Oleh: DR. Yohanes Moeljadi Pranata
Dosen, Peneliti, dan Pengembang Bidang Inovasi Kependidikan
Pada Kamis, 14 Juli 2022, semua guru Sekolah Athalia mulai dari level TK sampai dengan SMA mengikuti pembinaan dari seorang penggiat Kurikulum Merdeka Belajar yang bernama DR. Yohanes Moeljadi Pranata yang juga lebih akrab disapa dengan Pak Moel. Latar belakang beliau sejak 1975 sebagai pendidik dari berbagai jenjang pendidikan mulai dari level sekolah hingga perguruan tinggi membuat beliau fasih untuk menerjemahkan kepada para awam terkait Kurikulum Merdeka Belajar. Mari kita simak tanya jawab yang dilakukan oleh tim redaksi ALC News seputar Kurikulum Merdeka Belajar.
ALC News: Mengapa pemerintah Indonesia berencana menerapkan Kurikulum Merdeka ini?
Pak Moel: Saat ini pemerintah Indonesia mulai sadar dan bergerak untuk memperbaiki sistem pendidikan di negara ini ke tahap yang lebih baik lagi dan bisa sejajar dengan standar pendidikan internasional. Namun yang terutama adalah menjadikan siswa Indonesia mempunyai Profil Pelajar Pancasila.
ALC News: Apa tantangan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia terkait persiapan penerapan kurikulum ini?
Pak Moel: Tantangan pertama adalah luasnya geografis Indonesia dan perbedaan peradaban dari megalitikum sampai megapolitan. Beda dengan Singapura dan Finlandia yang luas negaranya lebih sempit dan keberagaman budaya penduduknya lebih sederhana.
Selain itu juga warisan sistem pendidikan dari para pendahulu dimana sistem pendidikan belum dikelola dengan baik. Tantangan terakhir adalah adanya pengaruh politik yang menerapkan sistem sentralistik, dimana semua wilayah Indonesia harus memakai sistem dengan kebijakan yang seragam sesuai ketentuan pemerintah pusat, juga adanya sistem desentralisasi dimana sekolah hanya sebatas pelaksana teknis saja dan belum mengarah pada pengembangan profesional.
ALC News: Apa tolok ukur yang dipakai untuk mengukur kemampuan literasi suatu negara?
Pak Moel: Ada parameter atau tes dengan standar internasional yang bernama PISA (Programme for International student Assessment), bila ingin melihat lebih detail terkait PISA dapat membaca di laman website https://www.oecd.org/pisa/aboutpisa/. Pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan ikut tes PISA mulai tahun 2000 sampai sekarang. Hasilnya PISA Indonesia mulai tahun 2000 sampai 2018 didapat siswa dapat membaca teks tapi belum memahami isi teks, apalagi menggunakan teks untuk menganalisis, mengevaluasi, mencipta, dan memecahkan suatu permasalahan yang komplek. Saat ini Indonesia berada di peringkat 72.
ALC News: Langkah konkrit apa yang dilakukan oleh pihak kementrian pendidikan Indonesia?
Pak Moel: Maka Mas menteri (Bapak Nadiem) berencana memperbaiki sistem pendidikan ini dan tentunya dibarengi dengan survei yang mendalam. Rancangan pertama yaitu sekolah penggerak dengan menggunakan Kurikulum Penggerak. Kemudian setelah melalui beberapa penyesuaian dan revisi berubah menjadi Kurikulum Prototipe, dan sampai pada akhirnya lahirlah Kurikulum Merdeka Belajar.
ALC News: Apa tujuan dari Kurikulum Merdeka Belajar ini?
Pak Moel: Tujuannya yaitu ingin memerdekakan guru, siswa, dan sekolah utk melakukan pembaharuan/ inovasi. Pembaharuan paradigma, pola pikir, keterampilan, dan tenaga pendidik dan kependidikan yang baru. Tapi tidak mungkin suatu sekolah mengganti semuanya itu maka diadakanlah di setiap sekolah guru penggerak untuk menjadi agen yang totalitas dan terdepan dalam pembaharuan Kurikulum Merdeka Belajar. Jadi pemerintah hanya berfungsi sebagai fasilitator saja karena sekolah diberikan kebebasan untuk mendesain kurikulum sekolah masing-masing.
ALC News: Apa target jangka panjang dari Kurikulum Merdeka Belajar ini?
Pak Moel: Targetnya adalah pencapaian tiga kecakapan utama yaitu: kemampuan literasi, pembentukan karakter dasar, dan kemampuan 4C (critical thinking, creative, communication effectively, and collaboration). Jadi lebih dari sekadar mampu di bidang calistung. Semua kecakapan di atas nantinya akan terdeskripsi dalam suatu Profil Pelajar Pancasila.
ALC News: Lalu apa yang dapat dilakukan orang tua siswa untuk mendukung Kurikulum Merdeka Belajar ini?
Pak Moel: Sebenarnya pemerintah beserta tim ahli juga menggandeng orang tua sebagai stake holder untuk menyukseskan penerapan Kurikulum Merdeka Belajar ini. Pendidikan adalah tanggung jawab utama orang tua dan sekolah hanya sebagai penolong. Paling tidak orang tua mampu mengikuti perkembangan, memahami harus ada perubahan, dan hasil rapot serta akreditasi tidak menjamin kompetensi siswa. Jadi butuh keterlibatan orang tua untuk mendukung sekolah. Sehingga ke depannya siswa memiliki kompetensi untuk menghadapi perubahan yang cukup pesat dan tidak terduga ini. Keluarga harus menjadi pusat pendidikan.
Keluarga sebagai komunitas pertama dalam memberikan contoh nyata berperilaku diharapkan dapat melahirkan siswa yang:
- beriman dan bertaqwa/bermoral yang mulia
- kemandirian
- gotong royong/kolaborasi/jejaring
- berpikir kritis
- kreatif
- berkebhinekaan global
Sebagai penutup untuk Sekolah Athalia adalah Firman Tuhan dari 1 Korintus 15: 10
“Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.”
Sekolah Athalia berpusat pada Kristus, berpihak kepada siswa saat menjalankan Kurikulum Merdeka Belajar ini.