Mendidik dan membesarkan anak adalah panggilan dan tanggung jawab orang tua, sebagai pihak yang diberikan kepercayaan oleh Tuhan. Walau begitu, di zaman sekarang, semakin banyak para ibu yang memutuskan untuk mengambil peran sebagai pencari nafkah untuk membantu keuangan keluarga. Kondisi ini memunculkan isu baru: kalau begitu, siapakah yang akan mengasuh anak ketika kedua orang tuanya bekerja di luar rumah?
Para orang tua bekerja ini tentu membutuhkan bantuan pihak ketiga untuk menjaga anak mereka. Berbagai pilihan bisa diambil, mulai dari mempekerjakan suster atau asisten rumah tangga, menitipkan ke daycare, atau menitipkan ke keluarga. Yang terakhir ini pada umumnya pihak-pihak yang dianggap dekat dengan keluarga inti, misalnya tante, om, atau kakek dan nenek.
Menitipkan anak kepada kakek dan nenek menjadi opsi paling menarik karena selain masih dalam lingkup keluarga, kakek dan nenek dianggap sudah pernah mengurus anak sebelumnya. Namun, ada hal yang harus diingat. Ketika orang tua menitipkan anak kepada kakek dan nenek, mereka harus memahami bahwa akan ada nilai-nilai yang berbeda dan hal tersebut bisa saja memunculkan kebingungan pada anak.
Mari kita ambil contoh. Misalnya, peraturan mengenai jam tidur siang. Bagi orang tua, anak wajib tidur siang agar tubuhnya lebih fit di sore hari dan bisa melakukan aktivitas lainnya dengan lebih bersemangat. Sementara itu, kakek dan nenek tidak tega untuk meminta cucu mereka tidur siang ketika masih asyik bermain.
Adanya nilai yang berbeda ini akan menimbulkan perbedaan gaya parenting. Terjadilah inkonsistensi. Pihak A berkata 1, pihak B berkata 2. Anak pun akan mulai kebingungan. Jika kondisi ini tidak segera ditangani, akan memengaruhi pertumbuhan emosionalnya yang mengarah kepada rasa frustrasi. Lalu, apa dampak dari kebingungan yang dialami anak ini?
- Emosi anak menjadi tidak stabil. Dia akan merasakan banyak kemarahan karena melihat bahwa lingkungannya “tidak nyaman”. Anak usia dini, khususnya, sangat memerlukan kenyamanan. Dengan melakukan aktivitasnya secara konsisten dan teratur, anak lebih mudah menerima kondisinya dan menyadari ekspektasi-ekspektasi yang diberikan kepadanya. Ketika anak berada di lingkungan yang membuatnya dapat memprediksikan kondisinya, dia akan memiliki perilaku yang positif.
- Tidak bonding dengan orang tua. Ketika anak melihat bahwa kakek dan neneknya secara konsisten membelanya (selalu berseberangan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan oleh orang tuanya), anak akan melihat bahwa orang tuanya adalah pihak yang “jahat”, yang membuat mereka kesulitan untuk dekat dengan orang tuanya.
- Merasa bersalah akan konflik yang terjadi. Ketika ada perbedaan nilai, ada beberapa orang tua yang akhirnya mengonfrontasi kakek dan nenek. Hal ini berujung pada pertengkaran. Jika anak menyaksikan ini, akan muncul perasaan bersalah di dalam dirinya karena menjadi penyebab orang tuanya tidak akur dengan kakek dan neneknya.
- Sulit mengenal diri dan identitas dirinya lemah. Ketika anak berhasil mendapatkan nilai 6 di mata pelajaran yang tidak dikuasainya, dia mendapatkan pujian dari orang tuanya karena sudah bekerja keras untuk mendapatkan nilai cukup. Sementara itu, bagi kakek dan nenek, nilai itu masih jauh dari cukup. Dia didorong untuk mendapatkan nilai lebih. Pengalaman ini yang terjadi di sepanjang hidupnya akan membuatnya kesulitan mengambil sikap.
- Mengalami kecemasan dan sulit mengatasi masalah di masa dewasa. Anak dengan pola asuh ganda akan kesulitan memutuskan sesuatu yang baik baginya. Selama hidupnya, dia melihat ada dua nilai berbeda. Ketika dia berada di kondisi harus mengatasi masalahnya sendiri, dia akan cemas karena ragu bahwa dirinya bisa mengambil keputusan yang tepat.
- Munculnya agresi dan kekerasan. Dalam kasus-kasus ekstrem, beberapa anak yang mengalami pola asuh yang tidak konsisten dapat membuatnya menjadi kriminal di masa depan. Tindakan kekerasan dilakukan karena dia tidak pernah merasa nyaman dengan lingkungan dan dirinya.
Jika saat ini Anda sedang mengalami masalah serupa, segera ambil tindakan dengan memberikan batasan-batasan. Perjelas bahwa aturan dan nilai-nilai Andalah yang harus diajarkan kepada anak.
Jika Anda ingin tahu lebih lanjut perihal inkonsistensi dalam mengasuh anak dan sedang mencari solusi untuk meminimalisasi intervensi pihak ketiga, Anda dapat menyaksikan program Athalia on Parenting edisi 18 Juli 2020 bertajuk “Pihak Ketiga Tidak Tega: Bisakah Kita Menyela?”. Silakan klik link ini https://www.youtube.com/watch?v=ZRaKNWTTLz8 untuk menonton webinar tersebut. (DLN)