Renungan PIT: HADIAH RASA TAKUT (ULANGAN 9: 19)

Oleh: Sylvia Radjawane

Setiap mendengar kata “takut”, apa yang kita pikirkan?

Kata ini sering mengingatkan saya tentang sesuatu yang sifatnya negatif. Namun, ada satu rasa takut “paling positif” di dunia ini, yaitu takut akan Tuhan. Rasa takut jenis ini yang membuat saya dapat mengalami hubungan yang semakin akrab dan indah dengan Tuhan di dalam hidup saya. Mengapa demikian? Karena dalam hubungan yang terjalin itu, saya kenal Dia bukanlah sebagai pribadi yang “menakutkan”, sebaliknya saya belajar memiliki rasa hormat yang mendalam, rasa kagum terhadap Dia, pribadi yang sangat berkuasa sekaligus memiliki kasih karunia yang sangat besar, yang selalu setia menemani perjalanan hidup saya.

Saya belajar dari kehidupan Nabi Musa yang ucapannya tercantum dalam Ulangan 9: 19. Musa adalah tokoh Alkitab yang memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir. Perjalanan hidupnya yang fenomenal tidak serta-merta terjadi dalam sekejab mata. Dia semula adalah orang yang menolak tanggung jawab yang Tuhan berikan dengan alasan, “Aku tidak pandai berkata-kata”, yaitu ketika Tuhan mengutusnya ke Mesir dengan misi mulia memimpin bangsa Israel menuju tanah perjanjian. Ketika akhirnya Musa berkeputusan untuk menjalani panggilan Tuhan dan seiring perjalanan hidupnya bersama Tuhan, hal itu membuat hubungannya dengan Tuhan semakin karib. Dia juga yang berani berucap, “Walau aku tahu Tuhan murka dengan apa yang sudah dilakukan bangsa Israel, tapi aku kenal Tuhanku dan Ia akan mendengarkan juga permohonanku.” Kalimat ini menunjukkan adanya hubungan yang istimewa antara Musa dengan Tuhan dan hubungan seperti ini hanya bisa dialami oleh seseorang yang takut akan Tuhan.

Dalam pengalaman pribadi saya, takut akan Tuhan bukan berarti saya harus melakukan segala sesuatu yang baik karena saya patuh kepada Tuhan dan “takut” akan hukuman Tuhan yang akan menimpa jika saya tidak melakukan perintah-Nya. Saya juga bisa saja patuh kepada Tuhan, tapi saya tidak punya hubungan baik dengan Dia. Namun, Tuhan adalah pribadi yang sangat memprioritaskan kualitas hubungan-Nya dengan saya. Oleh karen itu, saya mau hidup dalam “takut akan Tuhan”.

Saat saya hidup dalam “takut akan Tuhan”, hubungan karib dan istimewa yang terbangun dengan Dia akan membuat saya memiliki kesadaran penuh untuk tetap dekat dengan Tuhan dan justru menjadi “takut” untuk menjauh dari Dia. Perspektif hidup yang saya miliki mengenai “takut akan Tuhan” ini pada akhirnya akan bermuara dalam tindakan seperti ini:

“Saya memutuskan dengan sadar untuk memilih cara hidup yang berkenan dan menyenangkan hati Tuhan, karena hubungan kami sangat istimewa, dan saya ingin tetap mempertahankannya untuk kebaikan saya semata-mata, yaitu pertumbuhan iman saya.”

Mudahkah melakukan komitmen di atas? Mungkin tidak. Hanya Tuhan yang sangat mampu memperbesar kapasitas hati saya untuk memiliki dan melakukan komitmen seperti ini.

Tuhan berkenan kepada orang yang hidupnya “takut akan Dia”. Selalu ada hadiah yang menanti untuk rasa “takut” yang seperti ini.

Fear ensures compliance; Fear of God inspires commitment

Posted in Renungan and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , .