Mendidik Anak dengan Benar Sejak Awal

Oleh: Beryl Sadewa Lumenta, guru SMP

parenting

Tahun baru, identik dengan awal yang baru. Sering kali orang mengawali tahun dengan membuat resolusi tahun baru, yang biasanya berupa komitmen untuk melakukan sesuatu yang baik. Mengapa di awal tahun? Karena, disadari atau tidak, kita tahu bahwa melakukan sesuatu yang baik dan benar, jika dimulai dari awal, maka hasilnya akan maksimal.

Hal yang sama berlaku di dunia parenting. Semua orang tua yang baik, pasti menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik pula; taat, disiplin, bertanggung jawab, sabar, inisiatif, dan lain-lain. Jika kita mulai mendidik anak kita sejak dini, maka hasilnya juga akan lebih baik. Lebih mudah mendidik anak agar memiliki karakter yang baik daripada memperbaiki karakter mereka ketika mereka sudah beranjak remaja, atau bahkan dewasa.

Masalahnya, hal tersebut ternyata tidak mudah, dan yang paling sulit adalah bagaimana mendidik anak agar konsisten melakukan apa yang benar.. Kalau sekedar memberitahu mereka apa yang baik dan tidak baik, atau mendorong mereka melakukan apa yang baik dan benar sesekali, tentu tidak terlalu sukar. Lantas bagaimana caranya?

Ada 3 hal yang harus kita perhatikan.
Yang pertama, anak membutuhkan teladan dari orang tuanya. Ada pepatah mengatakan bahwa telinga anak mungkin tertutup terhadap nasehat, tapi matanya selalu terbuka melihat teladan. Ketika kita konsisten melakukan apa yang benar, maka anak kita akan cenderung meneladani perilaku kita, demikian pula sebaliknya. Percuma kita menasehatkan satu hal kepada anak kita, tapi anak kita melihat hal yang tepat berkebalikan dengan apa yang kita katakan.

Yang kedua, harus ada kesehatian antara Ayah dan Ibu. Artinya, Ayah dan Ibu harus memiliki nilai-nilai yang sama, dan harus sepakat mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak. Misalnya, ketika orang tua mau mengajarkan tanggung jawab kepada anak, dengan meminta dia merapikan mainannya. Ayah dan Ibu harus sepakat bahwa anak harus merapikan mainannya. Jika Ayah berkeras anak membereskan mainannya, tapi Ibu membolehkan anak untuk tidak membereskan mainannya, misalnya, maka anak akan cenderung mencari-cari celah untuk tidak melakukan tanggung jawabnya, dibalik kata-kata: “Kata Ibu boleh”sehingga akan sulit mengharapkan anak konsisten membereskan mainannya.

Yang terakhir, kita sebagai orang tua, harus bergaul akrab dengan anak-anak kita. Sediakanlah waktu untuk melakukan berbagai hal bersama-sama dengan mereka. Bermain, menonton, jalan-jalan, membaca buku, atau berolahraga bersama. Proses pendidikan karakter dalam keluarga adalah proses transfer nilai dari orang tua kepada anak-anaknya. Dan transfer nilai ini mustahil terjadi tanpa interaksi antara orang tua dan anak. Kalau sekedar transfer pengetahuan saja, bisa kita lakukan dengan memberi anak-anak kita nasehat, tapi tidak dengan transfer nilai. Sering kali saat yang paling tepat untuk mengajarkan nilai-nilai yang kita percayai kepada anak adalah saat kita sedang melakukan aktivitas sederhana bersama anak-anak kita. Momen-momen itu sering kali muncul saat kita sedang bersama-sama dengan anak-anak kita, kita yang perlu peka melihat momen-momen tersebut. Pernah suatu kali sedang duduk menunggu pesanan makanan di restoran, dan anak saya tiba-tiba bertanya: “Papi, aku kalau berdoa makan kan hampir selalu sama tuh kata-katanya, kira-kira Tuhan bosen gak, ya?” Sebenarnya, saat itu adalah momen yang sangat tepat untuk saya mengajarkan kepada anak saya mengenai sikap hati saat berdoa, tapi sayang, saat itu saya hanya bisa tertawa karena tidak siap menangkap momen yang muncul tiba-tiba.

Jika kita melakukan ketiga hal tersebut secara konsisten, maka akan lebih mudah bagi anak-anak kita untuk konsisten melakukan apa yang benar. Selamat mencoba.

Untuk Apa Kita Berencana Jika Semua Sudah Ditentukan?

Oleh: Ni Putu Mustika Dewi, staf Pengembangan Karakter

Saat memasuki awal tahun, kita cenderung merencanakan banyak hal (ini dan itu) untuk dilakukan sepanjang tahun. Namun, pernahkah kita bertanya-tanya untuk apa kita (manusia) melakukan perencanaan jika toh segala sesuatunya sudah TUHAN tentukan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, penting bagi kita untuk memahami dengan benar siapa TUHAN yang kita percaya dan siapa diri kita sebagai manusia yang adalah ciptaan-Nya.
TUHAN Allah yang kita sembah adalah Tuhan yang menciptakan kita segambar dan serupa dengan-Nya (Kejadian 1:26) dengan tujuan untuk menikmati Dia dan memuliakan-Nya.
Manusia tidak memiliki kuasa penuh atas waktu, tempat atau apa pun juga di dalam hidupnya, karena sebagai ciptaan kita ada dalam keterbatasan. Oleh sebab itu, untuk menjalani kehidupan ini Allah memperlengkapi manusia dengan akal budi dan kehendak. Manusia tidak diciptakan seperti robot atau wayang oleh TUHAN, tetapi diminta Allah untuk bertanggung jawab atas kehendaknya dan keputusannya. Namun, di dalam kebebasan manusia yang terbatas itu, Allah yang tak terbatas tetap pegang kendali penuh atas kehidupan ini. Tidak ada satu pun kejadian yang terlewatkan dari mata Allah.

Jika demikian, masih perlukah manusia berencana?
Perencanaan merupakan lambang hikmat sekaligus lambang keterbatasan. Hari depan sangat tidak bisa menentu, oleh sebab itu manusia melakukan perencanaan. Perencanaan yang dibuat bukan untuk mengontrol segala sesuatu di depan melainkan sebagai antisipasi (atau sebisa mungkin meminimalisir resiko) dari apa yang akan dihadapi nanti.
Oleh sebab itu, biarlah di dalam perencanaan kita akan masa depan yang tidak menentu, kita dapat belajar terbuka terhadap kendali Allah dengan berkata: Jika Tuhan berkehendak maka saya akan ….

Sumber:
 Alkitab
 Buku “Mengambil Keputusan seusai Firman Tuahn”, karya Haddon W. Robinson
 Ringkasan Khotbah Pdt. Ivan Kristiano “Jika Allah Berkehendak” di GRII Andika, 6 Juli 2014)

The Consistency of The New Year Resolution

Oleh: Bella Kumalasari, staf Pengembangan Karakter

resolusi

Tahun baru identik dengan sesuatu yang baru. Dalam mengawali tahun yang baru, kita sering membuat resolusi, sebuah tekad yang akan kita lakukan di sepanjang satu tahun mendatang. “Saya berjanji akan lebih baik dalam hal …” begitu kira-kira kita ucapkan. Namun seiring berjalannya waktu, tekad itu pun mulai memudar. Kita mulai kompromi dan berkata “Yah.. sudahlah..” atau bahkan tidak berkata apa-apa tentang tekad kita tersebut karena mengingatnya pun tidak. Tahun yang baru tidak hanya membutuhkan sebuah tekad yang baru. Tentu hal itu baik, namun konsistensi diperlukan untuk mempertahankan tekad itu sampai akhir tahun.
Menurut KBBI, konsistensi berarti ketetapan, kemantapan, kekentalan, kepadatan, dan ketahanan. Ijinkan saya menjabarkan konsistensi dalam dua hal, yaitu antusiasme dan kesetiaan.

1. Antusiasme
Konsistensi membutuhkan semangat dan tekad yang kuat, yang sering kita sebut dengan antusiasme. Sebuah buku menuliskan bahwa kata antusias berasal dari dua kata Yunani: “en” yang berarti “di dalam” dan “theos” yang berarti “Allah”. Jadi antusias berarti diinspirasi dan digerakkan oleh Allah. Hal ini mengingatkan kita tentang dasar dari segala sesuatu yg kita perjuangkan. Antusiasme tidak hanya sekedar semangat atau minat, namun lebih dari itu, ada Tuhan yang menggerakkan di dalam diri kita.
Antusiasme adalah hasrat yang begitu kuat untuk mengejar sesuatu. Pada kenyataannya, orang yang tidak mengenal Tuhan pun bisa seolah memiliki antusiasme, misalnya Saulus. Namun, tentu dasarnya berbeda. Dasar dari antusiasme bagi orang yang mengenal Tuhan adalah kenyataan yang begitu menggetarkan bahwa Allah terlebih dahulu menyelamatkan kita sehingga kita ingin memberikan yang terbaik bagi-Nya sebagai rasa syukur kita yang tidak terbendung. Oleh karena itu, sudah semestinya kita berusaha melakukan yang terbaik yang kita bisa dalam segala sesuatu, seperti yang Rasul Paulus katakan dalam Kolose 3:23 (TB) “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Sebaliknya, orang yang tidak mengenal Allah giat karena keinginan untuk memenuhi kepuasan pribadi.
Lalu, bagaimana cara mempertahankannya? Karena antusiasme tidak dihasilkan oleh usaha kita sendiri melainkan oleh Allah, maka kita perlu bersekutu dengan Roh Kudus dalam Firman Tuhan. “Janganlah padamkan Roh”, Firman Tuhan yang tertulis dalam 1 Tesalonika 5:19.

2. Kesetiaan
Ketika berbicara mengenai kesetiaan, saya pun teringat pada pengalaman saya melayani di suatu daerah selama satu tahun yang lalu. Saya merasa sudah coba lakukan yang terbaik yang saya bisa dan mengusahakan ini dan itu, namun seolah tidak ada hasil yang tampak. Saya protes pada Tuhan dan Tuhan menegur saya. Tuhan menyadarkan saya bahwa yang Dia minta hanyalah kesetiaan saya dalam melakukan apa yang Dia percayakan, bukannya menuntut hasil atau pun “menghasilkan sesuatu”.
Dalam perumpamaan tentang talenta, sang tuan memberikan apresiasi kepada hamba-hambanya dengan mengatakan “baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia” (Matius 25:21, 23). Kesetiaan sudah semestinya mengiringi antusiasme. Tidak cukup kita digerakkan dalam satu moment saja. Tuhan menuntut kesetiaan kita.
Tentu akan ada banyak hal yang sulit untuk dihadapi dalam memperjuangkan sesuatu, namun Tuhan ingin kita setia pada hidup yang Tuhan percayakan karena Dia terlebih setia. Ibrani 12:1-3 mengatakan “marilah kita … berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus. … Ingatlah selalu akan Dia … supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” Itulah kuncinya: mata yang tertuju pada Yesus.

Kiranya momen tahun baru ini mengajak kita mengambil sebuah resolusi yang sungguh-sungguh kita ikrarkan di hadapan Tuhan, apa yang Tuhan mau kita lakukan di tahun ini. Biarlah kita memiliki dasar yang benar sebagai sumber yang terus menggerakkan kita. Marilah terus menujukan mata kita kepada-Nya sehingga kita dimampukan untuk setia sampai akhir.

Selamat menempuh tahun yang baru bersama dengan Tuhan 🙂

Bijaksana

Oleh: Reggy Sebastian Sapetu, guru Agama SMA

“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu” (Matius 7:24-25).

Pengertian tentang bijaksana di sini bukan hanya berbicara tentang kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat. Akan tetapi, kita harus memahaminya sebagai sebuah dasar berpikir dan bertindak dalam menjalani kehidupan setiap hari. Sama seperti Musa di dalam doanya kepada Tuhan, “ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana,” Musa lebih melihat kepada penyertaan Tuhan di dalam hari-hari yang telah dan akan dia lalui. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang yang bijaksana kita harus terus melibatkan Tuhan dalam hidup kita. Inilah yang akan menjadi dasar yang kokoh, yang akan selalu memimpin kita pada hidup yang bijaksana. Permasalahannya adalah: dalam hari-hari kehidupan kita, berapa banyak kita melibatkan Tuhan dalam setiap apa yang kita pikirkan, katakan, dan perbuat?

Sangat jelas di sini bahwa syarat mutlak untuk menjadi seorang yang bijaksana adalah mendengar dan melakukan apa yang difirmankan Tuhan. Inilah langkah yang harus kita tempuh saat ini, yaitu mulai belajar untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Yesus mengajarkan tentang bagaimana membangun sebuah dasar yang kuat dan dasar itu adalah Yesus sendiri, melalui apa yang Ia firmankan. Satu hal lagi yang harus kita pahami adalah bahwa dasar ini berbicara tentang dasar yang teguh dan kekal di dalam Tuhan (bukan hal yang sementara).

Banyak orang Kristen yang tidak menyediakan waktu khusus untuk membaca dan merenungkan Firman Tuhan dengan alasan terlalu sibuk. Tanpa kita sadari sebenarnya kita sedang membangun sebuah dasar yang rapuh dalam hidup kita, yang akhirnya akan membuat kita mudah tergoyahkan imannya ketika menghadapi permasalahan hidup. Ketakutan, kekuatiran yang berlebihan, putus asa, dan bahkan meragukan keberadaan Tuhan, bisa menimpa kita jika tidak memiliki dasar yang kuat.

Oleh karena itu, sudah selayaknyalah kita menyediakan waktu untuk Tuhan secara pribadi. Mulailah untuk membangun relasi yang intim dengan Tuhan, melalui kehidupan doa dan firman yang teratur, sehingga kita bisa peka dengan apa yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan setiap hari. Dengan dasar ini, maka kita akan menjadi pribadi yang bijaksana, yang bisa menjadi berkat bagi orang lain dan memuliakan Tuhan senantiasa.

Hidup bijaksana sangatlah penting terutama dalam menghadapi tantangan di zaman sekarang ini, terlebih di dalam panggilan kita sebagai seorang pendidik bagi anak-anak yang Tuhan percayakan kepada kita. Mungkin di satu sisi kita tidak bisa mengikuti perkembangan zaman yang semakin canggih ini, kita kalah dengan generasi ini dalam hal penguasaan teknologi informasi, penggunaan social media, dll. Akan tetapi, dengan hati yang bijaksana, Tuhan akan senantiasa menuntun dan memberikan hikmat kepada kita untuk mendidik anak-anak kita, terlebih kerinduan kita adalah agar mereka pun memiliki dasar yang teguh di dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus.

Rendah Hati

Oleh: Nostalgia Pax Nikijuluw – Kasie Pengembangan Kerohanian, Karakter, dan Konseling Sekolah Athalia

“I am persuaded that love and humility are the highest attainments in the school of Christ and the brightest evidences that He is indeed our Master.”
John Newton (1725-1807)

Rendah Hati, sebuah kualitas hidup (karakter) yang cukup sering diperdengarkan tetapi sulit untuk dihidupi. John Newton seorang hamba Tuhan berkebangsaan Inggris menuliskan sebuah kalimat bijak yang memandang kerendahan hati dan kasih sebagai pencapaian tertinggi dalam sekolah Kristus dan kerendahan hati sebagai bukti yang sangat jelas bahwa benarlah Yesus adalah Tuan kita. Kerendahan hati dipandang sebagai kualitas hidup yang sangat penting dalam diri seseorang terlebih lagi bagi pengikut Kristus, karena rendah hati adalah salah satu karakter Allah yang sangat terllihat dalam diri Yesus Kristus. Bagi seseorang yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus, maka kehidupannya adalah cerminan dari Kristus yang adalah Tuhan dan Tuan.

Pemazmur dalam Mazmur 113:5-6 menggambarkan kerendahan hati Allah dengan menuliskan, “Siapakah seperti Tuhan Allah kita yang diam di tempat yang tinggi yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi? Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur.” Bahkan jika melihat kata asli yang digunakan untuk kata “rendah hati”, menggunakan kata yang artinya tertunduk. Allah menundukkan diri-Nya. Jika Allah Sang pencipta adalah Allah yang merendahkan diri-Nya terhadap ciptaan-Nya, maka kerendahan hati adalah sikap hidup yang juga dikehendaki-Nya untuk dihidupi oleh manusia sebagai ciptaan-Nya. Ia yang berada di tempat yang tinggi, mau merendahkan diri-Nya dengan datang ke dunia dan mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2: 6-8). Yesus Kristus adalah teladan.Tidak ada pilihan bagi manusia terlebih pengikut-Nya selain untuk mengikuti kehendak-Nya. Amsal 3:34 menuliskan, “Orang yang rendah hati dikasihi-Nya.” Allah mengasihi orang yang rendah hati.

Kerendahan hati mencerminkan kesadaran diri manusia dihadapan Allah. Apapun yang ada pada manusia baik itu sesuatu yang melekat semenjak lahir, ataupun sesuatu yang menjadi “milik“ dalam perjalanan kehidupan didunia ini, semua itu berasal dari Allah. Orang yang rendah hati akan menyadari bahwa seluruh keberadaan dirinya tidak dapat lepas dari campur tangan Allah yang telah terlebih dahulu melayani. Penebusan Kristus di salib menjadi bukti pelayanan-Nya. Demikian juga dengan kesadaran akan kebebasan untuk bernafas, setiap denyut jantung yang masih ada, matahari terbit pagi hari, hujan yang membasahi bumi, menyediakan apa yang dibutuhkan manusia, Allah yang terlebih dulu melayani. Bahkan Allah Roh Kudus yang hadir dalam kehidupan manusia, menolong dalam setiap perjalanan hari demi hari orang percaya, bukankah itu semua bukti kerendahan hati Allah dalam mengasihi dan melayani manusia? Jika demikian adanya, bagaimana dengan respons kita?

Orang yang rendah hati akan menyadari kebergantungannya kepada Allah, di tengah berbagai tantangan dan persoalan yang dihadapi. Kerendahan hati akan memampukan orang yang rendah hati untuk tidak hidup berpusat pada diri yang hanya mengikuti kata hatinya, pemikirannya sendiri, melainkan rela melepaskan kehendak diri demi mengikuti kehendak Sang Tuan. Ketika kerendahan hati menjadi bagian dari hidupnya, maka orang lain akan dapat menilai dan merasakan kenyamanan dalam berelasi dengan orang yang rendah hati. Adakah manusia yang dapat mengatakan dirinya sudah rendah hati? Seharusnya tidak ada, kecuali Yesus. Kita semua sedang diproses untuk menjadi serupa dengan-Nya, serupa dengan kerendahan hati-Nya.

Jika kerendahan hati adalah pencapaian tertinggi dalam sekolah Kristus seperti yang dikatakan oleh John Newton, dan jika kita adalah pengikut Kristus yang seharusnya menginginkan pencapaian tersebut, maka bagian kita adalah “mendaftarkan diri” kita dalam sekolah tersebut, dengan mempersilakan Tuhan melakukan setiap proses yang dikehendaki-Nya dalam hidup kita agar kita menjadi orang yang semakin serupa dengan-Nya.
Selamat berproses, Tuhan menyertai kita.

Drill Camp

Oleh: Gabriella Nancy Lionardy, kelas 8B

 

Saya Gabriella Nancy Lionardy, siswi dari kelas 8B. Saya merupakan salah seorang peserta yang mengikuti Drill Camp 2017. Tahun ini, Drill Camp yang diadakan di Sekolah Athalia diikuti oleh tiga cabang BB, yaitu cabang 4, cabang 14, dan cabang 15.

Drill Camp selalu dibuka dengan Opening Ceremony atau upacara pembukaan. Setelah opening ceremony, saya dan peserta lain di-briefing untuk mengatur tempat istrirahat, lalu kami diperbolehkan meletakkan barang-barang bawaan kami ke tempat istirahat. Acara dilanjutkan dengan ice breaking, yaitu games yang dipersiapkan oleh panitia.

Setelah ice breaking berlalu, dimulai beberapa pelatihan dasar untuk tingkat advance dan intermediate, sedangkan tingkat basic terpisah. Kami dilatih bagaimana balik kanan, hadap kanan, jalan di tempat, langkah tegap maju, dan lainnya. Sesi latihan pertama ini tidak berlangsung lama, setelah itu kami diberi waktu untuk makan malam yang telah disiapkan. Kami dibagi menjadi 2 grup, grup A makan terlebih dahulu dan grup B mandi terlebih dahulu. Kedua grup ini selalu ditukar setiap harinya.

Kami kembali melanjutkan aktivitas ke sesi 2 setelah makan dan mandi, bertempat di lapangan SMP/SMA Athalia. Di sesi ini kami lebih dibentuk lagi, baik mental maupun skill drill. Sesi II memakan waktu lebih lama dibanding dengan sesi I. Setelah sesi II selesai kami diberi squad time, dimana kami berkumpul bersama squad yang telah ditempatkan. Kami disiapkan buah jeruk untuk dimakan bersama squad sembari berbincang.

Akhirnya hari pertama Drill Camp 2017 selesai. Kami beristirahat di ruangan kelas yang telah ditetapkan sebagai ruangan untuk tempat kami beristirahat. Hari pertama ini berakhir pukul 12 malam. Hari ke-2 dimulai ketika waktu menunjukkan pk. 00.01 pagi. Sekitar pk. 01.00 atau 02.00 pagi kami dibangunkan untuk jurit malam. Kami dikumpulkan di Aula C, tempat kami melakukan opening ceremony kemarin. Kami dipasangkan berdua-dua untuk menjalankan jurit malam. Tingkat basic dengan basic, sedangkan tingkat intermediate bisa berpasangan dengan tingkat advance ataupun tingkat intermediate dengan intermediate dan tingkat advance dengan advance.

Setelah jurit malam berakhir kami diperbolehkan tidur kembali, lalu paginya kami devosi bersama, setelah itu kami sarapan pagi dan mandi. Panitia menyiapkan waktu untuk foto bersama setelah makan dan mandi. Kami difoto dengan membentuk formasi DC 17 dengan perisai yang melingkari tulisan DC.

Sesi foto berakhir, kami melanjutkan sesi masing-masing. Sesi pertama hari ke-2 untuk tingkat advance diajar oleh Bapak Atnan, kapten BB dari sekolah Candle Tree. Sesi selanjutnya dilatih oleh TNI AD. TNI AD ini diundang oleh panitia untuk melatih permormance kami saat tampil malam hari nanti. Semua peserta advance yang berjumlah 14 orang berjuang keras berlatih. Kami juga dibantu dengan keberadaan P3K dari panitia, yaitu para NCO.

Setiap selang waktu beberapa jam kami diberi snack dan kami juga diberi waktu istirahat. Setiap istirahat berlangsung selama + 45 menit. Kami ingin mempelajari semua yang diajarkan dari Drill Camp ini dan mengharapkan hasil yang bagus. Kami ingin menampilkan yang terbaik untuk Tuhan.

Malam hari yang ditunggu pun tiba, tiap tingkatan harus menampilkan sesuatu dari apa yang telah dipelajari, kecuali tingkat basic. Tingkat intermediate tampil dengan baik, kerapihan yang bagus, dan suara dari tongkat yang cukup serentak. Dan, tiba saatnya tingkat advance menampilkan apa yang sudah dipelajari. Kami tampil cukup baik, walau tidak maksimal karena kegugupan kami. Kami puas, kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menampilkan yang terbaik. Malam performance selesai, kami diberikan waktu istirahat yang cukup. Esok harinya ada Sunday Service, waktu dimana kami beribadah bersama yang dipimpin oleh NCO. Setelah Sunday Service selesai, kami diberikan piagam secara formal dengan teknik drill yang telah diajarkan.

Drill Camp 2017 ditutup dengan closing ceremony. Semua peserta mengikuti dengan hati yang bahagia. Beberapa peserta antar sekolah ada yang bertukar contact dan, seperti Instagram. Dari Drill Camp ini, kami belajar bagaimana harus disiplin dan tegas. Kami juga bertemu teman-teman baru dari sekolah lain, serta bertukar informasi. Hal penting yang juga kami pelajari, kami harus berusaha semaksimal mungkin, tidak mudah menyerah sampai titik klimaks.

drill_campdrill_camp

Sekilas tentang Retreat Kelas VII SMP Athalia 2017

Oleh: Loura Palyama, guru Agama SMP Athalia

Retreat adalah salah satu kegiatan kerohanian yang dilakukan di SMP Athalia. Biasanya kegiatan ini  dilakukan untuk siswa-siswi SMP Athalia kelas VII. Mengapa kelas VII..?? Karena melalui kegiatan ini siswa diharapkan memiliki keinginan untuk semakin hari semakin bertumbuh di dalam Kristus. Kegiatan ini merupakan awal dari berbagai kegiatan kerohanian yang lainnya. Setiap tahunnya, kegiatan ini dilakukan agar siswa dapat mengawali perjalanannya di SMP Athalia dengan kerinduan untuk senantiasa bertumbuh dan menjadi seperti Kristus.

Tahun ini, retreat di SMP Athalia mengambil tema “He Changes Me”. Dengan tema ini, diharapkan peserta yang ikut baik murid bahkan guru dapat semakin bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan dapat berubah semakin baik, dengan kesadaran dan keyakinan bahwa perubahan itu dimulai karena Kristus yang telah mengubahkan kita. Semua yang kita miliki di dunia ini, bahkan keselamatan yang kita miliki berasal daripada Kristus.

Retreat berjalan dengan baik. Ada suka, ada juga duka. Lho, kok duka..?? Iya duka, karena beberapa anak yang menangis merasa rindu dengan orang tuanya (tidak terbiasa jauh dari mama). Namun, anak ini belajar untuk lebih mandiri, di hari kedua penuh dengan tangisan air mata rindu, namun pada sore harinya, sang anak dengan diberi pengertian sudah mulai belajar mandiri. Ada juga beberapa peraturan yang berlaku selama di sana, dan tentunya ada konsekuensi juga.

Retreat kelas VII bukan hanya tempat untuk liburan bersama atau refreshing bersama, namun dalam retreat ini juga, anak-anak dibentuk untuk mandiri, untuk bertumbuh dalam Tuhan (itu yang paling penting) dan tidak ketinggalan untuk disiplin. Ya, guru-guru yang menjadi panitia retreat sepakat bahwa selain untuk membawa anak semakin mengenal Tuhan, kami juga berharap agar melalui retreat ini, anak-anak semakin disiplin dalam menjalani kehidupannya. Dimulai dari hal kecil, seperti makan dengan teratur, tidak boleh ada makanan yang terbuang hingga diwajibkan makan sayur. Dan semuanya kami lakukan, bahkan pembicara yang kami undang pun mengakui akan hal itu. Ev. Andrey Thunggal, seorang hamba Tuhan yang dipakai Allah untuk menyampaikan Firman-Nya kepada siswa-siswi kelas VII SMP Athalia.

Ev. Andrey Thunggal menyampaikan banyak hal dan memberikan kesan yang baik bagi Athalia. Pelayanannya pun diunggah dalam Youtube sehingga banyak yang terberkati melalui retreat ini. Unggahannya dapat dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=4lxC2ev_uVo. Terima kasih untuk pelayanannya Ev. Andrey, Tuhan Yesus memberkati.

Setelah kegiatan retreat ini banyak anak yang memberi kesaksian, bagaimana mereka belajar untuk mandiri, semakin berserah pada Tuhan dan lebih disiplin dalam menjalani sesuatu. Selain itu, ada juga beberapa anak yang belajar untuk meminta maaf dan mengampuni sesama. Bagaimana mereka belajar untuk lebih menghormati orang yang lebih tua terutama orang tua mereka dan menghargai sesama mereka.

retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7retreat_kelas_7

Open House dan Penerimaan Siswa Baru dari Siswa Luar Sekolah Athalia

Open House dan penerimaan siswa baru dari siswa luar Sekolah Athalia, diselenggarakan hari ini, Sabtu, 4 November 2017 mulai pukul 07.30 sampai dengan selesai. Acara diawali dengan pemutaran video clip tentang Sekolah Athalia (video company profile), dilanjutkan dengan sambutan dan doa pembuka oleh Bapak Anton Tamal selaku Kepala SMA Athalia. Dalam sambutannya, Bapak Anton menceritakan tentang rangkaian acara yang baru saja diselenggarakan di Sekolah Athalia, yaitu Bulan Bahasa, Athalia Cup, dan AKSEN (acara pentas seni) yang menggambil tema ENDEAVOUR yang artinya “something to die for” dengan tujuan untuk mengangkat semangat nasionalisme dalam diri siswa, dimana “NKRI Harga Mati” sebagai slogan dalam acara tersebut. Dekorasi dari acara tersebut masih menghiasi Aula F Gedung SMA tempat open house ini diselenggarakan. Acara dilanjutkan dengan persembahan lagu dari Paduan Suara SD Athalia yang menyanyikan lagu “Rayuan Pulau Kelapa” dan “Hujan Rintik-Rintik”. Setelah itu siswa-siswi yang tergabung dalam Boys’ Brigade, yaitu suatu organisasi kepanduan dengan landasan nilai-nilai Kristiani, menyajikan kekompakan dan kepiawaian mereka dalam Fancy Drill, yaitu gerakan baris-berbaris yang diiringi musik. Setelah itu, acara diteruskan dengan Sharing Alumni, kesaksian dibawakan oleh Joel, alumnus kelas IPS SMA Athalia yang telah sejak TK hingga SMA bersekolah di Sekolah Athalia. Joel yang saat ini berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menceritakan pengalamannya selama bersekolah di Athalia, juga tentang aturan-aturan di Sekolah Athalia yang tujuannya adalah untuk membentuk karakter siswa, yaitu karakter tertib dan disipilin. Karakter yang telah ditanamkan oleh Sekolah Athalia telah membentuknya menjadi pribadi yang sangat menghargai waktu sebagai pemberian Tuhan yang harus digunakan dengan bijaksana.

pak_anton

Pak Anton Tamal, kepala SMA Athalia, menyampaikan sambutan dan doa pembuka.

Dekorasi aula F

Dekorasi AKSEN di aula F

Dekorasi aula F saat Penerimaan Siswa Baru

padus_SD

Paduan Suara SD Athalia.

fancy_drill

Boys’ Brigade Athalia sedang menampilkan Fancy Drill.

joel

Joel sedang menyampaikan kesaksian dalam Sharing Alumni.

Penampilan selanjutnya adalah performance dari siswa dan siswi SMA Athalia yang menyajikan tari modern dengan gerakan-gerakan yang gesit dan rancak penuh semangat. Suguhan menarik lainnya juga datang dari siswa TK Athalia yang yang menari dengan lincah dan gemulai. Kelucuan dan gerakan-gerakan mereka, serta kostum yang colorful mampu memukau para tamu open house yang hadir. Acara dilanjutkan dengan Sharing Alumni, kali ini dari Nico, alumnus kelas IPA SMA Athalia. Sama seperti Joel, Nico pun bersekolah di Athalia sejak TK hingga SMA. Kini Nico telah berkuliah di Fakultas Teknik ITB yang masuk tanpa tes. Nico berbagi cerita tentang organisasi-organisasi siswa dan kepanitiaan-kepanitiaan yang ada di Athalia dan pernah diikutinya, seperti Boys’ Brigade, OSIS, AKSEN, dan lainnya. Ia sangat bersyukur dengan kesempatan tersebut karena menurutnya dengan berorganisasi di sekolah telah membantunya bertumbuh dalam karakter yang merupakan pengalaman berharga yang tidak terlupakan.

tari

Performance Tari oleh siswa siswi SMA Athalia.

tari murid TK

Murid-murid TK Athalia menampilkan tari tradisional Betawi.

nico

Sharing Alumni disampaikan oleh Nico.

tamu

Para tamu yang hadir dalam acara Open House.

Setelah itu, pak Presno Saragih, selaku Kepala Bidang Pendidikan Sekolah Athalia, menyampaikan tentang Budaya Sekolah Athalia, bagaimana Sekolah Athalia sangat memperhatikan tahap perkembangan siswa dalam mendidik, dalam melatih disiplin, tanggung jawab, dan mengembangkan karakter siswa.  Tidak hanya itu, kerja sama dengan orang tua juga sangat diperlukan dalam mendidik siswa bersama-sama dengan pihak sekolah. Beliau menyampaikan bahwa di Sekolah Athalia juga ada kelas parenting maupun seminar-seminar parenting yang sering diselenggaarakan agar orang tua dan guru memiliki kesamaan visi dan misi serta wawasan dalam mendidik anak sehingga dapat bersinergi dan bekerjasama dengan baik dalam mendidik siswa. Seminar parenting yang dalam waktu dekat akan diselenggarakan adalah seminar “Dealing with Child Tantrum“, di tanggal 25 November 2017. Stand pendaftaran pun dibuka di lobby F gedung SMA Athalia. Bersamaan dengan ini, Pak Presno pun memperkenalkan Sekolah PINUS yang merupakan “anak” dari Sekolah Athalia. Sekolah Pinus didirikan karena keprihatikan para pendiri Sekolah Athalia, direktur, dan anggota yayasan dengan kondisi pendidikan di negara kita yang belum banyak menjangkau anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Sekolah PINUS adalah sekolah gratis untuk menjangkau kalangan tersebut.

pak_presno

Pak Presno menyampaikan tentang Budaya Sekolah Athalia.

pak_daniel

Prosedur penerimaan siswa baru sedang dijelaskan oleh Pak Daniel.

Bapak Daniel, sebagai salah satu anggota yayasan (Yayasan Pendidikan Kristen Athalia Kilang) dan ketua panitia Penerimaan Siswa Baru menyampaikan penjelasan mengenai tata cara dan prosedur pendaftaran. Setelah itu acara ditutup dengan doa oleh Bapak Presno Saragih dan diteruskan dengan pengarahan penjualan formulir.

Penjelasan tentang masing-masing Unit oleh kepala sekolah masing-masing diselenggarakan di Aula yang berbeda. Untuk unit TK, bertempat di Aula F bersama dengan Ibu Risna Hutahaean, selaku kepala TK AThalia. Untuk unit SD, orang tua dapat menuju Aula E bersama Ibu Dewi Andrianti, selaku kepala SD Athalia. Untuk unit SMP, penjelasan dan pengenalan unit SMP bertempat di Aula C bersama ibu Anita Octavia, selaku kepala SMP Athalia, sedangkan untuk unit SMA berlokasi di Aula D bersama bapak Anton Tamal, selaku kepala SMA Athalia. Bagi calon orang tua TK yang ingin langsung membeli formulir stand pendaftaran tersedia di bagian belakang Aula F, sedangkan bagi calon orang tua yang ingin touring terlebih dahulu dapat menuju ke gedung TK Athalia yang dipandu oleh Ibu Lingling. Bagi orang tua SD yang ingin touring terlebih dahulu ditemani oleh Ibu Tini, ibu Hani, Bu Nana, Bu Ninik dan Ibu Tere, Ibu Lia sedangkan bagi yang ingin langsung membeli formulir stand pembelian telah tersedia di bagian belakang Aula E. Demikian juga untuk unit SMP, bagi calon orang tua dan calon siswa yang ingin touring dipandu oleh Pak Nove, Pak Beryl, Pak Yusuf, dan Bu Nana. Stand penjualan formulir pun tersedia di bagian belakang Aula C. Pun untuk unit SMA, touring dipandu oleh Ibu Lestari, Ibu Julinar, Pak Satya, Pak Hari, Bu Debora, dan Pak Totok.

bu_risna

Bu Risna menyampaikan presentasi dan memperkenalkan tentang TK Athalia kepada para calon orang tua.

bu_dewi

Bu Dewi sedang menyampaikan presentasi tentang SD Athalia di aula E.

bu_anita

Presentasi tentang SMP Athalia sedang disampaikan oleh Ibu Anita di aula C.

pak_anton

Presentasi tentang SMA Athalia disampaikan oleh Bapak Anton di aula D.

bu_lingling

Bu Lingling sedang mengajak calon orang tua siswa yang ingin melakukan touring ke gedung TK Athalia.

bu_lingling2

Bu Lingling sedang menemani calon orang tua TK untuk touring.

pusat_informasi

Pusat-pusat informasi juga tersedia bagi para calon orang tua yang ingin mendapatkan informasi lebih dalam mengenai masing-masing unit, salah satunya untuk unit SD bersama ibu Dewi dan ibu Tini.

pembelian_formulir

Suasana pembelian formulir pendaftaran untuk calon siswa TK.

pembelian_formulir

Pembelian formulir pendaftaran SD Athalia.

pembeliian_smp

Pembelian formulir pendaftaran untuk SMP Athalia.

pembelian_sma

Pembelian formulir untuk SMA Athalia.

perpus

Tour ke Perpus bersama Ibu Lestari dan Ibu Gusti.

Ibu Julinar sedang menemani touring calon orang tua SMA.

touring_smp

Touring SMP bersama pak Jusuf.

touring_smp

Pak Nove juga memandu para calon orang tua dan calon siswa touring di gedung SMP.

touring_smp

Touring SMP dipandu oleh pak Beryl.

touring_smp

Bu Nana (kaos biru) sedang menyampaikan penjelasan pada calon orang tua SMP dalam touring di gedung SMP.

Untuk kelancaran acara, bagi orang tua yang membawa anak balita, tersedia spot untuk bermain anak di sudut kiri bagian belakang aula F ditemani oleh guru-guru TK Athalia. Berbagai macam mainan edukatif pun disediakan di tempat tersebut. (Ind).

Guru-guru TK menemani para balita yang ikut hadir saat Penerimaan Siswa Baru

Belas Kasihan

Oleh: Bapak Presno Saragih, Kabid. Pendidikan
belas kasihan

 

Dalam Markus 6:30 kita membaca bahwa para murid melaporkan apa yang sudah mereka kerjakan dan ajarkan kepada orang-orang yang mereka jumpai. Pasti terjadi diskusi yang menarik antara mereka dengan Tuhan Yesus. Mungkin ada pujian, koreksi, dan lain-lain yang diberikan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya. Pendek kata ada evaluasi yang Tuhan Yesus sampaikan kepada mereka. Lalu pada ayat 31 kita membaca adanya ajakan Tuhan Yesus kepada mereka untuk pergi ke tempat yang sunyi untuk beristirahat di sana karena mereka baru saja melakukan pelayanan yang sangat melelahkan. Namun ketika Tuhan Yesus melihat orang banyak yang mencari-cari (membutuhkan) Dia, niat-Nya untuk beristirahat diurungkan-Nya (Markus 6:33,34). Ayat 34 mencatat bahwa hati-Nya tergerak oleh “belas kasihan” kepada mereka.

Belas kasihan adalah perasaan kasih yang ditunjukkan lewat perbuatan nyata. Markus 6:34b mencatat bahwa Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka. Mereka membutuhkan pengajaran Tuhan Yesus karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala (Markus 6:34a). Perasaan belas kasihan-Nya tidak berhenti pada perasaan simpati dan atau empati saja tapi dilanjutkan dengan perbuatan memberi pengajaran kepada orang banyak yang terlantar tersebut. Bahkan ketika hari mulai malam Tuhan Yesus meminta murid-murid-Nya untuk memberi makanan kepada orang banyak yang baru menerima pengajaran-Nya. Orang banyak membutuhkan makanan jasmani setelah mereka menerima makanan rohani dari Tuhan Yesus. Perasaan belas kasihan-nya kembali mewujud nyata dalam bentuk perbuatan yaitu memberi orang banyak makanan yang mereka butuhkan.

Ada banyak hal yang sangat menarik berkaitan dengan mujizat 5 ketul roti dan 2 ekor ikan. Ketika diberitahukan kepada Tuhan Yesus bahwa “modal” makanan yang mereka miliki hanyalah 5 ketul roti dan 2 ekor ikan, Tuhan Yesus tidak berkomentar negatif melihat perbandingan yang sangat tidak seimbang antara jumlah makanan dan jumlah orang yang butuh makanan. Yang membutuhkan makanan ada lebih dari 5.000 orang (Markus 6:44). Alkitab mencatat ada 5.000 orang laki-laki yang mendengarkan khotbah Tuhan Yesus pada waktu itu. Jumlah perempuan dan anak-anak yang hadir tidak ditulis. Mungkin ada 5.000 perempuan dan 5.000 anak-anak yang juga hadir menerima pengajaran Tuhan Yesus. Berarti totalnya ada +/- 15.000 orang yang membutuhkan makanan. Lalu Tuhan Yesus mengucap syukur dan membagi-bagikan roti dan ikan itu kepada mereka (Yohanes 6:11). Dan terjadilah mujizat. Roti dan ikan itu tidak kunjung habis. Semua orang mendapat makanan dan makan sampai kenyang (Markus 6:42). Bahkan masih tersisa 12 bakul penuh (Markus 6:43). Belas kasihan Tuhan Yesus yang disertai ucapan syukur menghasilkan mujizat yang mencukupi kebutuhan jasmani dan rohani 15.000 orang.

Bagaimana dengan perasaan belas kasihan yang kita miliki? Apakah perasaan tersebut mewujud nyata dalam bentuk perbuatan? Atau hanya berhenti pada perasaan simpati dan atau empati saja? Hanya berputar-putar pada poros perasaan kasihan semata. Kita cuma berkata, ”Kasihan ya bapak itu?” Namun tidak ada perbuatan nyata yang kita lakukan. Bahkan mungkin kemudian menggosipkan orang yang kita kasihani itu panjang lebar dengan teman kita. Ironis, bukan?!

