Cara Menyampaikan Batasan untuk Anak Remaja

Oleh: Erika Kristianingrum, orang tua siswa 8R dan 4E

“Bunda jahat… aku mau ganti orang tua aja, semua yang aku lakuin salah,” teriak putri pertamaku yang saat itu sudah beranjak remaja, ketika tiba-tiba kurebut HP-nya waktu dia sedang sibuk chat di WA dengan teman-temannya sementara ia sedang mengikuti pembelajaran online. “Ya… memang kamu salah karena tidak memperhatikan gurumu malah sibuk chatting,“ begitu sahutku. Namun setelah itu aku hanya mampu terdiam saat dia berteriak seperti itu, bagaikan sebuah tamparan keras. Aku sadar bahwa sebagai orang tua aku sering gagal dan aku harus berubah.

Aku harus berubah agar anakku pun juga bisa berubah. Sebagai orang tua, aku terkadang bingung tentang batasan yang benar untuk menghadapi anak remaja. Mereka tidak bisa terus diatur, karena itu akan membuat mereka jadi pemberontak dan semakin menjauh dari orang tua, di sisi lain, di usianya yang baru masuk pada masa peralihan, mereka juga harus memiliki otonomi sendiri agar dapat belajar mengambil keputusan untuk dirinya dan masa depannya, terkadang tidak sesuai dengan harapan kita sebagai orang tua.

Untuk menyelesaikan kebingungan tersebut maka kuputuskan untuk memulai dengan menerima keadaannya. Aku paham bahwa tidak mudah baginya untuk mengikuti sekolah secara online, pasti ini sangat membosankan. Di lain sisi HP adalah satu-satunya hal yang bisa menghiburnya walaupun itu akan mengganggu dan membuat konsentrasinya ambyar. Tapi aku pun harus membuat batasan.

Beberapa hal yang aku lakukan untuk membuat batasan supaya tidak menimbulkan konflik dengan anak remaja antara lain:

  • Berdiskusi tentang batasan-batasan dalam menggunakan HP. Aku mendengarkan apa kebutuhannya dan mengutarakan apa saja hal yang harus dia lakukan. Akhirnya dari diskusi ini kami memperoleh beberapa kesepakatan yang harus kami jalani bersama sebagai orang tua dan anak. Dia juga merasa senang karena dipahami perasaannya.
  • Aku mengubah caraku menegurnya dengan bahasa yang jauh lebih santai dan intonasi yang rendah. Aku tidak akan menegur jika sedang dalam keadaan capek, lapar, dan ngantuk karena jika itu dilakukan pasti akan menimbulkan konflik.

Ternyata setelah mengubah diriku dan berusaha untuk berkomunikasi dengan jauh lebih baik, batasan-batasan yang telah disepakati dapat berjalan tanpa konflik. Sekarang saat kutanya apakah masih mau ganti orang tua? Dengan mantap dia menjawab, “Tidak… bunda tetap yang terbaik,” dan kami pun tertawa bersama.

Posted in Kisah Inspiratif and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , .