Oleh: Elisa Christanto, Orang tua siswa SMA Kelas XII dan SD Kelas II
Merdeka! Ketika membaca atau mendengar kata ini, yang terpikirkan adalah pekik kemenangan rakyat Indonesia ketika melawan penjajahan. Namun, untuk saya pribadi, “merdeka” memiliki arti yang mendalam. Merdeka adalah momentum ketika saya memutuskan cinta dengan kesenangan duniawi dan kembali merajut kasih mesra dengan Tuhan. Di bawah adalah sepenggal cerita perjalanan hidup saya yang menggambarkan bahwa kemerdekaan sejati akan kita dapatkan saat kita berpihak kepada Tuhan Yesus dan bukan yang lain.
Saya baru menyadari bahwa keluarga saya adalah keluarga sederhana saat akhir masa SMA, ketika suatu masa gelombang kehidupan terjadi, berupa tersendatnya urusan biaya kuliah. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, selama empat semester di awal sebagai seorang mahasiswa, dengan berat hati saya melewatkan banyak mata kuliah. Hanya kebingungan yang saya rasakan. Di masa itulah, penjajahan iblis atas hidup saya dimulai, ketika saya melihat seorang teman nampak santai menikmati waktu sendiri sambil merokok.
“Kok kayaknya asik, ya?” Akhirnya saya mencoba satu batang dan tersedak-sedak. Tetapi, lusa bertemu lagi dengan seorang teman yang merokok, saya putuskan untuk mencoba satu batang lagi. Sampai pada akhirnya secara diam-diam membeli sendiri.
Selama satu bulan terjadilah peperangan dahsyat di dalam hati dan pikiran saya. Itu nggak baik! Tidak boleh! Di sisi lain mengatakan, “Ah sudahlah! Toh, mau jadi anak baik pun hidup tetap sulit.” Pada akhirnya, saat malam hari mata enggan terpejam, saya berbicara kepada Tuhan dalam doa. Esok paginya, muncul tekad untuk menjauhkan diri dari rokok. Sejak hari itu, setiap pulang kuliah saya pergi ke gereja untuk berbicara dan menikmati relasi yang intim dengan Tuhan dalam doa. Sepekan kemudian Tuhan menjawab doa saya.
Dalam satu masa, ketika hendak pulang kuliah, staf akademik kampus memanggil dan menawarkan tugas sebagai volunteer penerimaan mahasiswa baru. Tak perlu berpikir panjang, saya menjawab, “Ya. Saya bersedia.” Esoknya, saya mulai bertugas sebagai volunteer penerimaan mahasiswa baru selama empat bulan. Merdeka! Saya lepas dari penjajahan rokok. Bonusnya, Tuhan berikan jatah makan siang dan uang saku untuk tambahan bayar kuliah.
Tak berhenti di sana, selepas menjadi volunteer, saya dipanggil bekerja part time di kampus selama setahun. Selesai masa bekerja di kampus, Tuhan terus berkarya – dengan memberikan pekerjaan baru sebagai operator warnet (tempat yang menyewakan jasa peminjaman komputer dan jaringan internet). Akhirnya pendapatan setiap bulannya pun berhasil membiayai kuliah saya dan adik hingga lulus. Merdeka!
Satu firman Tuhan yang meneguhkan hati saya waktu itu adalah “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” (Lukas 16:10).
Sungguh pengampunan-Nya nyata. Setitik harapan tidak ada yang luput dari pandangan mata-Nya.