Beauty of Mathematics

Octovianus L. Riwu-Guru Matematika SMA

Matematika merupakan sebuah cabang ilmu yang sering menjadi “momok” bagi siswa dan dipandang hanya sebagai ilmu angka. Hal tersebut membuat matematika menjadi pelajaran yang cukup membosankan dan menakutkan bagi anak-anak. Namun, entitas matematika adalah sebuah pemberian Allah (God’s gift) bagi manusia. Hal ini pernah disampaikan oleh Galileo Galilei seorang fisikawan dan astronom dari Italia dalam bukunya The Assayer, “Mathematics is the language in which God has written the universe. The laws of nature are written by the Hand of God in the language of mathematics”. Begitu juga dalam esainya yang berjudul “Letter to the Grand Duchess Christina” (1615), “God is known by nature in His works, and by doctrine in His revealed Word”. Artinya, Allah menciptakan alam semesta dengan sebuah tatanan dasar matematika, sehingga ketika manusia melihat dunia ciptaan Allah, manusia seharusnya menyadari adanya unsur matematika di dalam setiap ciptaan.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Johannes Kepler yang mengatakan bahwa keteraturan hanya bisa ditemukan oleh manusia di dalam alam ciptaan-Nya yang Ia ungkapkan melalui bahasa matematika. Oleh karena itu, esensi dari ilmu matematika harusnya semakin menyadarkan manusia dan kagum akan Allah saat melihat ciptaan-Nya. Senada dengan Van Brummelen dalam bukunya yang berjudul Walking With God In the Classroom, mengatakan bahwa ilmu matematika membawa kekaguman terhadap rencana dan susunan ciptaan Allah yang menyatakan kesetiaan, keberadaan, dan kebesaran Allah.

Matematika sebagai sebuah bahasa yang digunakan oleh Allah untuk menciptakan dunia, perlu diajarkan kepada anak-anak sejak dini guna memahami dunia ciptaan-Nya. Mandat tersebut harus disadari oleh para orang tua sebagai prime educator untuk mencapai tujuan sejati di dalam proses pembelajaran matematika, yaitu mendidik anak dalam mengenal Sang Pencipta.

Berikut beberapa tip dan trik yang dapat dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya untuk mengajarkan matematika sekaligus pengajaran tentang dunia ciptaan Allah. Poin nomor 1 sampai nomor 3 dikhususkan untuk orang tua TK dan SD, sedangkan poin nomor 4 ditujukan untuk orang tua SMP dan SMA.

  1. Belajar melalui bermain
    Anak-anak sangat senang bermain. Kegiatan bermain merupakan tools yang baik dalam meningkatkan minat belajar anak terhadap matematika. Orang tua dapat menggunakan media daun dan tanaman di sekitar rumah untuk mengajari anak tentang angka dan tumbuh-tumbuhan ciptaan Allah. Misalnya, menggunakan daun untuk menjelaskan tentang struktur daun dan pentingnya daun bagi kehidupan manusia khususnya dalam proses menghasilkan oksigen. Setelah itu, orang tua dapat mengajak anak berkreasi membuat bentuk angka dengan menggunakan daun-daun kering.
  2. Mengenalkan matematika melalui dongeng atau bercerita
    Bercerita merupakan pembelajaran yang efektif untuk membantu anak-anak meningkatkan konsentrasi serta daya ingat. Orang tua perlu menyadari bahwa kegiatan membaca atau mendongeng bagi anak sejak dini dapat membantu anak dalam mengembangkan logika berpikir. Hal ini juga dikatakan oleh Virginia Walter bahwa proses mendongeng atau bercerita bagi anak dapat mengembangkan keterampilan berlogika dan melatih kemampuan anak dalam memprediksi peristiwa.
  3. Belajar matematika melalui praktik langsung
    Pembelajaran matematika akan sangat berkesan dan meaningful bagi anak jika dilakukan secara praktik langsung. Hal ini dikarenakan kegiatan hands-on dapat merangsang otak anak dalam memahami informasi dan menyimpannya pada long term memory sebanyak 60%-70%. Seirama dengan Novita Tandry yang mengatakan bahwa memori anak sebanyak 60%-70% berasal dari tindakan, sehingga kegiatan memperkenalkan matematika dapat dilakukan dengan mengajak anak terjun langsung mempraktikkan hal-hal yang berhubungan dengan matematika melalui aktivitas sehari-hari. Kegiatan praktik langsung yang dapat dilakukan oleh orang tua antara lain memperkenalkan operasi-operasi di dalam matematika, bentuk-bentuk geometri, dan juga hubungan spasial (tinggi-rendah, atas-bawah, depan-belakang, luar-dalam). Khusus untuk hal-hal yang berhubungan dengan bentuk atau geometri, orang tua dapat memperkenalkan melalui bentuk-bentuk yang ada di alam ciptaan Allah atau yang melekat pada diri anak itu sendiri. Lewat kegiatan-kegiatan tersebut, anak tidak hanya memahami tentang bentuk dan operasi matematika, tetapi juga akan mulai mengagumi Allah sebagai pencipta dunia ini.
  4. Belajar matematika melalui proses diskusi
    Proses diskusi adalah suatu cara merangsang dan menggali informasi anak guna mengetahui pemahaman dan cara berpikirnya. Kegiatan diskusi dilakukan dengan tujuan untuk saling berbagi informasi (knowledge sharing). Kegiatan diskusi yang dilakukan secara intensional oleh orang tua secara khusus tentang berbagai hal yang terjadi melalui berita maupun informasi terkini dapat mengajarkan anak tentang konsep epistemologi, relasi sebab akibat, serta kemampuan membaca situasi, dan peluang yang ada. Proses ini juga akan mengingatkan anak-anak tentang tugas manusia sebagai penatalayanan (stewardship) di dalam dunia ciptaan Tuhan.
Sumber:
The Ontological and Epistemological Underpinnings Of Mathematical Realism https://www.jstor.org/stable/10.5749/j.ctt1d390rg.4
https://web.stanford.edu/~jsabol/certainty/readings/Galileo-LetterDuchessChristina.pdf

Tuhan Besertaku Setiap Waktu

Pricillia Talarima-Orang tua Siswa 7R

Masing-masing kita tentu memiliki pengalaman pribadi bersama dengan Tuhan, entah itu pengalaman menyenangkan maupun menyedihkan. Saya sendiri meyakini setiap peristiwa yang terjadi merupakan cara Tuhan menyatakan kehadiran diri-Nya dalam kehidupan kita. Salah satu momen di mana saya merasakan penyertaan Tuhan adalah saat pandemi melanda di tahun 2020. Kala itu, saya harus mengambil keputusan untuk meninggalkan pekerjaan dan merawat anak-anak di rumah karena perubahan metode pembelajaran menjadi daring. Jujur ini terasa berat dan tidak mudah karena saya senang bekerja. Lewat pekerjaan saya bisa belajar ilmu-ilmu baru, khususnya dalam bidang pekerjaan yang saya tekuni. Tidak pernah sekalipun terpikirkan untuk menjadi ibu rumah tangga full time di rumah.

Saat membayangkan akan bekerja sebagai ibu rumah tangga, yang ada di benak saya adalah rasa takut dan khawatir dengan situasi yang akan saya hadapi di depan. Hal pertama yang terlintas adalah “menyetrika baju”, yaitu satu pekerjaan rumah tangga yang tidak saya sukai. Kemudian bagaikan sebuah presentasi google slide, muncullah slide-slide kegiatan rumah tangga lainnya dalam pikiran saya, mulai dari mencuci baju, mengepel lantai, menyapu lantai, memasak, mengantar jemput anak sekolah, membersihkan halaman depan rumah, membereskan tanaman, dan lain-lain. Sebelum pandemi, kami terbiasa memakai asisten rumah tangga yang tidak menginap, tetapi saat pandemi dengan pertimbangan kesehatan akhirnya kami mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sendiri. Akibatnya, saya mengalami stres ringan selama hampir tiga bulan setelah resign, bahkan berat badan pun turun hingga lima kilogram.

Setiap hari dalam saat teduh, saya berdoa “Tuhan, jika Engkau menghendaki saya full time di rumah maka mampukanlah saya, berikanlah damai sejahtera, dan sukacita serta cukupkanlah kebutuhan kami”. Saya pun mencoba mengisi hari-hari dengan bergabung di beberapa komunitas. Salah satunya adalah komunitas ibu yang bersekutu di rumah-rumah secara bergantian di Gading Serpong. Saya masih ingat ketika pertama kali bergabung dalam persekutuan tersebut, firman Tuhan yang kami renungkan adalah Roma 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”. Pembicara saat itu menyampaikan bahwa Tuhan selalu ada di segala kondisi yang kita hadapi baik suka, duka, susah, senang, dan semuanya itu mendatangkan kebaikan. Tuhan ingin kita yakin dan percaya dengan iman akan setiap rencana-Nya dalam hidup kita. Setelah persekutuan selesai, saya bertukar pikiran dengan teman yang mengajak saya ke persekutuan tersebut. Umurnya lebih tua dari saya dan sudah lama menjadi full time mom. Bisa dikatakan dia lebih berpengalaman mengurus rumah tangga dibandingkan saya. Akan tetapi, nasihat yang dia berikan hanyalah, “Kamu pasti bisa. Cobalah hadapi dulu dan jangan menyerah, lagi pula kamu bisa lebih dekat dengan anak-anak dan membangun ikatan yang erat. Jika tidak memulai, maka kita tidak akan tahu bagaimana cara menghadapinya. Kuncinya adalah bersyukur dan berkata ‘Thanks God’ dalam setiap keadaan”. Dalam perjalanan pulang saya berpikir sambil berkata dalam hati “Iya…ya, mengapa saat sedang senang begitu mudah mengucapkan terima kasih pada Tuhan, sebaliknya saat sedang susah saya malah dihantui rasa takut, khawatir, sibuk mencari jalan keluar, sulit mengucapkan “Thanks God”, bahkan sampai meragukan keberadaan Tuhan”. Lewat peristiwa itu saya diingatkan untuk selalu mengucap syukur dalam segala kondisi yang terjadi karena Tuhan tidak pernah tinggal diam dan selalu ada di setiap musim hidup kita. Saya mulai membuka hati dan belajar menerima keberadaan diri.

Puji Tuhan, sampai saat ini banyak hal yang membuat saya bersyukur telah memilih menjadi ibu rumah tangga. Salah satunya bisa mengikuti seminar Parenting “The Right Path” di Athalia. Lewat seminar tersebut banyak pelajaran baru yang bisa saya terapkan dalam kegiatan di rumah, khususnya mendidik anak-anak. Pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya ditambah harus menghadapi dua anak dengan karakter berbeda tidak hanya menguras fisik, tetapi juga pikiran dan emosi saya. Terkadang secara manusia timbul kebosanan dengan rutinitas yang ada, emosi yang frekuensinya suka naik turun, bahkan kesulitan dalam penguasaan diri. Namun, Tuhan membentuk saya lewat situasi tersebut. Saya diproses untuk memiliki kesabaran, penguasaan diri, tahan uji, kerendahan hati, membangun hubungan yang lebih intim lagi dengan anak-anak, dan masih banyak lagi hal yang akan membuat saya menjadi pribadi yang kuat di dalam Tuhan. Kini saya mencoba untuk menikmati setiap waktu dan babak baru dalam hidup saya dengan selalu berpikir positif. Hari baik atau kurang baik akan kita jalani, tetapi kita tidak akan pernah mengalami hari tanpa Tuhan. Musim yang baik maupun yang kurang baik, Tuhan tetap bekerja. Nikmatilah setiap musim hidup kita dengan penuh ucapan syukur karena kasih setia dan kebaikan Tuhan selalu menyertai.

“Those who leave everything in God’s hands will eventually see God’s hands in everything.”
(Mereka yang menyerahkan segala sesuatu di tangan Tuhan pada akhirnya akan melihat tangan Tuhan dalam segala hal.)

Tuhan Hadir Di Setiap Musim

Sylvia Tiono Gunawan-Staf Kerohanian PK3

Bumi memiliki enam musim yang siklus pergantian atau pembagiannya setiap beberapa bulan sekali. Enam musim tersebut dibagi lagi menjadi dua musim di daerah iklim tropis dan empat musim di daerah iklim subtropis. Dengan kata lain, ada negara yang hanya merasakan dua musim saja, salah satunya adalah Indonesia yang memiliki musim kemarau dan musim hujan. Musim yang ada di bumi juga memiliki pengaruh yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya (https://gramedia.com/literasi/musim/).

Apa yang terjadi jika sepanjang tahun hanya ada satu musim? Tentu berbagai tanaman dan satwa tidak dapat bertahan hidup, bahkan manusia juga akan mengalami kesulitan untuk bertahan hidup. Beberapa tanaman hanya dapat tumbuh dengan suhu tertentu di musim tertentu, demikian juga beberapa satwa. Fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa setiap musim yang ada membawa kebaikan dan memiliki manfaat masing-masing. Musim-musim itu berganti di sepanjang tahunnya untuk menolong setiap makhluk hidup yang ada di bumi ini tetap terpelihara. Inilah salah satu bukti karya Tuhan yang luar biasa. Tuhan bukan hanya menciptakan bumi dan segala isinya, Ia juga menyediakan apa yang dibutuhkan oleh ciptaan-Nya agar tetap terpelihara dengan baik.

Sama seperti musim yang berganti demikian juga kehidupan kita. Kehidupan adalah suatu hal yang dinamis, terus bergerak, dari hari ke hari tidak selalu sama. Apa yang kita hadapi hari ini, belum tentu kita hadapi esok hari. Kesulitan yang kita pikul hari ini belum tentu kita pikul di momen berikutnya. Tawa kita di hari ini bisa berganti duka di waktu yang lain. Pengkhotbah 3:1 mengatakan “untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya”. Pahami dan ingatlah bahwa Tuhan kita tidak pernah berubah. Kasih setia Tuhan tetap sama baik dulu, sekarang maupun yang akan datang.

Ayat 11 mengatakan bahwa Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Sayangnya, manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir sehingga di saat tertentu dalam kehidupan, kita merasa Tuhan tidak mengasihi dan memedulikan kita. Seorang penulis Kristen bernama Joyce Meyer pernah berkata beberapa momen kehidupan memang kadang kala bisa terasa sangat berat, tetapi jika kita hanya menemukan kegembiraan di musim-musim tertentu, kita kehilangan hal terbaik dari Tuhan di musim-musim lainnya. Tuhan mau kita menemukan sukacita di setiap momen hidup kita karena itu biarkan Tuhan memproses kita dalam tiap musim kehidupan yang kita lewati supaya kita bertumbuh makin kuat dan indah di hadapan Tuhan.
Suka duka bisa datang silih berganti. Namun, dalam kesemuanya itu Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dan mau kita terus mengingat-Nya. Ayat 14 mengatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia. Dalam menyadari keterbatasan kita, mari belajar terus bergantung kepada Tuhan pada setiap musim kehidupan kita.

Tuhan Ada di Setiap Musim Hidup Kita

Lili Irene-Plt. Kabag PK3

Mazmur 139:16 mengatakan, “Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk sebelum ada satupun daripadanya”.

