Oleh: Reggy Sebastian Sapetu, guru Agama SMA
“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu” (Matius 7:24-25).
Pengertian tentang bijaksana di sini bukan hanya berbicara tentang kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat. Akan tetapi, kita harus memahaminya sebagai sebuah dasar berpikir dan bertindak dalam menjalani kehidupan setiap hari. Sama seperti Musa di dalam doanya kepada Tuhan, “ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana,” Musa lebih melihat kepada penyertaan Tuhan di dalam hari-hari yang telah dan akan dia lalui. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang yang bijaksana kita harus terus melibatkan Tuhan dalam hidup kita. Inilah yang akan menjadi dasar yang kokoh, yang akan selalu memimpin kita pada hidup yang bijaksana. Permasalahannya adalah: dalam hari-hari kehidupan kita, berapa banyak kita melibatkan Tuhan dalam setiap apa yang kita pikirkan, katakan, dan perbuat?
Sangat jelas di sini bahwa syarat mutlak untuk menjadi seorang yang bijaksana adalah mendengar dan melakukan apa yang difirmankan Tuhan. Inilah langkah yang harus kita tempuh saat ini, yaitu mulai belajar untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Yesus mengajarkan tentang bagaimana membangun sebuah dasar yang kuat dan dasar itu adalah Yesus sendiri, melalui apa yang Ia firmankan. Satu hal lagi yang harus kita pahami adalah bahwa dasar ini berbicara tentang dasar yang teguh dan kekal di dalam Tuhan (bukan hal yang sementara).
Banyak orang Kristen yang tidak menyediakan waktu khusus untuk membaca dan merenungkan Firman Tuhan dengan alasan terlalu sibuk. Tanpa kita sadari sebenarnya kita sedang membangun sebuah dasar yang rapuh dalam hidup kita, yang akhirnya akan membuat kita mudah tergoyahkan imannya ketika menghadapi permasalahan hidup. Ketakutan, kekuatiran yang berlebihan, putus asa, dan bahkan meragukan keberadaan Tuhan, bisa menimpa kita jika tidak memiliki dasar yang kuat.
Oleh karena itu, sudah selayaknyalah kita menyediakan waktu untuk Tuhan secara pribadi. Mulailah untuk membangun relasi yang intim dengan Tuhan, melalui kehidupan doa dan firman yang teratur, sehingga kita bisa peka dengan apa yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan setiap hari. Dengan dasar ini, maka kita akan menjadi pribadi yang bijaksana, yang bisa menjadi berkat bagi orang lain dan memuliakan Tuhan senantiasa.
Hidup bijaksana sangatlah penting terutama dalam menghadapi tantangan di zaman sekarang ini, terlebih di dalam panggilan kita sebagai seorang pendidik bagi anak-anak yang Tuhan percayakan kepada kita. Mungkin di satu sisi kita tidak bisa mengikuti perkembangan zaman yang semakin canggih ini, kita kalah dengan generasi ini dalam hal penguasaan teknologi informasi, penggunaan social media, dll. Akan tetapi, dengan hati yang bijaksana, Tuhan akan senantiasa menuntun dan memberikan hikmat kepada kita untuk mendidik anak-anak kita, terlebih kerinduan kita adalah agar mereka pun memiliki dasar yang teguh di dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus.