Tetap Mengasihi Meskipun Sulit

Oleh: Kenneth Girvan – Alumni SMA Athalia Angkatan 6

Kehidupan tidak pernah lepas dari konflik. Kita tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang dan membuat semua orang suka terhadap kita. Saat masih bersekolah, saya berteman dengan semua orang. Tidak pilih-pilih teman dan tidak bergabung ke geng kelompok tertentu. Tetapi di tengah menjelajahi pertemanan di sekolah, saya menemukan bahwa tidak semua orang bisa menerima saya. Hal ini menjadi kesulitan yang saya alami dalam berelasi. Mereka tidak mau berteman dengan saya karena kami tidak memiliki hobi yang sama, tidak bisa bepergian secara bebas, dan karakter/kepribadian saya yang tidak cocok dengan mereka. Dikarenakan hal-hal tersebut, seringkali saya mendengar ejekan dan sindiran dari teman-teman.


Sulit sekali bukan untuk mengasihi orang-orang tersebut? Di saat saya mencoba untuk berteman baik dengan semua orang, tetapi malah respons kurang mengenakkan yang saya dapatkan. Mengasihi mereka yang sulit dikasihi sangat tidak mudah. Sebagai manusia, kita cenderung bereaksi secara emosional terlebih dahulu, seperti kesal/marah ketika ada yang memperlakukan kita dengan buruk dan memberikan label kepada kita yang memiliki penampilan kurang baik atau bersikap tidak pantas.


Kasih merupakan perasaan atau emosi, tetapi dalam kekristenan, kita mengenal kasih juga memerlukan reasoning. Mengapa kita perlu mengasihi mereka yang sulit dikasihi dalam hidup kita? Jawabannya cukup sederhana, namun seringkali sulit diresapi. Ya, karena Tuhan terlebih dahulu mengasihi kita. Ingat bagaimana kehidupan kita dulu, bahkan sekarang? Betapa kita memilih hidup dalam dosa dan membuat hati Tuhan terluka. Sadarkah kita bahwa kita juga termasuk orang-orang yang sulit dikasihi, loh? Tetapi, kok, Tuhan mau, ya, memberi kita keselamatan dan memilih tetap sayang sama kita meskipun kita adalah orang yang seumur hidup mendukakan hati Tuhan? Menyadari hal ini membuat saya berpikir bahwa mengasihi sesama bukan karena suka/tidak suka. Seberapa sulit orang itu untuk dikasihi, saya berusaha memilih untuk mengasihi dan menerima mereka sebagaimana Tuhan telah memilih dan menerima saya.


Tidak masalah jika Anda merasa sulit mengasihi mereka saat ini. Memang dibutuhkan waktu untuk berproses. Anda bisa mulai bawa dalam doa dan minta kepada Tuhan untuk dimampukan mengasihi mereka yang sulit dikasihi, serta minta Tuhan untuk memulihkan emosi Anda sehingga dapat mengasihi mereka dengan lebih tulus. Hal tersebut tidak hanya mengubah orang lain, tetapi juga diri kita sendiri dan membuat kita semakin serupa dengan Kristus. Kiranya kebenaran ini bukan hanya diingat dan dimengerti, namun juga dapat dialami dalam perjalanan iman Anda bersama dengan Tuhan.

Ibadah Awal Tahun Guru dan Staf Sekolah Athalia dan Pinus 2023 “Hidup Bergaul Dengan Allah”

Oleh: Naomi Fransisca Halim – guru agama SMA Athalia

Pada tanggal 4 Januari 2023, Sekolah Athalia dan Pinus telah mengawali tahun dan semester baru dengan ibadah secara onsite di aula C. Dengan suasana ruangan yang dipenuhi dengan lilin menyala, kami diajak untuk merenungkan kembali perjalanan kehidupan di sepanjang tahun 2022 dan memantapkan hati untuk perjalanan di 2023. Ibadah kali ini, dipimpin oleh Bapak Ishak Sukamto dan didasari dari Kitab Kejadian 5:1-32.


Dalam pembacaan silsilah ini, Pak Ishak mengajak kami melihat bahwa setelah manusia jatuh dalam dosa, maka pekerjaan manusia adalah hidup selama beberapa tahun, menikah, memperanakkan, mencapai usia sekian dan meninggal. Begitu seterusnya siklus ini terus berlangsung bahkan sampai zaman sekarang.


Menariknya, dalam perikop yang dibaca, Henokh, salah satu tokoh dalam cerita tersebut, merupakan tokoh yang memiliki umur yang terbilang lebih singkat dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain dalam kisah tersebut. Namun pertanyaan pentingnya bukan seberapa lama seseorang hidup tetapi seberapa berkualitas hidup itu atau bagaimana seseorang mengisi kebermaknaan eksistensi dirinya?


Dalam perenungan ini, Pak Ishak memberikan satu frasa yang menarik, yaitu “No More.” Istilah ini merujuk kepada salah satu tokoh, Henokh yang pada akhir hidupnya tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah. Di tengah “singkat” hidupnya, Henokh menikmatinya dengan hidup bergaul dengan Allah atau dalam beberapa terjemahan lain Henokh berjalan bersama dengan Allah dan setelah itu, Henokh no more.


Pada bagian ini, saya menyadari bahwa kematian merupakan sebuah keniscayaan. Walaupun Henokh dikisahkan tidak meninggal namun ia sudah tiada dan dalam ibadah ini ketiadaan ini disimbolkan dengan para guru dan staf merobek kain hitam yang sudah disediakan. Juga sebagai simbol komitmen kita mau hidup seperti Henokh yang bergaul dengan Allah. Supaya bisa demikian maka kita harus meninggalkan kehidupan lama kita disimbolkan dengan kain hitam yang disobek. Dalam perenungan saya, ketika merobek kain hitam tersebut dengan kuat, saya menyadari bahwa tangan saya terbuka dan pada saat itu cuplikan lirik lagu yang dinyanyikan seakan menjadi doa saya. Ketika menyadari bahwa siklus kehidupan manusia sangat singkat, lagu tersebut mengingatkan agar saya selalu “bersujud di hadapan-Nya dan meminta Tuhan untuk memenuhkan bejana diri saya dengan air sungai-Nya.”


Di tengah penyanderaan rutinitas kehidupan manusia, maukah kita mendisrupsi hidup kita dengan menjawab undangan Tuhan untuk datang, hidup bergaul dan berjalan bersama-Nya supaya tidak hanya kuantitas umur kita saja yang bertambah tetapi juga kualitas hidup kita. Biarlah pesan singkat ini menjadi rhema dalam kehidupan kita memasuki tahun yang baru ini sampai kita bertemu dengan Tuhan dan menikmati persekutuan sesungguhnya dengan Sang Pencipta Agung itu. Amin.

Sukacita di Dalam-Nya

Oleh: Antonius Hermawan – Orang tua siswa kelas 4M

Kondisi ekonomi di tahun 2023 diprediksi oleh banyak ekonom akan semakin berat. Selain itu kondisi pandemi dua tahun terakhir seakan tidak berakhir. Bahkan varian covid baru terus ditemukan sehingga seakan akhir dari pandemi tidak dapat diprediksi dengan pasti. Di sisi lain, kita melihat perang Ukraina dan Rusia yang seakan menambah berat beban ekonomi dunia. Beginilah kondisi dunia yang ada dengan segudang masalahnya.

Mengetahui hal di atas tidak membuat hidup kita jauh lebih mudah, sebaliknya pengetahuan di atas justru menambah beban hidup kita dengan realita yang tidak mudah pula. Mulai dari pemikiran mau makan apa hari ini, konflik dengan teman sekantor atau teman usaha, konflik dengan pasangan, hingga masalah anak-anak. Maka tidak heran, banyak orang mulai bertanya-tanya, “Bagaimana kita dapat tetap bersukacita di tengah kondisi ini?”

Apa kata Alkitab tentang sukacita? Dalam Filipi 4:4-7, Rasul Paulus menasihatkan untuk bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan, bahkan dikatakan untuk kedua kalinya untuk bersukacita. Bahkan di ayat selanjutnya, ia mengatakan agar kebaikan kita diketahui semua orang.

Bagaimana kita dapat senantiasa bersukacita bahkan menyatakan kebaikan kita kepada semua orang? Kuncinya ada pengharapan di ayat 6, karena di situ kita dalam segala situasi dapat menyatakan permintaan kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur dan damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus. (Ayat 7)

Jadi di tengah segala keadaan yang tidak menentu dan seakan tidak berpengharapan, kita bisa mengucap syukur karena kita dapat berdoa kepada Allah yang bisa memberi kita kemampuan untuk menghadapi semuanya dalam damai sejahteranya yang memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus.

Pemeliharaan dalam Kristus menjadi sesuatu yang pasti bagi kita karena Ia bukan Allah yang tidak pernah mengalami pencobaan sebagai manusia, melainkan Ia sendiri telah turun sebagai manusia dan taat sampai mati. Artinya Ia mengerti segala pergumulan kita.

Jadi sukacita yang dituliskan di sini bukan sukacita sebagai motivasi atau pikiran positif yang kita usahakan, tapi semata-mata karena anugerah Allah yang telah Kristus kerjakan di dalam kita, sehingga kita dapat berdoa dalam situasi apapun dalam pemeliharaan damai sejahtera-Nya.

Itulah sukacita yang sejati, bukan sukacita yang didasarkan oleh kondisi sekitar kita, tapi sukacita karena pengharapan di dalam Dia, bahwa kita ini milik-Nya, dan kita selalu dapat berdoa kepada-Nya.

Menjadi yang Terbaik, Dalam pergumulan menjadi Orang Tua

Oleh: Marlene Abigail – Orang tua Kelas TK A

Dalam perjalanan kami menjadi orang tua, kami terus diteguhkan bahwa
menjadi orang tua adalah sebuah panggilan. Allah yang memanggil kami
menjadi orang tua dan menitipkan seorang anak yang adalah milik-Nya sendiri untuk kami asuh. Sungguh sebuah panggilan mulia yang kami sambut dengan sukacita dan semangat untuk memberikan yang terbaik,
untuk menjadi orang tua yang terbaik.

Kami mulai belajar cara pengasuhan yang baik, berusaha menerapkan
apa yang benar, berdiskusi, hingga mencari komunitas untuk bertumbuh
bersama. Namun di tengah perjalanan, kami mulai menyadari bahwa
walaupun kami sudah berusaha memberikan yang terbaik…belum tentu
hasilnya baik. Belum lagi melihat kisah sedih keluarga lain yang kemudian
mengecilkan hati kami, ternyata udah belajar dan berusaha juga hasilnya
bisa jelek ya? Sehingga membawa kami kepada sebuah perenungan. Kami ini berusaha menjadi yang terbaik sebetulnya karena kami mengasihi Allah atau karena kami mau anak kami tumbuh baik-baik saja? Benarkah kami mampu menghasilkan apa yang baik dengan berusaha menjadi yang terbaik? Bisakah menjadi yang terbaik itu dinilai dari hasil yang nampak?

Paul David Tripp dalam bukunya “Bijak menjadi Orang Tua” menulis,
Pengasuhan bukanlah tentang menggunakan kuasa untuk mengubah anak- anak Anda. Pengasuhan ialah tentang kesetiaan Anda yang rendah hati dalam kesediaan untuk berpartisipasi dalam karya pengubahan Allah demi kebaikan anak-anak Anda. Dari sini kami belajar bahwa pengasuhan adalah urusan antara orang tua dengan Allah, bukan orang tua dengan anak. Kita bukan dipanggil untuk menjadikan anak kita seperti apa yang kita mau dan dengan kekuatan kita sendiri, karena sejatinya manusia tidak punya kuasa untuk mengubah hati satu orang pun. Allahlah yang bekerja dalam hati anak kita dan orang tua hanyalah alat-Nya.

Kami belajar bahwa menjadi yang terbaik dimulai dari menyadari bahwa kita hanyalah alat yang setiap hari membutuhkan sumber hikmat dan kuasa untuk menjalankan panggilan-Nya. Menjadi terbaik bukan dinilai dari apakah kita menghasilkan anak yang baik, penurut, berprestasi, bisa dibanggakan di social media, di mana kemudian kita merasa bahwa ini adalah karya kita, Allah hanyalah partisipan yang kita undang untuk menjaga anak kita tetap baik. Malah menjadi kengerian tersendiri, apakah anak-anak yang baik ini mengenal dan mengasihi Allah?


Menjadi yang terbaik artinya sedia untuk taat dan setia kepada Allah yang punya urusan pengasuhan ini. Dengan setia bersedia belajar, berusaha, bersedia merelakan apa yang harus direlakan, bersedia berubah, bersedia dibentuk, bersedia mendengar maunya Tuhan, dan bersedia tunduk dan
berdoa. Bukan supaya anak kita baik dan kita bisa tenang serta bangga, tapi supaya maunya Allah terjadi pada anak-anak kita. Supaya anak kita mengenal dan mengasihi Allah, seumur hidupnya. Kami rindu Allah mendapati kita semua taat dan setia di akhir perjalanan kita sebagai orang tua nantinya. Mari terus bersedia dan setia menjadi orang tua yang terbaik, di mata Allah. Salam.

Tidak Sekadar Belajar CALISTUNG

Oleh: DR. Yohanes Moeljadi Pranata
Dosen, Peneliti, dan Pengembang Bidang Inovasi Kependidikan

Pada Kamis, 14 Juli 2022, semua guru Sekolah Athalia mulai dari level TK sampai dengan SMA mengikuti pembinaan dari seorang penggiat Kurikulum Merdeka Belajar yang bernama DR. Yohanes Moeljadi Pranata yang juga lebih akrab disapa dengan Pak Moel. Latar belakang beliau sejak 1975 sebagai pendidik dari berbagai jenjang pendidikan mulai dari level sekolah hingga perguruan tinggi membuat beliau fasih untuk menerjemahkan kepada para awam terkait Kurikulum Merdeka Belajar. Mari kita simak tanya jawab yang dilakukan oleh tim redaksi ALC News seputar Kurikulum Merdeka Belajar.

ALC News: Mengapa pemerintah Indonesia berencana menerapkan Kurikulum Merdeka ini?

Pak Moel: Saat ini pemerintah Indonesia mulai sadar dan bergerak untuk memperbaiki sistem pendidikan di negara ini ke tahap yang lebih baik lagi dan bisa sejajar dengan standar pendidikan internasional. Namun yang terutama adalah menjadikan siswa Indonesia mempunyai Profil Pelajar Pancasila.

ALC News: Apa tantangan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia terkait persiapan penerapan kurikulum ini?

Pak Moel: Tantangan pertama adalah luasnya geografis Indonesia dan perbedaan peradaban dari megalitikum sampai megapolitan. Beda dengan Singapura dan Finlandia yang luas negaranya lebih sempit dan keberagaman budaya penduduknya lebih sederhana.
Selain itu juga warisan sistem pendidikan dari para pendahulu dimana sistem pendidikan belum dikelola dengan baik. Tantangan terakhir adalah adanya pengaruh politik yang menerapkan sistem sentralistik, dimana semua wilayah Indonesia harus memakai sistem dengan kebijakan yang seragam sesuai ketentuan pemerintah pusat, juga adanya sistem desentralisasi dimana sekolah hanya sebatas pelaksana teknis saja dan belum mengarah pada pengembangan profesional.

ALC News: Apa tolok ukur yang dipakai untuk mengukur kemampuan literasi suatu negara?

Pak Moel: Ada parameter atau tes dengan standar internasional yang bernama PISA (Programme for International student Assessment), bila ingin melihat lebih detail terkait PISA dapat membaca di laman website https://www.oecd.org/pisa/aboutpisa/. Pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan ikut tes PISA mulai tahun 2000 sampai sekarang. Hasilnya PISA Indonesia mulai tahun 2000 sampai 2018 didapat siswa dapat membaca teks tapi belum memahami isi teks, apalagi menggunakan teks untuk menganalisis, mengevaluasi, mencipta, dan memecahkan suatu permasalahan yang komplek. Saat ini Indonesia berada di peringkat 72.

ALC News: Langkah konkrit apa yang dilakukan oleh pihak kementrian pendidikan Indonesia?

Pak Moel: Maka Mas menteri (Bapak Nadiem) berencana memperbaiki sistem pendidikan ini dan tentunya dibarengi dengan survei yang mendalam. Rancangan pertama yaitu sekolah penggerak dengan menggunakan Kurikulum Penggerak. Kemudian setelah melalui beberapa penyesuaian dan revisi berubah menjadi Kurikulum Prototipe, dan sampai pada akhirnya lahirlah Kurikulum Merdeka Belajar.

ALC News: Apa tujuan dari Kurikulum Merdeka Belajar ini?

Pak Moel: Tujuannya yaitu ingin memerdekakan guru, siswa, dan sekolah utk melakukan pembaharuan/ inovasi. Pembaharuan paradigma, pola pikir, keterampilan, dan tenaga pendidik dan kependidikan yang baru. Tapi tidak mungkin suatu sekolah mengganti semuanya itu maka diadakanlah di setiap sekolah guru penggerak untuk menjadi agen yang totalitas dan terdepan dalam pembaharuan Kurikulum Merdeka Belajar. Jadi pemerintah hanya berfungsi sebagai fasilitator saja karena sekolah diberikan kebebasan untuk mendesain kurikulum sekolah masing-masing.

ALC News: Apa target jangka panjang dari Kurikulum Merdeka Belajar ini?

Pak Moel: Targetnya adalah pencapaian tiga kecakapan utama yaitu: kemampuan literasi, pembentukan karakter dasar, dan kemampuan 4C (critical thinking, creative, communication effectively, and collaboration). Jadi lebih dari sekadar mampu di bidang calistung. Semua kecakapan di atas nantinya akan terdeskripsi dalam suatu Profil Pelajar Pancasila.

ALC News: Lalu apa yang dapat dilakukan orang tua siswa untuk mendukung Kurikulum Merdeka Belajar ini?

Pak Moel: Sebenarnya pemerintah beserta tim ahli juga menggandeng orang tua sebagai stake holder untuk menyukseskan penerapan Kurikulum Merdeka Belajar ini. Pendidikan adalah tanggung jawab utama orang tua dan sekolah hanya sebagai penolong. Paling tidak orang tua mampu mengikuti perkembangan, memahami harus ada perubahan, dan hasil rapot serta akreditasi tidak menjamin kompetensi siswa. Jadi butuh keterlibatan orang tua untuk mendukung sekolah. Sehingga ke depannya siswa memiliki kompetensi untuk menghadapi perubahan yang cukup pesat dan tidak terduga ini. Keluarga harus menjadi pusat pendidikan.

Keluarga sebagai komunitas pertama dalam memberikan contoh nyata berperilaku diharapkan dapat melahirkan siswa yang:

  1. beriman dan bertaqwa/bermoral yang mulia
  2. kemandirian
  3. gotong royong/kolaborasi/jejaring
  4. berpikir kritis
  5. kreatif
  6. berkebhinekaan global

Sebagai penutup untuk Sekolah Athalia adalah Firman Tuhan dari 1 Korintus 15: 10
“Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.”

Sekolah Athalia berpusat pada Kristus, berpihak kepada siswa saat menjalankan Kurikulum Merdeka Belajar ini.

Allah adalah Sempurna (Ulangan 32:1-4)

Oleh: Sylvia Tiono Gunawan, staf Kerohanian Sekolah Athalia

Ada banyak hal di dalam dunia ini yang bagi kita mungkin sangat berharga dan mampu melengkapi hidup kita. Tanpa hal-hal itu hidup terasa kurang. Lagu Andra and The Backbone yang berjudul Sempurna, juga mengisahkan tentang seorang wanita yang menurutnya begitu sempurna sehingga dapat melengkapi hidupnya. Namun jika kita renungkan, sesungguhnya semuanya itu bersifat fana, sementara dan dapat lenyap sekejap dan kapan saja. Jika kita menggantungkan hidup kita pada hal-hal yang sementara, kita hanya akan menerima kekecewaan dan kesedihan.

Satu-satunya Pribadi yang dapat kita andalkan hanyalah Tuhan. Ia, adalah Allah Pencipta kita, bukan pelengkap hidup kita yang kalau kita butuh baru kita datang kepada-Nya. Tuhan adalah sumber kehidupan kita. Semua hal dalam dunia boleh lenyap, asal ada Tuhan. Memiliki Tuhan berarti kita telah memiliki segalanya. Mengapa? Karena Ia adalah Allah yang sempurna; segala sifatnya dan/karakternya sempurna. Kebaikan-Nya sempurna, kasih-Nya sempurna dan kuasa-Nya pun sempurna.

Menyadari bahwa Allah kita adalah Allah yang sempurna maka:

  • Kita dapat mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, Allah yang sempurna itu. Kita memang tidak bisa menyelami pemikiran dan kuasa-Nya yang sempurna karena kita terbatas dan Ia sempurna, namun kita dapat yakin bahwa kita dapat bersandar sepenuhnya di dalam Dia, Allah yang sempurna.
  • Kita belajar hidup sempurna untuk merefleksikan gambar kemuliaan-Nya. Sebagaimana Allah yang sempurna, Ia ingin kita juga hidup merefleksikan kemuliaan-Nya. Oleh karena itu kita harus terus berjuang semakin serupa Kristus dalam seluruh aspek hidup kita supaya ketika orang lain melihat kita, mereka dapat melihat Kristus dalam diri kita dan memuliakan Bapa di surga (Matius 5:48).

Kiranya Tuhan menolong kita untuk menjadi pelaku firman-Nya, percaya penuh kepada-Nya dan belajar hidup makin serupa Kristus.

Paduan Suara SD Athalia Menerima
Penilaian Juri Internasional sebagai
Terbaik I (Gold I) di Penabur
Internasional Choir Festival 2022

Oleh: Tania Veronina Aipassa – Pembina Padus SD Athalia

Puji Tuhan Sekolah Athalia terus membuka kesempatan untuk setiap anak-anak yang bertalenta dan mau belajar memuji Tuhan melalui paduan suara. Di masa pandemi ini kami mencoba untuk tetap membentuk paduan suara anak khususnya paduan suara Anak SD Athalia. Hal ini tentunya tidaklah mudah dan terdapat banyak sekali tantangan. Tetap semangat melayani Tuhan! Inilah yang menjadi dorongan bagi kami dan anak-anak untuk belajar di dalam Paduan Suara.

Di tahun ini kami kembali mendapat kesempatan untuk mengikuti International Choire Festival 2022. Kami segera melakukan proses pembentukan Paduan Suara, dimulai dari memilih anak yang nantinya akan menjadi perwakilan paduan suara dari SD Athalia. Dalam pemilihan bukan hanya suara yang baik dan indah, namun anak-anak juga harus memiliki kesukaan bernyanyi, berani tampil, mau belajar banyak hal ketika berpaduan suara, serta disiplin yang tinggi. Hal ini tercapai tentunya dengan persetujuan dan dukungan dari orang tua.

Ketika jadwal latihan sudah terbentuk dan dimulai secara on-line sebenarnya tidaklah mudah. Kesulitan yang terjadi adalah anak-anak kurang dapat memahami teknik bernyanyi dengan baik yang disampaikan
oleh pembina secara menyeluruh. Komunikasi yang sering terganggu karena kondisi jaringan internet yang kurang baik, menjadikan perintah atau arahan tidak dapat dipahami dengan jelas oleh anak-anak. Namun, kendala yang terjadi dapat tertutupi dengan adanya semangat yang tinggi dari anak-anak. Di pertengahan jadwal latihan kami mendapatkan kesempatan untuk latihan secara on-site di aula A. Waah.. Ini menjadi dorongan atau semangat baru bagi anak-anak dan pembina padus. Anak-anak lebih dapat mengekspresikan suara dan gerakan-gerakan yang diajarkan. Pembina pun dapat mendengar secara langsung perpaduan suara anak-anak. Tentunya kami tetap memperhatikan protokol kesehatan saat pelaksanaan latihan secara on-site. Anak-anak dapat dengan baik menjaga dan mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan.

Lagu-lagu yang diberikan untuk dinyanyikan oleh anak-anak adalah lagu-lagu yang mendidik dan terutama memuji nama Tuhan Yesus. Anak-anak melakukan dan bernyanyi dengan sukacita serta menjiwai isi lagu-lagunya.

Paduan Suara SD Athalia, mengikuti festival ini bukan untuk mencari atau mendapatkan juara, namun semua ini agar anak-anak mempunyai pengalaman yang baik serta bersama-sama mempersembahkan pujian indah bagi Tuhan. Anak-anak berusaha melakukan semuanya dengan sukacita, rendah hati, serta yang terutama adalah menyiapkan dan memberikan yang terbaik untuk Tuhan. Pada akhirnya kami semua yang tergabung dalam Paduan Suara SD Athalia dapat belajar melayani Tuhan melalui talenta yang Tuhan percayakan dan nama Allah ditinggikan.

Puji Tuhan! Dengan rasa syukur dan rendah hati, Paduan Suara Anak SD Athalia menerima penilaian Juri Internasional sebagai Terbaik I (Gold I) untuk Category Primary School Choir dengan score 83.20.

Terima kasih Sekolah Athalia, para guru dan seluruh orang tua. Tuhan Yesus memberkati karya dan pelayanan kita semua.

Bahasa Kasihnya Tuhan

Oleh: Lili Irene, M.Th – Staf Kerohanian Sekolah Athalia

Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia
Dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih
Aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing
(1 Korintus 13:1)


Berapa bahasa yang kita kuasai? Mungkin ada yang menguasai satu bahasa, dua bahasa bahkan ada yang lebih. Bella Devyatkina seorang anak usia empat tahun memukai penonton televisi di negerinya, Rusia karena berhasil menguasai enam bahasa asing sekaligus. Tentu suatu kebanggaan jika kita bisa menguasai berbagai bahasa yang ada di dunia. Lewat penguasaan berbagai bahasa, selain terlihat keren juga bisa memudahkan kita dalam pergaulan dan berelasi dengan setiap orang.

Ayat 1 Korintus 13: 1 menyentak kita dengan mengatakan sekalipun kita bisa berkata-kata atau menguasai semua bahasa bahkan bahasa malaikat sekalipun namun jika kita tidak mempunyai kasih maka itu sia-sia saja. Andai kata kulakukan yang luhur mulia, jika tanpa kasih cinta hampa tak berguna,
ajarilah kami bahasa kasih-Mu agar kami dekat pada-Mu ya Tuhanku, ini adalah kutipan sebuah lagu yang sekaligus doa agar kita diajari bahasa kasihnya Tuhan. Ayat sekaligus nyanyian ini mengingatkan kita memang penting menguasai semua bahasa namun yang paling penting bagi kita orang percaya adalah kita bisa menguasai bahasa kasih atau bahasa cintanya Tuhan.

Mungkin ada di antara kita yang begitu mudah mengucapkan katakata yang kasar dan makian ketika kita marah. Mungkin ada di antara kita yang mempunyai kesulitan untuk bisa mengendalikan kata-kata. Bahkan Bahasa Kasihnya Tuhan ketika kita berusaha sekuat tenaga untuk bisa mengatur bahasa yang kita
gunakan ada kalanya kita terpeleset, bukan? Bahasa yang kita gunakan sangat mungkin bisa menyakiti orang lain jika kita tidak berhati-hati. Mungkin kita pernah mendengar ada anak-anak atau orang-orang yang sakit hati atau memendam luka dengan kata-kata yang kasar, cenderung mengkritik atau membanding-bandingkan mereka dengan saudaranya,/temannya dan tidak membangun. Semua itu menghancurkan harga diri mereka. Anak-anak yang sejak kecil mendengar kata-kata kasar dari orang di sekitar mereka seperti orang tua, guru ataupun teman-temannya akan hidup dalam kepahitan. Kisah seorang anak yang tidak pernah dipuji untuk apapun yang ia kerjakan malah dihina dan diejek akhirnya putus asa dan memilih jalan pintas. Sungguh sebuah ironi, bukan?


Gary Chapman dalam bukunya, mengatakan ada 5 cara untuk mengekspresikan bahasa kasih yaitu:

  • Pujian (Words Of Affirmation)
  • Waktu bersama (Quality Time)
  • Tindakan Pelayanan (Art of Service)
  • Menerima Hadiah (Receiving Gift)
  • Sentuhan Fisik (Physical Touch)

Kelima bahasa kasih yang diungkapkan Gary adalah hal-hal yang juga anak-anak kita butuhkan dalam kehidupan mereka. Mereka membutuhkan pujian, pemberian penghargaan, waktu yang kita berikan,
sentuhan kehangatan dan tindakan nyata kita kepada mereka.

Namun hal penting yang tidak boleh kita lupakan dari hal yang diungkapkan oleh Gary adalah sebagai orang tua dan para pendidik mari kita berdoa agar kita diajar bahasa kasih-Nya Tuhan sehingga dengan bahasa itu kita dapat berkata-kata yang membangun dan menguatkan anak-anak dan orang-orang di sekitar kita. Bahasa kasihnya Tuhan yang telah nyata diberikan kepada kita orang berdosa yaitu Ia rela mati di atas kayu salib, dihina dan dicemooh namun tidak membalas semua itu. Ia memberikan bahasa kasih kepada kita lewat pengorbanan-Nya di kayu salib. Bahasa kasih yang lemah lembut menerima kita orang berdosa, berkorban, mengampuni dan menyelamatkan kita. Oleh karena itu biarlah kita juga bisa memberikan bahasa kasihnya Tuhan lewat tutur kata yang lembut, membangun dan menguatkan bagi anak-anak kita dan orang-orang di sekitar kita. Kiranya Tuhan memampukan kita semua.

Berbahasa Indonesia Itu Keren

Oleh: Selly Christina Siregar, orang tua siswa kelas 8R dan kelas 4E

Gempuran bahasa asing, tentu saja sudah biasa kita dengar saat ini. Dan sebagai ibu yang memiliki dua anak dengan jenjang yang lumayan jauh, seringkali saya mendengar beberapa kosakata baru yang mereka suka lontarkan di dalam percakapannya.

Cerita saya kali ini tentang bagaimana saya memposisikan diri sebagai “wakil kaum generasi Y” yang saat mendengar anak-anak masa kini (generasi Z dan generasi Alpha) berkomunikasi menggunakan bahasa campur-campur (istilahnya mix bahasa).

Which is, basically, literally mendadak populer dan jadi ‘bahasa anak Jaksel (Jaksel = Jakarta Selatan), kedua putera saya pun ikut-ikutan menyelipkan bahasa mix tersebut dalam beberapa percakapan yang saya dengar dan membuat saya geli sendiri saat mendengarnya.

Menurut saya sebenarnya, kata-kata ini adalah bentuk kosakata dasar dan biasa dalam bahasa Inggris. Namun kata-kata ini menjadi populer lantaran banyak dicampur dengan bahasa Indonesia.

Fenomena ini, mengarah kepada sebuah identitas, menunjukkan status sosial dan eksistensi seseorang. Mungkin saja, ada rasa bangga tersendiri jika seseorang dengan mahir melafalkan bahasa asing, sebagai bahasa tambahan. Penggabungan dua bahasa, kemudian menarik perhatian lantaran dianggap berbeda dari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Argumen saya akan fenomena “bahasa anak jaksel” bukan hal yang buruk, karena biasa terjadi di antara teman- teman sebaya.

Saya masih mengingat, tren bahasa di era 90an (masa saya masih duduk di bangku SMP), ada bahasa “gaul” yang sepertinya mendorong setiap orang, untuk ikut-ikutan mengucapkannya. Pasti pernah mendengar istilah bokis, yongkru, tengsin, borju dan lain sebagainya. Setiap zaman memiliki ciri khas atau trennya tersendiri. Hal ini termasuk pada bahasa gaul yang banyak dipakai anak muda pada masa tersebut.

Nah..sebenarnya, bagaimana kita menempatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang sama kerennya dengan “bahasa anak jaksel” di masa sekarang?

Memasuki bulan Oktober, rasanya siapa pun akan teringat pada momen bersejarah bangsa Indonesia, yaitu Sumpah Pemuda. Salah satu butirnya dalam Sumpah Pemuda 1928 menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Sejak lama, Indonesia dengan keanekaragaman suku dan kebudayaan diperkaya dengan beragam bahasa. Namun dalam keseharian, masyarakatnya menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, kok bisa, ya? Ragam bahasanya banyak namun, disatukan dengan satu bahasa (keren ya).

Dalam aktifitas sehari-hari kami di rumah, ragam bahasa, sudah diperkenalkan sejak kecil untuk kedua putra saya. Saya dan suami berasal dari Sumatera Utara. Namun, dalam praktek keseharian, kami jarang menggunakan bahasa Batak, sebagai bahasa kesukuan keluarga. Karena kami mengedepankan bahasa Indonesia dalam keluarga. Bukan berarti bahasa sesuai suku kami, dihilangkan ya.. tetapi dengan menggunakan bahasa Indonesia, terasa lebih mudah dipahami maknanya dan melatih mereka juga untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita lihat, beberapa petunjuk di tempat umum, menggunakan bahasa mix atau full in english. Bersama dengan ini, saya memiliki pengalaman pribadi bersama keluarga. Salah satunya adalah petunjuk dalam bahasa asing, namun jika diartikan memiliki makna yang sama.

Pada suatu kesempatan, saya dan anak-anak menikmati makan siang di sebuah Mal daerah Kota Tangerang Selatan. Kami memilih tempat makan di sebuah tempat yang tidak jauh dari sana, ada galeri ATM. Saat itu, iseng saya bertanya, “Apakah kamu mengetahui, apa kepanjangan ATM, bang?” Dan putera saya menjawab, “Automatic Teller Machine mam…” Saya merespon,” Pakai “bahasa” dong menjawabnya….”

“Itu sudah benar mam, aku menjawab pakai pengertiannya langsung, kalau dalam bahasa Indonesia, gak tau deh…”

Hmmm…saya membenarkan jawaban tersebut, tapi tentunya sebagai yang bertanya, saya harus menjelaskan, jika singkatan tersebut dialihbahasakan, pengertiannya pun sama, menjadi Anjungan Tunai Mandiri. Tentu saja kita tahu bahwa ATM itu sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, Automatic Teller Machine. Namun siapa pun pencetus kata itu, berhasil menciptakan kata yang saat disingkat tetap sama dengan bahasa aslinya. “Wah…benar juga ya mam, keduanya memiliki pengertian yang sama, putera saya menanggapi”

Sebagai ibu, saya tersenyum, karena berhasil, memberikan 1 tambahan informasi, untuk diketahui olehnya…simpel sih, tapi.. berhasil membuatnya mengetahui pengertian dalam 2 bahasa.

Dari sini saya juga belajar, sudah saatnya pembelajaran bahasa memberikan pemahaman untuk pelajar atau kaum muda bahwa berbahasa Indonesia perlu dikomunikasikan dengan baik dan benar, benar sesuai kaidah, baik sesuai konteks ataupun situasinya. Jangan hanya karena belajar bahasa lain (asing), rasa bangga pada bahasa sendiri menjadi pudar dan akhirnya kita enggan menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat.

Jika akhirnya kaum muda, enggan berbahasa Indonesia, dan lebih memilih perilaku mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing karena dianggap lebih modern dan sesuai dengan tuntutan zaman, tentu hal ini akan berakhir kepada penurunan mentalitas berbahasa serta ancaman kepunahan bahasa.

Wah..jika demikian yang terjadi, akan memengaruhi identitas kita sebagai Warga Negara Indonesia.

Tips sederhana yang mungkin bisa terus kita ingatkan untuk generasi penerus terutama yaitu anak-anak kita adalah dengan menyiapkan mereka untuk mencintai Bangsa, Budaya dan Bahasanya. Karena dengan mencintai Bangsa Indonesia, tidaklah cukup dengan status sebagai warga negara saja tetapi harus juga bangga dengan ragam budaya, bahasa, dan agama.

Misal dengan bertutur kata sopan, berbicara baik dan benar, kemudian tidak mengucapkan kata-kata kasar atau membuat orang lain tidak nyaman, tentunya etika dalam penggunaan bahasa mampu mendukung proses komunikasi secara umum.

Dengan kata lain, utamakan Bahasa Indonesia yang baik dan terus gunakan Bahasa Indonesia untuk melatih tata bahasa kita di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan berdampak dan mendukung perkembangan Bangsa Indonesia dengan memperluas kehadirannya di dunia internasional. Dengan bahasa kita menyapa, dengan bahasa kita berkarya. Selamat memperingati Bulan Bahasa, Oktober 2022. Salam.

Berdoa bagi Indonesia

Oleh: Sylvia Tiono Gunawan, staf Kerohanian Sekolah Athalia.

Jemaat saat itu mengalami tekanan yang besar dari pemerintah karena saat itu Kaisar Nero yang terkenal kejam adalah raja yang memerintah dan seringkali ia mengeluarkan keputusan yang mempersulit orang Kristen. Bahkan ketika ia melakukan tindakan korupsi, ia menjadikan orang Kristen sebagai kambing
hitam sehingga banyak orang Kristen yang akhirnya dianiaya karena imannya. Sekalipun demikian, Paulus tetap mendorong jemaat untuk berdoa bagi para pemimpin negara mereka. Paulus meminta jemaat untuk tidak berdoa bagi diri sendiri saja tetapi juga untuk orang lain termasuk raja-raja dan semua pembesar. Sebab hanya Tuhan yang dapat mengubah kekerasan hati para pemimpin dan melindungi mereka dari tekanan yang ada.

Hari ini kita berada di Indonesia dengan segala carut-marut kehidupan berbangsa dan bernegara. Sudah 77 tahun negara kita merdeka, namun entah berapa banyak rakyat yang sungguh-sungguh merdeka dari kemiskinan, bebas beribadah, mengenyam pendidikan dan menikmati kerukunan. Ada begitu banyak kepentingan dari segelintir orang yang ingin meraup kenikmatan dengan cara memecah-belah persatuan bangsa dan bertindak korup dalam berbagai aspek. Kita mungkin sudah lelah dengan berbagai berita bobroknya negeri ini, namun di tengah semua itu, pernahkah kita bersyukur untuk hal baik yang masih
ada di negeri ini? Pernahkah kita berdoa bagi bangsa Indonesia dalam doa pribadi kita? Sudahkah kita menaikkan permohonan dan doa syafaat bagi pemimpin bangsa ini dan semua jajaran pemerintahan? Sudahkah kita mendoakan mereka yang bertindak jahat agar Tuhan menyadarkan mereka? Ataukah kita lebih sering mengeluh dan mencela tanpa pernah berdoa bagi mereka?

Melalui bagian firman Tuhan ini, kita diingatkan untuk tidak hanya berdoa bagi diri kita dan orang-orang yang kita kasihi saja, melainkan juga bagi orang-orang di sekitar kita termasuk pemimpin negara kita yang duduk dalam pemerintahan. Doakanlah mereka supaya kekuasaan yang dipercayakan kepada
mereka digunakan dengan bertanggung jawab untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Doakan juga supaya mereka yang bertindak jahat dan memecah belah bangsa melalui isu suku, agama dan berbagai hal lainnya disadarkan dari kejahatan mereka, berbalik dari segala kejahatan mereka dan belajar mencintai bangsa ini dengan benar. Mari kita belajar mengasihi negara di mana kita hidup, bekerja dan berlindung dengan cara mendoakan kesejahteraan dan keamanan bangsa ini.