Pernahkah kita merasa dalam kehidupan ini seolah-olah kesulitan menimpa kita terus-menerus? Atau kita mengalami sukacita secara beruntun? Jika kesulitan atau kesedihan seakan tiada akhir tentu saja ini melelahkan kita. Setiap orang pasti mengharapkan hidupnya selalu dipenuhi oleh sukacita. Namun, hidup tidak berjalan demikian. Setiap orang memiliki perjalanannya masing-masing. Jika kita melihat dalam konteks hidup di Indonesia, ada musim hujan dan kemarau. Hujan tidak selalu terus-menerus tanpa henti atau kemarau panjang tanpa akhir. Di balik hujan ada pelangi dan di balik kemarau ada Tuhan yang berkuasa atas alam. Segala sesuatu ada waktunya.

Mazmur 139: 16
mengatakan, “Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk sebelum ada satupun daripadanya”. Ayat ini mengingatkan bahwa Tuhan ada dalam setiap perjalanan hidup kita bahkan sejak kita masih di dalam kandungan. Betapa istimewanya kita sehingga Ia mengingat dan menjaga kita dari awal hidup kita, bahkan sampai masa tua pun Tuhan tetap menggendong kita. Yesaya 46:4, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus, Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.” Pada akhir perjalanan kita di dunia ini nantinya, Tuhan pun tidak pernah melepaskan tangan kita. Ia selalu ada untuk kita.

Apakah pergumulan dan kesulitan yang sedang kita alami saat ini sehingga membuat kita merasa sesak, bahkan mempertanyakan kehadiran Tuhan dalam hidup kita? Tuhan yang hadir ketika kita masih bakal anak, Ia pun akan selalu hadir dalam setiap pergumulan dan kesulitan yang kita alami. Tentu tidak mudah melewati semua pergumulan sakit penyakit, pekerjaan, kebutuhan hidup, persoalan keluarga, dan sebagainya. Namun, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendiri melewati semua ini. Tuhan ada di dalam setiap musim yang kita lewati. Ia memelihara hidup kita. Kasihnya memeluk kita dengan penuh kelembutan dan berkata,”Anak-Ku, Aku ada di sini untukmu. Tetaplah kuat, Aku akan berjalan bersamamu”.

Mari ambil waktu sejenak untuk merenungkan lagu berikut ini,
“Semusim berlalu namun Kau s’lalu p’liharaku.
Kasih dan setia-Mu tak pernah layu di hidupku.
Lebih luas dari samudra Kebaikan-Mu Bapa takkan habis dihidupku.
Lebih tinggi dari cakrawala Tak terbatas kasih-Mu sungguh kubersyukur”
. (https://bit.ly/4aBKCkS)

Setiap musim atau kondisi apapun yang kita alami Tuhan ada di sana menemani kita. Tuhan mengasihi kita semua. Tetaplah semangat!

Dua Hari Puisi di Indonesia

Wenny Primandari-Guru Bahasa Indonesia SMP

Pernahkah di antara kita merayakan Hari Puisi? Atau barangkali ada yang baru mendengar hari nasional satu ini. Tidak dapat dipungkiri, Hari Puisi memang cukup asing di telinga kita, tapi bukan berarti tidak ada, ya. Hari nasional tersebut sering dirayakan oleh komunitas tertentu saja. Namun, ada baiknya jika kita mengetahuinya juga. Nah, ada yang tahu, kapan Hari Puisi ini diperingati?


Hari Puisi di Indonesia sangat istimewa karena diperingati dua kali dalam setahun. Ya, Hari Puisi di Indonesia diperingati pada 28 April dan 26 Juli. Yang pertama, Hari Puisi Indonesia dideklarasikan di Pekanbaru, Riau pada 15 November 2012 yang diwakili waktu itu oleh penyair Sutardji Calzoum Bachri mengatasnamakan para penyair Indonesia yang datang dari berbagai daerah. “Deklarasi Hari Puisi Indonesia” tersebut ditandatangani oleh 30 penyair dari Aceh sampai Papua. Tanggal Hari Puisi Indonesia yang dimaksud adalah 26 Juli yang merupakan tanggal lahir “Si Binatang Jalang”, yakni Chairil Anwar.


Yang kedua, Hari Puisi Nasional diperingati setiap tanggal 28 April merujuk pada tanggal meninggalnya Chairil Anwar pada 28 April 1949 yang dikebumikan di pemakaman Karet yang sekarang disebut Taman Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Jakarta. Chairil Anwar merupakan sastrawan dan penyair pelopor Angkatan ‘45 yang dikenal dan dicatat sebagai penyair yang berpengaruh bagi perkembangan sastra Indonesia.


Peringatan Hari Puisi Indonesia dimaksudkan untuk menghargai serta merayakan keindahan puisi dan mendorong setiap kita untuk mengeksplorasi kreativitas dalam menulis puisi atau menikmati puisi sebagai bentuk seni yang indah. Puisi juga memegang peranan penting dalam kebudayaan manusia karena mampu menginspirasi, merangsang, dan memberikan wawasan baru pada pembacanya.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), puisi adalah ragam sastra yang bahasa terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Jadi, dapat disimpulkan puisi adalah ungkapan pikiran dan perasaan yang dituangkan dalam tulisan dengan menggunakan bahasa yang indah serta mengandung makna mendalam.


Puisi merupakan salah satu cara manusia mengungkapkan pikiran, emosi, ide, gagasan, dan perasaan yang sedang dialami ke dalam untaian kalimat-kalimat yang indah dan penuh makna. Siapa pun dapat menulis puisi. Puisi masa kini tidak lagi terjebak ke dalam syarat dan aturan-aturan tertentu, di antaranya satu bait harus terdiri dari empat baris, dalam satu baris memiliki 8 sampai 12 suku kata, sajaknya harus a-a-a-a, dan lain sebagainya. Puisi saat ini lebih dinamis dan fleksibel.


Mari kita perhatikan salah satu contoh puisi paling singkat yang dibuat oleh Sitor Situmorang berikut:

Malam Lebaran
Bulan di atas kuburan

Puisi tersebut hanya memiliki satu baris kalimat yang sarat makna. Cukup singkat, bukan? Setiap puisi akan memiliki interpretasi yang berbeda bagi setiap orang yang membacanya. Hal tersebut sangat wajar karena setiap pribadi memiliki latar belakang pengetahuan dan pemahaman masing-masing. Jadi, mari berpuisi untuk sekadar mencurahkan isi hati. Mengikuti aturan tentu boleh, tetapi jangan terjebak di dalam aturan-aturan pembuatan yang membuat kita merasa bahwa berpuisi itu terlalu sulit. Ungkapkan saja perasaan kita ke dalam baris-baris kalimat. Selamat berpuisi.

(sumber: https://kakibukit.republika.co.id/posts/212724/hari-puisi-di-indonesia-ada-dua-28-april-26-juli)

His Grace

Willa Nikki Aleta-Alumni SMA Athalia Angkatan XI

Hai, salam kenal! Namaku, Willa Nikki Aleta, alumni SMA Athalia tahun 2023. Saat ini, aku tengah menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi. Sungguh perjalanan yang panjang untuk aku sampai di titik ini, dan tentunya perjalanan tersebut masih belum usai. Perjalanan itu bermula dari aku menjejakkan kaki di SMA Athalia, perjalanan yang mengubah hidupku. Sedikit cerita, sejak masuk SMA, jujur aku sangat “clueless”, tidak tahu mau jadi apa saat lulus serta tidak tahu potensi dan kelebihan diri. Di saat teman-temanku yang nampaknya sudah memiliki segudang bakat, aku masih di fase bertanya-tanya.


Bersyukur Tuhan menempatkan aku di SMA Athalia karena aku sungguh merasakan adanya bimbingan dan arahan untuk mencari potensi diri. Aku ingat sekali momen yang mengubah hidupku. Kala itu pembelajaran daring dan mata pelajaran Bahasa Indonesia mengharuskan kami untuk membacakan sebuah puisi. Saat itu Bu Merry melihat adanya potensi dalam diriku. Tanpa ragu beliau mendorong aku untuk menjadi perwakilan SMA Athalia dalam lomba membaca puisi.


Di tengah ketidakpercayaan diriku, guru-guru Bahasa Indonesia pada saat itu terus meyakinkan diriku bahwa aku bisa, tentunya dengan segala nasehat dan perbaikan. Sejak saat itu, jujur saja, rasa kepercayaan diriku meningkat drastis. Aku jadi lebih berani mencoba hal-hal baru. Aku juga didorong untuk mengikuti lomba public speaking, hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya karena aku selalu berpikir bahwa diriku “demam panggung”.


Sungguh rencana dan anugerah Tuhan selalu tepat pada waktunya. Momen-momen yang membentuk diriku itu membuatku jadi paham akan potensi diriku dalam public speaking, sastra, hingga dalam kemampuan bersosialisasi. Hingga akhirnya, aku memiliki tujuan setelah lulus SMA dan di sinilah aku berada, di tanah Malang, berlabuh pada Jurusan Ilmu Komunikasi. Jika kembali dipikirkan, aku selalu mensyukuri momen-momen tersebut yang sudah membentuk diriku. Segala puji syukur dan kemuliaan hanya bagi Tuhan!

Keluarga yang Bersyukur

Hilda Davina S.-Staf Parenting PK3

Kita semua tumbuh dengan diingatkan untuk bersyukur dan mengucapkan “terima kasih”. Seorang psikolog Sarah Conway dalam tulisannya di Mindful Little Minds mengungkapkan bahwa banyak manfaat sikap bersyukur pada anak, yaitu meningkatkan kebahagiaan dan rasa optimisme, meningkatkan kualitas tidur, menghindari stres dan meningkatkan kemampuan coping stress, mengurangi masalah kesehatan fisik, menurunkan resiko depresi, menurunkan agresi, meningkatkan kepercayaan diri dan resiliensi. Memang tidak mudah untuk bisa selalu bersyukur karena rasa syukur bukanlah sifat alami yang dimiliki manusia sejak lahir. Namun, dengan kemauan dan kesadaran kita sebagai orang tua untuk menjadi teladan bagi anak maka rasa syukur ini bisa bertumbuh dan berbuah tidak hanya di hati anak-anak, tetapi juga seluruh anggota keluarga.


Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membentuk keluarga yang selalu bersyukur:

Berbagi tentang hal yang disyukuri

Hal ini dapat dilakukan saat anggota keluarga berkumpul untuk makan bersama atau pun sebelum tidur. Ajak anak berbagi cerita tentang pengalaman mereka dan hal apa yang dapat mereka syukuri di hari itu. Orang tua bisa memulai dengan memberi contoh, misalnya: “Ayah bersyukur walaupun hari ini jalanan macet, tapi ayah masih bisa pulang tepat waktu untuk makan bersama”. Momen ini akan mengajari anak-anak bahwa rasa syukur tidak hanya kita ungkapkan saat mendapatkan barang tertentu (materi), bahkan peristiwa yang awalnya terasa buruk pun bisa berubah menjadi hal yang baik jika kita bisa melihat peristiwa tersebut melalui perspektif yang berbeda.

Ucapkan terima kasih

Ungkapan terima kasih tidak hanya mampu menyenangkan hati orang yang mendengarnya, tetapi juga orang yang mengucapkannya. Ajarkan anak untuk mengucapkan terima kasih ketika mendapatkan sesuatu, mulai dari yang bentuknya fisik (konkret) hingga yang sifatnya tidak tampak (abstrak). Mintalah bantuan kepada anak untuk suatu pekerjaan yang bisa mereka lakukan dan ucapkan terima kasih sebagai bentuk apresiasi atas usaha mereka. Ucapkan terima kasih kepada pasangan kita. Semakin sering anak mendengar dan menyaksikan teladan dari orang tua, sikap bersyukur akan semakin tertanam dalam diri mereka.

Menghitung berkat

Ajak anggota keluarga untuk menyebutkan hal-hal yang dapat kita syukuri setiap hari. Supaya lebih menarik dan menantang, kita bisa membuat gratitude poster atau gratitude jar yang wajib diisi oleh seluruh anggota keluarga. Lalu pilihlah satu momen (misalnya akhir bulan atau akhir tahun) untuk bersama-sama membaca, merenungkan, dan akhirnya menyadari betapa banyaknya berkat yang Tuhan sediakan bagi kita setiap hari.

Berbagi dengan sesama

Hal ini bisa dimulai dari lingkungan di sekitar kita. Menjenguk teman yang sakit, berbagi makanan dengan tetangga, mendonasikan pakaian dan mainan yang masih layak pakai, dan sebagainya. Pengalaman ini akan mengajarkan anak untuk memikirkan orang lain selain diri mereka sendiri dan mensyukuri setiap hal yang telah mereka miliki.

Membangun keluarga yang bersyukur merupakan perjalanan seumur hidup. Tidak akan selalu sempurna, tetapi jika dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketekunan akan memberi hasil yang sepadan. Setiap ungkapan syukur yang kita nyatakan merupakan bukti penyertaan Allah yang akan membawa kita makin dekat dan makin mengasihi-Nya.

Sumber: 
Pentingnya Mengajarkan Bersyukur kepada Anak
diambil dari: https://klikpsikolog.com/pentingnya-mengajarkan-bersyukur-kepada-anak/
Teaching Kids to be Thankful
diambil dari: https://www.focusonthefamily.com/parenting/teaching-kids-to-be-thankful/

MENGUCAP SYUKUR DALAM SEGALA HAL

Lili Irene – Plt. Kabag PK3

Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah
di dalam Kristus Yesus bagi kamu.
(1 Tesalonika 5:18)

“Aduh, mengapa setiap pagi harus hujan sih bukan siang saja, aku jadi kesulitan untuk pergi bekerja dan mengantar anak ke sekolah.”
“Nih, jalan setiap hari macet bikin kesel.”
“Susah sekali mengurus anak yang tidak mau mendengarkan orang tua dan guru.”
“Sebel banget sih, orang tuaku sulit sekali mengerti apa yang aku mau.”
“Ini pasanganku tidak mau peduli dengan urusan anak, padahal aku sedang capek.”

Silakan lanjutkan sendiri dengan jujur apa yang sering kita keluhkan setiap hari, tentu ada saja bukan? Setiap orang punya masalah, keluh kesah, dan kekesalannya sendiri. Tergantung pada kita memilih untuk mensyukuri apa yang sedang terjadi sebagai sebuah proses kehidupan atau kita memilih untuk terus hidup dalam keluh kesah sehingga kita sulit menikmati hidup dan relasi intim kita dengan Tuhan. Mengucap syukur dalam segala hal adalah kehendak Allah bagi kita semua. Tampaknya mudah untuk dilakukan. Namun, pada kenyataannya tidaklah demikian bukan? Ada kondisi yang membuat kita senang atau menyenangkan baru kita mudah mengucap syukur dan pada kondisi kita sedih atau tidak menguntungkan tidaklah mudah untuk mengucap syukur.


Pernahkah Anda mendengar tentang Thanksgiving Day? Yaitu, hari libur yang dirayakan masyarakat Amerika Serikat setiap tahun, pada hari Kamis keempat bulan November. Pada hari ini orang Amerika berkumpul, mengadakan pesta dan makan bersama keluarga. Tidak hanya di Amerika Serikat, di Indonesia tepatnya di Minahasa juga terdapat tradisi yang serupa dengan Thanksgiving Day. Tradisi ini disebut “Hari Pengucapan” yang diadakan untuk mengucap syukur saat akhir musim panen, yakni di bulan Juli-Oktober. Thanksgiving Day dan Hari Pengucapan yang dirayakan setahun sekali ini memiliki tujuan yang sama yaitu, mengingatkan kita bahwa kehadiran Tuhan dan keluarga adalah sebuah anugerah dari Tuhan yang harus kita syukuri.


Sebagai orang percaya kita diingatkan firman Tuhan untuk selalu mengucap syukur dalam segala hal. Itu artinya dalam segala kondisi dan keadaan kita terus mengucap syukur. Bersyukurlah jika anggota tubuh kita terasa sakit, artinya diingatkan bahwa kita masih memiliki anggota tubuh yang Tuhan berikan. Bersyukurlah jika hujan turun, sehingga tidak terjadi kekeringan. Bersyukurlah untuk anak-anak yang belum bisa mendengarkan kita saat ini, artinya kita masih diberi kesempatan untuk mendidik mereka. Bersyukurlah untuk orang tua yang belum mengerti kita, artinya kita masih diberi kesempatan untuk mengasihi dan mendoakan mereka.


Jika kita melatih pikiran dan hati kita setiap hari bersyukur untuk setiap anugerah dan kasih Tuhan atas apa yang kita miliki dan tidak kita miliki, apa yang terjadi baik itu suka maupun duka, maka hidup kita akan penuh dengan sukacita dan kebahagiaan. Jadi, kebahagian datang karena kita terus dibentuk menjadi pribadi yang penuh syukur. Bersyukur dalam segala hal dan keadaan. Kiranya Tuhan memampukan komunitas Athalia baik kita sebagai pemimpin, pendidik, staf, orang tua, maupun siswa memiliki karakter yang terus bersyukur. Tuhan berjalan dengan kita setiap hari dan menggandeng tangan kita dalam segala keadaan. Puji Tuhan!

Mendampingi Remaja Saat Menghadapi Masalah

Oleh: Mattias Malanthon-Kepala PKBM Pinus

Sejumlah kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh anak-anak usia remaja. Hal ini disebabkan oleh berbagai permasalahan yang membuat mereka merasa terpojok, kesepian, tertekan, bahkan sampai kehilangan identitas. Di sinilah peran orang tua sebagai orang yang terdekat dibutuhkan untuk menghadapi fenomena ini.


Menurut pendapat penulis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam menghadapi permasalahan anaknya, di antaranya adalah:

  1. Mendengarkan versus mendengar
    Mendengarkan tidaklah sama artinya dengan mendengar. Menurut KBBI, mendengar artinya adalah menangkap suara (bunyi) dengan telinga, sedangkan mendengarkan memiliki arti mendengar akan sesuatu dengan sungguh-sungguh, memperhatikan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara mendengar dengan mendengarkan. Sebagai orang tua, seringkali seorang ayah atau ibu “terpaksa” mendengar anaknya bercerita. Kondisi ini biasa terjadi saat orang tua membutuhkan waktu untuk beristirahat, sang anak justru meminta waktu untuk didengarkan masalahnya.
    Contohnya, anak mengalami perundungan dari teman-temannya karena menolak menyontek. Dari sudut pandang orang tua, akar permasalahannya sepele yaitu “masalah menyontek” sehingga orang tua “hanya” menasehati dengan berkata bahwa tindakan yang dilakukan anak sudah benar. Padahal kuncinya ada pada perundungan yang membuat anak merasa tidak nyaman. Sikap orang tua yang cenderung menyepelekan cerita anak membuat mereka merasa terpojok, kesepian, dan tidak dimengerti.
  2. Memberi penguatan versus melakukan penghakiman
    Selain mendengarkan, orang tua juga perlu memberikan respons yang tepat. Memberi penguatan berarti memberi respons positif yang dapat mendorong munculnya rasa percaya diri dan penerimaan diri anak sehingga dapat keluar dari permasalahan yang dihadapinya. Akan tetapi, penghakiman dapat diartikan sebagai respons berdasarkan pengalaman pribadi, pengalaman masa kecil, ajaran agama, etika, norma sosial, dan sebagainya.
    Sebagai contoh, seorang anak merasa kesal karena hasil ujian yang dia dapatkan tidak sesuai harapan, padahal dia merasa sudah belajar dengan sungguh-sungguh. Orang tua bisa memberi penguatan, berusaha berempati dengan memosisikan diri di “sepatu” anak dan lebih fokus mencari tahu perasaan anak serta memberikan dukungan positif.
  3. Mengurangi tekanan versus menambah tekanan
    Anak membutuhkan pendampingan dari orang tuanya saat menghadapi permasalahan yang kompleks. Seseorang yang dapat diajak bicara untuk mengurangi tekanan yang sangat menguras energi dan emosinya.
    Sebagai contoh, seorang anak perempuan diajak teman-teman gank-nya untuk mem-bully seorang teman, dengan ancaman jika tidak mau melakukan maka aibnya akan disebarkan ke media sosial. Tentunya anak ini akan mengalami konflik batin dan butuh seseorang yang bisa dipercaya untuk bercerita, juga membantunya keluar dari masalah itu. Orang tua bisa memulai dengan mengajak anak untuk menceritakan “aib” yang dimaksud oleh teman-temannya. Saat anak sudah mau bercerita, ajak dia agar bisa berdamai dengan hal tersebut. Dengan demikian anak dapat merasakan tekanan akibat masalah yang dihadapinya berkurang.
  4. Optimis versus pesimis
    Ketika anak dapat melihat bahwa masalahnya sudah mulai terurai satu persatu, ada satu hal lagi yang harus dilakukan oleh orang tua, yaitu membangkitkan optimisme pada anak bahwa masalahnya akan dapat terselesaikan.
    Sebagai contoh, seorang anak mengalami perundungan karena tubuhnya yang pendek. Orang tua perlu menghadirkan energi positif agar anak dapat melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda, yaitu mengajarkan tentang gambar diri yang baik, bagaimana dia harusnya menyikapi ejekan “pendek” itu sehingga dia percaya dengan penampilan fisiknya. Kata-kata penyemangat, keseriusan dalam mendengarkan cerita anak, dan mau menerima kekurangan anak akan sangat membantunya untuk optimis.

