjadilah inkonsistensi. Pihak A berkata 1, pihak B berkata 2. Anak pun akan mulai kebingungan. Jika kondisi ini tidak segera ditangani, akan memengaruhi pertumbuhan emosionalnya yang mengarah kepada rasa frustrasi. Lalu, apa dampak dari kebingungan yang dialami anak ini?

  • Emosi anak menjadi tidak stabil. Dia akan merasakan banyak kemarahan karena melihat bahwa lingkungannya “tidak nyaman”. Anak usia dini, khususnya, sangat memerlukan kenyamanan. Dengan melakukan aktivitasnya secara konsisten dan teratur, anak lebih mudah menerima kondisinya dan menyadari ekspektasi-ekspektasi yang diberikan kepadanya. Ketika anak berada di lingkungan yang membuatnya dapat memprediksikan kondisinya, dia akan memiliki perilaku yang positif.
  • Tidak bonding dengan orang tua. Ketika anak melihat bahwa kakek dan neneknya secara konsisten membelanya (selalu berseberangan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan oleh orang tuanya), anak akan melihat bahwa orang tuanya adalah pihak yang “jahat”, yang membuat mereka kesulitan untuk dekat dengan orang tuanya.
  • Merasa bersalah akan konflik yang terjadi. Ketika ada perbedaan nilai, ada beberapa orang tua yang akhirnya mengonfrontasi kakek dan nenek. Hal ini berujung pada pertengkaran. Jika anak menyaksikan ini, akan muncul perasaan bersalah di dalam dirinya karena menjadi penyebab orang tuanya tidak akur dengan kakek dan neneknya.
  • Sulit mengenal diri dan identitas dirinya lemah. Ketika anak berhasil mendapatkan nilai 6 di mata pelajaran yang tidak dikuasainya, dia mendapatkan pujian dari orang tuanya karena sudah bekerja keras untuk mendapatkan nilai cukup. Sementara itu, bagi kakek dan nenek, nilai itu masih jauh dari cukup. Dia didorong untuk mendapatkan nilai lebih. Pengalaman ini yang terjadi di sepanjang hidupnya akan membuatnya kesulitan mengambil sikap.
  • Mengalami kecemasan dan sulit mengatasi masalah di masa dewasa. Anak dengan pola asuh ganda akan kesulitan memutuskan sesuatu yang baik baginya. Selama hidupnya, dia melihat ada dua nilai berbeda. Ketika dia berada di kondisi harus mengatasi masalahnya sendiri, dia akan cemas karena ragu bahwa dirinya bisa mengambil keputusan yang tepat.
  • Munculnya agresi dan kekerasan. Dalam kasus-kasus ekstrem, beberapa anak yang mengalami pola asuh yang tidak konsisten dapat membuatnya menjadi kriminal di masa depan. Tindakan kekerasan dilakukan karena dia tidak pernah merasa nyaman dengan lingkungan dan dirinya.

Jika saat ini Anda sedang mengalami masalah serupa, segera ambil tindakan dengan memberikan batasan-batasan. Perjelas bahwa aturan dan nilai-nilai Andalah yang harus diajarkan kepada anak.
Jika Anda ingin tahu lebih lanjut perihal inkonsistensi dalam mengasuh anak dan sedang mencari solusi untuk meminimalisasi intervensi pihak ketiga, Anda dapat menyaksikan program Athalia on Parenting edisi 18 Juli 2020 bertajuk “Pihak Ketiga Tidak Tega: Bisakah Kita Menyela?”. Silakan klik link ini https://www.youtube.com/watch?v=ZRaKNWTTLz8 untuk menonton webinar tersebut. (DLN)


Buku Parenting “Learning to Stop”, oleh Ibu Charlotte Priatna

“Sampai kapan saya harus melakukan parenting?”

Ini adalah pertanyaan yang menarik untuk dibahas bersama ahlinya!

Tahun ini, praktisi Pendidikan sekaligus pendiri Sekolah Athalia, Charlotte Priatna, menelurkan sebuah buku terbarunya yang berisi pemikiran-pemikirannya mengenai konsep parenting Kristen. Buku ini terdiri atas tujuh bab yang akan mengajak pembaca memahami ulang mengenai fondasi konsep menjadi orang tua, mendidik anak, relasi dengan pihak ketiga (kakek-nenek), memahami tangki emosi anak, hingga mempersiapkan diri melepas anak “ke luar dari sarang”.

Buku ini sudah dapat dipesan melalui link Google form yang tertera pada flyer. Oh ya, kami memberikan harga spesial untuk para guru di seluruh Indonesia selama periode HUT ke-25 Athalia! Sebarkan kabar baik ini!

Punya pertanyaan? Silakan kontak nomor atau scan QR code yang tersedia.*

Yuk, belajar parenting bersama Charlotte Priatna!

*Berlaku jam operasional hari kerja pukul 07.30 – 15.30

Membimbing Anak Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab berarti Anda dipercaya! Bagaimana proses menjadikan anak memiliki karakter tanggung jawab? Eits, ternyata orang tua harus lebih dulu berproses untuk bisa mendidik anak-anak menjadi pribadi bertanggung jawab, lho.

Bagaimana proses dan dinamikanya? Video ini memaparkan banyak hal soal hal itu. Yuk, menonton dan berproses bersama keluarga!

Sejarah Kepramukaan di Indonesia

Oleh: Rundiyati, S.Pd., Koordinator Kepramukaan

Tenda, api unggun, tali-temali, dan sandi, tentulah tidak asing bagi kita. Itu semua bagian dari kegiatan Pramuka. Gerakan Pramuka merupakan nama organisasi pendidikan nonformal dalam bidang kepanduan. Kata Pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti rakyat muda yang suka berkarya. Di Indonesia, Hari Pramuka diperingati setiap 14 Agustus.

Sebelum berkembang di Indonesia, Pramuka sudah dikenal luas di Inggris lewat pembinaan remaja yang dilakukan oleh Lord Robert Baden-Powell. Pada 1906–1907, Robert Baden-Powell menulis buku berjudul Scouting for Boys, yang berisi panduan bagi remaja untuk melatih keterampilan, ketangkasan, cara bertahan hidup, dan pengembangan dasar-dasar moral. Ide Robert Baden-Powell ini kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menjadi gerakan kepanduan, yang disebut dengan istilah Pramuka di Indonesia.

Istilah Pramuka resmi digunakan untuk menyebut gerakan kepanduan nasional sejak 14 Agustus 1961. Idenya bermula dari gagasan Presiden Soekarno yang ingin menyatukan seluruh gerakan kepanduan di Indonesia karena pada masa itu terdapat 100 organisasi kepanduan yang terhimpun dalam tiga federasi organisasi, yaitu PERKINDO (Persatuan Kepanduan Indonesia), POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia), dan PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia).

Misi utama gerakan Pramuka adalah mendidik pemuda dan pemudi Indonesia sejak usia anak-anak untuk meningkatkan rasa cinta tanah air dan bela negara. Istilah Pramuka sendiri dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, terinspirasi dari kata “Poromuko” yang berarti pasukan terdepan dalam perang. Namun, kata Pramuka diejawantahkan menjadi Praja Muda Karana yang berarti jiwa muda yang gemar berkarya. Gerakan Pramuka menggunakan lambang tunas kelapa yang disahkan dalam Keppres No. 238 Tahun 1961.

