Berbahasa Indonesia Itu Keren

Oleh: Selly Christina Siregar, orang tua siswa kelas 8R dan kelas 4E

Gempuran bahasa asing, tentu saja sudah biasa kita dengar saat ini. Dan sebagai ibu yang memiliki dua anak dengan jenjang yang lumayan jauh, seringkali saya mendengar beberapa kosakata baru yang mereka suka lontarkan di dalam percakapannya.

Cerita saya kali ini tentang bagaimana saya memposisikan diri sebagai “wakil kaum generasi Y” yang saat mendengar anak-anak masa kini (generasi Z dan generasi Alpha) berkomunikasi menggunakan bahasa campur-campur (istilahnya mix bahasa).

Which is, basically, literally mendadak populer dan jadi ‘bahasa anak Jaksel (Jaksel = Jakarta Selatan), kedua putera saya pun ikut-ikutan menyelipkan bahasa mix tersebut dalam beberapa percakapan yang saya dengar dan membuat saya geli sendiri saat mendengarnya.

Menurut saya sebenarnya, kata-kata ini adalah bentuk kosakata dasar dan biasa dalam bahasa Inggris. Namun kata-kata ini menjadi populer lantaran banyak dicampur dengan bahasa Indonesia.

Fenomena ini, mengarah kepada sebuah identitas, menunjukkan status sosial dan eksistensi seseorang. Mungkin saja, ada rasa bangga tersendiri jika seseorang dengan mahir melafalkan bahasa asing, sebagai bahasa tambahan. Penggabungan dua bahasa, kemudian menarik perhatian lantaran dianggap berbeda dari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Argumen saya akan fenomena “bahasa anak jaksel” bukan hal yang buruk, karena biasa terjadi di antara teman- teman sebaya.

Saya masih mengingat, tren bahasa di era 90an (masa saya masih duduk di bangku SMP), ada bahasa “gaul” yang sepertinya mendorong setiap orang, untuk ikut-ikutan mengucapkannya. Pasti pernah mendengar istilah bokis, yongkru, tengsin, borju dan lain sebagainya. Setiap zaman memiliki ciri khas atau trennya tersendiri. Hal ini termasuk pada bahasa gaul yang banyak dipakai anak muda pada masa tersebut.

Nah..sebenarnya, bagaimana kita menempatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang sama kerennya dengan “bahasa anak jaksel” di masa sekarang?

Memasuki bulan Oktober, rasanya siapa pun akan teringat pada momen bersejarah bangsa Indonesia, yaitu Sumpah Pemuda. Salah satu butirnya dalam Sumpah Pemuda 1928 menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Sejak lama, Indonesia dengan keanekaragaman suku dan kebudayaan diperkaya dengan beragam bahasa. Namun dalam keseharian, masyarakatnya menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, kok bisa, ya? Ragam bahasanya banyak namun, disatukan dengan satu bahasa (keren ya).

Dalam aktifitas sehari-hari kami di rumah, ragam bahasa, sudah diperkenalkan sejak kecil untuk kedua putra saya. Saya dan suami berasal dari Sumatera Utara. Namun, dalam praktek keseharian, kami jarang menggunakan bahasa Batak, sebagai bahasa kesukuan keluarga. Karena kami mengedepankan bahasa Indonesia dalam keluarga. Bukan berarti bahasa sesuai suku kami, dihilangkan ya.. tetapi dengan menggunakan bahasa Indonesia, terasa lebih mudah dipahami maknanya dan melatih mereka juga untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita lihat, beberapa petunjuk di tempat umum, menggunakan bahasa mix atau full in english. Bersama dengan ini, saya memiliki pengalaman pribadi bersama keluarga. Salah satunya adalah petunjuk dalam bahasa asing, namun jika diartikan memiliki makna yang sama.

Pada suatu kesempatan, saya dan anak-anak menikmati makan siang di sebuah Mal daerah Kota Tangerang Selatan. Kami memilih tempat makan di sebuah tempat yang tidak jauh dari sana, ada galeri ATM. Saat itu, iseng saya bertanya, “Apakah kamu mengetahui, apa kepanjangan ATM, bang?” Dan putera saya menjawab, “Automatic Teller Machine mam…” Saya merespon,” Pakai “bahasa” dong menjawabnya….”

“Itu sudah benar mam, aku menjawab pakai pengertiannya langsung, kalau dalam bahasa Indonesia, gak tau deh…”

Hmmm…saya membenarkan jawaban tersebut, tapi tentunya sebagai yang bertanya, saya harus menjelaskan, jika singkatan tersebut dialihbahasakan, pengertiannya pun sama, menjadi Anjungan Tunai Mandiri. Tentu saja kita tahu bahwa ATM itu sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, Automatic Teller Machine. Namun siapa pun pencetus kata itu, berhasil menciptakan kata yang saat disingkat tetap sama dengan bahasa aslinya. “Wah…benar juga ya mam, keduanya memiliki pengertian yang sama, putera saya menanggapi”

Sebagai ibu, saya tersenyum, karena berhasil, memberikan 1 tambahan informasi, untuk diketahui olehnya…simpel sih, tapi.. berhasil membuatnya mengetahui pengertian dalam 2 bahasa.

Dari sini saya juga belajar, sudah saatnya pembelajaran bahasa memberikan pemahaman untuk pelajar atau kaum muda bahwa berbahasa Indonesia perlu dikomunikasikan dengan baik dan benar, benar sesuai kaidah, baik sesuai konteks ataupun situasinya. Jangan hanya karena belajar bahasa lain (asing), rasa bangga pada bahasa sendiri menjadi pudar dan akhirnya kita enggan menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat.

Jika akhirnya kaum muda, enggan berbahasa Indonesia, dan lebih memilih perilaku mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing karena dianggap lebih modern dan sesuai dengan tuntutan zaman, tentu hal ini akan berakhir kepada penurunan mentalitas berbahasa serta ancaman kepunahan bahasa.

Wah..jika demikian yang terjadi, akan memengaruhi identitas kita sebagai Warga Negara Indonesia.

Tips sederhana yang mungkin bisa terus kita ingatkan untuk generasi penerus terutama yaitu anak-anak kita adalah dengan menyiapkan mereka untuk mencintai Bangsa, Budaya dan Bahasanya. Karena dengan mencintai Bangsa Indonesia, tidaklah cukup dengan status sebagai warga negara saja tetapi harus juga bangga dengan ragam budaya, bahasa, dan agama.

Misal dengan bertutur kata sopan, berbicara baik dan benar, kemudian tidak mengucapkan kata-kata kasar atau membuat orang lain tidak nyaman, tentunya etika dalam penggunaan bahasa mampu mendukung proses komunikasi secara umum.

Dengan kata lain, utamakan Bahasa Indonesia yang baik dan terus gunakan Bahasa Indonesia untuk melatih tata bahasa kita di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan berdampak dan mendukung perkembangan Bangsa Indonesia dengan memperluas kehadirannya di dunia internasional. Dengan bahasa kita menyapa, dengan bahasa kita berkarya. Selamat memperingati Bulan Bahasa, Oktober 2022. Salam.

Posted in Kisah Inspiratif and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , .