Oleh: Sylvia Radjawane
Sabtu pagi yang cerah, 28 September 2019.
Orangtua dan anak-anak kelas 8, dengan dress code atasan putih dan bawahan jeans, mulai ramai di area lobby Gedung SMA Athalia, saat kami memarkir mobil. Pagi hari itu, saya, suami dan putri kami akan mengikuti outdoor gathering Angkatan yang ‘nggak biasa’, sedikit mengadopsi reality game show terkenal di televisi: The Amazing Race.
Kompetisi berbalut permainan ini menggunakan alat transportasi mobil, terbatas di area Villa Melati Mas. Sama halnya dengan The Amazing Race, peserta lomba terdiri atas tim yang memiliki hubungan personal sebelumnya. Dalam hal ini, tim terdiri atas orangtua dan anak remajanya. Beberapa tim kemudian membentuk satu regu, mengendarai satu mobil untuk menyelesaikan babak demi babak lomba.
Masih ingat kan tentang “Nggak Connect”, tema acara Parenting Seminar tingkat SMP yang diselenggarakan pada pertengahan September lalu? Nah, durasi tiga jam yang disediakan panitia dalam acara ini menjanjikan banyak kesempatan bagi orangtua (wakil generasi X) untuk connect dengan screenagers (wakil Generasi Z) dalam suasana santai dan fun. Seakan langsung mempraktikkan tips-tips praktis yang sudah disampaikan Ibu Charlotte pada seminar yang lalu.
Kami mengalami beberapa pengalaman menarik selama mengikuti kegiatan ini. Lima belas soal berisi deretan emoticon harus ditebak dengan benar menjadi lima belas judul lagu tanpa bantuan gadget. Dua dari judul lagu yang ditanyakan, yaitu “Sepasang Mata Bola” dan “Jembatan Merah”. Keduanya ditebak dengan mudah oleh generasi X, diiringi tatapan generasi Z yang seolah berkata, “Wait, What? Do they really exist?” yang merujuk pada dua judul lagu asing tadi.
Ketika harus berbelanja di pasar, orangtua membiarkan anak-anak mereka untuk membeli sendiri jenis sayuran yang ada di dalam daftar—sekaligus membiarkan mereka mengalami aktivitas langka ini. Dimulai dari bingungnya mereka membedakan selada dengan sawi hijau, akhirnya anak-anak ini memakai cara praktis dan cepat: memberikan daftar belanja ke penjualnya, tinggal bayar dan tahu beres. Kali ini, sang penjual tersenyum melihat tingkah para pembeli muda tersebut yang belum punya kemampuan untuk menawar barang dagangan.
Lain lagi yang terjadi di supermarket. Hanya anak remaja yang bisa berlarian bebas di lorong supermarket untuk mencari suatu barang. Hanya orangtua pelanggan setia supermarket itu yang tahu pasti letak barang yang dimaksud. Mereka pun mempersingkat proses belanja dengan mengantre di kasir khusus pembelanjaan tunai. Kerja sama yang luar biasa.
Mencari rute jalan yang benar dan cepat ke lokasi sesuai petunjuk melahirkan cerita tersendiri. Screenagers segera menggunakan aplikasi navigasi on-line di gadget begitu masuk ke dalam mobil. Orangtua melakukan hal yang sama, sambil mengontak langsung kenalan yang lokasi rumahnya ada di area yang dituju. Selain teknologi, ternyata ada cara lebih cepat, yaitu memanfaatkan koneksi.
Kebetulan tim remaja di regu kami semuanya perempuan. Bisa dibayangkan ketika semua bicara, berpendapat, dan menyanggah dalam waktu yang bersamaan. Kadang dilengkapi dengan celetukan-celetukan, “Om, lebih ngebut dikit, Om. Masih di luar radius kecepatan maksimumnya Athalia, kok, Om.”
Kompetisi di babak terakhir, yaitu menyajikan sepiring nasi kuning yang dihias. Untuk menghiasnya, kami menggunakan bahan-bahan yang sudah dibeli di babak-babak sebelumnya. Sebagai screenagers, sudah bisa ditebak kalau anak-anak segera mengakses YouTube hanya untuk menonton cara mengupas wortel, cabai merah, tomat, kemudian membentuk sayuran tersebut menjadi hiasan nasi kuning. Akhirnya, nasi kuning regu kami siap tersaji dengan sentuhan akhir dari tangan orang tua yang tidak perlu akses YouTube untuk mengerjakannya.
Terlibat dalam permainan kompetitif yang mengedepankan kerja tim dan bekerja sama dengan remaja berusia 13–14 tahun ternyata mengasyikkan. Saya mengacungkan jempol kepada tim CPR dan CC kelas 8. Mimpi untuk membuat gathering yang berani beda dan usaha keras panitia yang dilakukan sampai acara ini bisa berlangsung lancar … Thank you! You are all just so amazing!
Saya belajar sesuatu dari acara ini. Get connected with your teens sama analoginya dengan koneksi telepon seluler. Saat mengalami koneksi telepon yang lemah bahkan terputus di rumah, salah satu cara praktis yang kita lakukan adalah membuat peta sinyal sederhana. Kita berjalan dari satu titik ke titik lain di dalam rumah, memeriksa indikator kekuatan sinyal. Kita akan menikmati koneksi telepon yang sangat baik saat kita berada di titik dengan sinyal terkuat di rumah kita.
Begitu pula saat kami berlatih untuk connect dengan anak kami. Lewat gathering semacam ini, ternyata ada “sinyal kuat” yang tertangkap ketika kami melakukan aktivitas santai bersama, bertukar obrolan, dan mengimbangi candaan saat melakukan kegiatan bersama, bersedia menjadi orangtua yang up-to-date dengan hal-hal yang menarik minat anak kami dan teman-temannya.
Menjelang tengah hari, dalam perjalanan pulang ke rumah, kami tanyakan kesan apa yang diperoleh remaja putri kami dari acara tadi. Senyum khasnya mengambang saat dia berucap, “You’re cool, Mom, Dad!” Ucapan yang menjadi salah satu hadiah terbaik darinya untuk kami, di siang yang terik itu.