Pendampingan orang tua bagi anak usia remaja sangat dibutuhkan. Mari menjadi orang tua yang siap mendampingi anak, agar pada saat anak menghadapi permasalahan dia tahu harus bercerita kepada siapa untuk bisa keluar dari permasalahannya sebagai pemenang.

Menjadi Pribadi yang Otentik

Oleh: Betsy K. Witarsa – Konselor SMA

Sebagai manusia, kita adalah ciptaan Allah yang paling mulia karena diciptakan segambar dan serupa dengan diri-Nya sendiri. Kita diberi kemampuan untuk berpikir, berencana, merasakan emosi, berekspresi, dan mengambil tindakan. Setiap kita juga memiliki karakteristik, kepribadian, bakat, dan kelebihan masing-masing yang membuat diri kita unik dan berbeda satu dengan yang lain. Allah ingin agar kita mengenal dan menghargai keunikan yang telah ditentukan Allah bagi kita serta memaksimalkan hal tersebut di dalam kehidupan kita. Lebih dari itu, kita akan dapat merasakan kepuasan dan kebermaknaan hidup jika sungguh-sungguh melihat diri dari sudut pandang Allah dan hidup secara otentik.


Sayangnya, ada berbagai hal yang seringkali menghambat kita untuk bisa menjadi pribadi yang otentik. Beberapa orang tumbuh dalam lingkungan yang sangat kurang memberi teladan dan kesempatan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan secara sehat, sehingga terbiasa untuk memendam atau bahkan menyangkal pikiran dan perasaan yang ada di dalam diri. Ada pula orang-orang yang diberi tuntutan untuk mencapai atau menjadi sesuatu yang sebenarnya tidak selaras dengan bakat utamanya, lalu dikritik dan dipandang sebelah mata ketika hasilnya kurang maksimal. Banyak manusia terbiasa memakai topeng demi mendapat penerimaan dan pengakuan, sehingga semakin lama semakin tidak peka dengan pikiran, emosi, dan kebutuhannya sendiri, serta kurang mengembangkan potensi yang dimiliki. Kehidupan tidak lagi dilandasi oleh pengenalan yang benar akan diri dan Allah serta kurang dipandu oleh nilai-nilai yang seharusnya membuat hidup tidak terombang-ambing.


Tidak ada kata terlambat untuk mulai menjalani hidup dengan lebih otentik, sembari tetap menjaga keharmonisan relasi dengan orang-orang di sekitar. Kata kuncinya adalah membangun relasi yang baik dan dekat dengan diri sendiri. Kita dapat melatih diri untuk melakukan beberapa hal berikut ini:

  1. Perhatikan dan sadari apa yang terjadi di tubuh kita. Leher atau bahu yang tegang mungkin terkait dengan apa yang ada dalam pikiran, perasaan, pemikiran, dan memori kita. Kondisi fisik dan psikologis kita saling mempengaruhi.
  2. Biasakan memvalidasi pikiran dan perasaan kita, bukan menyangkalnya. Hal ini bukan berarti kita tidak boleh mengevaluasi apa yang kita pikirkan dan rasakan, tetapi langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengakui dan memberi ruang terlebih dahulu. Contoh kalimat validasi yang bisa kita katakan pada diri sendiri yaitu: “Aku menyadari bahwa aku berpikir kalau orang lain lebih beruntung dari diriku dan aku jadi mengasihani diri sendiri”, “Saat ini sedang ada kesedihan yang begitu besar dalam diriku dan aku mengizinkan diriku untuk merasakannya”, dan “Aku sebenarnya tidak suka dengan kecemasan yang sering muncul ini, tetapi aku belajar mengakui bahwa saat ini memang seperti itu kondisinya”.
  3. Kenalilah diri kita sendiri. Apa yang kita kuasai, apa yang kita suka lakukan, apa yang membuat hati kita tergerak, apa yang penting dan bernilai bagi kita, dan semacamnya. Hadapi kebenaran tentang siapa kita dan akuilah jika memang ada aspek-aspek dari diri sendiri yang masih sulit untuk diterima. Kebenaran tidak selalu menyenangkan, tetapi dapat berpotensi membebaskan kita.