Tetap Melangkah Bersama Tuhan

Oleh: Sylvia Tiono Gunawan – Staf Kerohanian (PK3)

Yosua 1:9
Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi.

Frasa kuatkan dan teguhkanlah hatimu serta janji penyertaan Tuhan tertulis beberapa kali dalam bagian ini. Mengapa? Mungkin karena kegentaran yang dirasakan Yosua sangatlah besar.
Sebagai orang yang ditunjuk untuk menggantikan Musa, ia harus memimpin bangsa yang besar dan keras kepala. Di zaman Musa saja, ada begitu banyak pemberontakan sehingga Musa yang terkenal lembut hatinya bisa sangat marah menghadapi Israel. Di saat yang sama, ia juga harus memimpin peperangan melawan bangsa asing untuk menduduki tanah perjanjian. Orang Israel tidak ahli berperang karena mereka dulunya adalah budak di Mesir dan peralatan perang mereka pun sederhana sedangkan musuh yang dihadapi sangat kuat.
Melalui firman-Nya, Tuhan berulang kali meneguhkan Yosua bahwa dia tidak sendiri. Tuhan mau Yosua ingat bahwa Ia hadir dan menyertai Yosua dan bangsa Israel. Jika Tuhan yang ada di pihak mereka, tidak akan ada yang dapat mengalahkan mereka. Asal mereka tetap melakukan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh dan setia, Tuhan berjanji tidak akan meninggalkan mereka. Dan janji penyertaan Tuhan ini juga berlaku bagi setiap anak-anak Tuhan hari ini.
Memasuki tahun ajaran yang baru memang dapat membangkitkan antusias yang baru tapi juga dapat memunculkan kegentaran yang baru. Apakah tahun ajaran ini dapat berjalan dengan baik? Apakah anak-anak mampu melewatinya dengan baik? Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk tidak takut menghadapi apa pun yang akan terjadi di depan sebab Ia berjanji akan menyertai kita. Adapun yang Ia minta dari kita adalah tetap hidup dalam firman-Nya dan mengandalkan Dia. Karena itu tetaplah melangkah bersama dengan Tuhan dan jangan bersandar pada hikmat dan kekuatan kita sendiri. Ia, Allah yang setia akan terus menopang kita melewati satu tahun ajaran yang baru ini.

Parents Meeting Tahun Ajaran 2023/2024

Oleh: Chandria Wening Krisnanda, Staf Parenting (PK3)

Parents meeting adalah kegiatan yang diadakan setiap awal tahun ajaran baru di Sekolah Athalia dan Sekolah PINUS mulai dari level KB, TK sampai level SMA.
Acara ini dilaksanakan dalam waktu yang berbeda-beda di setiap levelnya, dan sekolah mengharapkan orang tua untuk hadir sesuai dengan level anak mereka. Pada kesempatan ini sekolah menyampaikan beberapa hal terkait budaya Athalia, pelaksanaan kurikulum merdeka khusus untuk level kelas KB, TK, Kelas 1, kelas 7, dan kelas 10, program pembelajaran karakter, program Athalia Parents Community (APC), dan program kelas parenting yang khusus diadakan bagi orang tua murid.
Parents meeting ini juga sebagai ruang perjumpaan pihak sekolah dengan orang tua sehingga kemitraan dalam hal pendampingan anak dapat berjalan sesuai dengan visi misi sekolah. Ketua Yayasan Athalia Kilang, Ibu Charlotte Priatna menyampaikan prinsip 5 beliefs yang selama ini dihidupi di komunitas ini yaitu bahwa setiap anak adalah titipan Tuhan, berharga, unik, cerdas, dan punya tujuan khusus. Sebagai bentuk perwujudan kemitraan antara orang tua dan sekolah, pengurus APC juga mengajak orang tua untuk ambil bagian dan berperan aktif pada setiap program APC yang ada. Selanjutnya Bapak Presno Saragih selaku kepala bidang pendidikan menyampaikan program pembinaan karakter yang berkesinambungan mulai dari jenjang KB-TK, sampai SMA. Pada acara ini kepala sekolah di setiap unit menyampaikan program kurikulum akademik yang akan dijalankan pada tahun ajaran 2023/2024. Berikutnya orang tua juga diperkenalkan dengan setiap guru dan staf yang akan mendampingi para murid di sekolah.
Saat ini unit yang sudah selesai melaksanakan Parents Meeting adalah unit KB-TK, SD, dan PINUS. Selanjutnya besok Sabtu, 5 Agustus akan dilaksanakan Parents Meeting untuk SMP dan Sabtu, 12 Agustus Parents Meeting untuk SMA. Harapannya Parents Meeting ini bukan hanya kegiatan rutin yang bersifat seremonial saja tetapi dapat menjadi sarana untuk menyampaikan maksud Tuhan bagi orang tua, pendidik, dan peserta didik sehingga nama Tuhan makin dipermuliakan.

Latihan Berpikir

Oleh: Dra. Corrina Anggasurjana, MA, staf Research & Development SMA Athalia

https://flinkliv.com/pages/critical-thinking.html

Apakah contoh pembicaraan di atas sudah terjadi dalam komunikasi antara orang tua dan anak? Anak diajak berpikir sebelum mengambil keputusan, anak diperluas wawasan berpikirnya dan diajak melihat berbagai pertimbangan?
Diskusi yang didasarkan pemikiran yang kritis akan menghasilkan kesimpulan yang mantap karena melalui proses berpikir yang bertahap, berkembang, dan matang. Orang tua perlu melatih dan membiasakan anak untuk mengembangkan proses berpikir kritis yang benar. Hal itu pun sedang digiatkan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia sebagai salah satu ciri Pelajar Pancasila, yaitu bernalar kritis. Apakah berpikir kritis itu? Kemampuan secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan menyimpulkannya. Pelajar Pancasila yang bernalar kritis menganalisa dan mengevaluasi semua informasi maupun gagasan yang diperoleh dengan baik. Mereka juga mampu mengevaluasi dan merefleksi penalaran dan pemikirannya sendiri.
Berpikir kritis atau critical thinking merupakan keterampilan yang memungkinkan seseorang membuat keputusan yang logis. Agar anak-anak mampu berpikir kritis, ia perlu:
memiliki rasa ingin tahu – beri rangsangan yang menggelitik rasa ingin tahu anak, misal tanyakan “Apakah ada cara pandang lain untuk menyikapi hal ini?” “Bila kamu yang jadi menteri keuangan, kira-kira solusi apa yang akan kamu ambil?”
memiliki kreativitas – kreativitas dapat dilatih, misalnya beri satu kata dan minta anak mengajukan tiga pertanyaan yang dimulai dengan kata “jika….”
ketekunan – terus melatih pikiran ketika menghadapi berbagai situasi, pikirkan hal-hal yang ada di sekitar situasi tersebut untuk memperluas pemahaman dan wawasan.
Pembiasaan untuk berpikir kritis membuat seorang anak ketika menghadapi satu persoalan akan berusaha mencari informasi yang relevan, menanyakan pertanyaan yang bermakna, mempertimbangkan berbagai alternatif sudut pandang, menggunakan logikanya, menghindari asumsi, dan mempertimbangkan berbagai peluang.
Orang tua harus mendorong anak-anak untuk mencari kebenaran dengan belajar bernalar dan berdebat secara sehat sehingga anak-anak tidak akan hanya menelan apa saja yang ditawarkan kepada mereka tanpa mempertimbangkannya. Anak-anak remaja yang terbiasa berdebat secara sehat dengan orang tuanya akan mengembangkan kemandirian dan keteguhan yang membuat mereka lebih tahan terhadap tekanan teman sebaya, termasuk yang berkaitan dengan narkoba, alkohol, atau pun isu-isu negatif yang mewarnai dunia para remaja. Pemikiran kritis yang baik juga akan menumbuhkan kepedulian yang produktif, bahkan mendorongnya untuk bertindak dan mencoba mengubahnya.

The simple believes everything, but the prudent gives thought to his steps. Proverbs 14:15 (ESV)

Hati Ayah bagi Keluarga

Oleh: Erika Kristianingrum, peserta Gathering Daddy n Me Day

Seorang ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuan sedangkan bagi anak laki-laki seorang ayah adalah teladan utamanya ketika menjadi seorang pria kelak. Namun terkadang banyak ayah yang tidak “berfungsi” di dalam keluarga karena tidak bisa menikmati perannya sebagai seorang ayah sehingga banyak anak-anak yang tumbuh tanpa “figur” ayah sekalipun ayah ada di rumah setiap harinya. Melihat fenomena ini maka kami berinisiatif untuk mengadakan acara gathering Daddy n Me Day agar relasi ayah dan anak yang renggang boleh diperbaiki.
Acara gathering Daddy n Me Day ini dibawakan oleh Bapak Rizal Badudu dan istrinya ibu Rina Badudu. Beliau adalah seorang pembicara sekaligus penulis buku Service Excellence dan Character Excellence. Melalui pengalaman mereka berdua saat mengasuh keempat buah hatinya yang kini sudah beranjak dewasa, mereka berdua berbagi tentang bagaimana seharusnya peran ayah dan bagaimana peran ibu sebagai penolong yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Acara ini dibawakan bukan dalam bentuk pengajaran atau seminar tapi lebih ke praktek-praktek sehingga lebih mengena dan mudah dipahami utk mengaplikasikannya di dalam keluarga. Ada 4 sesi dalam acara ini:

Sesi 1 Struktur Keluarga
Dalam sesi Struktur Keluarga ini Pak Rizal dan Ibu Rina mengajak keluarga untuk kembali kepada struktur keluarga yang benar yaitu Tuhan yang berada di atas keluarga lalu ayah sebagai pelindung dan penyedia kebutuhan keluarga, ibu sebagai pengelola di rumah dan anak-anak yang taat dan mengasihi orang tuanya. Di akhir sesi ini masing-masing anggota keluarga diminta untuk menuliskan hal-hal yang akan diperbaiki dan dilakukan.

Sesi 2 Identitas Keluarga
Dalam sesi ini tiap-tiap keluarga diminta untuk membuat poster yang menggambarkan identitas dari keluarga tersebut. Yang dinilai dalam pembuatan poster ini adalah kerjasama dari tiap-tiap anggota keluarga dalam proses pembuatan nya. Ada perdebatan, penyampaian pendapat, bekerja sama dan bahagia lagi untuk sebuah tujuan. Proses pembuatan poster ini menggambarkan keseharian masing-masing keluarga dalam menghadapi pergumulan.

Sesi 3 Bermain Bersama
Dalam sesi ini seluruh anggota keluarga diajak untuk bermain games. Ada 5 games yang dimainkan yaitu permainan know your daddy, where is it, merapat yuk, telepati, dan treasure hunt. Selain bekerja sama ada hal yang dipelajari dalam sesi ini yaitu bermain bersama, karena jarang sekali orang tua mau bermain bersama anaknya Dengan bermain bersama masing-masing anggota keluarga bisa saling mengenal satu dengan yang lain.

Sesi 4 Perekat keluarga
Di sesi ini masing-masing anggota keluarga diminta untuk menuliskan perasaan dan ucapan terima kasih kepada anggota keluarga yang lain dan membacakannya. Karena dalam beberapa keluarga masih sulit untuk mengungkapkan hal ini. Setelah membacakan kartu yang ditulis, diakhiri dengan ayah memimpin di dalam doa.

Kami bersyukur acara yang diikuti oleh 110 keluarga yang semuanya dari komunitas Athalia boleh menjadi berkat. Walaupun lelah karena acara berlangsung dari pagi hingga siang, namun acara ini cukup berkesan dengan terlihat dari peserta yang menyadari pentingnya untuk mengembalikan struktur yang benar di dalam keluarga sesuai dengan kehendak Tuhan, berkomitmen meluangkan waktu untuk ngobrol dan bermain bersama anak-anak dan terus saling mengenal dan menerima kelemahan masing-masing anggota keluarga.

“Others things may change us, but we start and end with the family”

Mengakhiri dengan Baik

Oleh: Ngatmiati – Staf kerohanian Sekolah Athalia

Sebuah peribahasa berbunyi, “hangat-hangat tahi ayam”. Peribahasa ini mengandung makna melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh hanya di awal. Pada awalnya giat atau semangat melakukannya, namun pada akhirnya mulai malas dan akhirnya mungkin saja pekerjaan yang dilakukan tidak terselesaikan. Hal yang penting bukan hanya kita memulai dengan baik, namun juga perlu menyelesaikannya dengan baik pula.
Hal ini mengingatkan kita pada frasa yang diucapkan oleh Rasul Paulus di dalam Kisah Para Rasul 20:24 dan 2 Timotius 4:7. Di kedua ayat tersebut, Paulus menyinggung tentang mencapai garis akhir. Paulus menggambarkan perjalanan hidupnya sebagai suatu pertandingan. Pertandingan di dalam bahasa aslinya mengandung makna perlombaan, perjuangan, dan pergumulan. Paulus telah memulai pertandingan dengan baik, ia pun rindu bisa mengakhirinya dengan baik pula. Secara khusus pertandingan yang dimaksudkan oleh Paulus adalah pertandingan iman dalam berjuang memberitakan atau menyaksikan Injil kasih karunia Allah. Dalam pertandingannya itu, Paulus mengalami banyak tantangan dan pergumulan (Kis. 20:19; 2 Kor. 11:23-28). Meski demikian, Paulus menolak untuk menyerah. Ia tetap memelihara imannya sampai akhir sambil terus bergantung pada kasih karunia Tuhan yang melimpah dalam hidupnya.
Sama halnya dengan Paulus, kita semua sedang menjalani pertandingan iman di dalam hidup kita dalam peran kita masing-masing di mana pun kita berada. Untuk dapat mencapai garis akhir dengan baik seringkali tidak mudah. Ada banyak tantangan yang kita hadapi yang menggoda kita untuk berhenti di tengah jalan ataupun menjalaninya dengan tidak benar. Hendaknya dalam menjalani setiap pertandingan yang kita ikuti kita senantiasa memelihara iman kita. Apapun kesulitan yang kita hadapi kita jalani dengan iman dan ketaatan kepada Tuhan. Terlebih lagi dalam setiap pertandingan kita, mari kita jadikan itu sebagai ajang untuk menyaksikan Injil kasih karunia Allah yang telah kita terima kepada orang-orang di sekitar kita. Baik itu anak didik kita, rekan kerja kita, anggota keluarga kita, maupun di lingkup yang lebih luas dalam pelayanan maupun bermasyarakat. Sebagaimana Paulus menantikan mahkota yang Tuhan sediakan baginya jika ia mencapai garis akhir dengan tetap memelihara imannya, mari jadikan itu sebagai penyemangat bagi kita.

Akhir yang Baik

Oleh: Sylvia Tiono Gunawan – Staf Kerohanian PK3

1 Korintus 9:24
Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!

Dalam bagian firman Tuhan ini, Paulus menjelaskan bahwa ia adalah manusia bebas karena Kristus telah menyelamatkannya. Namun, ia tidak mau menggunakan kebebasannya untuk hidup sembarangan. Sebaliknya, ia berusaha menjaga kehidupannya sedemikian rupa supaya melalui hidupnya yang baru ia dapat bersaksi tentang Tuhan dan menjadi berkat untuk orang lain. Paulus bersikap demikian karena ia sadar bahwa keselamatan yang diperolehnya adalah anugerah yang dibayar mahal oleh Kristus. Mengikut Kristus tidak boleh setengah-setengah dan harus setia sampai akhir.
Kehidupan mengikut Kristus diumpamakan seperti sebuah pertandingan oleh Paulus. Dalam sebuah pertandingan, kita tidak boleh hanya bersemangat dan gigih di awal, namun harus menuntaskannya sampai akhir dengan sekuat tenaga untuk memperoleh mahkota. Demikian juga dalam mengikut Kristus. Ketika pertama mengenal Kristus, kita mungkin begitu bersemangat dan mau melakukan segala sesuatu untuk Tuhan. Namun dengan berjalannya waktu, tanpa sadar semangat dan kasih yang mula-mula mulai surut. Doa, ibadah, baca Alkitab dan hal-hal rohani lainnya bisa jadi terasa hambar, tidak lagi menggetarkan hati. Belum lagi ketika kesulitan yang tak kunjung usai membuat kita lelah untuk terus bertahan dalam iman hingga akhir. Atau, mungkin juga ketika segala sesuatu terlalu lancar, kita melihat berkat Tuhan sebagai hal yang biasa sehingga kita makin kehilangan arah dan jauh dari Tuhan.
Bagaimana dengan kita hari ini? Masihkah kita berjuang dengan gigih untuk terus dekat kepada Tuhan? Melalui firman Tuhan ini, kita diingatkan untuk tidak membiarkan hambatan apapun menghalangi kita dengan gigih mengikut Tuhan seumur hidup kita. Mari kita terus berjuang setia sampai akhir sehingga dalam pertandingan iman, kelak kita memperoleh mahkota surgawi.

My Life, God’s Investment ICON Camp 2023

Oleh: Bella Kumalasari – Staf Karakter Sekolah Athalia

Life is a choice” adalah slogan yang sering kita dengar. Namun, seorang dosen pernah mengatakan, “Life is not a choice, Life is grace, the way you live is a choice”. Memang kalimat “Life is a choice” sering kali diartikan bahwa hidup ini suka-sukanya kita, tergantung maunya kita. Padahal, sesungguhnya hidup ini adalah anugerah yang Tuhan berikan. Maka, sudah selayaknya menjadi perenungan setiap kita, terutama anak-anak Tuhan, bagaimana kita memaknai hidup ini? SMA Athalia mengajak siswa untuk merefleksikan anugerah yang sudah Tuhan percayakan kepada setiap mereka melalui kegiatan kamp karakter di kelas XI dengan nama Influencing & Contributing (ICON) Camp 2023.
ICON Camp diikuti oleh murid-murid kelas XI SMA Athalia. Sesuai dengan profil SMA Athalia yaitu Influencing & Contributing, siswa SMA diajak untuk menjadi pribadi yang berdampak dan berpengaruh bagi sekitarnya. Pada tahun ini, ICON Camp mengangkat tema “My Life, God’s Investment”. Sepanjang acara murid diajak untuk berperan sebagai manajer investasi yang bertanggung jawab untuk mengelola modal yang mereka miliki. Menariknya, modal ini diberikan oleh Allah sebagai investor dan dimaknai sebagai gambar dan rupa Allah yang tercermin melalui karakter.
Menyadari keadaan manusia yang sudah jatuh dalam dosa tetapi telah ditebus oleh karya Kristus di kayu salib mendorong kita untuk terus bertumbuh di dalam karakter yang makin serupa Kristus. Modal itu harus terus dikembangkan agar mendatangkan “cuan” untuk dikembalikan lagi kepada “Sang Pemilik” modal, yaitu ketika kita dapat makin berdampak dan berpengaruh terhadap sekitar kita dan nama Tuhan dimuliakan. Tentu banyak keterbatasan di dalam ilustrasi yang digunakan, tetapi panitia berharap murid-murid dapat menangkap makna yang ingin disampaikan.
Sepanjang dua hari satu malam murid-murid menginap di alam terbuka dengan tenda. Mereka belajar sambil langsung mempraktikkan karakter-karakter yang dipelajari di dalam permainan maupun aktivitas yang ada. Mereka juga diteguhkan melalui sesi-sesi baik secara bersama-sama maupun dalam kelompok kecil. Mereka juga saling bekerja sama dan melayani. Murid-murid juga didorong mengambil komitmen untuk mau lebih berdampak dan berkontribusi terhadap orang-orang di sekitar mereka, mulai dari teman-teman mereka sebagai Angkatan 12 SMA Athalia.
Kiranya ICON Camp kali ini tidak berlalu begitu saja, tetapi dapat memberi kesan dalam hati setiap murid sehingga mereka memiliki semangat untuk terus berdampak dan berkontribusi, baik saat mereka masih di tingkat SMA maupun nanti ketika mereka sudah memasuki dunia kampus yang lebih luas.