Setiap anggota Pramuka diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal mengatasi segala permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa keterampilan yang diajarkan adalah menggunakan simpul; mendirikan tenda; mempelajari cuaca; serta menggunakan kompas, peta, dan berbagai sandi. Selain itu, Pramuka dapat menunjang pendidikan karakter. Kegiatan Pramuka bersifat menyenangkan karena di dalamnya ada nyanyian, permainan, tepuk tangan, tali-temali, sandi-sandi, dan kegiatan penjelajahan. Berbagai aktivitas ini dilakukan di tempat terbuka sehingga memberi ruang baru bagi siswa untuk mengekspresikan bakat dan minatnya secara bebas dan gembira. Di sisi lain, Pramuka juga melatih mental para siswa menjadi kuat karena mereka akan dibekali karakter disiplin, berani, dan bertanggung jawab seperti yang terdapat dalam Dasa Darma (sepuluh bakti) Pramuka.

Bagaimana Pramuka di masa pandemi seperti saat ini? Apakah keterampilan yang dipelajari dalam kegiatan Pramuka dapat diterapkan? Tentu saja banyak keterampilan Pramuka yang dapat kita gunakan di masa pandemi. Salah satu contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah berkemah di lingkungan rumah kita. Dengan peralatan sederhana, berkemah di rumah menciptakan kesan seru. Anak dan orang tua dapat menjalin kebersamaan dan merekatkan relasi.

Kami berharap anak-anak semakin mencintai kegiatan Pramuka. Selamat hari Pramuka, dharmaku kubaktikan agar jaya Indonesia!


CPR (Coordinating Parent Relation)

CPR atau Coordinating Parent Relation merupakan wadah komunikasi  antara Sekolah dan orangtua siswa, meliputi:

  1. Membantu menjelaskan prinsip-prinsip umum Sekolah Athalia.
  2. Menampung dan menyalurkan pertanyaan, kritik, saran, peneguhan dari orangtua ke pihak sekolah.

Berikut data masing-masing koordinator CPR untuk masing-masing level:

Batita dan Pra TK

CPR TK A: Junaria, Jasmine

Apple-1: Nofita

Apple-2: Meilina

Grape-1: Ercia Tjong

Grape-2: Bunga Theresia Purba

TK A

CPR TK A: Junaria, Jasmine

TK A 1: Lusia

TK A 2: Irene

TK A 3: Atria

TK A 4: Safitri

TK A 5: Erny

TK B

CPR TK B: Tirza, Diana

TK B 1: Yulia, Yuliana Pangamenan

TK B 2: Poppy

TK B 3: Dian Wesiana

TK B 4: Yustite

TK B 5: Anastasia

SD 1

CPR SD 1: Cynthia, Trisna, Olivia

SD 1 A: Sinsi, Ovie

SD 1 B: Fenny Tjong

SD 1 D: Dina

SD 1 H: Maggie

SD 1 N: Mariska

SD 2

CPR SD 2: Erika Kristianingrum, Bertha Suria Utami

SD 2 M: Cicilia Christine

SD 3

CPR SD 3: Dianna, Natalia

SD 3 M: Sella, Lia

SD 3 T: Wiwied

SD 3 W: Maria, Vita

SD 3 Y: Lucy

SD 4

CPR SD 4: Ingrid Novasuli, Hanny Roslani

SD 4 C: Yenny Anggraeni, Leony Soekarta

SD 4 E: Christiana Chandrasari, Herawati

SD 4 G: Irene Castelia, Kitfong (Kikit)

