Menjadi yang Terbaik, Dalam pergumulan menjadi Orang Tua

Oleh: Marlene Abigail – Orang tua Kelas TK A

Dalam perjalanan kami menjadi orang tua, kami terus diteguhkan bahwa
menjadi orang tua adalah sebuah panggilan. Allah yang memanggil kami
menjadi orang tua dan menitipkan seorang anak yang adalah milik-Nya sendiri untuk kami asuh. Sungguh sebuah panggilan mulia yang kami sambut dengan sukacita dan semangat untuk memberikan yang terbaik,
untuk menjadi orang tua yang terbaik.

Kami mulai belajar cara pengasuhan yang baik, berusaha menerapkan
apa yang benar, berdiskusi, hingga mencari komunitas untuk bertumbuh
bersama. Namun di tengah perjalanan, kami mulai menyadari bahwa
walaupun kami sudah berusaha memberikan yang terbaik…belum tentu
hasilnya baik. Belum lagi melihat kisah sedih keluarga lain yang kemudian
mengecilkan hati kami, ternyata udah belajar dan berusaha juga hasilnya
bisa jelek ya? Sehingga membawa kami kepada sebuah perenungan. Kami ini berusaha menjadi yang terbaik sebetulnya karena kami mengasihi Allah atau karena kami mau anak kami tumbuh baik-baik saja? Benarkah kami mampu menghasilkan apa yang baik dengan berusaha menjadi yang terbaik? Bisakah menjadi yang terbaik itu dinilai dari hasil yang nampak?

Paul David Tripp dalam bukunya “Bijak menjadi Orang Tua” menulis,
Pengasuhan bukanlah tentang menggunakan kuasa untuk mengubah anak- anak Anda. Pengasuhan ialah tentang kesetiaan Anda yang rendah hati dalam kesediaan untuk berpartisipasi dalam karya pengubahan Allah demi kebaikan anak-anak Anda. Dari sini kami belajar bahwa pengasuhan adalah urusan antara orang tua dengan Allah, bukan orang tua dengan anak. Kita bukan dipanggil untuk menjadikan anak kita seperti apa yang kita mau dan dengan kekuatan kita sendiri, karena sejatinya manusia tidak punya kuasa untuk mengubah hati satu orang pun. Allahlah yang bekerja dalam hati anak kita dan orang tua hanyalah alat-Nya.

Kami belajar bahwa menjadi yang terbaik dimulai dari menyadari bahwa kita hanyalah alat yang setiap hari membutuhkan sumber hikmat dan kuasa untuk menjalankan panggilan-Nya. Menjadi terbaik bukan dinilai dari apakah kita menghasilkan anak yang baik, penurut, berprestasi, bisa dibanggakan di social media, di mana kemudian kita merasa bahwa ini adalah karya kita, Allah hanyalah partisipan yang kita undang untuk menjaga anak kita tetap baik. Malah menjadi kengerian tersendiri, apakah anak-anak yang baik ini mengenal dan mengasihi Allah?


Menjadi yang terbaik artinya sedia untuk taat dan setia kepada Allah yang punya urusan pengasuhan ini. Dengan setia bersedia belajar, berusaha, bersedia merelakan apa yang harus direlakan, bersedia berubah, bersedia dibentuk, bersedia mendengar maunya Tuhan, dan bersedia tunduk dan
berdoa. Bukan supaya anak kita baik dan kita bisa tenang serta bangga, tapi supaya maunya Allah terjadi pada anak-anak kita. Supaya anak kita mengenal dan mengasihi Allah, seumur hidupnya. Kami rindu Allah mendapati kita semua taat dan setia di akhir perjalanan kita sebagai orang tua nantinya. Mari terus bersedia dan setia menjadi orang tua yang terbaik, di mata Allah. Salam.

Posted in Kisah Inspiratif and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , .