Hidup manusia dikatakan bermakna, bukan dari seberapa lama atau seberapa panjang usia dia hidup tapi dengan nilai-nilai apa dia mengisi kehidupannya di dunia. Apakah dia sudah mengisi hidupnya dengan bijaksana selama dia di dunia?
Ada suatu kisah yang menceritakan tentang seorang pria yang hidup dengan kedua anaknya. Sebelum meninggal, ia membagikan sejumlah uang kepada kedua anaknya dan berpesan:”Gunakan uang ini baik-baik! Jadikan uang ini sebagai modal usaha, supaya engkau menjadi orang berhasil. Tetapi ingat pesanku ini: “Jangan sampai kepalamu terkena sinar matahari” Setelah meninggal, kedua anaknya menggunakan uang tersebut untuk mendirikan usaha. Mengingat pesan ayahnya, anak yang pertama setiap hari datang dan pulang dari tempat usahanya dengan membawa payung. Ia berusaha melindungi kepalanya supaya jangan terkena sinar matahari, dengan demikian ia akan berhasil. Tetapi kenyataannya, ia bukan berhasil melainkan usahanya menjadi bangkrut.
Anak yang kedua berbeda dalam memaknai pesan ayahnya. Ia tidak mau membeli payung atau pelindung apapun untuk melindungi kepalanya dari sinar matahari. Setiap hari ia datang pagi-pagi buta ke tempat usahanya, ia mengerjakan segala sesuatu hingga malam hari, barulah ia kembali ke rumah sehingga usahanya berhasil. Anak yang kedua berhasil karena ia bijaksana memaknai pesan dari ayahnya.
Apakah bijaksana itu? Dalam kamus bahasa Indonesia, bijaksana artinya selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya); arif; tajam pikiran serta pandai dan hati-hati (cermat, teliti, dan sebagainya) apabila menghadapi kesulitan. Tuhan menghendaki agar umat-Nya memiliki hati yang bijaksana dalam menjalani hidupnya. Lalu, siapakah orang yang bijaksana? Orang yang bijaksana tidak identik dengan orang yang berpengetahuan tinggi karena orang yang berpengetahuan tinggi belum tentu bijaksana. Orang yang bijaksana belum tentu berpengetahuan tinggi tapi orang bijaksana pasti pintar dalam menghadapi segala sesuatu. Orang bijaksana adalah orang yang mampu melihat hidup ini dari sudut pandang Allah dan kemudian mengetahui tindakan terbaik untuk dilakukan. Orang yang bijaksana adalah orang yang mengenal isi hati Tuhan. Setiap orang pasti punya kerinduan untuk menjadi orang yang bijaksana.
Bagaimana menjadi orang yang bijaksana menurut Alkitab?
- Alkitab mengajarkan satu kalimat yang melampaui ajaran buku manapun; Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan (Amsal 1:7). Takut akan Tuhan ialah menghormati Tuhan. Takut akan Tuhan adalah mengakui bahwa Tuhan adalah sumber hikmat dan kepada-Nya-lah kita meminta hikmat. Takut akan Tuhan membawa kita untuk menjauhkan dosa dan membenci dosa, kejahatan serta ketidakbenaran dalam hidup kita. Orang saleh dalam Alkitab seperti Henokh, Nuh, Ayub, mereka dapat menjauhi kejahatan bukan karena mereka hebat tetapi karena mereka punya rasa hormat yang besar kepada Tuhan sehingga walaupun semua berbuat jahat, mereka tetap berkata “tidak” terhadap kejahatan. Inilah yang disebut takut akan Tuhan. Orang yang tidak takut akan Tuhan, bagaimana pun pintarnya, dia akan binasa. Salomo adalah seorang raja dalam perjanjian lama yang terkenal karena bijaksananya. Salomo memohon diberikan bijaksana oleh Tuhan dalam memimpin rakyatnya karena Salomo takut akan Tuhan. Tuhan memberikan Salomo kebijaksanaan sehingga raja Salomo menjadi raja yang begitu bijaksana dalam memerintah rakyatnya. Tetapi raja Salomo tidak terus punya hati yang takut akan Tuhan. Raja Salomo mengambil perempuan-perempuan asing yang tidak takut akan Tuhan, akhirnya Salomo pun ikut menyembah dewa dari isteri-isterinya tersebut. Raja Salomo sudah kehilangan hati yang takut akan Tuhan. Salomo tidak lagi mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Dia berjalan menurut keinginan hatinya sendiri sehingga pada akhirnya Tuhan pun murka kepada Salomo. Bijaksana yang tidak disertai takut akan Tuhan akan membawa kehancuran. Jadi takut akan Tuhan adalah pondasi bijaksana yang sejati.
- Orang yang bijaksana harus punya hati yang melekat akan Tuhan dan mencintai Firman Tuhan. Saat hati raja Salomo tidak takut lagi akan Tuhan, maka hatinya tidak lagi melekat dan mencintai titah Tuhan. Sehingga Salomo lebih memilih untuk mencintai perempuan asing walaupun Tuhan telah melarang Salomo. Salomo mengabaikan Firman Tuhan. Hatinya tidak menyembah Tuhan lagi. Dia melupakan Tuhan. Hatinya terus menjauh dari Tuhan. Dia menyembah dewa para isterinya. Salomo tidak membiarkan kebijaksanaannya dipimpin oleh Tuhan. Dia tidak lagi mampu memiliki hati yang didedikasikan untuk Tuhan. Melekat kepada Tuhan berarti tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam kita. Orang yang bijaksana mempercayakan hidup ini sepenuhnya kepada Tuhan dan mengizinkan Tuhan berotoritas penuh atas hidupnya. Hidup bergaul dan berjalan bersama Tuhan, mencintai firman dan menjadi pelaku firman. Daud berkata, ”Aku lebih berakal budi dan aku lebih mengerti, sebab aku merenungkan peringatan-peringatanMu dan memegang titah-titahMu (Mazmur 119:99-100). Daud mempelajari Firman Tuhan dan menjadikannya sebagaai isi pikirannya serta gaya hidupnya. Untuk menjadi orang yang bijaksana, kita harus menjadikan Firman Tuhan sebagai pelita bagi kaki kita. Alkitab adalah Firman Allah yang memberitahu kita mengapa kita hidup, bagaimana kehidupan berjalan, apa yang harus dihindari dan apa yang harus kita lakukan untuk bisa menjalani hidup dengan bijaksana di dalam pandangan Allah. Jadi melekat kepada Tuhan dan mempelajari serta merenungkan Firman Tuhan dapat membuat seseorang bertindak dengan hikmat dan bijaksana.
- Kebijaksanaan yang sejati tidaklah berasal dari filosofi dan ide manusia. Kebijaksanaan yang sejati berasal dari Tuhan saat orang tersebut punya hati yang takut akan Tuhan dan punya hati yang melekat akan Tuhan serta mencintai Firman Tuhan dan melakukannnya. Maukah kita menjadi orang yang bijaksana sesuai dengan kehendak Tuhan?
Terima kasih informasinya!! <a href=”https://jakarta.telkomuniversity.ac.id/”>jangan lupa kunjungi situs kami.. </a> <a href=”https://jakarta.telkomuniversity.ac.id/”>Telkom University Jakarta </a>