Mengapa banyak orang hanya memiliki perasaan simpati dan atau empati saja tanpa disertai perbuatan nyata? Mungkin karena mereka sendiri belum pernah mengalami kasih ilahi dalam kehidupan mereka yaitu kasih Allah yang membawa-Nya naik ke bukit Golgota. Sehingga mereka tidak dapat membagikan kasih ilahi kepada orang lain karena kantong kasih mereka kosong melompong. Alkitab berkata bahwa Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita melalui kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib ketika manusia (kita) masih berdosa (Roma 5:8). Dengan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita secara pribadi, kita menerima kasih ilahi yang menyucikan kita dari segala dosa dan pelanggaran kita. Dengan modal kasih Allah tersebut kita dimampukan untuk mewujudnyatakan kasih kita kepada orang lain melalui perbuatan kita.

Ada banyak orang di sekitar kita membutuhkan injil Kristus. Ada banyak orang di sekitar kita membutuhkan uang kita, tenaga kita, telinga kita, waktu kita, nasehat kita, dan lain-lain. Maukah kita berbelas kasihan kepada mereka dengan memberitakan injil Kristus? Maukah kita berbelas kasihan kepada mereka dengan memberikan uang kita, tenaga kita, telinga kita, waktu kita, nasehat kita? Mari kita menjawabnya di hadapan Tuhan secara pribadi…

Rendah Hati

Oleh: Nostalgia Pax Nikijuluw - Staf PK3 Sekolah Athalia

“I am persuaded that love and humility are the highest attainments in the school of Christ and the brightest evidences that He is indeed our Master.”
John Newton (1725-1807)

Rendah Hati, sebuah kualitas hidup (karakter) yang cukup sering diperdengarkan tetapi sulit untuk dihidupi. John Newton seorang hamba Tuhan berkebangsaan Inggris menuliskan sebuah kalimat bijak yang memandang kerendahan hati dan kasih sebagai pencapaian tertinggi dalam sekolah Kristus dan kerendahan hati sebagai bukti yang sangat jelas bahwa benarlah Yesus adalah Tuan kita. Kerendahan hati dipandang sebagai kualitas hidup yang sangat penting dalam diri seseorang terlebih lagi bagi pengikut Kristus, karena rendah hati adalah salah satu karakter Allah yang sangat terllihat dalam diri Yesus Kristus. Bagi seseorang yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus, maka kehidupannya adalah cerminan dari Kristus yang adalah Tuhan dan Tuan.

Pemazmur dalam Mazmur 113:5-6 menggambarkan kerendahan hati Allah dengan menuliskan, “Siapakah seperti Tuhan Allah kita yang diam di tempat yang tinggi yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi? Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur.” Bahkan jika melihat kata asli yang digunakan untuk kata “rendah hati”, menggunakan kata yang artinya tertunduk. Allah menundukkan diri-Nya. Jika Allah Sang pencipta adalah Allah yang merendahkan diri-Nya terhadap ciptaan-Nya, maka kerendahan hati adalah sikap hidup yang juga dikehendaki-Nya untuk dihidupi oleh manusia sebagai ciptaan-Nya. Ia yang berada di tempat yang tinggi, mau merendahkan diri-Nya dengan datang ke dunia dan mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2: 6-8). Yesus Kristus adalah teladan.Tidak ada pilihan bagi manusia terlebih pengikut-Nya selain untuk mengikuti kehendak-Nya. Amsal 3:34 menuliskan, “Orang yang rendah hati dikasihi-Nya.” Allah mengasihi orang yang rendah hati.
Kerendahan hati mencerminkan kesadaran diri manusia dihadapan Allah. Apapun yang ada pada manusia baik itu sesuatu yang melekat semenjak lahir, ataupun sesuatu yang menjadi “milik“ dalam perjalanan kehidupan didunia ini, semua itu berasal dari Allah. Orang yang rendah hati akan menyadari bahwa seluruh keberadaan dirinya tidak dapat lepas dari campur tangan Allah yang telah terlebih dahulu melayani. Penebusan Kristus di salib menjadi bukti pelayanan-Nya. Demikian juga dengan kesadaran akan kebebasan untuk bernafas, setiap denyut jantung yang masih ada, matahari terbit pagi hari, hujan yang membasahi bumi, menyediakan apa yang dibutuhkan manusia, Allah yang terlebih dulu melayani. Bahkan Allah Roh Kudus yang hadir dalam kehidupan manusia, menolong dalam setiap perjalanan hari demi hari orang percaya, bukankah itu semua bukti kerendahan hati Allah dalam mengasihi dan melayani manusia? Jika demikian adanya, bagaimana dengan respons kita?
Orang yang rendah hati akan menyadari kebergantungannya kepada Allah, di tengah berbagai tantangan dan persoalan yang dihadapi. Kerendahan hati akan memampukan orang yang rendah hati untuk tidak hidup berpusat pada diri yang hanya mengikuti kata hatinya, pemikirannya sendiri, melainkan rela melepaskan kehendak diri demi mengikuti kehendak Sang Tuan. Ketika kerendahan hati menjadi bagian dari hidupnya, maka orang lain akan dapat menilai dan merasakan kenyamanan dalam berelasi dengan orang yang rendah hati. Adakah manusia yang dapat mengatakan dirinya sudah rendah hati? Seharusnya tidak ada, kecuali Yesus. Kita semua sedang diproses untuk menjadi serupa dengan-Nya, serupa dengan kerendahan hati-Nya.
Jika kerendahan hati adalah pencapaian tertinggi dalam sekolah Kristus seperti yang dikatakan oleh John Newton, dan jika kita adalah pengikut Kristus yang seharusnya menginginkan pencapaian tersebut, maka bagian kita adalah “mendaftarkan diri” kita dalam sekolah tersebut, dengan mempersilakan Tuhan melakukan setiap proses yang dikehendaki-Nya dalam hidup kita agar kita menjadi orang yang semakin serupa dengan-Nya.
Selamat berproses, Tuhan menyertai kita.

rendah_hati