Kerendahan Hati Samuel Morse

artikel kerendahan hati

 

Samuel Finley Breese Morse lahir di Charlestown, Massachussetts, Amerika, tanggal 27 April 1791. Dia adalah anak sulung dari tiga putra keluarga Dr. Jedidah Morse, seorang pendeta dan ahli geografi. Samuel muda dibesarkan dalam keluarga yang memegang teguh ajaran Alkitab tentang penciptaan.

Pada saat itu, proses komunikasi berjalan dengan sangat lambat. Morse sendiri mengalami masalah-masalah yang disebabkan oleh kelambatan komunikasi itu. Misalnya, Pada tahun 1811, ketika dia tiba di London sebagai siswa seni, hubungan Inggris dan Amerika Serikat sedang sangat tegang. Kapal-kapal Inggris menyerang kapal-kapal Amerika Serikat yang diyakini mengangkut barang untuk musuh Inggris, yaitu Perancis. Akhirnya, Inggris berupaya mengadakan rekonsiliasi dengan mengirimkan sebuah pesan. Sayangnya, ketika pesan itu sedang dalam perjalanan melintasi Samudra Atlantik yang membutuhkan waktu satu bulan, Amerika Serikat sudah menyatakan perang. Perang ini berakhir dua tahun kemudian. Sesudah perjanjian perdamaian ditandatangani, tentara Amerika dan tentara Inggris masih saja terlibat dalam pertempuran besar lain karena mereka tidak tahu bahwa perang sudah usai.

Pengalaman lain yang dirasakan Morse berkaitan dengan lambatnya proses komunikasi adalah pada saat istrinya yang masih muda meninggal mendadak di New Haven, Connecticut, yang terpisah 500 kilometer dari Washington D.C. tempat Morse berada. Dia tidak bisa menghadiri pemakaman istrinya karena berita tentang kematian istrinya tersebut baru sampai kepadanya melalui pos satu minggu kemudian. Morse menyadari bahwa masalah internasional dan personal yang dia alami bisa dicegah jika listrik bisa dipakai untuk komunikasi.

Pada tahun 1832, ketika berada dalam pelayaran dari Eropa menuju Amerika Serikat, Morse mendapat gagasan tentang telegrafi elektromagnetik rangkaian tunggal. Dengan bantuan Leonard Gale, dosen ilmu alam, selama lima tahun Morse mengembangkan gagasannya menjadi model yang operasional. Setelah selesai, Morse mendemonstrasikan telegrafi kepada para usahawan dengan harapan mereka mau membiayai pembangunan jalur telegrafi. Karena tidak ada penanam modal swasta yang tertarik, dia menghabiskan waktu satu tahun lagi untuk membangun model yang lebih baik dan mendemonstrasikannya kepada pemerintah Amerika Serikat. Lagi-lagi, dia tidak berhasil mendapatkan bantuan keuangan. Morse akhirnya pergi ke Inggris dan Eropa selama satu tahun untuk mencari dukungan keuangan, tapi ia juga mengalami kegagalan. Sekembalinya ke Amerika Serikat, Morse mencoba untuk menarik minat masyarakat. Dia memasang kawat terisolasi melintasi pelabuhan New York dan mengumumkan di surat-surat kabar bahwa dia akan melakukan demonstrasi umum. Tapi malang, jangkar sebuah kapal tersangkut memutuskan kawatnya. Alih-alih dukungan, Morse malah mendapat cemoohan.

Kegagalan demi kegagalan dialami oleh Morse. Ia menjalani sebelas tahun penuh frustrasi.  Morse tidak memunyai uang dan sering kelaparan. Namun, dia tidak pernah mengalihkan pandangannya dari Tuhan. Pada masa-masa sulit ini, dia menulis “Saya sangat yakin bahwa, meskipun terasa aneh, semua ini diatur oleh tangan Bapa Surgawi.” Kepercayaan Morse kepada Juru Selamat dan Tuhannya, Yesus Kristus, tampak nyata dalam semua aspek kehidupan dan pekerjaannya. Selama tahun-tahun penuh kemiskinan, kesedihan, frustrasi, dan cemooh, Morse selalu mengandalkan berkat Allah yang tak berkesudahan, dia mengatakan: “Hanya Dia yang bisa menopang saya … melalui semua percobaan saya.”
Pada tahun 1843, Morse berupaya lagi menarik minat pemerintah Amerika Serikat untuk membiayai penerapan telegrafinya. Kali ini dia berhasil. Meskipun banyak kesulitan teknis, dia berhasil membangun jalur telegrafi pertama dari Washington ke Baltimore. Morse telah membuat revolusi dalam komunikasi dengan menerapkan ilmu. Dia menerima banyak penghargaan oleh karena penemuan-penemuannya di bidang telegraf. Namun Morse tetap seorang Kristen yang rendah hati. Untuk setiap karyanya,  ia mengaku, “Semuanya adalah karya Dia …. Bukan bagi kami, tapi bagi nama-Mu-lah, ya, Tuhan, semua pujian.”
Dalam setiap keberhasilannya, Morse selalu berkata; “Saya telah membuat aplikasi berharga di dunia telegraf, namun itu bukan karena saya lebih baik, lebih hebat dari orang lain, tapi karena Tuhan dalam rencanaNya untuk umat manusia, harus merevelasikan hal tersebut lewat seseorang. Tuhan telah memilih untuk menyatakannya untuk dunia lewat diriku.”

(IB – Tim Karakter, Sumber:
http://biokristi.sabda.org/samuel_morse_1791_1872_penemu_telegraf_dan_seorang_kristen_yang_aktif, http://serba2.wordpress.com/2012/03/25/kerendahan-hati-samuel-morse/)

Tragedi Ade Sara Angelina Suroto

artikel bintaro serpong

 

Umumnya saya menikmati perjalanan dari rumah ke Sekolah Athalia, yang biasa saya tempuh dalam 30-45 menit bila lalu lintas berjalan wajar. Mengendarai mobil melewati jalan-jalan “tikus” yang menghubungkan wilayah Bintaro dan Serpong itu memperkaya saya dalam banyak hal. Udara pagi yang segar memicu sel-sel otak saya untuk berpikir, dan melakukan apa yang disebut orang-orang pintar sebagai: “proses pemaknaan”. Menuliskan pembelajaran seperti ini  membuat saya makin paham kehidupan. Mungkin juga bisa menjadi berkat buat yang membacanya.

Pelajaran  saya seputaran beraneka ragam karakter yang muncul dalam interaksi berlalu lintas. Tapi biar itu untuk lain kali, karena hari ini udara sekitar saya sesak oleh tragedi yang saya baca sejak kemarin di media: Ade Sara Angelina Suroto. Sambil menyetir, sepanjang perjalanan otak dan hati saya muter bolak-balik tak habis pikir.  Untunglah jalanan ini sudah saya lewati bertahun-tahun, jadi sambil merem juga kayaknya bisa J.

Ade dibunuh mantan pacarnya yang sebenarnya sudah punya pacar baru.Bahkan dia bersekongkol dengan pacar barunya untuk menghabisi nyawa Ade. Kenapa si mantan membunuh? Karena Ade tidak mau berhubungan lagi dengannya. Ga bisa move on gitu deh..Lalu kenapa pacar baru si mantan ikutan membunuh? Karena takut si pujaan hati kembali ke Ade Sara. Begitu yang saya baca di media.

Saya jadi mikir, saat usia 19 tahun dulu, adakah orang yang saya benci? Hmmm…yang saya tidak sukai mungkin ada. Tapi benci? Sedemikian bencinya sampai mengharapkan dia mati? Sedemikian bencinya sampai bisa merencanakan pembunuhan? Sedemikian bencinya sampai mampu menggerakan tangan saya untuk membunuh? Waaah…jauh banget rasanya. Saya tidak bisa membayangkan hati yang sampai membenci sedalam itu. Apa yang pernah dialami hati itu, sehingga bisa begitu dibutakan oleh kebencian? Bagaimana tersiksanya hidup seseorang ketika memiliki hati seperti itu?

Dan semua itu karena suatu hal yang katanya bernama cinta. Jadi ingat sepotong lagu yang entah saya dengar di mana: ‘cinta ini membunuhkuuu….’ Sebal betul saya mendengar lagu itu dulu. Tapi kini, dalam nuansa sarkasme, saya pikir masih mending gitu deh..seenggaknya yang dibunuh bukan orang lain.. X_X

Pikir-pikir, bila memang demikian, niscaya kita semua harus super duper muper cuper hati-hati lah terhadap yang namanya  cinta. Mengerikan!  Tapi tentang cinta, lainkali lah dibahas. Waktu saya sudah mau habis, Sekolah Athalia sudah di depan mata.

Tapi tiba-tiba terbuka pikiran saya atas suatu hal. Tragedi ini benarkah tentang Ade Sara Angelina Suroto? Tidakkah lebih tepat tragedi ini mengenai sepasang anak muda belia, ganteng dan cantik, berpendidikan, berkecukupan, namun sekarang berada dalam tahanan polisi dan mendapat label pembunuh sadis?

Hidup di dunia hanya sementara. Ade Sara telah selesai menjalaninya. Walau saya tak sanggup membayangkan penderitaan yang dia alami di akhir hidupnya, lebih ngeri lagi membayangkan apa yang akan dialami sepasang anak muda ini. Di usia yang baru segitu, trauma apa yang akan dialami nurani mereka? Hidup macam apa yang akan mereka hadapi bertahun-tahun ke depan?  Kegundahan dan penyesalan seberat  apa yang mereka tanggung saat ini? Bagaimana pedih yang menggayuti hari-hari orangtua yang membesarkan mereka?

Kiranya kita semua yang diberi kesempatan menjadi orangtua terus belajar bagaimana mendidik anak-anak dengan benar, sejak awal. Hidup yang hanya sekali ini bisa sangat berarti, bisa juga menjadi sangat sia-sia.

Tuhan pencipta alam semesta, betapa pun Engkau hancur hati melihat mahlukMu bisa rusak seperti ini,  mohon anugerahkan hikmat bagi remaja-remaja Athalia, agar mereka beroleh pengertian yang benar tentang hidup. Berpikir dengan bijaksana, bergaul dengan bijaksana. Amin. (K&K).

Empati, Karakter Baik yang Jarang Dimiliki Orang

empathy

 

Di sebuah sekolah, sekelompok anak sedang berkumpul di taman sekolah sambil menunggu bel masuk berbunyi. Di antara mereka ada seorang anak bernama Donita yang sedang bersemangat menceritakan tentang sepatu barunya, yang harganya sangat mahal, indah, dan dibeli orang tuanya dari luar negeri. Dia menceritakan bagaimana nyamannya memakai sepatu itu, ia bisa berlari ke sana kemari dengan nyaman dan leluasa dan merasa sangat bergembira setiap kali melangkah. Di antara anak-anak itu ada seorang anak perempuan, sebut saja namanya Fany, dia baru saja mengalami musibah dan kehilangan sepasang kaki. Sekarang dia tidak lagi punya kaki, dan duduk di kursi rodanya. Karena dia tidak punya kaki, tentu dia tidak akan pernah lagi bisa memakai sepatu. Mendengar cerita temannya, Fany hanya bisa melihat ke arah kakinya yang sekarang tidak ada lagi di tempatnya.

Dari cerita ilustrasi di atas, menurut Anda, bagaimana reaksi Fany selanjutnya? Apakah ia akan bersedih karena teringat kembali bahwa ia baru saja kehilangan sepasang kaki? Ia tidak bisa lagi memakai sepatu, dan yang paling parah adalah menyadari bahwa ia sekarang telah menjadi orang cacat, tidak bisa lagi berjalan, dan berlari.

Orang yang menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih adalah seperti orang yang menanggalkan baju di musim dingin, dan seperti cuka pada luka. (Amsal 25: 20).

Tokoh Donita dalam cerita ilustrasi di atas  adalah seorang anak yang seperti “orang yang menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih”, sementara Fany adalah seperti orang yang “lukanya diberi cuka”. Luka saja sudah cukup membuat pedih, apalagi jika diberi cuka pasti akan terasa lebih sakit sekali.

Donita, adalah gambaran untuk orang yang tidak punya empati. Lantas, apa itu Empati?

Empati, adalah salah satu karakter yang sering dilupakan, karena itu adanya di dalam hati dan sulit terlihat, karena hanya samar terlihat dan hanya hati yang dapat merasakan. Karakter ini tidak seperti karakter-karakter lain yang bisa dengan mudah terlihat oleh orang lain seperti rajin, tepat waktu, pemurah (mau berbagi), kreatif, dan sebagainya.

Empati didefinisikan sebagai respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang lain.Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. (Baron & Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2004, hal. 111)

Empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain. (Hodges, S.D., & Klein, K.J. (2001). Regulating the costs of empathy: the price of being human. Journal of Socio-Economics.)

Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Rasul Paulus mengajak jemaat Kristus agar dalam hidupnya memiliki empati:

Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! (Roma 12: 15).

Sehati sepikirlah kamu, … (2 Korintus 13: 11)

Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita. (1 Korintus 12:26).

Donita seharusnya memiliki kepekaan bahwa temannya sedang bersedih mengenai keadaan kakinya, semestinya ia dapat berempati dan bisa sehati dan sepikir dengan tidak merayakan hal-hal yang berkaitan dengan kaki di depan orang lain yang sedang kehilangan kaki. Kehilangan anggota badan adalah hal yang menyedihkan, bagi seseorang mungkin akan memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk bisa menerima keadaan itu dan butuh waktu yang lama untuk mulai bisa terbiasa dengan keadaan tersebut.

 

Tips untuk orang yang berada pada pihak sebagai orang yang “lukanya diberi cuka”

Cerita Donita mungkin akan membuka kembali ingatan Fany akan kesedihannya kehilangan kaki. Untuk beberapa saat Fany mungkin kesulitan kembali untuk melupakan kesedihannya yang belum sirna, dan karenanya ia akan kembali jatuh lagi pada perasaan sedih yang lebih teramat sangat, yang menyesakkan dada, dan menyayat hati. Seperti luka yang masih mengganga, belum sempat mengering, lalu disiram cuka. Rasa sakit akan kesedihannya terasa lebih parah dari yang sebelumnya telah ia rasakan. Setidaknya Fany seharusnya tidak akan kembali merasakan kesedihan ini jika Donita tidak menyulutnya untuk kembali meledak di dalam dada. Fany sedang berusaha sekuat tenaga untuk secara berangsur-angsur berupaya melupakan kesedihannya dan mulai menerima keadaan itu dengan ikhlas. Dalam situasi itu, bagaimana Fany semestinya meresponi hal tersebut?

Sekali lagi, mengingat pada ucapan rasul Paulus:

Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, … (Roma 12: 15).

Bersukacitalah senantiasa. (1 Tesalonika 5: 16).

.. hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, …Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; (Filipi 2: 2-3)

Jadi, respon yang tepat untuk Fany dan seperti yang diharapkan pada pengikut Kristus lainnya adalah “Bersukacitalah!”. Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan bersukacitalah senantiasa. Anggaplah orang lain lebih utama, dan sehati sepikirlah dengan dia (Donita). Perasaan sukacita orang lain tersebut tempatkan lebih penting daripada perasaan kesedihan yang ada dalam diri sendiri.

 

Ketika kita berusaha untuk bersukacita, kiranya Tuhan pun akan memampukan kita untuk bisa (ikut/kembali) bersukacita dan melupakan kesedihan kita sendiri.

Tuhan Yesus memberkati.

 

 

Apakah Donita lebih Diberkati daripada Fany?

 

Ingat dengan Donita (nama fiktif) dalam artikel sebelumnya? Dia punya apa yang diinginkannya, ia mendapatkan kebahagiaan, sedangkan Fany (bukan nama sebenarnya) malah mengalami kemalangan dan kehilangan. Apakah itu artinya Donita lebih diberkati daripada Fany? Hanya Tuhan yang tahu jawabannya. Kita tidak dapat menghakimi, karena hanya Tuhan yang berhak menghakimi.

Kita tidak pernah tahu apa rencana Tuhan yang ada di depan kita, tapi hanya satu yang harus kita percaya bahwa semua rencana Tuhan itu baik adanya, meskipun sementara ini, secara pandangan manusia, sepertinya tidak demikian kelihatannya.

Jika kita mengingat kisah hidup Braille (seorang penemu huruf Braille), kita akan tahu bahwa rencana Tuhan itu terkadang sulit kita terima atau pahami, tapi Tuhanlah yang punya hikmat dan rencana yang agung dalam hidup seseorang untuk ia kerjakan bagi rencana-Nya.

Peristiwa kehilangan penglihatan (kebutaan) yang dialami Louise Braille mungkin bagi sebagian orang dianggap sebagai kemalangan bagi orang yang tidak diberkati karena harus menderita kesialan. Tapi ternyata Tuhan punya rencana besar melaluinya. Braille telah menjadi orang yang memberkati orang lain melalui penemuannya akan huruf Braille yang dapat membantu banyak sekali orang buta di seluruh belahan dunia untuk dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik karena membantu mereka dapat tetap belajar dengan mudah meskipun dengan keterbatasan fisik.

Kita tidak dapat menghakimi orang lain karena kita tidak akan pernah tahu apa rencana Tuhan dibalik semua peristiwa yang terjadi pada setiap manusia di dunia ini.

Kita hanya perlu percaya, bahwa di balik setiap peristiwa, entah itu baik atau buruk kelihatannya, pasti ada rencana Tuhan yang berkuasa, dan semua rencana Tuhan itu pasti baik adanya, bagi kemuliaan-Nya. Yang kita perlukan hanya tetap setia dan menunggu rencana Tuhan dinyatakan untuk kita kerjakan tepat pada waktunya.

Tuhan Yesus memberkati!

(Ind)

TUHAN YESUS BAIK

Kisah kesaksian kesembuhan – Ganendra Bagas Verelian Simanjuntak kelas V-H

 

Hari Sabtu, 22 Juni 2013 adalah hari yang tak akan pernah kulupakan. Hari itu sejak pagi, aku merasakan sakit perut melilit yang tiada henti hingga aku tidak dapat beranjak dari tempat tidur. Orang tuaku berusaha dengan memberikan aku obat sakit perut. Namun usaha itu pun tidak dapat mengurangi rasa sakitku. Tepat jam 12.00 WIB, akhirnya aku minta dibawa ke rumah sakit.

 

Setiba di salah satu rumah sakit di BSD, dokter jaga di Unit Gawat Darurat segera memeriksaku. Hasil pemeriksaan dokter adalah aku terdiagnosa Usus Buntu. Diagnosa awal itu telah dipastikan ke Dokter Bedah, ternyata memang benar, aku terkena Usus Buntu bahkan sudah pecah di dalam perut dan harus segera dilakukan tindakan operasi. Mendengar kata operasi, hatiku pun menjadi takut. Rasa takut, sedih dan sakit bercampur menjadi satu. Pukul 17.30 WIB, aku dibawa ke ruang operasi. Aku melihat orang tua dan adikku berdoa. Mereka membesarkan hatiku agar tidak takut dan hanya berserah pada Tuhan. Tepat pukul 20.00 WIB, operasiku selesai dilakukan. Dokter bedah memanggil orang tuaku lalu aku dipindah ke kamar perawatan. Selama malam itu kondisiku masih belum sadar dari obat bius.

Hari kedua kondisiku sudah sadar. Saat terbangun pagi hari aku melihat orang tua dan adik berada di sampingku. Selang infus masih terpasang di tanganku dan selang oksigen masih terpasang di hidungku. Aku masih lemas, tidak dapat bergerak bebas dan tidak dapat beranjak dari tempat tidurku. Saat itu aku pikir bahwa aku sudah sembuh namun ternyata aku keliru. Jahitan sepanjang 5 sentimeter di perutku mulai terasa sakit sekali. Setelah itu, perutku kembali sakit melilit sepanjang hari hingga aku tidak dapat makan, minum dan tidur. Setiap kali perutku ditekan rasa sakitnya luar biasa. Hal ini terus berlangsung sampai hari ketiga.

Hari keempat, keadaanku bukan bertambah baik malah semakin buruk. Bukan hanya sakit melilit pada perutku bahkan juga disertai muntaber yang tidak normal. Berulangkali ini terjadi hingga kondisiku lemas, lemah dan pucat. Saat dokter kunjungan memeriksaku, mereka bingung obat apa lagi yang harus dimasukkan dalam tubuhku agar setidaknya dapat mengurangi rasa sakit. Dokter kelihatan seperti menyerah. Aku melihat orang tuaku sudah pasrah dan ikut bingung. Sore itu, Ayah mulai berpikir untuk membawaku ke rumah sakit lain. Bunda terlihat sedih dan bingung sambil memelukku. Dalam keadaan tanpa jawaban ini, kami sekeluarga pasrah lalu berkumpul untuk berdoa. Selesai berdoa, keadaanku tenang sejenak namun beberapa menit kemudian ada rasa mual dan melilit hebat yang kurasakan. Diawali dengan buang air besar yang berbentuk cairan dan warnanya sangat tidak wajar, lalu secara bersamaan aku muntah darah dalam jumlah banyak dan warna yang tidak wajar pula. Keluargaku panik, para perawat dan seorang dokter jaga langsung berdatangan. Segala peralatan medis dan obat didatangkan kekamar, sepertinya mereka berjaga-jaga bila hal buruk terjadi padaku. Mereka segera memeriksa kondisiku. Di sinilah mujizat Tuhan terjadi atasku. Aku merasakan tubuhku kuat dan sehat. Bahkan ketika dokter memeriksa dan menekan perutku, tidak ada rasa sakit sedikit pun yang kurasakan. Dokter jaga dan perawat terheran-heran dan tidak dapat mempercayai. Mereka segera menghubungi Dokter Bedah. Ketika Dokter Bedah datang, ia langsung memeriksaku. Dengan penuh keyakinan aku menantang dokter tersebut untuk memeriksa dan menekan perutku. Sungguh, aku tidak merasakan sakit sedikit pun, Puji Tuhan aku sembuh! Tuhan Yesus yang sembuhkanku. Aku dan keluargaku sangat percaya bahwa Tuhan Yesus mengeluarkan penyakitku melalui muntaber hebat itu.

Hari kelima, dokter bedah menyatakan aku sudah sembuh dan dapat pulang besok. Aku sangat gembira dan bersyukur. Tuhan Yesus sangat baik bagiku. Mujizat itu terjadi, justru di saat kita lemah dan berserah. Kuasa doa memang luar biasa!

Semoga kesaksianku ini dapat menjadi berkat bagi teman-teman semua. Amin.

Jika ingin hidupmu lebih berarti …

Jika ingin hidupmu lebih berarti baik bagi diri sendiri maupun orang lain, contohlah seprti hidup kupu-kupu. Yang walaupun hanya hidup sesaat tetapi memberikan keindahan. Tidak hanya enak dipandang mata namun juga menyejukkan hati. Dengan melihat kupu-kupu kita juga teringat betapa ajaibnya Karya Tuhan atas kehidupan kupu-kupu ini. Menyertai dalam setiap perubahan hidupnya mulai dari ulat menjadi kepompong sampai akhirnya menjadi seekor kupu-kupu yang indah.Ketika mengalami perubahan pastinya harus ada yang perlu dikorbankan dan pastinya merasakan sakit. Kepompong untuk berubah menjadi kupu-kupu harus menghimpit dirinya sendiri sampai akhirnya dia mempunyai sayap seekor kupu-kupu yang indah yang dapat terbang.

Demikian juga dengan kehidupan kita. Kita harus berbuat sebaik mungkin dalam hidup yang Tuhan sudah berikan. Dengan berbuat sebaik mungkin maka kita menjadikan hidup ini lebih berarti baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Bagaimana cara membuat hidup ini menjadi lebih berarti?

Ada 3 cara yang dapat membuat hidup ini menjadi lebih berarti, yaitu :

1.       Mendisplin diri sendiri.

Displin diri sangat diperlukan karena merupakan pondasi / dasar untuk menjadikan hidup lebih baik. Karena bagaimana mungkin hidup dapat berubah tanpa adanya kemauan dan displin diri, yang mana semua itu harus dimulai dari “DIRI SENDIRI”.

Cara untuk mendisplin diri sendiri banyak cara. Salah satunya dengan mengingat bahwa hidup yang sekarang ada ini adalah ANUGRAH. Jika kita melihat hidup adalah ANUGRAH maka kitapun akan mengunakan hidup itu dengan sebaik-baiknya.

Contoh: setiap orang yang menerima hadiah tentunya sangat berterima kasih kepada orang yang sudah memberikan hadiah kepadanya. Selain ucapan terima kasih tentunya akan terlintas dalam pikiran orang tersebut bagaimana cara saya untuk dapat membalas kebaikan orang yang telah memberikan saya hadiah. Entah itu melalui pemberian hadiah kembalikah atau hanya sekedar memberikan perhatiankah.

Demikian juga dengan hidup ini sudah selayaknya selain ucapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan, kita juga harus membalas kebaikan Tuhan yang telah memberikan kesempatan kehidupan sampai saat ini.

Mari mulai mendisplin diri dari hal kecil namun berarti untuk kebutuhan komunikasi kita dengan Tuhan melalui “ saat teduh dan berdoa “ .  Terkadang kita mengganggap bahwa saat teduh dan berdoa adalah hal sepele yang dapat kita lakukan. Dengan tidak bersaat teduh dan berdoa toh hidup ini masih dapat berjalan.Pemikiran seperti itu adalah pola pikir yang salah. Kita memang masih bisa menjalani kehidupan ini. Namun kehidupan yang dijalani adalah kehidupan yang hampa yang sia-sia. Hidup tanpa adanya penganggan.

Jadikanlah Tuhan sebagai “pusat hidupmu”.

2.       Berusaha memberikan yang terbaik.

Selain displin diri untuk menjadikan hidup lebih berarti dengan berusaha memberikan yang terbaik. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam hal ini, dilihat dari berbagai segi kehidupan. Saya mengambil beberapa contoh segi kehidupan: pekerjaan, pelayan, rumah tangga.

Dalam segi kehidupan pekerjaan.

Dalam segi kehidupan dalam dunia pekerjaan berbuat sebaik mungkin dengan cara melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab.

Banyak kita merasa dalam hal pekerjaan melakukan kesalahan. Namun satu hal yang harus kita tekadkan dalam hati kita adalah harus melakukan yang terbaik agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama. Kesalahan yang dilakukan manusia itu adalah wajar karena manusia tidak sempurna. Kata-kata itu sering kali kita dengar. Namun bagaimana cara kita membentengi diri kita untuk tidak jatuh kedalam kesalahan yang sama. Baik itu kesalahan kecil maupun kesalahan besar. Yang perlu diingat adalah jatuh ke dalam lubang kesalahan itu sakit. Jangan sampai sakit itu kita rasakan berulang-ulang. Dan juga harus ingat bahwa kesalahan yang dibuat sangatlah medukakan dan membuat repot orang lain. Jangan sampai kita membuat repot orang secara terus menerus. Hal itu juga yang membuat Roh Kudus yang ada dalam diri kita berduka juga.

Dalam segi kehidupan pelayanan.

Berusaha memberikan yang terbaik dengan cara mengingat bahwa pelayanan yang saya lakukan saat ini bukan karena saya ingin dikenal orang, bukan karena saya ingin menjalani kewajiban saya sebagai orang kristen, bukan karena saya bisa dan sanggup melakukan pelayanan ini sedangkan orang lain tidak bisa. Bukan…. Jika motivasi pelayanan seperti itu adalah salah besar.Yang perlu diingat motivasi pelayanan adalah salah satu ucapan syukur kita kepada Tuhan. Bahkan pelayanan yang kita lakukan ini belum dapat mengimbangi Karya Tuhan yang telah menebus dosa kita melalui pengorbanan anakNya yang tunggal dikayu salib menggantikan kita semua. Banyak sekali ANUGRAH yang sudah Tuhan berikan untuk kita mulai dari nafas kehidupan yang kita terima sampai saat ini, anugrah kesehatan, anugrah pekerjaan, anugrah keluarga, anugrah hikmat, dan masih banyak lagi.

Janganlah kiranya pelayanan kita menjadi sia-sia hanya karena motivasi yang salah. Janganlah segala usaha kita juga menjadi sia-sia hingga pada akhirnya Tuhan mengatakan “ Siapakah engkau, aku tidak mengenal engkau, namamu tidak terdaftar didalam kitab kehidupan. Enyahlah dari hadapan ku “

Dalam segi kehidupan rumah tangga.

Berusaha memberikan yang terbaik dengan cara menerima pasangan hidup kita apa adanya baik suka maupun duka. Bukahkah ketika kita mengikhrarkan janji pernikahan di depan altar dihadapan pendeta dan jemaat kita berjanji dengan kata-kata “ saya bersedia menerima si A sebagai istri/ suami saya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, baik dalam keadaan suka maupun duka, menerima dan mendampinginya selama hidup saya sampai pada akhirnya”. Janji pernikahan ini seharusnya merupakan janji yang tidak hanya diucapkan melalui bibir mulut saja tetapi dari hati yang terdalam.Karena janji pernikahan ini merupakan janji yang sangat sakral/ suci.

3.       Memahami dan mengerti sifat & sikap orang lain.

Point inilah yang paling sulit dilakukan. Terkadang untuk mengerti dan memahami sifat & sikap orang lain butuh kesabaran. Bahkan ketika kita berusaha ingin memahami sifat & sikap orang lain malah sering disalah artikan oleh orang lain.

Banyak yang perlu dipelajari dalam memahami sikap orang lain. Di dalam point kedua telah dijelaskan bagaimana seharusnya kita berusaha memberikan yang terbaik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Dalam segi kehidupan pekerjaan

Dalam ruang lingkup ini skala untuk bertemu dengan orang lain bisa besar bisa juga kecil, tergantung dari besar kecil nya perusahaan/ tempat kita bekerja. Namun biasanya semakin besar perusahaan maka semakin banyak juga orang-orang yang terlibat dalam perusahaan itu. Dengan demikian kita akan menjumpai berbagai macam karakter dan sifat orang yang terdapat di dalamnya. Di sinilah kita dituntut untuk lebih memahami keberadaan dan sifat orang lain.

Namun tidak menutup kemungkinan dengan ruang lingkup skala yang lebih kecil. Bukan berarti dengan skala yang lebih kecil maka tidak menuntut kita untuk memahami keberadaan dan sifat orang lain. Intinya adalah di manapun kita berada, di mana pun kita ditempatkan harus siap menerima orang yang berinteraksi dengan kita.

Dalam dunia pekerjaan biasanya yang sering banyak dijumpai adalah rasa iri hati antar pekerja/ karyawan. Dari rasa iri hati inilah timbul keinginan untuk tidak mau memahami sikap dan sifat orang lain. Berlaku masa bodoh, cuek, merasa itu bukan tanggung jawab saya. Untuk itulah kita perlu mempunyai hati yang lapang dalam memahami situasi, sikap dan sifat orang lain. Harus punya rasa kebersamaan, saling membantu. Harus punya tekad dalam diri sendiri bahwa pekerjaan yang Tuhan sudah berikan ini adalah merupakan ANUGRAH yang harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan bukan kepada manusia.

Dalam segi pelayanan.

Seringkali kita temui orang yang mundur dari pelayanannya dikarenakan rasa sakit hati/ kecewa dengan rekan pelayanannya. Di awal sudah dijelaskan bahwa motivasi pelayanan yang benar adalah: sebagai ucapan syukur kita kepada Tuhan atas segala ANUGRAH yang Tuhan sudah berikan dalam hidup kita. Sudah selayaknya pelayanan bukan untuk diri kita sendiri atau untuk orang lain. Jika motivasi pelayanan kita hanya melihat dari sisi manusia maka kita akan mendapatkan banyaknya kekecewaan yang tidak dapat kita terima. Dari rasa kecewa kepada manusia akan menimbulkan rasa kecewa kepada Tuhan. Inilah yang paling berbahaya, kita mulai menyalahkan Tuhan dalam pelayanan kita.

Seharusnya sekalipun dalam pelayanan kita menghadapi rekan pelayanan yang membuat kita kecewa hal itu tidak akan mengubah hati kita untuk tetap terus dalam pelayanan. Karena yang kita layani bukanlah manusia tetapi Tuhan.

Dalam segi rumah tangga.

Terkadang kita belum dapat memahami sikap dan sifat pasangan hidup kita, walaupun sudah sekian lama hidup bersama. Karena memang pernikahan terbentuk dari dua karakter yang berbeda. Untuk itulah Tuhan menyatukan dua karakter yang berbeda ini dalam ikatan rumah tangga agar dibentuk satu sama lain. Tidak jarang dari kurangnya memahami sikap dan sifat pasangan hidup kita mengakibatkan pertengkaran karena salah mengerti apa yang dimaksud dengan pasangan hidup kita. Karenanya dalam kehidupan rumah tangga yang paling dibutuhkan adalah “komunikasi” Karena dari komunikasi inilah tersampaikan maksud yang diinginkan.Selain komunikasi dalam kehidupan rumah tangga adalah menerima keadaan pasangan hidup kita.

Jika kita melihat dunia luar rasanya sangat mengerikan melihat angka perceraian. Apalagi melihat kehidupan selebtris yang dengan mudahnya menikah-cerai lalu menikah kembali lalu cerai kembali. Seakan-akan pernikahan bukanlah hal yang sakral bagi mereka. Banyak hal yang menjadi faktor perceraian dari hal sepele sampai hal besar dapat dijadikan alasan. Jika sudah seperti ini bukankah yang menjadi korban adalah anak juga (bagi yang sudah memiliki anak).

Akhir kata, marilah kita hidup kudus dihadapan Tuhan dengan memberikan yang terbaik dalam hidup ini mulai dari mendispiln diri sendiri, berusaha memberikan yang terbaik dan mengerti serta memahami sikap & sifat orang lain membawa kita untuk belajar dan belajar lagi sehingga menjadi serupa dengan Kristus.

 

 

Tuhan… terima kasih untuk ANUGRAH yang 

KAU berikan dalam hidup ini.

Baik anugrah nafas kehidupan.., anugrah kesehatan

Anugrah pekerjaan, anugrah keluarga, 

Anugrah hikmat.

 

Betapa besar karya MU dalam setiap kehidupan

Kami sebagai ciptaan MU.

Sudah selayaklah kami mengucap syukur akan hal

Ini dan memberikan diri kami kedalam tangan MU.

 

Tuhan… ajarkan kami melihat sisi kehidupan kami

Dari sudut pandang MU.

Tegurlah kami, jika jalan kami tidak lurus.

untuk kembali di jalanKAU tentukan.

Ajarkan kami untuk mengingat bahwa :

“ Hidup bukan karena hari…, tetapi hidup adalah

Arti bebas dari segala dosa”.

             

Inilah arti hidup yang sesungguhnya.

Kedalam tangan MU, kami menyerahkan 

Hidup kami.

AMIN.

oleh: Yeti Isnarti, staf bag.Keuangan.

 

 

 

Ranking 23

Di kelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya.

Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar,namun anak kami ternyata menerimanya dengan senang hati.

Suamiku mengeluhkan ke padaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji “Superman cilik” di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar.

Kemudian ketika dia membaca sebuah berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia bertanya dengan hati pilu kepada anak kami, “Anakku, kenapa kamu tidak terlahir sebagai anak dengan kepandaian luar biasa?” Anak kami menjawab “Itu karena ayah juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa”. Suamiku menjadi tidak bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran.
Topik pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½ tahun juga menyatakan kelak akan menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya.

Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sunggu, “Kelak ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main”.

Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia menjawab dengan besar hati, “Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang-bintang”. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya kami ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah?

Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi belajar untuknya.
Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga tidak dilakukan lagi.
Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa henti.

Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pela-jaran, akhirnya dia terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak.
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku semakin pucat saja.
Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini.
Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, kami mengembalikan haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk berlangganan majalah “Humor anak-anak” dan sejenisnya, sehingga rumah kami menjadi tenteram kembali. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak mengerti akan nilai sekolahnya.

Pada akhir minggu, teman-teman sekerja pergi rekreasi bersama. Semua orang mempersiapkan lauk terbaik dari masing-masing, dengan membawa serta suami dan anak untuk piknik. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa dan guyonan, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan karya seni pendek.
Anak kami tiada keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan gembira.
Dia sering kali lari ke belakang untuk menjaga bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat agak miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap jus sayuran yang bocor ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika makan terjadi satu kejadian di luar dugaan. Ada dua orang anak lelaki, satunya adalah bakat matematika, satunya lagi adalah ahli bahasa Inggris. Kedua anak ini secara bersamaan menjepit sebuah kue beras ketan di atas piring, tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau membaginya. Walau banyak makanan enak terus dihidangkan, mereka sama sekali tidak mau peduli. Orang dewa-sa terus membujuk mereka, namun tidak ada hasilnya. Terakhir anak kami yang menyelesaikan masalah sulit ini dengan cara sederhana yaitu lempar koin untuk menentukan siapa yang menang.

Ketika pulang, jalanan macet dan anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku terus membuat guyonan dan membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti.
Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia meng-guntingkan banyak bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan, membuat anak-anak ini terus memberi pujian. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio masing-masing.

Ketika mendengar anak-anak terus berterima kasih, tanpa tertahankan pada wajah suamiku timbul senyum bangga.

Sehabis ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku.
Pertama-tama mendapatkan kabar kalau nilai sekolah anakku tetap kualitas menengah. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang hendak diberitahukannya, hal yang pertama kali ditemukannya selama 30 tahun mengajar.

Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling kamu kagumi dan alasannya. Selain anakku, semua teman sekelasnya menuliskan nama anakku.

Alasannya sangat banyak: antusias membantu orang, sangat memegang janji, tidak mudah marah, enak berteman, dan lain-lain, paling banyak ditulis adalah optimis dan humoris. Wali kelasnya mengatakan banyak usul agar dia dijadikan ketua kelas saja.
Dia memberi pujian: Anak anda ini, walau nilai sekolahnya biasa-biasa saja, namun kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu.

Saya berguyon pada anakku, kamu sudah mau jadi pahlawan. Anakku yang sedang merajut selendang leher terlebih menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, dia lalu menjawab dengan sungguh-sungguh: “Guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”
Dia pelan-pelan melanjutkan: “Ibu, aku tidak mau jadi Pahlawan aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Aku terkejut mendengarnya dan mengamatinya dengan seksama.

Dia tetap diam sambil merajut benang wolnya, benang warna merah muda dipilinnya bolak balik di jarum bambu, sepertinya waktu yang berjalan di tangannya mengeluarkan kuncup bunga. Dalam hatiku terasa hangat seketika.
Pada ketika itu, hatiku tergugah oleh anak perempuan yang tidak ingin menjadi pahlawan ini. Di dunia ini ada berapa banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi pahlawan, namun akhirnya menjadi seorang biasa di dunia fana ini.
Jika berada dalam kondisi sehat, jika hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hati, mengapa anak-anak kita tidak boleh menjadi seorang biasa yang baik hati dan jujur.

Jika anakku besar nanti, dia pasti akan menjadi seorang isteri yang berbudi luhur, seorang ibu yang lemah lembut, bahkan menjadi seorang teman kerja yang suka membantu, tetangga yang ramah dan baik. Apalagi dia mendapatkan ranking 23 dari 50 orang murid di kelasnya, kenapa kami masih tidak merasa senang dan tidak merasa puas? Masih ingin dirinya lebih hebat dari orang lain dan lebih menonjol lagi? Lalu bagaimana dengan sisa 27 orang anak-anak di belakang anakku? Jika kami adalah orangtua mereka, bagaimana perasaan kami?

Penulis: Anonym

———————

Anakmu bukan milikmu.

Mereka putra putri sang Hidup yang rindu pada diri sendiri,
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu.
Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,
Sebab mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah untuk raganya,
Tapi tidak untuk jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau
kunjungi meski dalam mimpi.
Kau boleh berusaha menyerupai mereka,
Namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Pun tidak tenggelam di masa lampau.
Kaulah busur, dan anak-anakmulah
Anak panah yang meluncur.
Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian.
Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.
Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap.

– Khalil Gibran-

rangking 23

We Love, We Forgive.

Berikut adalah kesaksian dari gembala jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo saat terjadi peledakan bom pada tanggal 25 September 2011, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai bencana ternyata dapat dipakai Tuhan untuk meneguhkan jemaat.

Silahkan baca testimoni berikut yang dapat meneguhkan iman kita bersama.


MUJIZAT 1053

Oleh Jonatan Jap Setiawan

MUJIZAT 1053

I. 10:53

Minggu 25 September 2011 jam 10:45. Ibadah baru saja usai. Doa berkat telah selesai disampaikan. Jemaat sedang berjalan keluar dari dalam gedung Gereja. Pemuji dan pemusik sedang menaikkan puji-pujian.

Baru saja, Pdt. Sigit Purbandoro dari Surabaya menyampaikan Firman Tuhan mengenai “Pertolongan Tuhan” yang terambil dari Mazmur 121:1-8. Semuanya kelihatannya berjalan dengan lancar sepereti biasanya.

Tiba-tiba terdengar ledakan keras. Puji-pujian langsung berhenti. Saya berpikir speaker sound system yang meledak. Saya langsung berlari ke tengah mimbar dan dari atas mimbar terlihat ada asap putih mengepul dari pintu depan. Asap cukup tebal sehingga pandangan ke luar pintu tidak terlihat. Saya langsung berpikir “Wah bom!” Langsung saya berlari seperti melompat dari mimbar ke tempat kejadian.

Pikiran saya cuma satu, “Tuhan jangan sampai ada korban jiwa dari jemaat” dan kalau ada korban luka, itu yang harus secepatnya ditolong. Tidak kepikiran kalau ada bom susulan atau hal lain. Hanya satu perkara yang ada di pikiran “Selamatkan secepatnya yang terluka!”

Pada waktu itu, jemaat berteriak-teriak panik dan berlarian. Apalagi asap putih cukup tebal menghalangi pandangan. Bau mesiu menyengat dan darah berceceran di lantai.

Sampai di dekat kejadian, saya melihat hanya ada seorang yang tergeletak dengan perut hancur. Saya langsung berpikir, “Itu pasti pelakunya”. Secara sekilas saya tidak menemukan korban lain yang tergeletak, spontan saya langsung berkata dalam hati, “Syukur Tuhan, tidak ada korban jiwa jemaat”.

Lalu saya lihat beberapa jemaat yang terluka. Saya pegang tangan salah satunya dan saya katakan “Kamu pasti tertolong. Jangan takut! Tuhan melindungimu.” Tapi saya tidak boleh hanya berkutat di situ. Sekarang, ada beban di pundak saya sebagai gembala untuk mengendalikan situasi yang kacau dan menenangkan jemaat yang panik. Langsung saya berteriak “Semuanya keluar lewat pintu samping”. Sekarang, prioritas utama adalah melarikan korban yang terluka secepat-cepatnya ke rumah sakit. Tidak usah memanggil ambulan, karena pasti butuh waktu cukup lama. Sedangkan korban, harus secepatnya dibawa ke rumah sakit.

Terdengar teriakan dari Pdm. Joko Sembodo yang mengatur keamanan di tempat kejadian perkara. Dia berteriak kepada petugas parkir di luar “Tutup pintu gerbang cepat!” agar jangan sampai ada orang luar masuk.

“Bawa semua korban lewat kantor. Pakai mobil Gereja untuk membawa korban ke rumah sakit” teriak saya. Langsung beberapa jemaat dengan sigap tanpa rasa takut menggendong para korban ke kantor. Mereka ini betul-betul orang-orang yang siap melayani seperti Kristus. Tidak mempedulikan resiko bom ke dua ataupun kengerian yang muncul, mereka sigap untuk memberikan pertolongan kepada korban-korban yang berjatuhan.

Sayapun segera berlari ke kantor. Di kantor, saya menyuruh Bapak Yohanes dan Bapak Yulianto untuk mengatur parkir agar kendaraan di parkir yang tidak berkepentingan bisa langsung cepat keluar. Begitu kosong, ada dua kendaraan yang siap dipakai, milik Bapak Budi dan Bapak Gideon. Langsung para korban diangkat dinaikkan ke mobil Bapak Budi. Namun ada kesulitan untuk menaikkan korban ke mobil Bapak Gideon, karena pintunya terhalang mobil lain. Tidak menunggu waktu, saya langsung naik ke belakang setir dan memajukan mobil Bapak Gideon, sehingga pintu bisa terbuka lebar.

Begitu korban dimasukkan, mobil segera melaju dengan cepat ke Rumah Sakit Dr. Oen. Ada yang sempat bertanya, “Nanti kalau di tanya siapa yang menanggung dan bertanggungjawab, bagaimana jawabnya?” Saya langsung berteriak “Gereja yang akan bertanggungjawab untuk semua biayanya. Yang penting, korban harus segera ditolong!” (Biaya pengobatan dan rumah sakit ditanggung oleh pemerintah dan oleh pihak Rumah Sakit Dr. Oen). Dalam waktu kira-kira lima belas menit sejak ledakan, semua korban sudah bisa sampai ke Rumah Sakit Dr. Oen.

Setelah sebentar membagi tugas di kantor, saya dan Pdm. Wim Agus Winarno langsung menyusul ke Rumah Sakit Dr. Oen. Urusan peledakan dan korban tewas biarlah urusan polisi dan orang lain yang sudah saya serahi tugas untuk itu. Sedangkan tugas saya adalah gembala. Saya harus berada di dekat domba-domba yang terluka secepatnya.

Di luar, masa yang begitu banyak sudah memadati jalan di sekitar Gereja, sehingga kendaraan saya sukar untuk bergerak. Sesampainya di rumah sakit, ruang UGD sudah penuh dengan korban-korban yang terluka dan keluarganya. Suasana hiruk pikuk. Langsung saya usahakan untuk mendekati mereka satu per satu. Saya berikan kata-kata kekuatan dan yang paling penting saya doakan mereka satu per satu. Itulah tugas saya sebagai gembala.

Korban pertama yang saya jumpai adalah Bapak Sugiyono dan anaknya Defiana. Secara sepintas mereka kelihatannya tidak terluka parah, karena mereka masih bisa tersenyum. Namun kemudian saya baru tahu bahwa luka Defiana cukup parah, di mana ada 3 mur yang bersarang di tempurung kepalanya. Saya doakan mereka dan saya kuatkan.

Lalu saya jumpai Bapak Go Sing Gwan yang terluka dibahunya. Sebuah metal besi telah menghantam tulang bahunya sehingga hancur. Bapak Go Sing Gwan harus menjalani operasi untuk mengganti tulang bahunya yang hancur dengan sebuah plat.

Dikamar sebelah saya menjumpai Olivia Putri yang terluka di kakinya. Urat kakinya putus dan dia menangis. Pasti rasanya sangat menyakitkan sekali dan hati saya turut tersayat melihat gadis remaja ini menangis kesakitan. Saya pegang tangannya dan saya doakan.

Berlari keluar saya masuk ke kamar di samping dan di situ saya melihat Noviyanti tergeletak di atas ranjang dengan kepala yang bercucuran darah begitu banyak. Terlihat sepintas lukanya cukup parah dan dia hanya diam saja tanpa respon. Hati saya kuatir melihatnya. Tapi saya meneguhkan iman dan berdoa. Saya bisikkan kata-kata kekuatan dan saya doakan dia. Luar biasanya, nanti terlihat bahwa pemulihannya begitu cepat dan dia termasuk yang cepat pulang dari Rumah Sakit.

Septiana saya jumpai sedang terbaring kesakitan. Benda tajam telah menembus salah satu kakinya sampai berlubang dan mencucurkan darah. Tidak berhenti sampai di situ, benda tajam itu masih melaju dan bersarang di kaki yang satunya lagi. Ke dua kakinya terluka parah.

Selanjutnya saya berlari ke kamar sebelah dan saya melihat Ibu Feriana yang terluka parah, ada pecahan metal yang menembus dan merobek kandung kemihnya. Pendarahan terjadi dan harus segera dihentikan sebelum menjadi fatal. Segera dia diprioritaskan untuk menerima tindakan operasi lebih dahulu untuk menghentikan pendarahan. Dalam operasi itu, dokter juga harus memotong usus halusnya sebanyak dua cm. ketika didoakan sebelum masuk ke kamar operasi, dia masih bisa tersenyum sekalipun terluka parah.

Selesai mendoakan Ibu Feriana, saya keluar kamar dan di lorong saya menjumpai Ferdianta dan Boris yang terbaring di ranjang. Luka mereka berada di tangan, perut dan kaki, karena ada paku dan benda-benda lain yang menancap. Saya doakan dan saya teguhkan iman mereka. Mereka mengangguk lemah tanda percaya dan saya senang karena mereka tetap kuat.

Saat itu, saya melihat ada korban yang sedang didorong tergesa-gesa oleh petugas medis ke kamar operasi. Ternyata dia adalah Bapak Ristiyono yang punggungnya hancur karena ada dua belas paku yang menancap di punggungnya. Saya tidak sempat mendoakannya secara khusus, tapi saya berdoa dalam hati agar kemanapun dia dibawa, Tuhan menyertainya.

Dengan setengah berlari, saya masuki kamar selanjutnya. Di situ terbaring Ibu Yulianti yang sudah berusia tujuh puluh empat tahun. Dia merasakan sakit di kepalanya yang berdarah-darah dan berkata dengan suara memelas “Pak, kepalaku sakit sekali. Tolong Pak Yo, ndak kuat rasanya. Kepala ini sakit sekali!” Saya tidak bisa melakukan apa-apa untuk meringankan penderitaannya, kecuali hanya dengan doa. Telinga Ibu Yulianti telah robek terhantam serpihan benda tajam dan mengucurkan banyak darah. Saya pegang tangannya dan dia menggenggam tangan saya erat-erat. Saya katakan, “Tante jangan kuatir. Tante pasti bisa sembuh total. Tetap kuat dan panggil nama Tuhan Yesus ya Tante.” Dia mengangguk dan saya doakan dia sambil kita ber dua berpegangan tangan.

Keluar dari kamar itu, saya melihat korban lain, yaitu Bapak Stefanus yang terbaring di ranjangnya tepat di tengah ruang UGD. Dia berusaha bangun. Saya tenangkan dia dan saya suruh tidur kembali. Saya lihat lengannya atas berdarah-darah. Saya pegang tangannya dan saya doakan dia di tengah-tengah ruangan UGD itu.

Sekalipun jatuh korban tiga puluh orang terluka, saya masih bisa bersyukur bahwa tidak ada satupun yang meninggal dunia. Dari tiga puluh orang itu, empat belas harus dirawat inap dan semuanya harus menjalani operasi. Operasi berlangsung marathon dari hari Minggu jam 14.00 sampai besoknya jam 12.00, selama dua puluh dua jam.

II. MELEDAK.

Jika direnungkan, dalam tragedi 1053 ini ada banyak mujizat dan pertolongan Tuhan. Jika tidak ada satupun korban jiwa, itu adalah karena campur tangan Tuhan semata-mata. Bukan kebetulan! Karena di dalam Tuhan Yesus, tidak ada yang kebetulan. Semua terjadi atas ijinNya.

Sebelum kejadian, berdasarkan rekaman kamera CCTV, pelaku diperkirakan masuk dari pintu kecil samping pintu utama. Dengan berbaju putih lengan panjang, celana panjang hitam, bertopi, berkacamata dan sebuah tas kecil di kalungkan di dadanya, pelaku sempat berjalan ke tengah dan mendekati tengah ruangan Gereja. Andaikata dia meledakkan bomnya di tengah ruangan Gereja, pasti ceritanya akan berbeda. Korban yang jatuh pasti akan lebih banyak.

Tapi entah mengapa (Pasti ada campur tangan Tuhan), pelaku sempat menoleh ke kanan ke kiri seperti kebingungan. Kemudian, dia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar. Dia melangkah keluar pintu Gereja dan berdiri di depan pintu agak menyamping ke timur. Di teras Gereja itulah dia meledakkan bom yang dia bawa tepat pukul 10:53 (sesuai dengan waktu yang terekam di CCTV), menghamburkan proyektil-proyektil maut berupa paku, mur, lempengan logam tajam dan lain sebagainya.

Semata-mata pertolongan Tuhan kalau pelaku itu meledakkan bomnya dengan menghadap ke halaman parkir. Andaikata dia meledakkan bomnya dengan menghadap ke arah pintu Gereja, di mana jemaat sedang ramainya keluar melalui pintu itu, maka korban yang berjatuhan akan makin banyak dan bisa jadi ada yang kehilangan nyawanya.

Lebih ajaib lagi, ketika dia menyalakan bomnya, posisinya agak berubah, badannya memutar sedikit sehingga arahnya tepat menghadap ke dua pilar beton. Akibatnya, ketika bom yang menempel di perutnya meledak menghamburkan serpihan-serpihan, maka sebagian tertahan oleh dua tiang beton itu. Kalau bukan tangan Tuhan yang memutar tubuhnya sedikit, maka pasti akan jatuh korban lebih banyak lagi.

Serpihan bom itu ternyata menyebar kemana-mana dan ada sebuah pecahan pipa yang tajam dan sebesar kepalan tangan, telah terlontar menembus plafon teras Gereja. Andaikata pecahan itu tidak dilemparkan oleh Tuhan ke atas dan membabat orang, maka dipastikan orang itu tidak akan mengalami kesakitan. Tapi dia akan langsung tewas di tempat. Tapi puji syukur kepada Tuhan. Tuhan sudah melemparkan pecahan yang sangat berbahaya itu ke atas plafon Gereja, sehingga tidak menimbulkan korban.

III. MUJIZAT.

Satu hal yang saya kuatirkan dan saya doakan kepada Tuhan, “Jangan sampai ada satupun korban yang meninggal!” Kalau tidak ada yang kehilangan nyawa (kecuali pelaku), maka itu membuktikan bahwa tindakan bom bunuh diri itu adalah tindakan yang sia-sia dan tidak mencapai sasarannya, yaitu untuk mencabut nyawa korban sebanyak-banyaknya. Selamatnya para korban juga menunjukkan bahwa perlindungan Allah itu dahsyat dan ajaib! Perlindungan Allah tidak tertembus oleh bom yang bagaimanapun juga.

Oleh sebab itu, ketika diadakan doa di depan Gereja oleh saudara-saudara kita dari GP Ansor pada Minggu malam, sayapun ikut di situ. Pada saat itu, saya menerima tiga kabar yang membuat sesak nafas. Berita pertama yang muncul di sms adalah Defiana setelah operasi kepala untuk mengambil tiga mur, ternyata mengalami kejang-kejang dan kritis. Saat saudara-saudara kita dari GP Ansor berdoa, sayapun juga berdoa, “Tuhan Yesus jangan sampai anakMu ini meninggal. Sembuhkan dan pulihkan dia oleh karena bilurMu, bukan karena yang lain. Aku mohon mujizatMu Tuhan.”

Belum selesai saya berdoa, masuk sms ke dua dan disusul yang ke tiga yang mengatakan bahwa kaki dari salah satu korban yang bernama Hariyoko harus diamputasi karena terbabat obeng yang terlontar seperti roket. Lalu urat kaki Olivia Putri yang putus harus segera disambung sebelum dua puluh empat jam. Tapi sampai saat itu belum bisa segera dilakukan operasi karena ruang operasi penuh. Padahal waktu sudah semakin sempit.

Kembali saya berdoa agar jangan sampai ada satupun yang mengalami cacat! Apalagi mereka ini masih remaja dan masih memiliki perjalanan hidup yang panjang. Jangan sampai mereka kehilangan masa depannya karena mengalami kecacatan.

Berdoa bersama saudara-saudara kita dari GP Ansor dan mengingat korban-korban ini, tak terasa air mata ini menetes. Hanya satu doa yang saya panjatkan terus, “Jangan ada yang meninggal dan jangan ada yang cacat”, supaya nama Tuhan saja yang dipermuliakan dalam peristiwa ini.

Begitu selesai doa bersama, kira-kira jam 22.30, saya langsung bergegas ke Rumah Sakit bersama Pdm. Joko Sembodo untuk menjenguk korban.

Di depan ruang operasi, saya menjumpai Ibu Hung Me, yang suaminya, Bapak Go Sing Gwan sedang menjalani operasi karena tulang bahunya hancur. Di depan kamar operasi itu, kita berdoa bersama-sama memohon anugerahNya.

Lalu saya menuju kamar Olivia Putri yang harus dioperasi sesegera mungkin karena urat kakinya putus. Dia tertidur lelap, mungkin karena pengaruh obat bius untuk mengurangi rasa sakitnya. Saya katakan kepada ibunya, “Jangan kuatir bu. Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Kaki Olivia pasti akan dioperasi tepat pada waktunya.” Akhirnya jam 01.00, Olivia bisa dioperasi kakinya dan tidak terlambat.

Di ruang ICU, ada dua korban, yaitu Ibu Feriana yang terluka parah. Kandung kemihnya yang pendarahan karena tertembus logam dan ususnya harus dipotong dua cm. Ketika saya doakan, Ibu Feriana justru berkata “Saya tetap kuat Pak Yo. Saya tetap cinta Tuhan dan Tuhan Yesus pasti sembuhkan saya.” Dia juga berpesan, “Pak Yo juga harus kuat. Tuhan akan pakai Pak Yo.” Saya terkejut dengan ketabahan Ibu Feriana. Saya betul-betul dikuatkan dan terharu. Di saat menderita dan menjadi korban, Ibu Feriana betul-betul tabah dan justru masih bisa memberikan kekuatan. Luar biasa!

Memang Tuhan punya rencana lain untuk Ibu Feriana. Ketika para dokter mengoperasi untuk menghentikan pendarahannya, dokter juga menemukan usus buntunya sudah infeksi. Karena itu, usus buntunyapun ikut diambil. Jadi Ibu Feriana ini juga mendapatkan pelayanan operasi usus buntu, tanpa biaya. Tuhan yang atur semuanya.

Defianapun juga berada di ruang ICU. Saya melihat sekarang dia telah bisa tidur tenang, sesudah sore tadi mengalami kejang-kejang. Saya bersyukur kepada Tuhan karena melihat Tuhan sudah melakukan mujizatNya.

Mamanya mengatakan bahwa Defiana ini dalam penderitaannya justru sangat tabah. Dalam keadaan tergeletak dan terluka parah, dia justru yang mengkuatkan orang tuanya untuk tetap kuat dan bersyukur kepada Tuhan, “Ma jangan takut. Aku pasti sembuh karena Tuhan Yesus pasti menolong.” Bahkan saat dia didorong masuk ke kamar operasi, dia menyanyikan pujian “Dalam nama Yesus! Dalam nama Yesus! Ada kemenangan!” Iman anak remaja ini betul-betul luar biasa. Dia sangat mencintai Tuhan. Saat sadar, yang dipikirkan pertama kali justru, bagaimana pelayanannya hari Senin, 3 Oktober nanti dalam acara Konser Pemuda? Luar biasa! Pada hari Senin, 3 Oktober, Defiana sudah bisa ikut acara konser pemuda di Gereja, sekalipun dengan kepala yang masih dibalut dengan perban. Mujizat!

Melihat kondisi Defiana yang cukup parah, sebuah lembaga sosial keagamaan dari Surabaya menawarkan bantuan dana dan pertolongan untuk membawa Defiana ke Singapore jika diperlukan. Tapi rencana Tuhan berbeda. Hari Senin, 3 Oktober, Defiana tidak berada di Singapore untuk diobati. Tapi pada Hari Senin, 3 Oktober, dia berada di GBIS Kepunton sedang memuji Tuhan. Haleluya!

Hariyoko yang menurut dokter harus diamputasi kakinya mengalami mujizat yang luar biasa. Besoknya, dokter berkata bahwa kakinya tidak jadi diamputasi dan bisa sembuh sempurna. Saya yakin dan percaya, bahwa malam itu, Tuhan Yesus sudah menyambung semua pembulu darah dan urat-urat yang terputus, sehingga kakinya bisa diselamatkan. Hariyoko yang masih muda tidak kehilangan kakinya.

Ayahnya, yaitu Bpk Ristiono adalah bapak yang punggungnya hancur tertebus dua belas paku tajam. Tapi puji Tuhan, tidak ada satupun paku itu yang menembus organ vitalnya. Sebelas paku diambil melalui operasi pertama. Tapi satu paku diambil pada operasi ke dua yang beresiko tinggi. Paku itu bersarang tepat di antara paru-paru dan hatinya. Jika paku itu tertancap sedikit bergeser saja, maka akan mengenai paru-paru atau hatinya dan hasilnya pasti fatal. Tapi karena tangan Tuhan saja, maka paku itu bisa tepat bersarang di antara dua organ vital itu.

Ibu Yuliati yang berusia tujuh puluh empat tahun telah terluka di kepalanya. Ada serpihan benda tajam yang melesat cepat merobek daun telinganya. Telinganya berdarah-darah. Tapi kita bisa bersyukur kepada Tuhan, karena seandainya benda itu selisih beberapa mili saja jaraknya, maka pecahan benda tajam itu akan menembus ke kepalanya dan berakibat fatal. Tangan Tuhan betul-betul menyatakan perlindunganNya.

Para korban bersaksi bahwa sepertinya ada tameng Ilahi yang melindungi mereka. Pecahan paku, mur boleh menembus daging, tapi tidak mengenai tulang atau organ penting. Ada tangan Tuhan yang tak terlihat yang telah menahan semua proyektil-proyektil maut itu.

IV. IMAN DI ATAS BATU KARANG.

Hal yang paling membahagiakan saya adalah semua korban yang dirawat ini memiliki iman yang kuat. Mereka menderita, tapi mereka tidak kecewa kepada Tuhan. Mereka disakiti, tapi mereka tidak dendam dan mau mengampuni. Ketika mereka ditanya, mereka tetap mencintai Tuhan Yesus dan akan tetap setia ke Gereja.

Seperti juga Defiana yang saat masih tergolek justru memikirkan pelayanannya, maka Olivia Putri juga berkata “Aku akan tetap ke Gereja. Kenapa harus takut?”

Bapak Stefanus dalam keadaan masih terbaring di tempat tidur bahkan sudah menanyakan, “Pak, Hari Sabtu ada kebaktian 464 (lansia)? Saya mau datang ibadah.”

Ibu Yulianti yang sudah berusia tujuh puluh empat tahun, awalnya mengalami trauma dan berkata “Tidak berani ke Gereja dulu”. Tapi besoknya dia sudah bisa berkata “Sesudah sembuh, saya pasti ke Gereja lagi. Saya tidak trauma lagi, karena Tuhan Yesus.”

Boris waktu ditanya wartawan tentang Firman Tuhan saat ibadah, dia menjawab dengan jawaban luar biasa, “Firman Tuhan tadi berbicara tentang pertolongan Tuhan dan sekarang saya langsung mengalami pertolongan Tuhan”.

Para korban tidak menolak jiwa diwawancarai oleh wartawan maupun dikunjungi oleh tamu-tamu penting. Salah satunya saya tanya, “Kenapa kok mau diwawancarai atau dijenguk oleh tamu-tamu yang begitu banyak? Apa tidak justru melelahkan?” Dia menjawab “Pak Yo, justru ini kesempatan buat saya untuk menyaksikan kehebatan Tuhan Yesus. Justru inilah kesempatan buat saya untuk menunjukkan kepada orang yang belum kenal Tuhan bahwa saya tidak takut untuk mengiring Tuhan Yesus dan menunjukkan bahwa saya mengampuni mereka.”

Kuatnya iman mereka, betapa cintanya mereka kepada Tuhan Yesus, tabahnya hati mereka, semuanya itu membuat saya semakin kuat. Bukan saya yang mengkuatkan mereka. Tapi merekalah yang justru telah mengkuatkan saya.

Jika mereka yang menjadi korban saja bisa begitu kuat dan tidak takut untuk kembali beribadah. Tentunya, kita yang tidak tergores sedikitpun pasti akan tetap kuat dan setia beribadah kepada Tuhan Yesus di tempat yang sudah Tuhan tempatkan kita.

Jangan sampai kesetiaan dan iman kita kalah dengan mereka yang menjadi korban. Biarlah mereka ini menjadi teladan iman buat kita. Inilah iman yang dibangun di atas fondasi batu karang.

V. WE LOVE, WE FORGIVE.

Setelah saya kembali dari Rumah Sakit, polisi sudah berdatangan mengamankan lokasi. Saya masuk ke dalam Gereja dan duduk di kursi tidak jauh dari pelaku pembomanan yang tergeletak di lantai. Saya amati dia cukup lama dan saya mulai merenung, “Haruskah hidupnya berakhir tragis dan sia-sia seperti ini?” Pada waktu itu, yang muncul di dalam benak saya bukan kebencian dan dendam. Perasaan yang muncul adalah belas kasihan kepada dia yang telah salah memilih jalan kehidupan.

Dari situlah inti pesan gembala itu muncul “Taburkanlah kasih dan pengampunan. Bukan dendam dan kebencian.” We love and we forgive.

Tidak ada persungutan yang kita berikan. Tapi ucapan syukur kepada Tuhan yang kita persembahkan. Habis gelap, terbitlah terang. Setelah musibah, timbulah mujizat. Karena itu, sekalipun di mata manusia, hal ini merupakan tragedi dan bencana. Tapi dengan mata iman, saya memandang bahwa tragedi 1053 pasti menjadi MUJIZAT 1053.

Allah turut bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikkan bagi orang-orang yang mengasihi Dia. Tidak ada kemuliaan, tanpa melalui salib. Justru melalui peristiwa ini, dunia telah melihat bahwa Tuhan Yesus dahsyat dan ajaib.

Pdt. Jonatan Jap Setiawan

Berkat PHK, Akhirnya Mendapatkan Penghargaan

Semula, di luar dugaan Eko Tjahyono, bahwa pada tahun 1998, dia harus ikut terkena imbas krisis moneter sehingga ia harus terkena PHK dari tempat ia bekerja, yaitu di sebuah  pabrik konfeksi. Untuk mengisi waktu luangnya yang tiba-tiba menjadi sangat banyak itu, ia menghabiskan waktunya dengan banyak sekali membaca. Berbagai bacaan ia lahap dan ternyata kebiasaannya ini membuat para tetangganya menjadi ikut-ikutan meminjam dan membaca bacaan yang dibaca oleh Eko. Lama kelamaan terlintas dalam benak Eko untuk memenuhi hasrat membaca orang-orang di sekitarnya tersebut dengan membuka sebuah perpustakaan mandiri yang ia kelola sendiri. Sebuah perpustakaan gratis yang terbuat dari bambu yang ia dirikan di atas tanah seorang tetangganya. Sebuah perpustakaan yang oleh pemuda asal Desa Sukopuro, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini diberi nama “Perpustakaan Anak Bangsa”.

Lambat laun, perpustakaan gratis yang ia kelola ini semakin banyak koleksi bukunya dan anggotanya pun telah mencapai puluhan ribu orang. Eko memang tidak memungut biaya untuk tiap peminjaman buku-bukunya karena bagi Eko, semakin banyak orang yang mau membaca saja sudah menyenangkan hatinya. Dia berharap, agar setiap orang dapat mempunyai pengetahuan yang luas dan memiliki pemikiran yang terbuka agar semakin hari dapat semakin berkembang menjadi lebih baik dan dapat menjalani hidup yang lebih bahagia.

Perjuangannya yang pantang menyerah untuk mengembangkan perpustakaan ini pun akhirnya mendapatkan perhatian dari berbagai pihak sehingga akhirnya ia berhasil membeli lahan dan mendirikan bangunan berdinding bata untuk perpustakaannya tersebut. Karena dedikasinya yang benar-benar tulus dan tanpa lelah untuk menggiatkan kecintaan membaca pada masyarakat luas, Eko pun sempat mendapatkan penghargaan Nugra Jasadharma Pustaloka dari Perpustakaan Nasional RI, Penghargaan Mutiara Bangsa Bidang Pendidikan, serta gelar Taman Bacaan Kreatif dan Rekreatif Se-Indonesia dari Direktorat Jenderel Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional.

(Sumber: Kompas, 9 September 2011)