Kesan Selama Berada di Lingkungan Sekolah Athalia

Oleh : Vanessa Majesty – Alumni SMA Athalia Angkatan VIII

Menurut saya, masa sekolah adalah tahap awal pengenalan akan diri sendiri sebelum studi lanjut di jenjang perkuliahan. Dalam masa pengenalan akan diri sendiri, lingkungan sekeliling anak akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, termasuk pendidikan. Sebagai alumni SMP dan SMA Athalia, saya bersyukur bahwa sekolah ini memberikan bekal pendidikan kepada siswanya secara holistik, mulai dari pengetahuan, iman kepada Kristus, dan karakter. Pendidikan karakter dan budaya yang diterapkan di sekolah Athalia sangat menolong saya beradaptasi di lingkungan perkuliahan, seperti tanggung jawab, rendah hati, jujur, bekerja sama dengan baik, dsb. Saat sekolah dahulu, saya ingat sekali motto sekolah Athalia sering sekali digaung-gaungkan oleh pihak sekolah, yaitu Right From The Start. Untuk saya sendiri sebagai siswa yang dulu sering mendengarkan motto tersebut, hal tersebut terdengar tidak ada maknanya. Begitu saya lulus dan menginjakkan kaki pada jenjang kuliah yang berhadapan dengan orang yang memiliki latar belakang berbeda-beda, makna dari motto tersebut menjadi sangat bermakna untuk saya, sebab banyak sekali orang yang jauh lebih pintar dan terampil dibandingkan saya. Di sini saya sadar bahwa karakter yang akan menentukan apakah kita akan mampu bertahan hingga akhir. Selain dari karakter, saya senang sekaligus bersyukur karena ada banyak kegiatan yang bisa saya ikuti untuk membantu saya dalam mengenali bakat dan potensi saya. Tidak hanya dari segi akademik saja yang dipelajari, tetapi terdapat kegiatan non-akademik yang didukung oleh sekolah ini. Berhubung saya berkuliah di jurusan musik, saya senang karena di Sekolah Athalia memiliki mata pelajaran musik yang memfasilitasi saya untuk mengenal bakat dan potensi saya yang akhirnya meyakinkan saya untuk berkuliah di jurusan musik. Ketika saya merefleksikan diri kembali, pendidikan itu sangat berguna untuk membangun diri kita sendiri sebagai manusia yang mampu memanusiakan orang lain, sehingga apa yang kita kejar bukanlah hanya karir semata, tetapi bagaimana cara untuk memperdayakan kemampuan kita agar bisa memajukan negara ini. Tentunya dalam proses pembelajaran tidak hanya siswa saja yang berperan, tetapi dari guru, pihak sekolah, dan orang tua memiliki andil dalam proses pembelajaran.

Komunitas Pembelajar

Oleh: Sylvia Tiono Gunawan – Staf Kerohanian PK3

Amsal 1:5,7
baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan…Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.

Dalam dunia pendidikan yang formal, ada saatnya kita akan selesai dalam belajar. Namun dalam kehidupan, belajar adalah hal yang harus terus kita lakukan sampai akhir hidup kita. Alkitab menuliskan bahwa seseorang yang mau terus belajar, mendengar, menambah ilmu, mempertimbangkan segala sesuatu sebelum bertindak akan menjadi lebih bijak. Tentu yang dimaksud dengan belajar di sini bukan sekadar belajar secara intelektual saja. Namun, yang pertama dan terutama adalah mengenal Tuhan sebagai sumber hikmat dan menghormati Dia dalam keseluruhan hidup kita.

Ketika kita belajar mengutamakan Tuhan dan memilih untuk menghormati Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, Ia akan menuntun kita menjadi orang yang bijak. Ia akan menolong kita untuk melihat hal-hal besar atau kecil sebagai sesuatu yang dapat kita pelajari. Ia akan memampukan kita untuk rendah hati sehingga kita bisa belajar dari siapa saja, bahkan dari seorang anak kecil atau dari orang yang dianggap rendah oleh dunia. Keluwesan dan keluasan untuk terus belajar akan terus ditambahkan oleh Tuhan sehingga semakin hari kita menjadi makin bijak.

Bagaimana jika kita berhenti belajar atau tidak mau belajar? Amsal menuliskan bahwa mereka akan menjadi orang-orang yang bodoh. Sekalipun mereka pandai secara intelektual tetapi tidak akan pernah menjadi orang yang berhikmat. Sebab ketika seseorang merasa sudah tahu segalanya, ia menjadi sombong dan memilih mengandalkan kemampuan diri daripada Tuhan. Akibatnya, ia berhenti bertumbuh dan berbuah bagi kemuliaan Kristus.

Manakah yang akan kita pilih, menjadi orang yang bijak atau orang yang bodoh? Firman Tuhan mengingatkan kita untuk memilih yang benar. Hiduplah dalam takut akan Tuhan dan teruslah menjadi seorang pembelajar. Hanya dengan demikian, kita dapat bertumbuh dalam iman, pengetahuan dan dalam segala perbuatan baik yang nyata. Dengan belajar dan memusatkan hati pada Tuhan, kita akan dimampukan untuk melakukan pekerjaan di manapun kita berada sehingga kita terus bertumbuh makin bijak dan berbuah bagi kemuliaan nama Tuhan.