SD 4 M: Veronika Setyawati B., Jenny Susanti

SD 5

CPR SD 5: Ravina, A. Dyah Anggraheni

SD 5 H: Sayuri

SD 5 L: Friska Mindo Saida

SD 5 N: Yuniati Triatningsih

SD 5 V: Hanny Lesmana

SD 6

CPR SD 6: Sumiatul Khirom (Upik), Meiliani

SD 6 H: Hwie Djing

SD 6 S: Agustina Lim

SD 6 W: Yenni

SD 6 Y: Dorisma

SMP Kelas 7

CPR SMP 7: Anna M. Cieputri, Clara C. Suryaatmadja

SMP 7 DB: Theresia Yin, Lieke

SMP 7 DS: Nicolaus Septhino, Yohana

SMP 7 E: Basaria Girsang, Issabel Widjaja

SMP 7 F: Yevi, Peggy Melati

SMP 7 L: Merry Mariany Lengkey, Lisa Sukiran

SMP Kelas 8

CPR SMP 8: Lianawati, Indira Ayu Yendra Puteri

SMP 8 B: Lasmaria Debby Siahaan

SMP 8 D: Lanny Dewi Joeliani

SMP 8 JM: Suryani

SMP 8 JT: Yanny Kusumawaty

SMP 8 N: Yulianti (Yanti)

SMP Kelas 9

CPR SMP 9: Novie Christanty, Gracely Fanita

SMP 9 E: Poppy, Mery Silalahi

SMP 9 F: Christine, Fifi Julianti

SMP 9 H: Laura Andaria, Linda Eryawijaya

SMP 9 R: Laeny

SMP 9 W: Selvi, Andriani Yuwana (Ria)

SMA Kelas 10

CPR SMA 10: Sianny, Odry Agustin

SMA 10 MIPA-1: Eva, Shirley

SMA 10 MIPA-2: Susi

SMA 10 MIPA-3: Dina, Liena

SMA 10 IIS-1: Naniek, Novi

SMA 10 IIS-2: Tinah

SMA Kelas 11

CPR SMA 11: Vera Ngangi, Joice Tanto

SMA 11 MIPA-1: Meilita Kitting, Elly Waluyo

SMA 11 MIPA-2: Ina Santi, Sintche Oei

SMA 11 IIS-1: Yuli Hoei, Pingkan

SMA 11 IIS-2: Daisy, Norsiana L. Nitbani

SMA Kelas 12

CPR SMA 12: Anna Yanuar, Novita Adam

SMA 12 MIPA-1: Silvi

SMA 12 MIPA-2: Meichen

SMA 12 MIPA-3: Olive

SMA 12 IIS-1: Anastasia

SMA 12 IIS-2: Puji

Belas Kasihan


Belas kasihan berbeda dengan rasa kasihan. Di dalam belas kasihan, kita memberdayakan orang lain, bukan membuatnya bergantung. Selain itu, apa saja perbedaan belas kasihan dengan rasa kasihan? Video ini menjelaskan lebih dalam soal hal itu. Selamat menonton!

Kreatif yuk! Belajar Sains Bersama Anak. Emulsifikasi: Apakah Itu?

Shalom Bapak/Ibu! Bagaimana kabarnya? Sudah beberapa bulan ini kita di rumah saja. Beberapa orang tua mengeluhkan bahwa anaknya bosan di rumah saja, ingin segera kembali ke sekolah, dan bertemu dengan teman-teman karena merasa memiliki banyak waktu luang di rumah saja.

Selama mengisi waktu luang, Anda dapat mengajak anak belajar hal baru. Salah satunya belajar sains sederhana: apakah minyak dan air dapat menyatu? Untuk anak-anak usia sekolah dasar, pertanyaan ini mungkin dapat dijawab dengan mudah. Tentu minyak dan air tidak dapat menyatu! Namun, eksperimen tidak berhenti sampai situ. Kali ini, ajak anak untuk belajar lebih dalam lagi, yaitu membuktikan apakah minyak dan air benar-benar tidak dapat menyatu?

Dalam proses kimia, ada yang namanya emulsifikasi. Emulsifikasi adalah pemantapan emulsi dengan menambahkan dua cairan (zat) yang tidak dapat bercampur pada zat ketiga, kemudian dikocok kuat-kuat, misalnya air, minyak, dan deterjen (sabun). Emulsi sendiri merupakan cairan yang terbentuk dari campuran dua zat, zat yang satu terdapat dalam keadaan terpisah secara halus atau merata di dalam zat yang lainnya.

