Menjadi Otentik, Kunci Bertumbuh

Tirza Naftali (staf Chaplain)

Kami sekeluarga, termasuk Fidelio, anak kami, sepakat bahwa Fidelio tidak diberikan gadget atau laptop sampai waktu yang belum ditentukan, sampai umur dan pengendalian dirinya dirasa cukup. Pada suatu hari, sepulang saya bekerja, Fidel bercerita dengan muka lesu, “Ma, tadi papa lupa ya bawa laptopnya ke sekolah, ketinggalan di rumah”.
“Oh, iya ya? Lalu kenapa, Nak?” (meski saya sudah bisa menebak jawabannya)
“Tadi aku tergoda main sebentar dan nonton, tapi cuma 1 film pendek kok, Ma..”
“Kamu merasa baik-baik saja?”
“Ga, tadi pas buka laptop aku deg-degan.. Jadi abis nonton film, aku cepet-cepet tutup laptop, terus ngobrol lama sama Tuhan, terus tidur siang..”
“Oh..”
“Maaf ya, Ma, tadi juga aku minta maaf sama Tuhan..”
Beberapa detik saya mencerna dan sontak berbicara dengan Tuhan, “Tolong saya, Tuhan… tolong percakapan ini.”
“Terima kasih, ya Fidel, sudah mau jujur dan mau datang pada Tuhan, mau belajar taat meski susah ya pasti…tadi di sekolah Mama juga sempat jatuh, gagal dalam ini itu…bla bla bla…”

Iya ya, saya bersyukur percakapan itu ada sebelum saya membuat artikel ini. Saya pikir sebagai orang tua, sayalah yang seharusnya menolong anak saya bertumbuh. Namun, tidak secepat itu. Saya dan suami, sebagai komunitas terkecil di dalam keluarga untuk anak saya, justru tidak berhenti bertumbuh dan belajar, bahkan dari anak yang dititipkan Tuhan. Komunitas seperti apa yang dapat memungkinkan anggota-anggota di dalamnya bertumbuh?

Tentunya yang terbuka dan berelasi secara otentik, bahkan tidak sungkan menyajikan kelemahan, kesalahan, kegagalan sehingga dapat bersama-sama bergantung pada Tuhan, diproses, dikikis segala ego masing-masing, dan diubahkan. Diri kita ibarat tanah, bagaimana benih bisa bertumbuh dengan baik kalau tanahnya tidak dicongkel-congkel, diaduk-aduk, dikeluarkan kerikil-kerikil yang menjadi penghalang, digemburkan, untuk siap ditanami benih? Kerikil-kerikil ego atau dosa apa yang masih kita simpan rapat, yang dapat menghalangi kita sendiri, bahkan pasangan dan anak kita bertumbuh?

It takes a village to raise a child”. Bagi semua anak-Nya yang diberi panggilan keorangtuaan, baik orang tua, guru, staf, pimpinan, yayasan, mari ‘keroyok’ anak-anak kita: keroyokan mendoakan, keroyokan ngumpul untuk saling berbagi dan belajar, keroyokan bergantung pada Tuhan, dan antusias mencari jawaban tentang relasi seperti apa yang Tuhan inginkan terjadi di dalam komunitas ini, terutama dalam komunitas keluarga kita masing-masing. Di luar sana, bahkan hanya dalam satu genggaman gadget, anak-anak kita diserbu dan dikeroyok dengan berbagai “hama”, kecuali.. kita, secara komunal, mau membayar harga, memberi diri sepenuhnya, sebisa kita. Di tengah-tengah kesibukan apa pun yang kita kerjakan, ketika pulang ke rumah, mari beri relasi dan komunikasi yang nyata, otentik, tidak malu-malu, tidak “jaim” (jaga image). Tentu tidak mudah, makanya jangan sendirian! Mari tidak berhenti merawat komunitas ini agar bersama-sama bertumbuh. Dengan demikian, anak-anak kita juga dapat ikut-ikutan bertumbuh dalam karakter Kristus karena berada di “taman” komunitas yang menyuburkan. Salam gembur dan tumbuh!

Komunitas Athalia yang Bertumbuh

Victor Sumua Sanga (Kepala SMA Athalia)

“Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus.”
(Efesus 4:11-12)

Angela Duckworth tumbuh dan dibesarkan di dalam keluarga dengan seorang ayah yang meragukan kompetensi intelektual anak-anaknya. Sang ayah dalam berbagai kesempatan dan momen mengatakan kepada Angela, “Kamu bukan orang jenius”. Jauh di dalam lubuk hatinya Angela ingin berkata, “Ayah bilang saya bukan orang jenius dan saya tidak membantahnya, tetapi ada satu hal yang ingin saya katakan. Saya akan tumbuh dewasa dengan perasaan cinta terhadap apa yang saya lakukan. Saya akan menantang diri saya sendiri setiap hari. Bila terpukul roboh, saya akan bangkit kembali. Saya mungkin bukan orang yang paling pintar di satu komunitas, tapi saya berjuang menjadi orang yang paling tabah.” Menariknya, dalam perjalanan hidupnya, Angela Duckworth pernah meraih beasiswa MacArthur, beasiswa yang sering disebut “Genius Grant”.

Ide, pemikiran, dan penelitian tentang pengaruh ketabahan untuk mendukung pertumbuhan diri disarikan oleh Angela Duckworth dalam bukunya berjudul Grit, salah satu buku terlaris dunia. Angela menyatakan bahwa grit (ketabahan) bisa ditumbuhkan melalui empat hal: minat (interest), latihan (practice), tujuan (purpose), dan harapan (hope). Ketika membahas tentang minat, Angela menyatakan hal yang penting bahwa, “minat akan berkembang bila ada dorongan dari beberapa pendukung, termasuk orang tua, guru, pelatih, dan rekan. Mereka memberikan dorongan berkelanjutan dan informasi penting yang membuat Anda semakin menyukai sesuatu.” Kalimat ini dengan tepat menunjukkan bagaimana sebuah komunitas berperan penting dalam membangun minat, minat membangun ketabahan, dan ketabahan mengoptimalkan pertumbuhan diri.

Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus menyatakan bahwa Allah memberikan “baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus”. Siapa mereka ini bagi komunitas Kristen? Mereka adalah orang tua, guru-guru, rohaniwan, para sahabat, rekan sepelayanan, yang Allah tempatkan di sekitar untuk memperlengkapi kita menemukan dan menekuni panggilan-Nya untuk melayani Tuhan dan sesama.

Bagian firman Tuhan ini mengingatkan orang tua dan guru untuk memanfaatkan setiap momen dan ruang-ruang perjumpaan untuk memberikan informasi sekaligus inspirasi pertumbuhan diri anak-anak dalam pengasuhan kita. Sayangnya, beberapa anak justru tidak mendapat inspirasi melainkan intimidasi dalam perjalanan pertumbuhan mereka. Pengalaman ini menjadi hambatan dan batu sandungan bagi anak-anak dalam upaya mereka menemukan dan menekuni panggilan Tuhan. Bagian firman Tuhan ini juga mengingatkan anak-anak untuk mengucap syukur kepada Allah dan berterima kasih atas kehadiran para penolong dalam pertumbuhan hidup mereka. Dukungan dan kehadiran para penolong di sekitar ini sering kali kurang dihargai, take it for granted, tidak lagi disyukuri, dan tidak mendapat ucapan terima kasih. Ada yang mengatakan, “kehilangan akan membuktikan keberhargaan suatu kehadiran,” tetapi semoga kita tidak harus mengalami kehilangan lebih dahulu untuk bisa menyadari kehadiran para penolong di sekitar kita.

Perjalanan Remaja Mencari Identitas Diri

Anita Latifia-Konselor SMP

Setiap individu akan mengalami berbagai fase perkembangan dalam hidupnya. Fase remaja merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam proses pencarian identitas diri. Meskipun hal ini merupakan proses seumur hidup yang sudah dimulai sejak masa kanak-kanak. Namun, masa remaja adalah masa yang sangat signifikan. Menurut Santrock, hal yang penting dari perkembangan identitas pada masa remaja, terutama remaja akhir, adalah bahwa untuk pertama kalinya, perkembangan fisik, kognitif, dan sosioemosional sang remaja berkembang ke titik di mana ia dapat memilah, memadukan identitas, dan mengenali masa kanak-kanaknya, untuk membangun jalan yang sepantasnya menuju kedewasaan (Santrock, 2010).

Menurut Santrock, identitas merupakan potret diri seseorang yang terdiri dari banyak bagian, diantaranya keyakinan spiritual; karier yang ditempuh; kepribadian; citra tubuh (body image); minat; suku bangsa/etnis dan lainnya. Dalam proses pembentukan identitas ini, remaja akan melakukan eksplorasi untuk menemukan pilihan mana yang paling sesuai dan nyaman buat dirinya, serta komitmen terhadap pilihannya. Santrock mengatakan bahwa Marcia mengelompokkan identitas individu ke dalam empat status berdasarkan ada tidaknya proses eksplorasi (krisis) serta komitmen yang diambil. Keempat status identitas tersebut adalah:


Identity Diffusion
Status pada individu yang belum melakukan eksplorasi dan belum mengambil komitmen atas pilihannya. Kemungkinan individu pada status ini belum tertarik akan pencarian identitas tersebut.


Identity Foreclosure
Status pada individu yang belum melakukan eksplorasi, tetapi sudah berkomitmen terhadap pilihannya. Hal ini sering kali terjadi oleh karena pilihan orang tua atau figur lain ditambah individu malas untuk melakukan eksplorasi terhadap alternatif-alternatif pilihan lainnya.


Identity Moratorium
Status pada individu yang tengah melakukan eksplorasi, tetapi belum juga berkomitmen terhadap pilihannya. Hal ini membuat individu tersebut kurang teguh pada pilihannya dan mudah goyah jika terdapat alternatif lain yang baru dieksplor.


Identity Achievement
Status pada individu yang telah melakukan eksplorasi dan membuat komitmen terhadap pilihannya.

Perjalanan pencarian jati diri ini bukan hal yang mudah untuk dilalui oleh setiap remaja. Pendampingan dan dukungan yang tepat dari orang tua merupakan hal yang sangat dibutuhkan para remaja dalam menjalani proses ini. Berikut ini merupakan beberapa usulan yang bisa dilakukan oleh orang tua dalam menemani perjalanan anak-anak remaja mereka:

  • Menyadari bahwa ini merupakan perjalanan sang anak bersama dengan Tuhan dalam menemukan identitas seperti yang Dia inginkan.
  • Memberikan dukungan moral dan spiritual berdasarkan prinsip-prinsip iman Kristen yang baik, serta menciptakan lingkungan yang aman bagi remaja untuk berani melakukan eksplorasi diri.
  • Membantu dalam mengevaluasi hasil eksplorasi yang telah dilakukan anaknya dengan memberikan pertimbangan yang sesuai dengan pengenalan orang tua terhadap sang anak.

Melalui artikel singkat ini, kiranya orang tua bisa lebih memahami proses pencarian identitas pada remaja serta serius dalam mendampingi mereka dalam perjalanan ini.

Referensi:
Santrock, John W. (2010). Life-span Development (thirteenth edition). The McGraw-Hill Companies.
“Siapakah Aku?” Krisis Identitas yang Biasa Dialami Remaja. Yogyakarta: Center for Life-span Development, 2024. Diambil dari: https://clsd.psikologi.ugm.ac.id/2024/05/04/siapakah-aku-krisis-identitas-yang-biasa-dialami-remaja/

Ku Tahu itu Engkau

Griceline Ruth-Alumni Angkatan III SMA Athalia

Hai, salam kenal. Nama saya Griceline Ruth. Saya adalah alumni SMA Athalia angkatan III. Saat ini saya bekerja sebagai pramugari di Singapore Airlines. Sebenarnya, saya tidak pernah menyangka kalau suatu hari saya akan bekerja sebagai seorang pramugari. Semua berasal dari rasa penasaran saya tentang bagaimana rasanya tinggal di luar negeri, dan belajar hidup mandiri serta terekspos dengan budaya di luar Indonesia. Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk menjadi seorang pramugari. Kesiapan mental, kemampuan bahasa, penampilan fisik, dan sebagainya. Terkadang tantangan terberat justru datang dari diri saya sendiri. Misalnya, saat saya akan menjalani proses wawancara. Berbagai pertanyaan “bagaimana jika” terlintas begitu saja di pikiran saya.
“Bagaimana jika gagal di tahap terakhir, bahkan di tahap awal?”
“Bagaimana jika saya tiba-tiba gugup dan tidak bisa menjawab?”

Puji Tuhan, dengan persiapan yang baik serta kerendahan hati untuk meminta pertolongan-Nya dalam setiap langkah, saya bisa melewati tahap tersebut.

Bila saya ingat kembali, pendidikan karakter yang saya dapatkan ketika bersekolah di Athalia ternyata menolong saya melewati setiap tahap perjalanan karir saya sebagai pramugari. Saat di sekolah, saya dan teman-teman yang lain selalu diingatkan untuk berdoa sebelum melakukan segala sesuatu. Sebelum kelas dimulai, sesudah kelas berakhir, juga dalam kegiatan chapel yang diadakan setiap minggu. Ada satu kejadian yang sampai sekarang masih saya ingat ketika saya menjalani proses training. Saat itu saya sedang menjalani tes final flight stewardess, mulai dari safety sampai service procedure. Rangkaian tes ini akan menentukan apakah seseorang sudah layak atau belum untuk bertugas. Jujur, saya sangat tegang dan sulit untuk berkonsentrasi. Sebelum tes dimulai saya berdoa di toilet agar diberikan kekuatan dan ketenangan dalam menjalani tes ini. Namun, entah mengapa tiba-tiba saya merasa ada dorongan dari dalam diri yang menginginkan agar saya juga bisa menjadi berkat bagi teman-teman yang sedang menjalani tes tersebut.

Saat tes dimulai, teman saya mendapat giliran pertama. Saya berperan sebagai penumpang yang dilayani, dan dia berperan sebagai pramugari. Saat sesi “serving the meal” karena tegang, dia melupakan nama menu yang sedang diuji, dan saya dilarang untuk memberitahukannya. Saya pun tersenyum padanya sambil berharap senyuman tersebut bisa membantu dia untuk lebih rileks. Tiba-tiba dia menjadi tenang dan bisa menyelesaikan ujiannya dengan lancar. Kurang dari lima menit sebelum saya diuji, teman saya datang dan berkata bahwa dia sangat bersyukur karena entah mengapa, senyum yang saya berikan membuat dia bisa rileks sehingga dapat menyelesaikan ujiannya dengan baik. Kata-kata tersebut adalah booster yang saya perlukan, di saat yang tepat. Semua ketegangan yang saya rasakan hilang 100%. Proses ujian berjalan lancar, bahkan hasilnya sungguh di luar ekspektasi saya. Tuhan menjawab doa saya, dan memberi kekuatan tepat pada waktunya in a very surprising way. I know it was Him. Kejadian yang saya alami ini menunjukkan bahwa ketika kita mengakui Dia dalam segala jalan, Dia akan membantu meluruskan dan memberi kita petunjuk jalan mana yang perlu dipilih.

Trust God from the bottom of your heart; don’t try to figure out everything on your own. Listen for God’s voice in everything you do, everywhere you go; He’s the one who will keep you on track (Proverbs 3:5-6).

Terima kasih Tuhan Yesus.

Journey of Character

Bella Kumalasari-Plt. Kasie. Karakter

Perjalanan 30 tahun Athalia diwarnai dengan berbagai musim. Begitu pun ketika kita berbicara mengenai karakter. Pendidikan karakter bak sebuah perjalanan panjang. Ada berbagai hal yang dilewati, jatuh-bangun yang dihadapi, sehingga semuanya merupakan proses yang perlu dijalani. Dunia yang penuh dengan ketergesa-gesaan dan serba instan membuat kita tidak sabar akan proses yang panjang dan tidak mudah. Maka dari itu, kita sebagai pendidik dan orang tua perlu terus mengingatkan diri sendiri akan hal ini ketika mendampingi anak-anak kita, sehingga terus memberikan ruang untuk bertumbuh.

Sekolah Athalia percaya bahwa setiap murid berproses dalam perjalanan panjang karakternya. Meski mungkin tahun lalu tampak ada kemajuan tapi tahun ini tidak, terkadang tampak jelas terkadang samar, Sekolah Athalia percaya bahwa setiap murid tetap berproses dalam perjalanannya masing-masing. Oleh sebab itu, di setiap akhir tahun ajaran Sekolah Athalia mengadakan “Perayaan Karakter” sebagai momen untuk mengapresiasi pertumbuhan sekecil apa pun. Di dalam perayaan karakter, murid-murid diajak untuk mengingat kembali proses pembelajaran karakter yang telah mereka alami selama satu tahun terakhir. Mereka merefleksikan dan mengevaluasi dirinya dalam proyek-proyek yang sudah dilakukan, serta diajak untuk melihat karya dan penyertaan Tuhan dalam diri mereka dan teman-teman. Guru memberikan apresiasi bagi setiap murid dan memberikan dukungan untuk terus berproses di level berikutnya. Selain guru, orang tua dan sesama murid pun diajak untuk memberikan apresiasi bagi anak-anak dan teman-temannya.

Guru TK mendoakan satu per satu muridnya dengan rasa haru akan pertumbuhan yang Tuhan berikan dalam diri setiap murid secara unik. Guru dan orang tua siswa SD memberikan apresiasi secara personal kepada setiap anak. Anak-anak terharu membaca surat yang ditulis oleh orang tuanya. Murid-murid SMP juga merasa senang karena dapat bersama teman-teman saling mengenal dan memperhatikan selama satu tahun terakhir. Beberapa murid SMA menangis terharu ketika membaca kartu apresiasi dari teman sekelasnya karena tidak menyangka bahwa teman-temannya memperhatikan dirinya sedemikian rupa. Mereka merasa senang diapresiasi atas usaha yang mereka lakukan sekaligus diterima dalam kelemahan mereka.

Mari kita terus dukung pertumbuhan karakter anak-anak kita untuk makin serupa Kristus. Tahun ajaran yang baru, lembaran yang baru, dengan Tuhan yang sama, dengan kesetiaan dalam perjalanan yang sama. Meskipun mungkin kita merasa lelah karena merasa “Kok begitu lagi, begitu lagi, dibilangin berkali-kali seperti tidak ada bedanya”, kita percaya ketika anak berproses bersama Tuhan, mereka berproses makin dalam dan makin dalam. Meski terkadang tampak sama, ada hal yang Tuhan sedang kerjakan di dalam diri mereka. Mari terus ingat, yang terpenting bukan kecepatannya, tetapi arah yang benar menuju keserupaan dengan Kristus.

TUHAN BERJALAN BERSAMA KITA

Lili Irene-Plt. Kabag. PK3

…Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau atau melalui sungai-sungai engkau tidak akan dihanyutkan, apabila engkau berjalan melalui api engkau tidak akan dihanguskan dan nyala api tidak akan membakar engkau. Sebab Akulah Tuhan, Allahmu…”
(Yesaya 43:1-3)

Puji syukur kepada Tuhan yang telah menyertai perjalanan kita di tahun ajaran lalu dan terus mengimani bahwa Tuhan yang sama juga akan bersama kita di tahun ajaran 2024/2025 ini. Tuhan yang memimpin secara khusus perjalanan yayasan Athalia Kilang menuju 30 tahun ini adalah berkat yang luar biasa. Komunitas Athalia tidak akan berjalan sendirian karena ada Tuhan yang luar biasa yang akan menuntun perjalanan kita.

Mengawali tahun ajaran ini dengan firman Tuhan dalam Yesaya 43:1-3 yang memberi penguatan kepada kita untuk tidak takut. Perasaan takut pasti pernah menghampiri setiap orang. Ketakutan akan masa depan anak-anak kita, sakit-penyakit, kehilangan orang terkasih, masalah keuangan, kesepian, relasi, ketidakmampuan dalam bekerja dan masih banyak ketakutan lainnya baik secara pribadi maupun lembaga. Mari ambil waktu sejenak merenungkan bagian ini ketika Tuhan mengatakan, ”Jangan takut.”

Pertama, Tuhan mengenal kita secara pribadi, bahkan ia tahu nama kita masing-masing. Betapa sukacitanya ketika mendengar Tuhan berkata,”Lili… (bisa menyebut nama kita sendiri) jangan takut karena Aku berjalan bersamamu. Engkau kepunyaan-Ku…”. Ini perasaan yang tentunya sangat mengharukan. Tuhan mengatakan bahwa kita kepunyaan-Nya dan menenangkan bahwa kita tidak sendiri. Namun, ada Tuhan di samping kita yang berjalan setiap saat.

Kedua, Tuhan dengan jelas menyebutkan bahwa Ia akan menyertai kita. Ketika kita harus menyeberang air atau melalui sungai kita tidak akan hanyut, bahkan ketika harus melewati api sekalipun kita tidak akan hangus. Ini artinya dalam kondisi tersulit dan kritis sekalipun Tuhan ada di samping kita menemani dan berjalan bersama untuk melewati semua itu. Ketika harus kehilangan anak dalam kandungan dengan jelas saya merasakan kehadiran Tuhan, bahkan memeluk saya ketika dalam ruang operasi. Perasaan sedih berganti dengan kekuatan luar biasa karena Tuhan tidak meninggalkan saya sendirian. Ia menemani, menghibur, dan mendampingi saya melewati masa kelam dan sedih ini. Tuhan hadir secara pribadi bagi setiap kita.

Ketiga, Tuhan adalah Allah kita. Perjalanan yang kita lalui di dunia ini tidak kita jalani sendirian karena Tuhan adalah Allah kita yang luar biasa. Pertanyaannya adalah, apakah kita menjalani ziarah iman kita di dunia ini dengan berserah dan bergantung penuh kepada Tuhan Allah kita atau apakah perjalanan ini masih kita lalui sendirian saja. Henri Nouwen, dalam bukunya Mere Spirituality berkata “Attentivenes helps us look fully at God. To invite God in more completely. It leads us into the depths of God’s healing mercies”. Perlunya mengarahkan perhatian kita dengan memandang kepada Tuhan Allah. Serta mengundang Tuhan masuk secara penuh dalam hidup kita. Mengundang Ia berjalan bersama dan menikmati kemurahan Tuhan Allah kita. Inilah iman kita.

Sebagai komitmen, yang bisa kita lakukan untuk komunitas ini adalah saling mendoakan secara pribadi, mendampingi yang membutuhkan, dan menguatkan mereka dalam setiap pergumulan yang dihadapi untuk tidak takut karena ada Tuhan Allah. Kiranya Tuhan memampukan kita untuk melewati setiap musim kehidupan. Tetap semangat dan jangan lupa bahagia.

Beauty of Mathematics

Octovianus L. Riwu-Guru Matematika SMA

Matematika merupakan sebuah cabang ilmu yang sering menjadi “momok” bagi siswa dan dipandang hanya sebagai ilmu angka. Hal tersebut membuat matematika menjadi pelajaran yang cukup membosankan dan menakutkan bagi anak-anak. Namun, entitas matematika adalah sebuah pemberian Allah (God’s gift) bagi manusia. Hal ini pernah disampaikan oleh Galileo Galilei seorang fisikawan dan astronom dari Italia dalam bukunya The Assayer, “Mathematics is the language in which God has written the universe. The laws of nature are written by the Hand of God in the language of mathematics”. Begitu juga dalam esainya yang berjudul “Letter to the Grand Duchess Christina” (1615), “God is known by nature in His works, and by doctrine in His revealed Word”. Artinya, Allah menciptakan alam semesta dengan sebuah tatanan dasar matematika, sehingga ketika manusia melihat dunia ciptaan Allah, manusia seharusnya menyadari adanya unsur matematika di dalam setiap ciptaan.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Johannes Kepler yang mengatakan bahwa keteraturan hanya bisa ditemukan oleh manusia di dalam alam ciptaan-Nya yang Ia ungkapkan melalui bahasa matematika. Oleh karena itu, esensi dari ilmu matematika harusnya semakin menyadarkan manusia dan kagum akan Allah saat melihat ciptaan-Nya. Senada dengan Van Brummelen dalam bukunya yang berjudul Walking With God In the Classroom, mengatakan bahwa ilmu matematika membawa kekaguman terhadap rencana dan susunan ciptaan Allah yang menyatakan kesetiaan, keberadaan, dan kebesaran Allah.

Matematika sebagai sebuah bahasa yang digunakan oleh Allah untuk menciptakan dunia, perlu diajarkan kepada anak-anak sejak dini guna memahami dunia ciptaan-Nya. Mandat tersebut harus disadari oleh para orang tua sebagai prime educator untuk mencapai tujuan sejati di dalam proses pembelajaran matematika, yaitu mendidik anak dalam mengenal Sang Pencipta.

Berikut beberapa tip dan trik yang dapat dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya untuk mengajarkan matematika sekaligus pengajaran tentang dunia ciptaan Allah. Poin nomor 1 sampai nomor 3 dikhususkan untuk orang tua TK dan SD, sedangkan poin nomor 4 ditujukan untuk orang tua SMP dan SMA.

  1. Belajar melalui bermain
    Anak-anak sangat senang bermain. Kegiatan bermain merupakan tools yang baik dalam meningkatkan minat belajar anak terhadap matematika. Orang tua dapat menggunakan media daun dan tanaman di sekitar rumah untuk mengajari anak tentang angka dan tumbuh-tumbuhan ciptaan Allah. Misalnya, menggunakan daun untuk menjelaskan tentang struktur daun dan pentingnya daun bagi kehidupan manusia khususnya dalam proses menghasilkan oksigen. Setelah itu, orang tua dapat mengajak anak berkreasi membuat bentuk angka dengan menggunakan daun-daun kering.
  2. Mengenalkan matematika melalui dongeng atau bercerita
    Bercerita merupakan pembelajaran yang efektif untuk membantu anak-anak meningkatkan konsentrasi serta daya ingat. Orang tua perlu menyadari bahwa kegiatan membaca atau mendongeng bagi anak sejak dini dapat membantu anak dalam mengembangkan logika berpikir. Hal ini juga dikatakan oleh Virginia Walter bahwa proses mendongeng atau bercerita bagi anak dapat mengembangkan keterampilan berlogika dan melatih kemampuan anak dalam memprediksi peristiwa.
  3. Belajar matematika melalui praktik langsung
    Pembelajaran matematika akan sangat berkesan dan meaningful bagi anak jika dilakukan secara praktik langsung. Hal ini dikarenakan kegiatan hands-on dapat merangsang otak anak dalam memahami informasi dan menyimpannya pada long term memory sebanyak 60%-70%. Seirama dengan Novita Tandry yang mengatakan bahwa memori anak sebanyak 60%-70% berasal dari tindakan, sehingga kegiatan memperkenalkan matematika dapat dilakukan dengan mengajak anak terjun langsung mempraktikkan hal-hal yang berhubungan dengan matematika melalui aktivitas sehari-hari. Kegiatan praktik langsung yang dapat dilakukan oleh orang tua antara lain memperkenalkan operasi-operasi di dalam matematika, bentuk-bentuk geometri, dan juga hubungan spasial (tinggi-rendah, atas-bawah, depan-belakang, luar-dalam). Khusus untuk hal-hal yang berhubungan dengan bentuk atau geometri, orang tua dapat memperkenalkan melalui bentuk-bentuk yang ada di alam ciptaan Allah atau yang melekat pada diri anak itu sendiri. Lewat kegiatan-kegiatan tersebut, anak tidak hanya memahami tentang bentuk dan operasi matematika, tetapi juga akan mulai mengagumi Allah sebagai pencipta dunia ini.
  4. Belajar matematika melalui proses diskusi
    Proses diskusi adalah suatu cara merangsang dan menggali informasi anak guna mengetahui pemahaman dan cara berpikirnya. Kegiatan diskusi dilakukan dengan tujuan untuk saling berbagi informasi (knowledge sharing). Kegiatan diskusi yang dilakukan secara intensional oleh orang tua secara khusus tentang berbagai hal yang terjadi melalui berita maupun informasi terkini dapat mengajarkan anak tentang konsep epistemologi, relasi sebab akibat, serta kemampuan membaca situasi, dan peluang yang ada. Proses ini juga akan mengingatkan anak-anak tentang tugas manusia sebagai penatalayanan (stewardship) di dalam dunia ciptaan Tuhan.
Sumber:
The Ontological and Epistemological Underpinnings Of Mathematical Realism https://www.jstor.org/stable/10.5749/j.ctt1d390rg.4
https://web.stanford.edu/~jsabol/certainty/readings/Galileo-LetterDuchessChristina.pdf

Tuhan Besertaku Setiap Waktu

Pricillia Talarima-Orang tua Siswa 7R

Masing-masing kita tentu memiliki pengalaman pribadi bersama dengan Tuhan, entah itu pengalaman menyenangkan maupun menyedihkan. Saya sendiri meyakini setiap peristiwa yang terjadi merupakan cara Tuhan menyatakan kehadiran diri-Nya dalam kehidupan kita. Salah satu momen di mana saya merasakan penyertaan Tuhan adalah saat pandemi melanda di tahun 2020. Kala itu, saya harus mengambil keputusan untuk meninggalkan pekerjaan dan merawat anak-anak di rumah karena perubahan metode pembelajaran menjadi daring. Jujur ini terasa berat dan tidak mudah karena saya senang bekerja. Lewat pekerjaan saya bisa belajar ilmu-ilmu baru, khususnya dalam bidang pekerjaan yang saya tekuni. Tidak pernah sekalipun terpikirkan untuk menjadi ibu rumah tangga full time di rumah.

Saat membayangkan akan bekerja sebagai ibu rumah tangga, yang ada di benak saya adalah rasa takut dan khawatir dengan situasi yang akan saya hadapi di depan. Hal pertama yang terlintas adalah “menyetrika baju”, yaitu satu pekerjaan rumah tangga yang tidak saya sukai. Kemudian bagaikan sebuah presentasi google slide, muncullah slide-slide kegiatan rumah tangga lainnya dalam pikiran saya, mulai dari mencuci baju, mengepel lantai, menyapu lantai, memasak, mengantar jemput anak sekolah, membersihkan halaman depan rumah, membereskan tanaman, dan lain-lain. Sebelum pandemi, kami terbiasa memakai asisten rumah tangga yang tidak menginap, tetapi saat pandemi dengan pertimbangan kesehatan akhirnya kami mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sendiri. Akibatnya, saya mengalami stres ringan selama hampir tiga bulan setelah resign, bahkan berat badan pun turun hingga lima kilogram.

Setiap hari dalam saat teduh, saya berdoa “Tuhan, jika Engkau menghendaki saya full time di rumah maka mampukanlah saya, berikanlah damai sejahtera, dan sukacita serta cukupkanlah kebutuhan kami”. Saya pun mencoba mengisi hari-hari dengan bergabung di beberapa komunitas. Salah satunya adalah komunitas ibu yang bersekutu di rumah-rumah secara bergantian di Gading Serpong. Saya masih ingat ketika pertama kali bergabung dalam persekutuan tersebut, firman Tuhan yang kami renungkan adalah Roma 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”. Pembicara saat itu menyampaikan bahwa Tuhan selalu ada di segala kondisi yang kita hadapi baik suka, duka, susah, senang, dan semuanya itu mendatangkan kebaikan. Tuhan ingin kita yakin dan percaya dengan iman akan setiap rencana-Nya dalam hidup kita. Setelah persekutuan selesai, saya bertukar pikiran dengan teman yang mengajak saya ke persekutuan tersebut. Umurnya lebih tua dari saya dan sudah lama menjadi full time mom. Bisa dikatakan dia lebih berpengalaman mengurus rumah tangga dibandingkan saya. Akan tetapi, nasihat yang dia berikan hanyalah, “Kamu pasti bisa. Cobalah hadapi dulu dan jangan menyerah, lagi pula kamu bisa lebih dekat dengan anak-anak dan membangun ikatan yang erat. Jika tidak memulai, maka kita tidak akan tahu bagaimana cara menghadapinya. Kuncinya adalah bersyukur dan berkata ‘Thanks God’ dalam setiap keadaan”. Dalam perjalanan pulang saya berpikir sambil berkata dalam hati “Iya…ya, mengapa saat sedang senang begitu mudah mengucapkan terima kasih pada Tuhan, sebaliknya saat sedang susah saya malah dihantui rasa takut, khawatir, sibuk mencari jalan keluar, sulit mengucapkan “Thanks God”, bahkan sampai meragukan keberadaan Tuhan”. Lewat peristiwa itu saya diingatkan untuk selalu mengucap syukur dalam segala kondisi yang terjadi karena Tuhan tidak pernah tinggal diam dan selalu ada di setiap musim hidup kita. Saya mulai membuka hati dan belajar menerima keberadaan diri.

Puji Tuhan, sampai saat ini banyak hal yang membuat saya bersyukur telah memilih menjadi ibu rumah tangga. Salah satunya bisa mengikuti seminar Parenting “The Right Path” di Athalia. Lewat seminar tersebut banyak pelajaran baru yang bisa saya terapkan dalam kegiatan di rumah, khususnya mendidik anak-anak. Pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya ditambah harus menghadapi dua anak dengan karakter berbeda tidak hanya menguras fisik, tetapi juga pikiran dan emosi saya. Terkadang secara manusia timbul kebosanan dengan rutinitas yang ada, emosi yang frekuensinya suka naik turun, bahkan kesulitan dalam penguasaan diri. Namun, Tuhan membentuk saya lewat situasi tersebut. Saya diproses untuk memiliki kesabaran, penguasaan diri, tahan uji, kerendahan hati, membangun hubungan yang lebih intim lagi dengan anak-anak, dan masih banyak lagi hal yang akan membuat saya menjadi pribadi yang kuat di dalam Tuhan. Kini saya mencoba untuk menikmati setiap waktu dan babak baru dalam hidup saya dengan selalu berpikir positif. Hari baik atau kurang baik akan kita jalani, tetapi kita tidak akan pernah mengalami hari tanpa Tuhan. Musim yang baik maupun yang kurang baik, Tuhan tetap bekerja. Nikmatilah setiap musim hidup kita dengan penuh ucapan syukur karena kasih setia dan kebaikan Tuhan selalu menyertai.

“Those who leave everything in God’s hands will eventually see God’s hands in everything.”
(Mereka yang menyerahkan segala sesuatu di tangan Tuhan pada akhirnya akan melihat tangan Tuhan dalam segala hal.)

Tuhan Hadir Di Setiap Musim

Sylvia Tiono Gunawan-Staf Kerohanian PK3

Bumi memiliki enam musim yang siklus pergantian atau pembagiannya setiap beberapa bulan sekali. Enam musim tersebut dibagi lagi menjadi dua musim di daerah iklim tropis dan empat musim di daerah iklim subtropis. Dengan kata lain, ada negara yang hanya merasakan dua musim saja, salah satunya adalah Indonesia yang memiliki musim kemarau dan musim hujan. Musim yang ada di bumi juga memiliki pengaruh yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya (https://gramedia.com/literasi/musim/).

Apa yang terjadi jika sepanjang tahun hanya ada satu musim? Tentu berbagai tanaman dan satwa tidak dapat bertahan hidup, bahkan manusia juga akan mengalami kesulitan untuk bertahan hidup. Beberapa tanaman hanya dapat tumbuh dengan suhu tertentu di musim tertentu, demikian juga beberapa satwa. Fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa setiap musim yang ada membawa kebaikan dan memiliki manfaat masing-masing. Musim-musim itu berganti di sepanjang tahunnya untuk menolong setiap makhluk hidup yang ada di bumi ini tetap terpelihara. Inilah salah satu bukti karya Tuhan yang luar biasa. Tuhan bukan hanya menciptakan bumi dan segala isinya, Ia juga menyediakan apa yang dibutuhkan oleh ciptaan-Nya agar tetap terpelihara dengan baik.

Sama seperti musim yang berganti demikian juga kehidupan kita. Kehidupan adalah suatu hal yang dinamis, terus bergerak, dari hari ke hari tidak selalu sama. Apa yang kita hadapi hari ini, belum tentu kita hadapi esok hari. Kesulitan yang kita pikul hari ini belum tentu kita pikul di momen berikutnya. Tawa kita di hari ini bisa berganti duka di waktu yang lain. Pengkhotbah 3:1 mengatakan “untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya”. Pahami dan ingatlah bahwa Tuhan kita tidak pernah berubah. Kasih setia Tuhan tetap sama baik dulu, sekarang maupun yang akan datang.

Ayat 11 mengatakan bahwa Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Sayangnya, manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir sehingga di saat tertentu dalam kehidupan, kita merasa Tuhan tidak mengasihi dan memedulikan kita. Seorang penulis Kristen bernama Joyce Meyer pernah berkata beberapa momen kehidupan memang kadang kala bisa terasa sangat berat, tetapi jika kita hanya menemukan kegembiraan di musim-musim tertentu, kita kehilangan hal terbaik dari Tuhan di musim-musim lainnya. Tuhan mau kita menemukan sukacita di setiap momen hidup kita karena itu biarkan Tuhan memproses kita dalam tiap musim kehidupan yang kita lewati supaya kita bertumbuh makin kuat dan indah di hadapan Tuhan.
Suka duka bisa datang silih berganti. Namun, dalam kesemuanya itu Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dan mau kita terus mengingat-Nya. Ayat 14 mengatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia. Dalam menyadari keterbatasan kita, mari belajar terus bergantung kepada Tuhan pada setiap musim kehidupan kita.