Si Kecil Tidak Mau Sekolah Minggu?

Oleh: Elisa Sri Indahati – Staf R&D SD Athalia

“Adek gak mau sekolah minggu, Ma. Adek mau ikut mama aja”, “Adek ngantuk, gak mau sendirian di sekolah minggu”. Dan masih banyak lagi alasan-alasan yang keluar dari mulut anak-anak kita yang tidak mau Sekolah Minggu. Dan mirisnya, tidak sedikit orang tua tidak mau repot dan enggan berdebat dengan anak. “Ok, sama mama deh di Ibadah Raya, tidak boleh berisik, nih HP-nya”, “Adek nanti online di rumah sajalah”. Bahkan kalimat-kalimat seperti ini yang sering saya dengar.


Setelah masa pandemi (2,5 tahun ibadah online), mengikuti Sekolah Minggu onsite mungkin membuat anak takut. Mereka harus berani mandiri dan belajar bersama teman yang belum saling kenal. Dan seringkali, ada saja anak yang takut dan diam saja di pojok ruangan, bahkan ada yang menangis.


Berikut beberapa tips yang bisa kita lakukan agar anak mau bersekolah minggu.

  • Temani anak kita di kelas Sekolah Minggu. Ketika anak menangis tidak mau Sekolah Minggu, kadang kita menyerah dan mengajak anak ke aula gereja yang biasanya dipakai untuk ibadah dewasa. Sesekali tidak ada masalah. Tetapi bila terlalu sering akan dijadikan senjata oleh anak. Seharusnya, orang tua dapat menemani ke Sekolah Minggu. Orang tua sedikit kehilangan makanan rohani, namun anak dapat belajar menikmati makanan rohaninya.
  • Cari jam ibadah yang cocok dengan kondisi anak. Beberapa gereja mengadakan jam ibadah Sekolah Minggu bersamaan dengan Ibadah Umum. Beberapa anak menyukai suasana ramai (jumlah kehadiran banyak), dia merasa nyaman karena tidak menjadi pusat perhatian tetapi menjadi pengamat. Namun, ada anak yang nyaman dengan suasana sepi (jumlah kehadiran sedikit) karena kakak Sekolah Minggu akan lebih perhatian padanya. Jadi kenali karakter anak, ajak anak datang ke Sekolah Minggu pada jam berbeda di minggu berikutnya, untuk melihat reaksinya. Bila ketemu jadwal yang cocok, buatlah jadwal rutin sehingga anak dapat menemukan komunitas baru.
  • Datanglah minimal 10 menit sebelum ibadah dimulai. Agar anak dapat beradaptasi, kenalkan anak dengan lingkungan sekolah minggu, mulai dari ruang kelas, guru sekolah minggu dan teman-teman. Untuk itu datanglah lebih awal. Hal ini dapat membuat anak lebih nyaman daripada datang saat waktu ibadah sudah dimulai, anak akan nervous melihat banyaknya orang yang tidak kenal dalam satu ruangan.
  • Duduk bersebelahan dengan teman yang cocok. Anak yang baru beradaptasi akan memilih-milih teman. Orang tua boleh mengajari anak berkenalan dengan temannya, dan duduk bersebelahan. Bila sudah ketemu dengan teman yang dirasa cocok, orang tua boleh bertanya bagaimana perasaannya hari ini dan bagaimana dengan teman barunya, dan mengajak anak membuat kartu ucapan untuk teman barunya minggu depan. Buat kesan/ bangun situasi yang membuat anak antusias dan tidak sabar menunggu kembali hari Minggu.
  • Berikan hadiah sebagai penghargaan. Setiap kali anak mengalami progres meskipun tidak besar, berikan penghargaan bentuk reward. Reward tidak selalu barang agar anak bukan fokus pada hadiah, tetapi anak bangga atas pencapaian yang telah diraih. Sehingga apapun bentuk hadiah yang diberikan orang tua, baik pelukan, pujian, atau barang sederhana sekalipun, tetap membanggakan bagi anak.

Nah, itu adalah tips untuk orang tua agar si kecil berani dan mau ibadah Sekolah Minggu sejak dini. Demikian tips kecil yang dapat saya bagikan, semoga para orang tua dapat berjuang untuk membawa si kecil mau dan rajin Sekolah Minggu.

Tuhan Yesus memberkati.