Minyak zaitun di dalam segelas air
Minyak zaitun di dalam segelas air

Jadi, anak-anak akan belajar tentang proses penyatuan air dengan minyak menggunakan cairan lainnya. Tentu eksperimen ini akan membuat anak bertanya-tanya: benarkah minyak dan air dapat menyatu?

  • Untuk melakukan eksperimen ini, Anda perlu menyediakan bahan-bahan berikut.
  • Botol minum dengan mulut lebar/stoples kaca
  • Air
  • Pewarna makanan
  • Minyak goreng
  • Sabun pencuci piring.

Sebelum memulai eksperimen, Anda perlu memberikan pengantar kepada anak mengenai eksperimen kali ini.

  1. Memberikan pertanyaan: Apakah minyak dan air dapat bercampur dengan sempurna?
  2. Menjelaskan secara sederhana definisi emulsifikasi dan emulsi.
  3. Mempraktikkannya dengan melakukan eksperimen sederhana.

Mari mulai bereksperimen!

  1. Masukkan pewarna makanan ke dalam air.
  2. Tambahkan dua sendok air lagi ke dalam wadah.
  3. Tuangkan dua sendok minyak goreng ke dalam wadah tersebut.
  4. Tutup wadah, kemudian minta anak untuk mengocok botol tersebut sekuat tenaga. Bisa juga dengan mengaduknya menggunakan sendok.
  5. Letakkan botol itu dan minta anak memperhatikan cairan di dalamnya.

Saatnya berdiskusi!

Hentikan eksperimen sejenak, kemudian ajak anak untuk berdiskusi.

  1. Minta anak untuk menjelaskan hasil pengamatannya. Pancing anak untuk mempertanyakan fenomena tersebut.
  2. Jelaskan secara sederhana untuk memberikan konsep tentang perbedaan massa jenis pada cairan. Anda dapat menjelaskan kepada anak bahwa molekul yang ada di dalam air maupun minyak terikat kuat satu sama lain sehingga mereka tertarik dengan molekulnya sendiri. (Air terikat dengan molekulnya sendiri, minyak terikat dengan molekulnya sendiri.)
  3. Minta anak untuk memperhatikan eksperimennya kembali. Minyak berada di atas air. Jelaskan secara sederhana mengenai massa jenis atau kepadatan minyak yang lebih ringan dari air sehingga membuatnya berada di atas air.

Mari lanjutkan eksperimen ini!

Lanjutkan eksperimen ini dengan mengajak anak menambahkan satu cairan lagi, yaitu sabun pencuci piring.

  1. Tuangkan sabun pencuci piring ke dalam gelas berisi minyak dan air. Rasio sabun dengan minyak 1:1.
  2. Aduk campuran ketiganya sampai air dan minyak berubah warna menjadi keruh dan muncul busa.

Diskusikan lagi!

Ketika berhasil melakukan emulsifikasi sederhana ini, kembali ajak anak untuk berdiskusi. Utarakan pertanyaan-pertanyaan berikut.

  1. Setelah mengaduk, apa yang terjadi? (Jawaban: minyak dan air dapat tercampur dengan sempurna.)
  2. Apa yang membuat minyak dan air—yang tadinya tidak dapat bercampur—tercampur dengan sempurna? (Jawaban: dicampur dengan sabun cuci piring.)
  3. Proses apa yang baru saja terjadi? (Jawaban: emulsifikasi.)
  4. Apa istilah untuk cairan minyak dan air yang sudah tercampur rata tersebut? (Jawaban: emulsi.)

Belajar sains bersama anak ternyata menyenangkan, ya! Selamat menikmati waktu berkualitas dengan anak! [SO]

Informasi tambahan:
Anda dapat menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin agar anak memahami konsep ini. Jangan lupa untuk menciptakan suasana yang menyenangkan agar anak tak merasa sedang “belajar serius”.
Dalam proses emulsifikasi, sabun pencuci piring inilah zat ketiga, yang disebut pengemulsi (emulgator) yang memiliki sifat mengikat dua cairan lainnya (minyak dan air).

Hal sederhana yang dapat dijadikan contoh adalah saat mencuci piring. Ketika piring yang penuh bekas minyak dibasahi menggunakan air kemudian ditambahkan sabun pencuci piring, minyak, air, dan busa menyatu dengan sempurna! Ketika Anda membilas piring tersebut, minyak dan air pun akan larut bersamaan, menghasilkan sebuah piring yang bersih dan siap digunakan kembali.

Ide eksperimen: https://bobo.grid.id/read/081247351/eksperimen-sederhana-mengapa-air-dan-minyak-tidak-tercampur?page=3
Referensi lain: dari berbagai sumber

Rekomendasi Buku

Judul buku: Lalita
Penulis: Abigail Limuria & Grace Kadiman
Tahun terbit: 2019
Jumlah halaman: 109 halaman
Cetakan: Ke-8, Mei 2006

Bagi penulis buku ini, nama Lalita yang berasal dari kata Sansekerta merepresentasikan perempuan-perempuan Indonesia yang aktif, tak terbatas, cerdas, tangguh, dan berambisi.

Awalnya, Lalita merupakan sebuah proyek pribadi di antara kedua anak muda yang bersahabat, Abigail dan Grace. Kegelisahan dan pertanyaan mendalam seperti, “Apa artinya menjadi seorang perempuan Indonesia yang mencintai negaranya?” dan “Apakah Indonesia memiliki tokoh-tokoh perempuan hebat? Jika ada, kenapa kita jarang mendengar kisah mereka?” menjadi pendorong bagi penulis untuk memulai kenekatan menemui tokoh-tokoh perempuan Indonesia.

Pada akhirnya, proyek tersebut terlaksana. Mereka berhasil menjumpai dan mewawancarai secara langsung 51 perempuan hebat Indonesia. Hasil wawancara tersebut ditulis ulang dan disusun menjadi sebuah buku. Selama penyusunan buku ini, penulis mengaku mengalami perubahan cara pandang terhadap Indonesia, perempuan, dan diri sendiri. Oleh sebab itu, melalui buku ini, penulis menyimpan kerinduan untuk dapat membantu orang-orang (khususnya para perempuan Indonesia) yang masih mengejar mimpi dan mencari jati diri mereka. Penulis percaya setiap perempuan Indonesia memiliki hak untuk memilih caranya sendiri dalam melakukan sesuatu untuk Indonesia.

Salah satu tokoh yang dipaparkan kisahnya adalah Silvia Halim. Sewaktu SD, Silvia merupakan anak pemalas dan tidak suka mengerjakan tugas. Namun, semua berubah semenjak seorang guru menegurnya dan berkata, “Silvia, kamu tidak mungkin bisa berhasil!” Kalimat tersebut justru menjadi penyemangat untuk membuktikan diri. Ia berubah menjadi anak yang rajin dan giat belajar hingga berhasil lulus dari sekolah dengan gelar juara satu.
Berbekal nilai yang bagus, Silvia masuk ke Nanyang Technological University di Singapura dan mengambil jurusan teknik sipil. Setelah lulus, Silvia bekerja di Singapura. Ia bertanggung jawab membuat dan memperbaiki jalan, jembatan, trotoar, bahkan terowongan. Silvia merasa puas karena ia melihat bahwa segala sesuatu yang dibuat sangat bermanfaat dan dipakai tiap hari oleh banyak orang. Hingga suatu hari Silvia mendengar bahwa Jakarta ingin membuat proyek MRT. “Saya kan sudah membantu proyek seperti ini di Singapura, kenapa tidak bantu Indonesia juga?” pikirnya. Karena pengalaman sebelumnya, ia diterima sebagai direktur konstruksi di PT MRT Jakarta. Silvia membuktikan pada dirinya bahwa ketika menjadi orang yang rajin, ia bisa menjadi orang yang berhasil bahkan bermanfaat. Silvia percaya bahwa proyeknya akan mengubah Jakarta dan standar hidup orang-orang menjadi lebih baik.

Kisah Silvia hanya secuplik dari banyak kisah inspiratif lainnya dalam buku ini. Di akhir halaman buku ini, tidak tertulis the end, melainkan “Kisahmu akan seperti apa?

Penulis mengajak setiap pembaca untuk ambil bagian dan melakukan sesuatu untuk Indonesia dengan caranya masing-masing, sama seperti para tokoh perempuan hebat yang telah dikisahkan di dalam buku. Melalui buku ini, secara tidak langsung kita diajak untuk merayakan dan belajar dari kehidupan dan pencapaian hebat Indonesia.

Sayangnya, buku ini belum didistribusikan di toko buku. Penjualan buku ini dilakukan secara mandiri (self-publish). Jika Bapak/Ibu tertarik membeli buku ini, Bapak/Ibu bisa mengontak akun Instagram
@lalitaproject. [DEW]


Pojok Parenting: Menangkap “Golden Moment”

Orang tua menjadi lingkaran terkecil dalam kehidupan anak yang paling memberikan dampak dalam pembentukan karakter dan perilakunya di kemudian hari. Oleh karena itu, usia-usia krusial, yaitu 0–5 tahun menjadi begitu penting dan dapat digunakan orang tua untuk mengajari anak berbagai keterampilan hidup.

Saat di rumah bersama anak seperti sekarang ini dapat dijadikan momentum untuk memberikan sebanyak mungkin ajaran tentang kehidupan. Khususnya untuk anak usia dini, orang tua dapat memanfaatkan masa-masa ini untuk memberikan teladan dan mengajari anak tentang kebaikan dan keburukan.

Mungkin Anda sering tidak sabar dengan polah anak yang sering menumpahkan air minum, membuat rumah berantakan, sulit diatur dan diberitahu, mengajak saudaranya berkelahi, dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut memang menguras emosi dan tenaga, apalagi jika Anda tak memiliki asisten rumah tangga di rumah. Namun, ayolah, kita renungkan kembali: apa yang bisa kita petik dari momen tersebut? Jangan biarkan momen tersebut berlalu begitu saja dan berakhir dengan Anda memarahi anak tanpa memberikannya pelajaran berharga. Apa yang harus anak lakukan saat menumpahkan air minumnya dan membuat rumah berantakan? Konsekuensi apa yang harus dihadapi anak saat tidak taat kepada orang tua dan mengusili saudaranya?

Ubah “momen melelahkan” tersebut menjadi “golden moment”. Jadikan momen tersebut gerbang masuk untuk Anda mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Daripada fokus dengan kejengkelan karena anak menumpahkan minumannya berkali-kali, Anda dapat menjadikan momen ini sebagai pembelajaran bagi anak untuk belajar tanggung jawab. Ajak anak untuk bersihkan tumpahan air minumnya. Ajari anak untuk menjadi pribadi yang lebih hati-hati. Rengkuh momen ini secepat mungkin.
Begitu juga ketika anak terus-menerus membantah dan tak mau mendengarkan orang tua. Apa yang harus anak pelajari tentang ketaatan? Ketika anak mengganggu saudaranya, apa yang dapat dia pelajari tentang mengasihi dan menghormati saudaranya? Orang tua memang memikul tugas besar untuk membentuk karakter anak dan dari momen-momen seperti inilah—hal yang terjadi secara nyata—Anda bisa mengajarkan tentang karakter.

Anak-anak usia dini adalah pembelajar ulung, tetapi mereka juga jiwa-jiwa yang sangat membutuhkan bimbingan langkah per langkah. Syukuri segala hal yang terjadi di rumah dan berikan respons yang dapat “membangun” karakter anak sekaligus mempererat relasi antaranggota keluarga. [DLN]